Data subjektif lainnya yang dapat ditemukan pada pasien hipertiroid adalah persepsi
kesehatan atau manajemen kesehatan, metabolisme nutrisi, eliminasi, aktivitas dan latihan,
istirahat dan tidur, persepsi kognitif, reproduksi seksual, dan toleransi koping stres. Penderita
hipertiroid memiliki riwayat keluarga yang juga memiliki masalah pada tiroid atau autoimun.
Pada metabolisme nutrisi, klien membutuhkan penambahan yodium. Terjadi juga penurunan
berat badan meski nafsu makan meningkat, rasa haus, mual, dan muntah. Masalah eliminasi yang
dialami yaitu diare, poliuria, dan berkeringat berlebihan, hal ini relevan dengan kasus yang
sedang dibahas kelompok. Untuk aktivitas dan latihan, klien hipertiroid biasanya mengeluhkan
dispnea saat bergerak, palpitasi, kelemahan otot, dan pingsan. Pola istirahat dan tidur juga dapat
dikaji untuk pengkajian hipertiroid. Penderita hipertiroid memiliki masalah tidur berupa
insomnia. Terkait pengkajian persepsi kognitif, penderita hipertiroid memiliki keluhan nyeri
dada, gugup atau gelisah, intoleransi terhadap panas, dan pruritus atau gatal-gatal. Perawat juga
dapat menanyakan perubahan terkait reproduksi seksual klien, kaji apakah klien mengalami
amenorrhea (bagi perempuan) dan gynecomastia (bagi laki-laki), impoten, serta penurunan
libido (Ignatavicius, 2013). Kaji pula toleransi terhadap koping stres, apakah klien labil secara
emosional, mudah marah, gelisah, perubahan kepribadian, dan delirium (Lewis et al., 2017).
Untuk data objektif, yaitu data yang didapatkan berdasarkan pengamatan dan
pemeriksaan oleh perawat, terdiri dari obervasi umum, pemeriksaan pada mata, kulit,
pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, neurologi, muskuloskeletal, dan temuan diagnostik
yang memungkinan. Pada observasi umum, dapat ditemukan penderita hipertiroid mengalami
agitasi, bicara dan pergerakan tubuh yang cepat, ansietas, gelisah, hipertermi, dan pelebaran
kelenjar tiroid yang berhubungan dengan Graves' disease dan adanya gondok. Pada pengkajian
mata, dapat ditemukan mata klien mengalami exophthalmos, retraksi kelopak mata, dan jarang
berkedip. Exophthalmos muncul akibat adanya edema pada otot ekstraokular dan peningkatan
jaringan lemak di balik mata sehingga bola mata terdorong ke depan. Pada hal ini, klien juga bisa
memiliki keluhan terkait fokus mata, perawat juga dapat menanyakan apakah klien sensitif
terhadap cahaya (fotofobia) (Ignatavicius, 2013). Pada pengkajian kulit, tanda-tanda yang dapat
ditemukan adalah kulit terasa hangat, diaphoretic atau berkeringat berlebihan, dan kulit seperti
beludru. Kuku-kuku menjadi tipis hingga rapuh. Klien juga bisa saja mengalami kerontokan dan
kerapuhan pada rambut. Eritema dapat muncul pada telapak tangan (palmar erythema), kuku
jemari clubbing, pigmentasi kulit menjadi putih di beberapa bagian atau vitiligo, dan munculnya
edema pada lengan atau kaki. Pengkajian pernapasan dapat dilihat berdasarkan ritmenya, di
mana penderita hipertiroid mengalami takipnea atau dispnea saat beraktivitas.
Pada sistem kardiovaskuler, kaji apakah terdapat takikardia, denyut nadi sangat terasa,
murmur sistolik, disritmia, hipertensi, dan pembengkakan pada kelenjar tiroid. Pada
gastrointestinal, kaji apakah terdapat peningkatan bising usus, peningkatan nafsu makan, apakah
klien mengalami diare, ukur berat badan, dan periksa apakah terdapat pelebaran hati atau limpa.
