Anda di halaman 1dari 4

Modul 4.

STUDI KASUS HIPERTIROIDISME DAN HIPOTIROIDISME

4.1. Sub CPMK:


Mahasiswa mampu menganalisis pilihan pengobatan yang sesuai untuk gangguan tiroid
(hipertiroid dan hipotiroid).

4.2. Metode
Praktikum ini dilakukan dengan metode studi kasus artikel case report.

4.3. Alokasi waktu:


a. Pengkondisian dan pengumpulan tugas pendahuluan: 5 menit
b. Tes awal: 10 menit
c. Pengarahan: 15 menit
d. Diskusi telaah kasus berkelompok: 80 menit
e. Presentasi kelompok: 6x10 menit

4.4. Tinjauan Pustaka Patofisiologi dan Terapi Hipertiroidisme


Hipertiroid adalah kondisi yang disebabkan oleh peningkatan sintesis dan sekresi hormon
dari kelenjar tiroid yang mempengaruhi seluruh tubuh. Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis
yang berkaitan dengan meningkatnya kadar hormon tiroid. Graves disease (GD) merupakan
penyebab paling banyak hipertiroidisme yang menyebabkan sekitar 60-80% kasus
tirotoksikosis (The Indonesian Society of Endocrinology, 2012).
Tanda dan Gejala hipertiroidisme berbeda antar subjek dan dipengaruhi oleh usia dan
gangguan organ yang telah ada sebelumnya. Pasien muda umumnya mengeluhkan gejala yang
berkaitan dengan berlebihnya aktivitas saraf simpatik seperti ansietas/ cemas, hiperaktivitas
dan tremor. Pasien yang lebih tua umumnya mengeluhkan gejala kardiovaskular
(kardiomiopati, aritmia) dan hilangnya berat badan (The Indonesian Society of Endocrinology,
2012).
Gejala paling umum dari tirotoksikosis adalah gugup dan cemas, keringat berlebih, kulit
yang hangat dan intoleran terhadap panas, iritabilitas, palpitasi, hiperdefekasi, mudah lelah,
hilangnya berat badan dengan nafsu makan yang meningkat, dan gangguan menstruasi (The
Indonesian Society of Endocrinology, 2012).
Tanda klinis yang paling umum adalah hipertropi kelenjar tiroid atau struma;
hiperaktivitas; takikardia atau fibrilasi atrial; hipertensi sistolik; kulit hangat dan keringat
berlebih; tremor; kelelahan otot; gangguan ocular seperti Mobius’s sign, von Graefe’s sign,
Joffroy’s sign, Stellwag’s sign, lid lag, exophthalmos dan konsekuensinya berupa
konjungtivitis, corneal ulcer, palpebral edema, neuritis optik, dan atropi optik (The Indonesian
Society of Endocrinology, 2012).
Untuk membedakan antara hipertiroidisme dengan penyebab lain tirotoksikosis, dilakukan
radioactive iodine uptake (RAIU). Hipertiroidisme memiliki RAIU yang tinggi sedangkan
penyebab lain tidak. Asesmen terhadap gejala hipertiroidisme terutama pada kardiovaskular
dan neuromuscular penting untuk menentukan rencana terapi (The Indonesian Society of
Endocrinology, 2012).
Evaluasi biokimia kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan hormon tiroid
merupakan tes diagnostik awal yang penting untuk individu yang menjadi suspek
hipertiroidime/ tirotoksik berdasarkan gejala klinis. Hipertiroidisme dicirikan dengan
menurunnya TSH (<0,01 mU/L) dan berlebihnya hormon tiroid pada serum. Pengukuran TSH
serum digunakan sebagai skrining awal hipertiroidisme. Untuk menilai keparahan kondisi dan
meningkatkan akurasi diagnosa, diukur pula kadar hormon Tiroksin (free T4) hormone
Triiodothyronine (T3). Pada hipertiroidisme yang jelas, biasanya freeT4 dan T3 serum
meningkat, TSH serum <0,01 mU/L. Pada hipertiroidisme yang lebih ringan serum T4 bisa
normal, tetapi T3 bisa naik, dan TSH serum <0,01 mU/L, disebut sebagai T3 tirotoksikosis.
Hipertiroid subklinis ditandai dengan T3 dan T4 normal, dengan TSH subnormal (The
Indonesian Society of Endocrinology, 2012).
Pengelolaan hipertiroidisme ditandai mencakup:
• Inhibisi sintesis dan sekresi hormon tiroid (obat antitiroid)
• Destruksi atau reduksi massa jaringan tiroid (radioactive iodine, pembedahan/
Thyroidectomy)
• Minimalisasi efek hormone tiroid pada jaringan perifer (obat beta-bloker).
Terdapat 2 kelas antitiroid yaitu:
1. Thiouracil/ Propylthiouracil (PTU)
2. Imidazole: metamizole, carbimazole, thiamazole. (The Indonesian Society of
Endocrinology, 2012).

