Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL MPK AGAMA KRISTEN PROTESTAN

UNIVERSITAS INDONESIA

Nama : Kezia Arihta Sembiring

NPM : 1906400646

Fakultas : Ilmu Keperawatan

A. SOAL TEORI

1. Landasan Alkitab panggilan gereja membangun masyarakat, bangsa, dan Negara


Kesatuan Republik Indonesia

Alkitab merupakan landasan atau pondasi bagi para umat Kristiani. Alkitab juga
menjadi landasan panggilan gereja dalam membangun masyarakat, bangsa, dan negara,
terlebih di NKRI. Landasan ini tertulis dalam kitab perjanjian lama dan perjanjian baru.
Allah ingin kita, sebagai umat yang percaya kepada-Nya, dapat memenuhi panggilan
tersebut agar dengan memenangkan banyak jiwa di Indonesia.

Dalam membangun masyarakat, Alkitab sangat berperan penting mengenai


sikap dan tingkah laku umat Kristen di lingkungan sosial. Agama berperan kritis dalam
kehidupan sosial seperti dalam Matius 5:13—14 , dikatakan bahwa umat yang percaya
kepada Allah haruslah menjadi garam dan terang di manapun kita ditempatkan. Allah
ingin supaya kita dapat mencerminkan tingkah laku-Nya lewat perbuatan-perbuatan
yang berlandaskan kasih. Untuk itulah mengapa manusia hidup berdampingan dan
berkelompok, karena dengan kehidupan sosial itulah umat Kristen dapat menyalurkan
kasih. Manusia harus mengasihi sesamanya karena Allah sudah lebih dahulu mengasihi
manusia. Sikap yang penuh kasih akan menumbuhkan sosialisasi yang baik serta
kehidupan yang rukun.

Selain di lingkup sosial, Gereja memiliki panggilan agar mampu berpikir kritis
di kehidupan bernegara. Sebagai manusia yang memiliki rasa cinta tanah air, maka
sudah seharusnya umat Kristen dapat berpikir kritis terhadap persoalan-persoalan yang
terjadi di dalam negara dan memiliki tindakan sesuai dengan firman Allah. Sikap kritis
ini dibarengi dengan rasa hormat terhadap pemerintah atau petinggi-petinggi negara.

Sikap kritis tersebut misalnya berupa memberikan atensi terhadap apa yang
terjadi di dalam pemerintahan. Sikap masyarakat yang mencintai negaranya adalah
dengan menyampaikan aspirasi-aspirasi yang mampu memajukan NKRI. Aspirasi
tersebut tentu harus berdasarkan iman dan panggilan gereja dalam Alkitab. Umat
Kristen harus menjadi teladan yang baik terhadap dunia. Manusia harus memiliki
hikmat yang berasal dari Allah. Umat Kristen tidak boleh menjadi apatis. Apatis
merupakan sikap tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya. Manusia harus mau berpikir
dan bergerak demi kesejahteraan bangsa.

Pancasila telah menegaskan perihal Ketuhanan yang Maha Esa. Maksud dari sila
pertama ini adalah setiap individu di NKRI harus menyembah kepada Tuhan dan
beragama. Hal ini berhubungan dengan panggilan gereja dalam Alkitab bahwa sudah
sepatutnya umat Kristen menyembah dan mengimani Allah. Panggilan Allah untuk
umat Kristiani bertujuan agar Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat maju dengan
taraf hidup makmur dan rukun antarsesama rakyat.

2. Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dari Sudut Pandang Iman Kristen

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) telah berkembang sangat pesat dari
tahun ke tahun. Banyak penemuan yang semakin hari semakin terbaharui dari setiap
bidang IPTEK tersebut. IPTEK berkaitan erat dengan rasionalitas, yaitu lewat penelitian
dan fakta serta kebenaran dan sistematis.