Pada pengkajian neurologi, perawat dapat memperhatikan apakah terdapat hiperrefleksia
(diplopia), dan tremor tangan, lidah, dan kelopak mata. Perawat juga dapat mengkaji pada bagian
muskulosketal apakah terdapat atrofi pada otot atau tidak. Temuan diagnostik yang kemungkinan
ditemukan adalah peningkatan T3, T4, dan T3 penyerapan resin, serta penurunan atau tidak
terdeteksinya TSH. Dapat pula dilakukan x-ray pada bagian dada untuk menunjukkan pelebaran
jantung. Pemeriksaan EKG juga dapat dilakukan untuk memperlihatkan keberadaan takikardia
dan fibrilasi atrium (Lewis, et al., 2017). Lakukan palpasi pada bagian pembengkakan pada
kelenjar tiroid lalu diklasifikasikan (Goiter Classification atau Klasifikasi Gondok) dengan
rentang 0—2. Nilai 0 menunjukkan tidak terabanya atau tidak adanya gondok, nilai 1
menunjukkan massa tidak terlihat saat leher pada posisi normal dan gondok terpalpasi dan
berpindah ke atas saat pasien menelan, sedangkan nilai 2 menunjukkan massa atau
pembengkakan terlihat bahkan saat leher berada pada posisi normal dan gondok dengan mudah
terpalpasi dan asimetris (Ignatavicius, 2013).
Pada pemeriksaan laboratium, hasil yang ditemukan biasanya adalah tes serum T3
(triiodothyronine), serum T4 (thyroxine) secara total, indeks bebas T4, tes stimulasi TSH
(thyroid-stimulating hormone), thyroid-stimulating immunoglobulins (TSI), thyrotropin receptor
antibodies (TRAb), dan tes TSH. Normalnya, tes serum T3 adalah 70—205 ng/dL, serum T4
total 4—12 mcg/dL, dan indeks bebas T4 0,8—2,8 ng/dL. Pada klien dengan hipertiroid, angka
tersebut mengalami peningkatan. pada TSI, nilai normalnya kurang dari 130% aktivitas basal,
TRAb titer 0%, dan TSH 0,3-5,0 µU/mL. Pada klien dengan hipertiroid, TSI meningkat, TRAb
80—95%, dan TSH rendah yang menunjukkan keberadaan Graves' diseases, namun dapat
normal di beberapa tipe hipertiroid. TSH dapat menjadi tinggi pada hipertiroid sekunder atau
tersier. (Ignatavicius, 2013). Menurut Lewis (2017), hasil laboratium patien hipertiroid juga
menunjukkan penurunan pada LDL (Low-Density Lipoproteins) dan BMR (Basal Metabolic
Rate) meningkat, sedangkan nilai kolesterol, trigliserida, kreatinin kinase, dan antibodi TPO
(thyroid peroxidase) normal.
Setelah melakukan pengkajian terkait hipertiroidisme, maka langkah selanjutnya dalam
penyusunan asuhan keperawatan adalah menetapkan diagnosis. Pada kasus disebutkan bahwa
klien mengalami dada kiri yang terasa berdebar, mata tampak melotot, tangan tremor, sering
berkeringat, dan merasa cepat lapar. Dengan demikian, diagnosis yang dapat ditegakkan adalah
ketidakseimbangan nutrisi yaitu berhubungan dengan peningkatan rasa lapar, risiko penurunan
curah jantung yang berisiko tinggi, di mana dada kiri pasien berdebar dan mengalami tremor,
serta gangguan integritas jaringan. Ketidakseimbangan nutrisi merupakan keadaan di mana
asupan zat gizi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik, risiko penurunan curah
jantung adalah kerentanan terhadap volume darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh, yang dapat membahayakan kesehatan, sedangkan gangguan
integritas jaringan yakni kerusakan pada selaput lendir, kornea, sistem integumen, fasia otot,
otot, tendon, tulang, tulang rawan, kapsul sendi, dan/atau ligamen (NANDA-I, 2021).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat lima tipe pengkajian yang perlu
dilakukan, yaitu pengkajian terhadap riwayat, baik itu riwayat penyakit sebelumnya, obat-obatan
yang dikonsumsi, atau riwayat operasi yang dimiliki klien, pengkajian fisik dan manifestasi
klinis yang kemungkinan dimiliki oleh penderita hipertiroid, pengkajian psikososial yang
berhubungan dengan emosi dan perubahan kepribadian yang dialami oleh klien, hasil
laboratorium, serta pengkajian lainnya yang dapat menunjang dalam penegakan diagnosis,
seperti EKG dan x-ray bagian dada. Setelah melakukan pengkajian secara komprehensif, maka
perawat dapat menegakkan diagnosis. Diagnosis yang tepat sesuai dengan kasus adalah
ketidakseimbangan nutrisi, risiko penurunan curah jantung, dan gangguan integritas jaringan.
Daftar Pustaka
Lewis, et al. (2017). Lewis' Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of
Clinical Problems. (11th ed.). Sydney: Evolve.
NANDA-I. (2021). Nursing Diagnoses Definitions and Classification (12th ed.). New York:
Thieme.