Anda di halaman 1dari 5

Mekanik Respiratori: Perilaku Elastis, Volume dan Kapasitas Paru-Paru,

serta Ventilasi Paru dan Alveolar

Kezia Arihta, 1906400646, FG 2, Kep. Dewasa-C

Mekanik respiratori merupakan proses atau mekanisme untuk mendapatkan oksigen yang
nantinya akan digunakan oleh sel-sel tubuh serta untuk menghilangkan karbondioksida yang
telah dihasilkan oleh sel. Dalam mekanik respiratori, terdapat pertimbangan tekanan, siklus
pernapasan, resistensi jalan napas, perilaku elastis paru-paru, volume dan kapasitas paru-paru,
serta ventilasi paru dan alveolar. Pada lembar tugas ini, subtopik yang akan dibahas adalah
mengenai perilaku elastis paru-paru, volume dan kapasitas paru-paru, dan ventilasi paru dan
alveolar.

Perilaku elastis paru-paru adalah hasil dari jaringan ikat dan tegangan permukaan
alveolar. Perilaku elastis paru-paru terbagi menjadi dua, yaitu pemenuhan atau compliance dan
pemunduran elastis atau elastic recoil. Pemenuhan, secara sederhana, dapat dikatakan sebagai
seberapa banyak usaha yang dibutuhkan untuk melebarkan atau mengembangkan paru-paru, di
mana dianalogikan bahwa usaha tersebut seperti seberapa mudah atau sulitnya meniup sebuah
balon. Secara harfiah, pemenuhan merupakan ukuran dari seberapa besar perubahan volume
paru-paru akibat perubahan tertentu dalam gradien tekanan transmural (gaya yang meregangkan
paru-paru), paru-paru yang lebih penuh akan melebar lebih besar untuk peningkatan tertentu
dalam perbedaan tekanan daripada paru-paru yang kurang penuh. Semakin rendah
pemenuhannya, maka semakin lebar gradien tekanan transmural yang harus dibentuk selama
inspirasi, hal ini akan didapatkan apabila tekanan intrapleural lebih subatmospheric, yaitu lebih
rendah daripada tekanan atmosfer. Pemenuhan paru-paru berpotensi buruk apabila paru-paru
mengalami kekakuan, yang di mana biasanya disebabkan oleh jaringan paru-paru normal
digantikan oleh jaringan ikat fibrosa pembentuk bekas luka sebagai hasil dari menghirup serat
asbes atau bahan iritan serupa.

Poin kedua dalam perilaku elastis paru-paru adalah pemunduran elastis atau elastic
recoil. Pemunduran elastis merujuk kepada seberapa siap paru-paru kembali setelah melebar.
Paru-paru harus dapat kembali ke volume preinspirasinya saat otot inspiratori relaksasi di akhir
inspirasi (Sherwood, 2012). Dapat dikatakan bahwa perilaku elastis paru-paru merupakan
gerakan penting pada paru-paru untuk menunjang proses pernapasan manusia. Terdapat faktor
yang mempengaruhi pemunduran elastis, yaitu jumlah serat elastin di dalam jaringan ikat dan
tegangan permukaan alveolar. Jumlah serat elastin harus sesuai karena apabila kurang dari
sepatutnya, maka jaringan ikat akan menjadi kaku dan sulit untuk mengalami elastic recoil.
Sedangkan tegangan permukaan alveolar terjadi karena terdapat lapisan air tipis yang melapisi
alveolus. Lapisan ini dapat menahan gaya yang dapat meningkatkan luas permukaan (menentang
ekspansi alveolus) dan membuat luas permukaan cairan menyusut sekecil mungkin.

Selain perilaku elastisitas, mekanik respiratori lainnya adalah volume paru dan
kapasitasnya. Biasanya, selama pernapasan yang tenang, paru-paru tidak berkembang secara
maksimal, juga tidak mengempis ke volume minimumnya. Dengan demikian, paru-paru biasanya
tetap mengalami inflasi sedang selama siklus pernapasan. Pada akhir ekspirasi tenang normal,
paru-paru masih mengandung sekitar 2200 ml udara. Rata-rata, pada orang dewasa yang sehat,
paru-paru dapat menahan udara maksimal 5,7 liter pada laki-laki dan 4,2 liter pada perempuan.
Hal ini yang menimbulkan volume paru dan kapasitasnya kedua jenis kelamin akan berbeda
sehingga nilai milik perempuan akan lebih kecil dibandingkan laki-laki. Volume paru-paru dan
kapasitas dapat ditentukan sebagai tidal volume (TV) yang di mana volume udara masuk dan
meninggalkan paru-paru dalam satu napas, rata-rata nilainya sebesar 500 mL apabila di bawah
kondisi istirahat. Selanjutnya terdapat inspiratory reserve volume (IRV) dan expiratory reserve
volume (ERV). IRV merupakan volume ekstra udara yang bisa secara maksimal diinspirasikan
di atas dan di atas volume tidal saat istirahat. Rata-rata nilai dari IRV adalah 3000 mL.
Expiratory reserve volume atau ERV adalah volume ekstra udara yang dapat diekspirasikan
secara aktif dengan secara maksimal mengkontraksikan otot ekspirasi melebihi ekspirasi yang
biasanya pasif pada akhir volume tidal istirahat. Rerata nilai dari ERV adalah 1000 mL.
Kemudian residual volume (RV), yaitu volume minimum sisa udara di paru-paru setelah
ekspirasi maksimal dengan rata-rata nilainya sebesar 1200 mL. Functional residual capacity
(FCR) yaitu volume udara dalam paru-paru di akhir ekspirasi pasif normal, rumusnya adalah
FKC = ERV + RV, dengan rata-rata nilai sebesar 2200 mL. Vital capacity (VC) merupakan
volume maksimum udara yang dapat dipindahkan selama satu napas diikuti inspirasi maksimal.
Dimulai dengan inspirasi maksimal kemudian ekspirasi maksimal. Rumusnya adalah VC = IRV
+ TV + ERV, rata-rata nilainya sebesar 4500 mL. Total lung capacity (TLC) merupakan volume
maksimum udara yang dapat ditahan paru-paru, rumusnya adalah TLC =VC + RV, kira-kira
nilainya adalah 5700 mL. Terakhir, yaitu forced expiratory volume in 1 second (FEV1), yaitu
volume udara yang dapat tereksplorasi selama 1 detik pertahanan ekspirasi dalam penentuan vital
capacity.

