Anda di halaman 1dari 13

PROFESI KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN
“ABORTUS”

Dosen pembimbing : Diah Ayu Fatmawati, S.Kep. Ners., M.Kep.

Disusun oleh :
Binti Rofi’ah (7420028)

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
TAHUN AKADEMIK 2020
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
ABORTUS
1. KONSEP DASAR
a. Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan
berat badan janin kurang dari 500 gram (Murray, 2002).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau
sebelum kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan tersebut
berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan
(Praworihardjo, 2006).
Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin mampu
hidup di luar kandungan (Nugroho, 2010).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan, sedangkan abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi
telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal (Manuaba, 2008).
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa abortus
adalah berakhirnya kehamilan yang ditandai dengan keluarnya hasil konsepsi pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
b. Etiologi
Etiologi yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut:
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi: kelainan kromosom terutama trisomi
autosom dan monosomi X, lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna,
pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau, dan alcohol
b. Infeksi akut, pneumonia, pielitis, demam tifoid, toksoplasmosis dan HIV
c. Abnormalitas traktus genitalis, serviks inkompeten, dilatasi serviks berlebihan,
robekan serviks dan retroversion uterus
d. Kelainan plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun.
(Mitayani, 2009)
c. Patofisiologi (Pathway of Nursing Problem)
Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan yang
menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.
Sehingga menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk mengeluarkan benda asing
tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai khorialis belum
menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsempsi dapat dikeluarkan
seluruhnya. Apabila kehamilan 8 sampai 4 minggu villi khorialis sudah menembus
terlalu dalam sehingga plasenta tidak dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan
banyak pendarahdan daripada plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak
lengkap. Peristiwa ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk, adakalanya
kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas
(missed aborted). Apabila mudigah yang mati tidak dikelurakan dalam waktu singkat,
maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Ini uterus dinamakan mola krenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam sisinya
terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola
tuberose dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma
antara amnion dan khorion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab
diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia
menjadi tipis seperti kertas pigmenperkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa
cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan (Sarwono, 2006).
Pathway

