Anda di halaman 1dari 5

1MAKALAH TUGAS INDIVIDU TENTANG KEKERASAN PADA ANAK

DISUSUN OLEH :

R. A. ANZALNA RISMA FATTAH

20180320079

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
2020
Derita 2 Anak Perempuan Cilacap Korban Kekerasan Ayah Kandung
SUMBER : Liputan 6, 5 November 2019, 07.00 WIB, Cilacap, Jawa Tengah.

Seorang Warga Negara Asing (WNA) Singapura, M, diduga melakukan kekerasan terhadap


anak perempuannya di Majenang, Cilacap, Jawa Tengah. M lantas ditangkap polisi. Tetapi, kisah
penangkapannya tak sesederhana usai kasus ini terungkap. Jalan panjang mesti dilalui dua anak
perempuan nahas ini untuk terbebas dari penderitaan yang dirasakan bertahun-tahun. Rupanya, tak hanya
dua kakak beradik ini yang menderita kekerasan. Ibu mereka, L, juga kerap mendapat perlakuan buruk
dari suaminya. Sebenarnya, sudah lama masyarakat setempat resah dan geram dengan perlakukan M
terhadap anak-anaknya. Akan tetapi, mereka tak bisa berbuat banyak. Warga bahkan sudah sempat
melapor tindak kekerasan terhadap anak ini ke kepolisian. Tetapi, kepolisian pun tak bisa bertindak
gegabah. Pelapor bukan korban atau maupun keluarga yang mengetahui detail persitiwa ini. Warga yang
sudah kadung jengah akhirnya melapor kepada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak (P2TP2A) Citra, sebuah lembaga bentukan pemerintah yang fokus ke perlindungan dan kasus
kekerasan terhadap perempuan dan anak pada 25 Oktober 2019. Berbekal laporan itu, Jumat, 1 November
2019, tim P2TP2A Citra mendatangi sekolah kedua anak korban kekerasan. Mereka mengkonseling dua
anak ini.
Lantaran menjalani konseling, kedua bocah kakak beradik ini telat pulang. Rupanya
keterlambatan ini ini kembali menjadi masalah dan memicu kekerasan terhadap anak kembali terulang.
Sekretaris P2TP2A Citra, Nurjanah Indriyani mengatakan ayah korban yang juga terduga pelaku marah
lantaran dua anaknya terlambat pulang. Itu menjadi alasan dia untuk kembali memarahi dan memukul
korban. Ibu korban, L, juga menjadi sasaran amarah M. Saat Ia juga dimarahi dan dipukul. Lantaran
menjadi korban kekerasan, istri pelaku atau ibu anak-anak korban kekerasan kabur dari rumah. Adapun
anak tertua, kembali ke sekolah dalam keadaan luka dan menangis. “Setelah mereka pulang itu, terjadi
kekerasan lagi, karena mereka pulang agak telat, dimarahin, sampai ada pemukulan, ya sama bapaknya.
yang termasuk ibunya juga ikut dipukul sama suaminya. Nah, makanya ibunya itu kabur,” ucap Nurjanah.
Berbekal aduan anak yang menjadi korban kekerasan, tim lantas berkoordinasi dengan Kepolisian
Cilacap. Mereka mendatangi rumah pelaku, yang juga tempat tinggal kedua anak korban. Hari itu M
langsung dijemput di rumahnya dan diperiksa. Namun, terduga pelaku kekerasan terhadap anak ini
sempat dibebaskan lantaran tidak ada laporan resmi dari keluarga. “Ya tidak ditahan. Karena kan tidak
ada laporan,” dia menjelaskan. Warga yang mengetahui M tak ditahan bertambah geram. Bahkan, sempat
terjadi sedikit kericuhan sebagai ungkapan protes. Mereka hendak mengusir M.
Kasus kekerasan ini akhirnya menemukan titik terang, tatkala anak tertua akhirnya mau
melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya. M, akhirnya ditangkap dan menjalani pemeriksaan
marathon. “Kalau sekarang sudah tersangka,” ucap Nurjanah, yang juga Kepala Bidang Kesejahteraan
dan Perlindungan Anak Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KB PP dan PA) Kabupaten Cilacap ini. Ditetapkannya M sebagai tersangka tak membuat kerja P2TP2A
Citra selesai. Masih ada PR rumit yang mesti diselesaikan. Pasalnya, hasil konseling yang dilakukan
terhadap dua anak ini, kekerasan ternyata juga dilakukan oleh ibu mereka, L, meski tak seintensif
kekerasan yang dilakukan oleh ayah mereka yang WNA. “Kami berencana akan membawa kedua anak
ini ke Rumah Aman,” ujarnya.
Nurjanah bilang pengungsian ke rumah aman itu dilakukan karena anak-anak korban kekerasan
tersebut mengalami trauma. Dalam konseling yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa anak-anak tersebut
juga takut dengan ibunya. “Saya masih punya PR, karena anaknya itu ternyata juga merasa takut kepada
ibunya,” dia mengungkapkan. Kedua anak ini akan dibawa ke rumah aman pada Selasa atau Rabu
sekaligus untuk konseling lanjutan. Dalam kesempatan itu, P2TP2A Citra akan meminta izin kepada ibu
korban yang kini sudah kembali ke rumah usai kabur pada Jumat. Membawa anak korban kekerasan juga
bukan perkara mudah. Sebelumnya, P2TP2A Citra juga sempat hendak membawa dua anak korban
kekerasan ini ke Rumah Aman pada akhir pekan lalu. Tetapi, evakuasi ke Rumah Aman tak jadi
dilakukan lantaran tidak ada izin dari keluarganya. Dikhawatirkan, pihak P2TP2A Citra dan Dinas KB PP
dan PA dituduh menculik anak.
Kini ibu kedua anak ini sudah berada di rumah dan bisa dimintai izin untuk membawa anak
korban kekerasan ke rumah aman. “Mungkin besok atau lusa, saya akan ke Majenang, mengkonseling
anak-anak ini lagi. Kalau perlu dibawa ke rumah aman, akan kami bawa ke sini,” dia menjelaskan. Ada
hal rumit yang terjadi dalam kasus ini. Di satu sisi, ibu kedua anak juga merupakan korban kekerasan
yang dilakukan suaminya. Karenanya, ibu bernisial L ini patut dikonseling. Akan tetapi, berdasar
penuturan kedua anaknya, L juga berpotensi menjadi terduga pelaku kekerasan terhadap anak. Sebab,
terkadang L juga melakukan kekerasan terhadap anak-anaknya. “Sebetulnya ibunya itu juga perlu
dikonseling. Saya tanya ke neneknya, ‘Mbah, itu Ibu Latifah itu dia kok diam saja kalau bapaknya
memukuli anaknya?’, jawabnya ‘Ya ibunya itu juga takut kepada suaminya’, begitu katanya,” dia
mengungkapkan.

 ANALISA KEPERAWATAN ANAK


Faktor resiko terhadap kejadian tindak kekerasaan pada anak terdapat 3 aspek yaitu :
1. Faktor masyarakat / sosial, yaitu tingkat kriminalitas yang tinggi, layanan sosial rendah,
kemiskinan yang tinggi, tingkat pengangguran yang tinggi, adat istiadat mengenai pola asuh
anak, pengaruh penggeseran budaya, budaya memberikan hukuman badan pada anak, dan
pengaruh media massa.
2. Faktor orang tua / situasi keluarga, yaitu riwayat orang tua dengan kekerasaan fisik atau
seksual pada masa kecil, orang tua remaja, kepercayaan diri rendah, dukungan sosial rendah,
keterasingan dari masyarakat, kemiskinan, kepadatan hunian, kekerasaan dalam rumah
tangga, riwayat depresi dan masalah kesehatan mental, mempunyai banyak balita, riwayat
penggunaan narkoba (NAPZA), diketahui ada riwayat child abouse dalam keluarga, pola
mendidik anak, dan kurang perhatian mengenai perkembangan anak.
3. Faktor anak, yaitu, prematuritas, berat badan lahir rendah,cacat dana nak dalam masalah ?
emosi.
Dan penyebabnya terjadi karena kedua anaknya terlambat pulang ke rumah karena adanya konseling
dan ayahnya marah lalu melakukan tindak kekerasaan, tidak hanya sang anak namun istrinya juga
terkena imbas tindak kekerasaan tersebut dikarenakan hanya membela sang anak.
 DAMPAK BAGI ANAK

Dampak bagi anak tersebut akan mengalami trauma akan apa yang diperbuat oleh ayahnya oleh
karena hal itu anak tersebut perlu dipulihkan psikologisnya. Dampak yang terjadi dapat secara
langsung maupun tidak langsung atau dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami kekerasan fisik, pada umunya lebih
lambat daripada anak yang normal yaitu :
1. Dampak langsung terhadap kejadian kekerasan fisik 5% mengalami kematian, 25%
mengalami komplikasi serius seperti patah tulang, luka bakar, cacat menetap
2. Terjadi kerusakan menetap pada susunan saraf yang dapat mengakibatkan reterdasi
mental, masalah belajar/ kesulitan belajar, buta, tuli, masalah dalam perkembangan
motor/ pergerakan kasar maupun halus.
3. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya.
4. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan yaitu :
 Kecerdasan, berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik. Anak juga kurang
stimulasi adekuat karena gangguan emosi.
 Emosi, masalah yang sering dijumpai adalah gangguan emosi, kesulitan belajar,
kesulitan mengadakan hubungan dengan teman, kehilangan percaya diri, fobia
cemas. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa,
atau menarik diri dari pergaulan.
 Konsep diri, anak yang mendapat kejadi kekerasan merasa dirinya jelek, tidak
dicintai, muram tidak bahagia, dan melakukan percobaan bunuh diri.
 Agresif, anak yang mendapat kekerasan lebih agresif terhadap teman sebaya.
Sering tindakan agresif tersebut menirutindakan orang tua mereka atau
mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil kurangnya
konsep diri.
 Hubungan sosial, pada anak-anak tersebut kurang dapat bergaul dengan teman
sebayanya atau denga orang dewasa, misalnya melempari batu dan perilaku
kriminal lainnya.
Dan tatalaksana untuk anak tersebut terdiri dari 2 yaitu :
1. Tatalaksana medis, penanganan masalah medis korban diutamakan terhadap keadaan
yang mengancam jiwa, apabila perlu dilakukan konsultasi pada ahli pencitraan anak,
bedah tulang, dan bedah plastik.
2. Tatalaksana psikososial, dilakukan penanganan menyeluruh terhadap korban dan
keluarganya, serta pelakunya. Tergantung dari berat ringannya masalah anak yang
mengalami perlakuan salah fisik oleh orang tuanya. Untuk sementara anak dapat diasuh
oleh lembaga perlindungan anak dan orang tua sebagai pelaku harus mendapat terapi
psikologis. Masalah sosial dan masyarakat dapat dikurangi dengan bantuan lembaga
terkait.
 NANDA

DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (Domain 11, kelas 3, 00138)
Dengan populasi terkait : riwayat penganiayaan pada masa kanak-kanak
Kondisi terkait : gangguan psikosis
2. Risiko mutilasi diri (Domain 11, kelas 3, 00139)
Dengan populasi terkait : anak yang dipukul, riwayat penyiksaan abak, perilaku
kekerasan orang tua
Kondisi terkait : gangguan psikosis
 KESIMPULAN
Perlakuan kekerasan fisik pada anak merupakan masalah kopleks dan mempunyai
spektrum klinis yang bervariasi. Tenaga medissebagai tangan terdepan dalam
menghadapi kasus kekerasan fisik, sebaiknya memiliki ketrampilan dalam deteksi dini,
melakukan pertolongan gawat darurat, intervensi psikososial terhadap korban dan
keluarganya, melakukan rujukan medik spesialistik dan psikososial. Peran perawat dalam
kasus kekerasan fisik dan penelantaran anak meliputi aspek medis dan psikososial.
Penangan kasus harus dilakukan oleh tim terpadu dari berbagai kalangan dan multi
disiplin. Tenaga kesehatan mempunyai akses dengan lembag-lembag multi disiplinyang
bergerak di bidang perlindungan anak.

Anda mungkin juga menyukai