Pada ventilasi paru dan alveolar, terdapat berbagai perubahan volume paru yang hanya
merupakan satu faktor dalam menentukan ventilasi paru. Faktor penting lainnya terdapat dalam
kecepatan pernapasan, yang rata-rata 12 napas per menit:

Ventilasi Paru(ml/menit) = Volume Tidal(ml/napas) = Laju Pernapasan(napas/menit)

Dalam ventilasi paru dan alveolar, terdapat ruang mati anatomis dan ventilasi alveolar. Ruang
mati anatomis merupakan volume saluran konduksi pada orang dewasa yang merupakan udara
terinspirasi yang tidak turun ke lokasi pertukaran gas di alveoli. Volume dari saluran konduksi
rata-rata sekitar 150 ml dan dianggap sebagai ruang mati anatomis karena udara di dalam saluran
udara penghantar ini tidak berguna untuk pertukaran. Misalnya, mengambil contoh dari
Sherwood (2012), saluran pernapasan diisi dengan 150 ml udara segar atmosferik dari inspirasi.
Selama ekspirasi berikutnya, 500 ml udara akan dikeluarkan ke atmosfer. Kemudian, 150 ml
pertama yang kedaluwarsa adalah udara segar yang tertahan di saluran udara dan tidak pernah
digunakan. Lalu sisa 350 ml yang kadaluwarsa adalah udara alveolar “lama” yang telah
berpartisipasi dalam pertukaran gas dengan darah. Selama ekspirasi yang sama, 500 ml gas juga
meninggalkan alveoli. 350 ml pertama dibuang ke atmosfer; 150 ml udara alveolar lama lainnya
tidak pernah mencapai luar tetapi tetap berada di saluran udara konduksi. Kedua, yaitu ventilasi
alveolar. Ventilasi alveolar merupakan Volume udara yang dipertukarkan antara atmosfer dan
alveoli per menit. Ventilasi alveolar lebih penting daripada ventilasi paru karena jumlah udara
atmosfer yang mencapai alveoli dan sebenarnya tersedia untuk ditukar dengan darah lebih
penting daripada jumlah total yang dihirup dan dikeluarkan. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Ventilasi alveolar = (volume tidal - volume ruang mati) × laju pernapasan

Contohnya adalah sebagai berikut:

Ventilasi alveolar = (500ml/napas - ruang mati 150ml volume) × 12napas/menit =

4200 ml/menit
Penting sekali untuk memperhatikan ventilasi alveolar dan memperhitungkannya karena
berhubungan juga dengan darah. Maka dari itu, perlu diperhatikan apa efek yang akan
didapatkan apabila individu bernapas dengan pola yang berbeda. Pola pernapasan sangat
berpengaruh terhadap ventilasi alveolar. Individu yang bernapas dengan tenang saat istirahat
memiliki volume tidal 500 ml tiap bernapas dengan laju pernapasan sebesar 12 kali/menit,
volume ruang matinya sebesar 150 ml, ventilasi paru 6000 ml/min, dan ventilasi alveolarnya
4200 ml/menit (volume ruang mati dan ventilasi paru besarnya sama semua). Individu yang
bernapas dengan dalam namun lambat akan memiliki volume tidal sebesar 1200 ml tiap satu kali
napas, laju napas 5 kali/menit, dan ventilasi alveolar sebesar 5250 ml/menit. Sedangkan individu
yang bernapas dengan dangkal dan cepat memiliki volume tidal sebesar 150 ml tiap kali napas,
laju pernapasan 40 kali/menit, dan ventilasi alveolarnya 0.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa mekanik respiratorik bersifat cukup
kompleks meskipun terjadi hanya dalam satu tarikan dan satu embusan napas saja. Hal-hal
tersebut perlu diperhatikan karena apabila terdapat masalah yang terjadi pada bagian-bagian
yang telah disebutkan tersebut, maka sistem pernapasan akan menjadi terganggu. Tujuan dari
mekanisme-mekanisme ini adalah agar oksigen masuk ke dalam tubuh dengan baik dan
menyebar secara sempurna.
Referensi

Sherwood, L. (2012). Fundamentals of Human Physiology. 4th ed. USA: Brooks/Cole


Cengage Learning.

Sherwood, L. (2014). Human Physiology From Cells to Systems. 9th ed. USA: Brooks/
Cole Cengage Learning.

Anda mungkin juga menyukai