Faktor pertumbuhan Kelainan plasenta Penyakit ibu


hasil konsepsi

Abortus

Inkomplitus Komplitus Imminens Insipiens Habitualis Infeksius Missed abortion

Kelainan plasenta

Post anastesi Jaringan terputus Jaringan terbuka Masuknya alat kuretase

Penurunan saraf vegetatif Merangsang area Alat tidak steril


Perdarahan masif Proteksi kurang
sensor motorik

peristaltik
Nyeri Syok hipovolemik Invasi bakteri

Penyerapan cairan colon Keterbatasan aktivitas Resiko infeksi


Devisit vololume Distribusi darah ke
cairan jaringan
Konstipasi Gg. Rasa nyaman
Perfusi perifer tidak efektif
d. Klasifikasi
1. Abortus Imminens (abortus mengancam/threatened abortion)
 Proses awal dari suatu keguguran ditandai dengan perdarahan pervaginam,
sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan hasil konsepsi/ janin
masih baik didalam uterus
 Pengeluaran hasil konsepsi berupa darah yang disertai mules atau tanpa mules.
 Pada abortus imminiens, kehamilan masih dapat di pertahankan.
 Jika janin masih hidup, umumnya dapat bertahan sampai kehamilan atern dan
lahir normal.
 Jika terjadi kematian janin, dalam waktu singkat dapat terjadi abortus spontan.
 Penentuan kehidupan janin dilakukan ideal dengan ultrasonografi, dilihat
gerakan denyut jantung janin dengan gerakan janin
 Jika sara terbatas, pada usia diatas 12-16 minggu denyut jantung janin dicoba
didengarkan dengan alat Doppler atau laennec. Keadaan janin sebaiknya segera
ditentukan, karena mempengaruhi rencana penatalaksanaan/ tindakan.
Tanda dan Gejala Abortus Imminiens, meliputi:
 Perdarahan sedikit/bercak
 Kadang disertai rasa mules/kontraksi.
 Periksa dalam belum ada pembukaan.
 Palpasi: tinggi fundus uteri sesui usia kehamilan.
 Hasil test kehamilan (+)/positif.
2. Abortus Insipiens (disebut juga sebagai abortus sedang berlangsung/ inevitable
abortion)
 Proses abortus yang sedang berlangsung dan tindak dapat lagi dicegah, ditandai
dengan terbukanya ostium uteri eksternum, selain perdarahan (Achadiat, 2004)
 Abortus yang sedang berlasung dan tidak dapat dipertahankan lagi
kehamilannya, yang dapat berkembang menjadi abortun inkomplit/ komplit.
 Perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi
masih berada dalam kavum uteri. Kondisi ini menujukan proses abortus sedang
berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit/komplit. (Saefuidin
AB, 2006)
 Perdarahan pervaginam, dimana dapat timbul rasa nyeri di daerah perut bawah
dan panggul, serviks mulai mebuka dan hasil konsepsinya menjulur kenanalis
serviks. (Moegni, 1987)
Tanda dan gejala:
 Perdarahan banyak disertai bekuan
 Mulas hebat (kontraksi makin lama makin dan makin sering)
 Ostium uteri sternum mulai terbuka (serviks terbuka)
 Pada palpasi: tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan
3. Abortus Inkomplit
 Pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih
ada sisa tertinggal dalam uterus (Prawirohardjo, 2002)
 Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah
keluar kavum uteri melai kanalis servikalis (Saefudin AB, dkk, 2006)
 Proses abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah keluarmelai jalan lahir
(Achadiat, 2004)
Tanda dan gejala:
 Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa terdapat bekuan darah
 Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat
 Ostium uteri sternum atau serviks terbuka
 Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang
kadang sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan
 Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dapat
menyebabkan syok
4. Abortus Komplit
 Prosesus abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui jalan
lahir (Achadiat, 2004)
 Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil kontrasepsi telah
dikeluarkan dari kavum uteri (Saefudin AB, dkk, 2006)
Tanda dan gejala:
 Perdarahan banyak
 Mulas sedikit atau tidak (kontraksi uterus)
 Osteo uteri telah menutup
 Uterus sudah mengecil ada keluar jaringan, sehingga tidak ada sisa dalam uterus
 Diagnosis komplit ditegakan bila jaringan yang keluar juga diperiksa
kelengkapannya
5. Missed Abortions
 Kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia kurang dari 20 hari yang
tidak dapat dihindari (James L. Lindsey, MD, 2007)
 Berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20 minggu, namun keseluruhan hasil
konsepsi tersebut bertahan dalam uterus selama 6 minngu atatu lebih (Achadiat,
2004)
 Adannya retensi yang lama terhadap janin yang telah mati dalam paruh pertama
kehamilan, atau retensi hasil konsepsi dalam uterus selama 8 minggu atatu
lebih, kejadiannya sekitar 2% dari kehamilan (Pilliter, 2002)
 Perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang
telah mati hingga 8 minggu atau lebih (Saifudin, AB dkk, 2006)
Tanda dan gejala
 Gejalanya seperti abortus imminiens yang kemudian menghilang secara spontan
disertai kehamilan menghilang
 Denyut jantung janin tidak terdengar
 Mulas sedikit
 Ada keluaran dari vagina
 Uterus tidak membesar tetapi mengecil
 Mammae agak mengendor/payudara mengecil
 Amenorhoe berlangsung terus
 Tes kehamilan negative
 Dengan USG dapat diketahui apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai
dengan usia kehamilan
 Biasanya terjadi pembekuan darah
6. Abortus Infeksius dan Abortus Septik
 Abortus infeksius adalah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa
infeksi, baik yang diperoleh dari luar rumah sakit maupun yang terjadi setelah