Apabila dikaitkan dengan iman umat Kristen, IPTEK memiliki tujuan yang
positif agar terjaganya alam semesta sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan serta
demi meningkatkan mutu dan daya guna (pemanfaatan sesuatu sebaik-baiknya). Tuhan
ingin manusia berkembang dalam dunia IPTEK agar manusia dapat menghargai dan
memanfaatkan apa yang Tuhan berikan sebaik mungkin. Seperti dalam Kejadian 1:28,
yaitu Tuhan telah memberikan amanah agar manusia dapat berkuasa atas seisi bumi.

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam iman Kristen dapat dikembangkan


sejauh mungkin. Akan tetapi, iman bukan merupakan sesuatu yang dapat dijabarkan
menurut rasionalitas manusia. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan
dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1). Hal ini bertentangan
dengan prinsip dasar ilmu pengetahuan. Namun, kita tidak dapat memaksakan diri
dengan menghubungkan iman dengan rasional manusia, karena apa yang tidak mungkin
bagi manusia, adalah mungkin bagi Allah. Bukan berarti karena kita memiliki iman,
maka kita tidak percaya kepada ilmu pengetahuan. Manusia perlu mengembangkan ilmu
pengetahuannya, tetapi tetap memiliki iman sebagai dasar dari segala yang
dilakukannya.

Segala hal yang dilakukan manusia, baik itu pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi atau pengembangan lainnya, adalah demi kemuliaan Tuhan saja. Tuhan
ingin agar manusia dapat mengembangkan dirinya masing-masing agar nama Tuhan
dimuliakan. Penggunaan rasio berdampak besar terhadap majunya suatu negara terlebih
di bidang industri. Dalam konteks ini, iman terhadap Allah Tritunggal merupakan hal
yang irasional (tidak dapat dipikirkan dengan logika), namun dalam Kitab Suci, umat
Kristen harus tetap berdasar pada iman, yaitu dengan takut akan Tuhan. Takut akan
Tuhan merupakan permulaan pengetahuan (Amsal 1:7).

B. SOAL KASUS
“6Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikan lakunya dan jadilah bijak:
7Biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, 8ia

menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada


waktu panen. 9Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau
akan bangun dari tidurmu? 10“Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi,
melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring”-11maka datanglah
kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang
yang bersenjata.” (Amsal 6:6—11)

1. Analisis Kasus berdasarkan Iman dan Kebudayaan

Iman merupakan landasan paling mendasar bagi umat Kristen dan iman dapat
dikaitkan dengan kebudayaan tiap manusia. Setiap individu memiliki kebudayaan yang
erat dengan kehidupannya sehari-hari. Kebudayaan merupakan sesuatu yang diturunkan
secara turun temurun dan terus dilakukan sebagai kebiasaan dalam hidup. Di setiap suku
dan bangsa, terdapat kebudayaan yang diantaranya bisa saja sangat berbeda. Dalam
kasus ini, ditunjukkan bahwa semut memiliki kebiasaan (kebudayaan) yang baik dan
patut dicontoh. Semut memiliki kebiasaan mengumpulkan makanan bersama-sama, hal
ini merupakan kebiasaan saling membantu atau gotong royong. Di Indonesia, kebiasaan
ini merupakan dasar dari kehidupan setiap masyarakat Indonesia. Sebagai manusia,
Allah ingin agar kita dapat melihat dan mencontoh perilaku semut yang mampu saling
menopang antarsesama.

Selain itu, Allah ingin agar manusia dapat bekerja keras. Dalam kasus tersebut
tertulis bahwa semut berusaha keras mengumpulkan makanan. Firman Tuhan
mengatakan bahwa pemalas tidak pantas untuk makan karena mereka tidak melakukan
apapun. Bahkan dunia pun mengatakan, “Usaha tidak akan mengkhianati hasil”. Hal ini
tergenapi jelas dalam firman Tuhan tersebut, bahwa usaha semut yang mengumpulkan
makanan tidaklah sia-sia. Pada waktunya, semut akan menikmati jerih payahnya.
Galatia 6:7 menegaskan bahwa apa yang kita tabur, itulah yang kita tuai. Kebudayaan
atau kebiasaan semut ini merupakan kebudayaan yang berlandaskan iman dan patut
menjadi kebudayaan setiap manusia yang percaya kepada Tuhan.

2. Analisis Kasus berdasarkan Ethos Kerja Protestan

Ethos memiliki makna berupa an accustomed place, custom, usage, disposition,


character, kebiasaan (Aristoteles di dalam Liddell, Scott, et al, 1996; with revised).
Intinya, ethos merupakan kebiasaan atau karakter yang mengandung keyakinan akan
kebenaran atau baku terhadap penilaian hal yang baik atau buruk dalam bertingkah laku.

Sedangkan kerja memili makna berupa melakukan sesuatu. Ethos berhubungan


dengan kerja. Karena ethos merujuk pada karakter yang berkaitan tingkah laku
seseorang (kerja seseorang). Ethos kerja bertujuan untuk menilai apakah hal yang
dikerjakan oleh individu itu sudah benar atau belum dan bagaimana seharusnya orang
tersebut melakukan tugasnya.

Dalam kasus tersebut, Allah ingin agar umat manusia dapat melakukan sesuatu
yang baik; yaitu dengan bekerja keras seperti tingkah laku semut tersebut. Manusia tidak
boleh bermalas-malasan karena Tuhan sudah memberikan mandat kepada manusia
untuk bekerja demi kemuliaan Tuhan. Tuhan Allah mengambil manusia itu dan
menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu,
tertulis dalam Kejadian 2:15.

Tuhan telah memberikan kesempatan kepada manusia agar dapat


mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi dan talenta masing-masing. Sebagai
makhluk ciptaan Tuhan, sudah seharusnya manusia menghargai pemberian Tuhan
dengan mengembangkan apa yang kita miliki. Manusia harus bekerja atau melakukan
sesuatu. Karena apabila manusia tidak mau melakukan sesuatu (malas), seperti yang
dikatakan di Alkitab, manusia itu tidak pantas untuk makan. Sikap malas akan
merugikan diri sendiri bahkan orang-orang yang berada di sekitarnya.

Allah telah memberikan contoh yang nyata, yaitu pada saat masa penciptaan.
Pada saat itu, Allah bekerja selama enam hari dan beristirahat selama satu hari. Apabila
kita bekerja, maka kita telah mencerminkan sikap Allah dalam kehidupan kita. Bahkan
hal ini dapat menjadi teladan bagi orang lain.

Malas pangkal miskin dan tidak ada satupun manusia yang mau hidup susah
dengan menjadi miskin dan melarat. Di dunia, manusia menjadi tidak berharga apabila
dirinya miskin. Kerja merupakan tanggung jawab setiap manusia, untuk itulah mengapa
hal itu penting sebab kerja merupakan ungkapan syukur kita kepada Allah atas
keselamatan yang diberikan secara cuma-cuma.

Manusia perlu bekerja agar dapat makan dan terus memuliakan Allah. Umat
Kristen meyakini bahwa bekerja adalah panggilan Tuhan (die Beruf). Manusia harus
memiliki sikap yang disiplin, bekerja ketas, jujur, tekun, penuh kesungguhan, dan tepat
waktu. Contoh bekerja dalam kehidupan beragama adalah pelayanan di gereja.
Pelayanan merupakan suatu kehormatan bagi umat Kristen. Maka dari itu, menjadi
pelayan Tuhan harus dilakukan secara sungguh-sungguh.

Akan tetapi, meski Tuhan telah berfirman agar manusia bekerja, bukan berarti
manusia harus menjadi workaholic. Segala sesuatu yang berlebihan tentu tidak baik.
Menjadi workaholic bisa saja malah melupakan Tuhan karena lebih memprioritaskan
pekerjaan di atas segalanya. Selain melupakan Tuhan, bisa saja individu tersebut
melupakan keluarga, kerabat, dan lainnya. Manusia menjadi mengejar sesuatu yang fana
dan tidak menjalani panggilan Tuhan dalam hidupnya.
Tuhan ingin agar umatnya dapat berhikmat dalam melakukan sesuatu. Hikmat
tersebut berasal dari iman manusia akan Allah. Manusia harus ingat dengan apa
tujuannya bekerja dan tujuan tersebut harus sesuai dengan firman Tuhan. Manusia
bekerja tidak hanya untuk makan saja, tetapi merupakan wujud syukur manusia akan
karya penebusan Yesus Kristus di kayu salib. Allah juga telah memberikan teladan
dalam melakukan penciptaan, maka sudah seharusnya manusia tidak menjadi malas dan
mau bekerja.

3. Analisis Kasus berdasarkan Hidup yang Berhikmat

Hidup merupakan anugerah yang Tuhan berikan kepada manusia. Allah


mengembuskan napas kehidupan kepada manusia dan kita diciptakan menurut gambar
dan rupa-Nya. Itulah mengapa dikatakan bahwa Tuhan merupakan sumber kehidupan
setiap manusia.

Manusia harus bekerja agar dapat memaknai hidupnya. Kehidupan umat Kristen
bersumber kepada Tuhan dan tidak ada hidup yang sia-sia. Bekerja bukanlah merupakan
hal yang mudah, pasti ada saja rintangan yang harus dihadapi. Akan tetapi, hidup
memanglah seperti itu. Di dalam hidup, terdapat banyak penderitaan dan
ketidaksempurnaan. Penderitaan itu datang karena kita juga telah jatuh ke dalam dosa.
Menjadi murid Kristus bukanlah hal yang selamanya menyenangkan. Yesus Kristus
telah memberikan teladan dengan menderita didera. Yesus harus mengenakan mahkota
duri, memikul kayu salib sambil dicambuk dan dirajam, ditusuk dan disalibkan.
Penderitaan yang Yesus rasakan tidak sebanding dengan penderitaan yang kita alami.
Kita hidup di dunia hanyalah sementara, maka kita harus menggenapi firman Tuhan
selama kita hidup.

Di dalam kehidupan, terdapat rambu-rambu kehidupan agar manusia tidak


menjadi celaka. Rambu-rambu itu tertulis di dalam Alkitab, misalnya kesepuluh
perintha Allah dan wejangan hikmat dalam Amsal. Manusia harus bijak dalam
menghadapi hidup. Bekerja merupakan pilihan yang bijak dan malas merupakan pilihan
yang tidak bijak. Di dalam ayat tersebut, bahwa manusia haruslah bijak. Kebijakan
berasal dari hikmat yang diberikan oleh Allah. Apabila kita berhikmat, maka kita dapat
bijak dalam bertindak.

Hikmat akan membuat manusia hidup dengan aman dan terlindung dari
malapetaka. Allah ingin agar manusia dapat berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak.
Untuk itulah mengapa manusia perlu membaca Alkitab agar pengetahuan terhadap
hikmat semakin bertambah, agar manusia tidak kehilangan arah dan tersesat. Apabila
manusia menjadi bodoh (tidak berhikmat), maka akan ada malapetaka yang menimpa
manusia tersebut. Manusia akan merasa kesulitan karena ia tidak mengetahui
kebenaran. Malas merupakan tindakan bodoh, maka itulah mengapa manusia yang
malas tidak pantas untuk makan.

Namun, pada dasarnya, semuanya kembali kepada pilihan manusia tersebut.


Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih. Apabila ingin celaka,
maka manusia dapat bermalas-malasan dan tidak dapat makan, akan tetapi, apabila
manusia ingin makan dan hidup dengan aman, maka manusia harus menggali hikmat
dan menggenapi hikmat tersebut dalam kehidupannya.

Anda mungkin juga menyukai