4.5. Tinjauan Pustaka Patofisiologi dan Terapi Hipotiroidisme


Hipotiroidisme adalah sindrom klinis dan biokimia yang dihasilkan dari penurunan
produksi hormon tiroid. Hipotiroidisme primer adalah bila konsentrasi TSH di atas normal dan
kadar freeT4 dan atau T3 di bawah normal. Sebagian besar pasien hipotiroidisme primer karena
kegagalan kelenjar tiroid yang disebabkan oleh chronic autoimmune thyroiditis. Populasi yang
memiliki resiko tinggi untuk berkembangnya hipotiroidisme adalah wanita postpartum,
individu dengan riwayat keluarga gangguan autoimun tiroid, pasien dengan riwayat
pembedahan atau iradiasi tiroid, kondisi autoimun endokrin lain (diabetes mellitus tipe 1,
insufisiensi adrenal, dan ovarian failure), gangguan autoimun nonendokrin (celiac disease,
vitiligo, anemia pernisiosa dll), hipertensi pulmonar, dan Down’s serta Turner’s Syndrome
(Dipiro, 2023).
Autoimmune thyroiditis (Hashimoto’s disease) adalah penyebab utama hipotiroidisme
spontan pada dewasa. Pasien mengalami pembesaran kelenjar tiroid/ gondok dan
hipotiroidisme ringan atau dengan atropi kelenjar tiroid dan defisiensi hormon tiroid yang
lebih parah. Kedua bentuk autoimmune thyroiditis mungkin dihasilkan dari kerusakan pada
tiroid yang diperantarai sel imun seperti limfosit T supresor dan antibodi (Dipiro, 2023).
Hipotiroidisme iatrogenik terjadi akibat paparan radiasi yang destruktif (radioiodine atau
radiasi eksternal) atau pembedahan. Hipotiroidisme muncul dalam 3 bulan sampai 1 tahun
setelah terapi pada pasien dengan Graves disease (Dipiro, 2023).
Defisiensi iodine, defek enzimatik dalam kelenjar tiroid, hypoplasia tiroid, dan asupan
makanan yang bersifat goitrogen pada ibu hamil selama perkembangan fetus dapat
menyebabkan kretinisme. Pada dewasa, hipotiroidisme jarang disebabkan oleh defisiensi iodin
dan goitrogen. Pada orang yang sensitive, iodida memblok sintesis hormon tiroid, sehingga
meningkatkan sekresi TSH dan pembesaran tiroid. Oleh karena itu, baik kelebihan maupun
kekurangan iodine dapat menyebabkan penurunan sekresi hormon tiroid (Dipiro, 2023).
TSH dibutuhkan untuk sekresi tiroid normal. Atropi tiroid dan penurunan sekresi tiroid
merupakan akibat dari kegagalan pituitary. Insufisiensi pituitary dapat disebabkan destruksi
thyrotrops oleh tumor pituitary, pembedahan, radiasi pituitary eksternal, postpartum pituitary
necrosis, trauma, tumor metastatic, tuberculosis, dll (Dipiro, 2023).
Levothyroxine (L-thyroxine, T4) merupakan terapi utama hipotiroidisme. Sediaan tiroid
sintetik mencakup L-thyroxine (sintetik T4), liothyronine (sintetik T3), dan liotrix. Sediaan
yang mengandung T4 dan T3 seperti Liotrix (sintetik T3:T4 rasio 4:1)mempunyai proporsi T3
yang lebih tinggi sehingga berpotensi menyebabkan tirotiksikosis. Liothyronine merupakan
sediaan kerja-cepat yang membutuhkan multidosis per hari. Pengukuran kadar hormon yang
sensitif dan spesifik diperkukan untuk menentukan titrasi dosis dan mencapai penggantian
hormon yang cukup tanpa overdosis.

4.6. Daftar Pustaka


1. Dipiro, J.T. 2023. Dipiro’s Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach 12th Edition.
2. The Indonesian Society of Endocrinology. 2012. Indonesian Clinical Practice Guidelines
for Hyperthyroidism.

4.7. Tugas Pendahuluan (dikerjakan sebelum praktikum, ditulis di buku jurnal)


1. Apakah fungsi dan regulasi TSH, hormon T3 dan T4? Mengapa bila T3 dan T4 berlebih
maka TSH rendah dan sebaliknya?
2. Jelaskan lebih detail mengenai istilah berikut:
a. Graves’ disease
b. Mobius’s sign, von Graefe’s sign, Joffroy’s sign, Stellwag’s sign
c. Thyrotoksikosis vs Thyroiditis
3. Mengapa salah satu gejala pada hipotiroidisme adalah pembesaran kelenjar tiroid?
4. Jelaskan mengenai mekanisme kerja terapi PTU, imidazole dan radioactive iodine untuk
hipertiroid dan levothyroxine untuk hipotiroid.

4.8. Tugas Praktikum


1. Pelajari artikel case report yang diberikan saat praktikum (1 kasus/ kelompok)
2. Kasus berupa artikel case report, maka diskusikan secara berkelompok mengenai:
a. Kondisi penyakit pasien (gejala, tanda klinis dan hasil laboratorium, diagnosa dan
tingkat keparahan) dengan sistematika Subjective-Objective-Assesment.
b. Terapi farmakologis dan non farmakologis yang diberikan kepada pasien (Plan) dan
carilah informasi singkat mengenai obat yang diberikan dari pustaka informasi obat.
3. Tuliskan hasil diskusi pada slide power point dan presentasikan secara berkelompok!

4.9. Referensi untuk penelusuran informasi


Carilah informasi pada pustaka informasi obat seperti AHFS Drug Information, Drug
Information Handbook, Stockley’s Drug Information, dsb yang tersedia di laboratorium.

Anda mungkin juga menyukai