tindakan di rumah sakit.
 Abortus septic adalah suatu komplikasi lebih jauh daripada abortus infeksius,
dimana pasien telah masuk dalam keadaan sepsis akibat infeksi tersebut. Angka
kematian akibat abortus septic ini cukup tinggi (sekitar 60%). (Achadiat, 2004)
 Abortus infeksius adalah adanya abortus yang merupakan komplikasi dan
disertai infeksi genitalia, sering dikaitkan dengan tindakan abortus tidak aman
sehingga dapat menyebabkan perdarahan hebat.
 Abortus septic adalah abortus infeksius berat yang disertai pengeluaran
kuman/toksin, septic syok bacterial dan gagal ginjal akut.
 Abortus infeksius adalah abortus yang disertai dengan infeksi genital.
 Abortus septic adalah keadaan yang lebih parah dari abortus infeksius karena
disertai dengan penyebaran kuman atau toksinnya kedalam peredaran darah dan
peritoneum, sehingga dijumpai adanya tanda peritornitis umum atau sepsis dan
disertai dengan syok.
Tanda dan gejala:
 Kanalis servikalis terbuka
 Ada perdarahan
 Demam
 Takikardia
 Perdarahan berbau
 Uterus membesar dan lembek
 Nyeri tekan
 Leukositosis
7. Abortus Habitualis/Recurent Abortion
 Abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih oleh sebab apapun.
(Achadiat, 2004)
 Abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih secara berturut, penyebab
tersering karena factor hormonal. Istilah abortus habitualis masih digunakan
untuk menjelaskan pola abortus yang terjadi.
e. Terapi/Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Untuk penatalaksanaan abortus berulang-ulang dibutuhkan anamnesis yang
terarah mengenai riwayat suami istri dan pemeriksaan fisik ibu secara anatomis
maupun laboratorik.Apabila abortus terjadi pada trimester pertama atau kedua juga
penting untuk diperhatikan.Bila terjadi pada trimester pertama maka banyak fakor
yang harus dicari sesua kemungkinan etiologi dan mekanisme terjadinya abortus
berulang. Bila terjadi pada trimester kedua maka factor-faktor penyebab lainnya
cenderung pada factor anatomis terjadinya inkompetensia serviks dan adanya
tumor mioma uteri serta infeksi lain berat pada uterus atau serviks. Tahap-tahap
penatalaksanaan tersebut meliputi:
 Riwayat penyakit dahulu:
a. Kapan abortus terjadi, apabila pada trimester pertama atau pada trimester
berikutnya, adakah penyebab mekanis yangn menonjol.
b. Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat terlarang
c. Infeksi ginekologi dan obstetri.
d. Gambaran asosiasi terjadinya “antiphospholipid syndrome” (thrombosis,
fenomena autoimun, false positive test untuk sifilis).
e. Factor genetic antara suami istri (consanguinity)
f. Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus berulang dan
sindroma yang berkaitan dengan kejadian abortus atau pun partus prematurus
yang kemudian meninggal.
g. Pemeriksaan diagnostic yang terkait dan pengobatan yang pernah didapat.
 Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik secara umum
b. Pemeriksaan ginekologi
c. Pemeriksaan laboratorium:
1. Kariotik darah tepi kedua orangtua
2. Histerosangografi diikuti dengan histeroskopi atau laparoskopi bila ada
indikasi
3. Biopsy endometrium pada fase luteal
4. Pemeriksaan hormone TSH dan antibody anti tiroid
5. Antibody antifosofolipid (cardiolipin, fosfatidilserin)
6. Lupus antikoagulan (apartial thromboplastin time atau russel viper
venom)
7. Pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, Kultur jaringan serviks
(myocoplasma, ureaplasma, chlamydia) bila diperlukan.
2. Penatalaksanaan Medis
Setelah didapatkan anamnesis yang maksimal, bila sudah terjadi konsepsi baru
pada ibu dengan riwayat abortus berulang-ulang maka support psikologis untuk
pertumbuhan embrio internal uterine yang baik perlu diberikan pada ibu
hamil.Kenali kemungkinan terjadinya anti fosfolipid syndrome atau mencegah
terjadinya infeksi intra uterine.
Pemeriksaan kadar HCG secara periodic pada awal kehamilan untuk membantu
pemantauan kelangsungan kehamilan sampai pemberian USG dapat dikerjakan.
Gold standard untuk monitoring kehamilan dini adalah pemeriksaan USG,
dikerjakan setiap 2 minggu sampai kehamilan ini tidak mengalami abortus.Pada
keadaan embrio tidak terdapat gerakan jantung janin maka perlu segera dilakukan
evakuasi serta pemberian kariotip jaringan hasil konsepsi tersebut.
Pemeriksaan serum á-fetopotein perlu dilakukan pada usia kehamilan 16-18
minggu. Pemeriksaan kariotip dari buah kehamilan dapat dilakukan dengan
melakukan amniosintesis air ketuban untuk menilai bagus atau tidaknya kehamilan.
Bila perlu terjadi kehamilan, pada pengobatan dilakukan sesuai dengan hasil
penilaian yang sesuai.Pengobatan disini termasuk memperbaiki kualitas sel telur
atau spermatozoa, kelainan anatomi, kelainan endokrin, infeksi dan berbagai
variasi hasil pemeriksaan reaksi imunologi.Pengobatan pada penderita yang
mengidap pecandu obat-obatan perlu dilakukan juga. Konsultasi psikologi juga
akan sangat membantu.
Bila kehamilan kemudian berakhir dengan kegagalan lagi maka pengobatan
secara intensif harus dikerjakan secara bertahap baik pengobatan kromosom,
anomaly anatomi, kelainan endokrin, infeksi, factor imunologi, antifosfolipid
sindrom, terapi immunoglobulin atau imunomodulator perlu diberikan secara
berurutan.Hasil ini merupakan suatu pekerjaan yang berat dan memerlukan
pengamatan yang memadai untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

2. KONSEP KEPERAWATAN
a. Pengkajian Data Fokus
Biodata mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- ,
lamanya perkawinan dan alamat
1. Keluhan utama Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang.
2. Riwayat kesehatan , yang terdiri atas
a. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah
Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus
haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
c. Riwayat pembedahan Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien,
jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
d. Riwayat penyakit yang pernah dialami Kaji adanya penyakit yang pernah
dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah
ginekologiurinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit
menular yang terdapat dalam keluarga.
f. Riwayat kesehatan reproduksi Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi,
lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji
kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
g. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas Kaji bagaimana keadaan anak klien
mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan
anaknya.
h. Riwayat seksual Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
digunakan serta keluahn yang menyertainya.
i. Riwayat pemakaian obat Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral,
obat digitalis dan jenis obat lainnya.
3. Pola aktivitas sehari-hari Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi
(BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat
sakit.
4. Pemeriksaan fisik, meliputi
a. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada
penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain
 Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap
drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, pergerakan
dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan
seterusnya
 Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
 Sentuhan merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
 Tekanan menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan
posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
 Pemeriksaan dalam menentukan tegangantonus otot atau respon nyeri yang
abnormal
b. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau
jaringan yang ada dibawahnya.
 Menggunakan jari ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
 Menggunakan palu perkusi ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleksgerakan
pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding
perut atau tidak
c. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop
dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar.
Mendengar mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk
bunyi jantungparu abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 39)
b. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi faktor resiko ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan arteri dan atau vena
c. Rencana Intervensi
1. Resiko infeksi faktor resiko ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
Tujuan yang akan dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil:
1. Kemerahan menurun
2. Nyeri menurun
Intervensi:
Pencegahan Infeksi
- Observasi
1. Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
- Terapeutik
1. Batasi jumlah pengunjung
2. Berikan perawatan kulit pada daerah edema
3. Cucitangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
- Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa luka
3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan kolaborasi
- Kolaborasi
- Pemberian imunisasi jika perlu
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensikeperawatan selama ........makastatus cairan membaik, 
dengan kriteria hasil :
1. Turgor kulit meningkat
2. Output urine meningkat
3. Kekuatan nadi meningkat
4. Frekuensi nadi membaik
5. Tekanan darah membaik
6. Tekanan nadi membaik
7. Membrane mukosamembaik
8. Kadar hematokrit membaik
9. Status mental membaik
10. Suhu tubuh membaik
11. Keluhan haus menurun
12. Mata cekung membaik
13. Berat badan membaik
Manajemen Hipovolemia
Observasi:
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2. Monitor intake dan output cairanTerapeutik :
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
1. Anjurkan memperbanyak cairan oral
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemeberian cairan intravena (cairan isotonis,hipotonis, dan koloid)
2. Kolaborasi pemberian produk darah
Manajemen syok hipovolemik
Observasi :
1. Monitor status cairan
2. Monitor status kardiopulmonal
3. Monitor status oksigenasi
4. Periksa tingkat kesadaran
Terapeutik :
1. Pertahankan jalan nafas
2. Berikan oksigen
3. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemeberian cairan infus kristaloid 20 ml/kg/
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
Tujuan :
Dalam perawatan 1 x 24 jam, nyeri klien dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
a. Tingkat nyeri menurun
Intervensi :
Manajemen Nyeri
- Observasi
1. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
- Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
- Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Pemberian Analgetik
- Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
2. Monitor efektifitas analgesik
- Terapeutik
1. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
- Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
- Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

3. DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta
: PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai