Anda di halaman 1dari 30

BAB VI

SEDIAAN SEMISOLIDA

Pendahuluan Sub-CPMK
Pada bab ini akan dijelaskan 1. Mampu memahami prinsip
tentang sediaan semisolida Materi penghantaran obat secara
dipaparkan mulai dari sistem perkutan dan transdermal
penghantaran 2. Mampu memahami dan
perkutan/transdermal, konsep menjelaskan tentang
dasar sediaan semisolida, prinsip sediaan semisolida prinsip
formulasi dan metode pembuatan, formulasinya, metode
juga evaluasinya pembuatan dan evaluasi
mutunya
3. Mampu menelaah dan
mengusulkan formulasi
sediaan semisolida

Sediaan semisolida merupakan produk dengan konsistensi setengah


padat yang digunakan secara topikal pada kulit atau membran
mukosa untuk tujuan terapetik (mengandung zat aktif/zat
berkhasiat) maupun non terapetik (perlindungan atau sebagai
kosmetik). Sediaan semisolida atau sediaan setengah padat
umumnya digunakan untuk efek lokal dengan sistem penghantaran
topikal. Namun beberapa diantaranya bisa dimodifikasi untuk dapat
menghasilkan efek sistemik yang disebut dengan rute pemberian
transdermal. Selain untuk penghantaran pada kulit sebetulnya
sediaan semisolida juga bisa digunakan untuk penghantaran
optalmik (steril), vaginal, rektal, dll.

Bab 6 Sediaan Semisolida 117


6.1. Sistem penghantaran topikal/transdermal
Sistem penghantaran topikal adalah sistem penghantaran obat
dengan mengaplikasikannya di kulit yang akan memberikan efek
lokal di permukaan kulit atau jaringan di bawahnya. Sedangkan
penghantaran transdermal adalah sistem penghantaran di mana
sediaan digunakan/diaplikasikan di kulit namun dapat memberikan
efek sistemik karena zat aktif menembus kulit sampai masuk ke
peredaran darah. Untuk dapat memahami, sistem penghantaran ini
kita akan mempelajari terlebih dahulu struktur kulit (gambar 6.1)

Gambar 6.1. Struktur kulit (Aulton, 2018)

Kulit terdiri dari tiga lapisan utama yakni jaringan subkutan, dermis
dan epidermis.
a. Jaringan subkutan (hipodermis)
Bagian subkutan disusun oleh jaringan adiposa (lemak) yang
berfungsi melindungi tubuh dari gangguan fisik dan juga
menjaga suhu tubuh. Pada bagian ini terdapat pembuluh darah
dan juga sistem syaraf, yang mengarah ke kulit.

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 118


b. Dermis
Dermis adalah komponen utama dari kulit manusia, yang
tersusun dari jaringan kolagen dan elastin dalam gel
mukopolisakarida. Di dalam dermis diketahui terdapat
apendagel, dalam bentuk unit pilosebaseus (terdiri dari folikel
rambut dan kelenjar sebaseus/kelenjar minyak) dan juga
terdapat kelenjar keringat (sweat glands). Pada bagian dermis
juga diketahui mengandung banyak pembuluh darah kapiler
(tervaskularisasi), sehingga memungkinkan untuk absorbsi obat
secara transdermal pada bagian ini.

c. Epidermis
Epidermis adalah bagian terluar kulit yang terdiri dari beberapa
lapisan yakni stratum korneum, stratum granulosum, stratum
spinosum, dan stratum basalum. Proses pembentukan epidermis
dimulai dari lapisan paling dasar (stratum basalum), yang
mengandung sel keratinosit, dan kemudian membelah dan
berdifirensiasi menuju bagian atasnya yakni stratum spinosum,
granulosum, dan korneum. Epidermis bisa juga dibagi menjadi
dua kelompok yakni stratum korneum dan viable eipidermis
(epidermis hidup) yang terdiri dari stratum granulosum, stratum
spinosum, dan stratum basalum. Stratum korneum bukan
termasuk ke dalam kelompok viabel epidermis dan tersusun dari
sel kulit mati. Bagian stratum korneum ini yang diketahui
menjadi penghalang/barrier utama dari penetrasi obat melalui
kulit. Stratum korneum disebut memiliki struktur seperti ‘brick
and mortar’, dimana brick merujuk pada sel-sel korneosit,
sedangkan mortar merujuk pada interselular lipid (multiple

Bab 6 Sediaan Semisolida 119


bilayer lipid). Struktur ini yang membuat stratum korneum
menjadi pembatas utama penetrasi kulit (rate limiting step).
(gambar 6.2)

Gambar 6.2. Struktur stratum korneum


(sumber:https://oilyskinbeauty.com/skin-structure-and-function/)

Pemberian sediaan secara perkutan (melalui kulit) memungkinkan


untuk zat aktif masuk atau berpenetrasi ke bagian dalam kulit.
Proses penetrasi zat secara perkutan diperlihatkan pada gambar 6.3.
Jalur penetrasi zat menembus stratum korneum bisa terjadi dengan
3 jalur yakni:
a. Rute intraselular/transelular (melintasi sel sel korneosit pada
stratum korneum)
b. Rute interselular (melalui ruang antar sel yang merupakan
jaringan lipid interselular)
c. Rute transapendagel/shunt routes (melewati kelenjar yang ada di
kulit, yakni kelenjar keringat dan kelenjar minyak)

Zat yang berhasil melewati stratum korneum selanjutnya akan


terpartisi ke bagian viabel epidermis kemudian berdifusi pada viabel

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 120


epidermis untuk menuju ke dermis. Di dermis diketahui
mengandung banyak pembuluh dara kapiler sehingga
memungkinkan untuk terjadinya absorbsi sistemik.

Gambar 6.3. Proses penetrasi perkutan (Aulton, 2018)


Untuk dapat menghasilkan efek yang diinginkan dari pemberian
sedian semisolida, maka zat aktif harus sampai atau berada pada
target kerjanya. Dan tempat kerja dari sediaan semisolida berbeda-
beda tergantung pada tujuan penggunaannya. Ada sebagian yang
bekerja hanya di permukaan kulit, sebagian lagi harus masuk sampai
stratum korneum, apendagel/kelenjar, epidermis dalam/viabel
epidermis, dermis, bahkan ada yang harus sampai ke sirkulasi
sistemik. Formulasi sediaan nantinya harus kita rancang untuk bisa
membuat sediaan sampai pada target sesuai dengan yang
diinginkan. (gambar 6.4.)

Bab 6 Sediaan Semisolida 121


Lapisan Rute penetrasi Zona penggunaan
interfasial Obat terlarut, 1. Proteksi
terdifusi,lepas dari 2. Penyamaran
Permukaan 3. Repelan serangga
pembawa
4. Anti mikroba/antifungi

Transdermal
1. Emolien
Stratum Partisi/difusi 2. Keratosis
korneum stratum korneum

Transappendagel
dermal 1. Antipersipiran
Appendages Unit pilosebaseus Kel.ekrin 2. Eksfolien
3. Antibiotika/fungi
4. Depilatori

Epidermis
Partisi/difusi 1. Antiinflamasi
dalam epidermis dalam 2. Anestetik
3. Antipruritik
Partisi/difusi 4. Antihistamin
Dermis dermis

1. Sistem Transdermal
Ekskresi melalui
Sirkulasi sirkulasi
2. Nitrogliserin

Gambar 6.4. Zona penggunaan sediaan semisolida

6.2. Macam-macam sediaan semisolida dan dasar


pemilihannya
Sediaan semisolida terdiri dari berbagai jenis, yang paling
banyak digunakan adalah salep, pasta, krim, gel, dan emulgel. Setiap
bentuk sediaan semisolida tersebut memiliki karakteristik yang
berbeda beda. Salep umumnya menggambarkan sediaan semisolida
yang lebih dominan komponen lipofiliknya sehingga bersifat lengket
ketika digunakan. Pasta pada dasarnya bisa dikategorikan ke dalam

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 122


sediaan salep namun ditandai dengan jumlah fase terdispersi yang
berbentuk padat pada jumlah>50%, sehingga menyebabkan
konsistensinya lebih tinggi. Sedangkan krim menggambarkan sistem
emulsi minyak dan air yang berada pada konsistensi semisolida. Gel
umumnya bersifat hidrofilik yang disusun oleh bahan pembentuk gel
berupa polimer tertentu yang terpetrasi oleh cairan. Sedangkan
emulgel adalah suatu sistem sediaan semisolida yang merupakan
gabungan sistem emulsi (krim) dan gel. Beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam pengembangan sediaan semisolida adalah:
a. Tujuan pengunaan
Tujuan penggunaan apakah lokal atau sistemik akan
berpengaruh pada jenis basis yang kita gunakan. Sebagai contoh
untuk untuk tujuan pengobatan lokal dengan aktivitas
antibakteri pada permukaan kulit bisa digunakan bentuk salep,
gel, krim, atau emulgel. Namun bisa ingin diperoleh efek lokal
dengan waktu kontak yang lama dan oklusifitas yang baik maka
bisa dipilih jenis salep atau krim air dalam minyak. Bila tujuan
penggunaan untuk efek transdermal bisa digunakan sediaan
semisolida bentuk krim, gel, atau emulgel dengan penambahan
peningkat penetrasi. Bila ditujukan untuk penggunaan kosmetik
harian maka sebaiknya dipilih basis yang tidak lengket dan
mudah dicuci seperti sediaan krim a/m dan gel.
b. Kondisi kulit
Kondisi kulit bisa berpengaruh pada kesesuaian jenis sediaan.
Sebagai contoh untuk jenis kulit kering bisa digunakan salep
yang berfungsi sebagai emolien ataupun krim. Sedangkan untuk
kulit berminyak lebih dianjurkan bentuk sediaan gel. Pemilihan
basis juga bisa didasarkan pada kondisi kulitnya apakah dalam

Bab 6 Sediaan Semisolida 123


kondisi normal atau terdapat luka. Detilnya bisa dilihat di
gambar 6.5.

Gambar 6.5. Dasar pemilihan basis berdasarkan kondisi kulit


(Aulton, 2018)

c. Sifat fisikokimia zat aktif


Sifat fisikokimia bahan aktif akan berpengauh pada penentuan
basis contohnya sifat kelarutan dan stabilitas. Kelarutan zat aktif
dalam basis akan berpengaruh terhadap pelepasan zat aktifnya.

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 124


Untuk dapat memberikan efek, baik itu efek lokal atau sistemik
maka zat aktif harus lepas dari basisnya. Zat aktif yang lipofil
dalam basis minyak akan lebih sulit untuk lepas dibandingkan
dengan penggunaan basis air. Stabilitas zat aktif juga dapat
menjadi dasar pemilihan basis. Sebagai contoh zat aktif yang
mudah terhidrolisis tidak sesuai dikembangkan menjadi sediaan
semisolida yang mengandung komponen air.

6.3. Salep
Di Farmakope Indonesia istilah umum untuk sediaan
semisolida yang digunakan secara topikal di kulit disebut dengan
salep. Salep didefinisikan sebagai sediaan setengah padat ditujukan
untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Berdasarkan
definisi tersebut maka semua sediaan berbentuk semisolida yang
digunakan di kulit bisa kita kategorikan ke dalam sediaan salep. Dasar
salep sendiri dibagi menjadi 4 kelompok yakni:
a. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak yang
hanya dapat dicampurkan dengan sebagian kecil air. Salep ini
dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat
dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar
salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan
memiliki sifat sukar dicuci oleh air. Dasar salep ini tidak
mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.
Karakteristik dari salep dengan dasar hidrokarbon adalah:
 Dapat berfungsi sebagai emolien karena mampu
menahan penguapan air dari kulit akibat pembentukan
lapisan film oklusif

Bab 6 Sediaan Semisolida 125


 Mampu bertahan lama ada di kulit karena sifatnya yang
lengket sehingga dapat meningkatkan waktu kontak
 Bersifat hidrofobik sehingga sulit untuk dihilangkan
atau dicuci dari air
 Sulit untuk diaplikasikan pada membran mukus yang
berair atau kulit yang basah (kaitan dengan sifat
hidrofobik)
 Hanya dapat bergabung dengan air pada jumlah yang
sangat sedikit (maksimal 5% air)
 Umumnya bersifat inert secara kimia

Contoh jenis basis ini adalah: hard paraffin, soft white/yellow


paraffin (vaselin putih/vaselin kuning), liquid paraffin,
microcrystalline wax

b. Dasar salep serap


Dasar salep ini berupa dasar salep berlemak tapi memiliki
kemampuan untuk menyerap air. Sama seperti dasar salep
hidrokarbon, dasar salep ini komponen hidrofobiknya lebih
dominan sehingga memiliki daya lekat yang baik (lengket),
sehingga sulit dihilangkan dari kulit. Ketika digunakan akan
terbentuk lapisan film oklusif yang bersifat sebagai emollient.
Bila dibandingkan dengan dasar salep hidrokarbon, dasar
salep ini memiliki waktu lekat yang lebih pendek dan lebih
mudah untuk disebarkan. Dasar salep ini dapat berupa non-
emulsified base yang berupa basis berlemak atau hidrofobik
yang dapat ditambahkan air ke dalamnya. Jenis lainnya adalah

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 126


dasar salep berbentuk emulsi air dalam minyak, yang masih
dapat ditambahkan air kedalamnya. Contoh dasar salep ini
adalah lanolin anhydrous (adeps lanae), lanolin alkohol, dan
beeswax.

c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air


Dasar salep ini memiliki karakteristik dapat dicuci dengan air.
Sediaan mudah dicuci dari kulit, sehingga lebih dapat diterima
untuk dasar kosmetik. Dasar salep ini biasanya berupa emulsi
minyak dalam air. Oleh karena itu jenis salep ini bisa disebut
dengan krim (lihat bagian krim).

d. Dasar salep larut dalam air


Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan
terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini juga dapat
dicuci dengan air seperti dasar salep sebelumnya, namun
bedanya tidak mengandung bahan yang tidak larut dalam air.
Dasar salep ini dapat disebut “gel” (lihat bagian Gel).

Oleh karena dasar salep dapat dicuci dengan air lebih


mengarah ke krim dan dasar salep larut air mengarah ke bentuk
sediaan lain yaitu gel, maka istilah salep sendiri pada akhirnya lebih
mengarah kepada sediaan yang didominasi oleh komponen
berlemak/hidrofobik (dasar salep hidrokarbon dan dasar salep
serap).
Keuntungan dari jenis salep ini adalah:
 Salep mampu bertahan pada tempat aplikasi membentuk
lapisan tipis yang melekat (occlusive layer), sehingga bisa

Bab 6 Sediaan Semisolida 127


mencegah penguapan atau hilangnya kelembaban dari
kulit dan membuatnya bisa berperan sebagai emolien
(pelembab)
 Sediaan salep sulit dihilangkan sehingga berada dalam
waktu yang lebih lama di permukaan kulit dibanding
bentuk sediaan lainnya, sehingga memberikan keuntungan
waktu kontak yang lebih lama
 Baik digunakan untuk zat aktif yang mudah terurai oleh air
Kekurangan jenis salep ini adalah:
 Basis salep berlemak akan bersifat lengket di kulit dan
sulit dihilangkan sehingga kurang diterima aplikasi
kosmetik
 Viskositas salep yang terlalu tinggi terkadang membuatnya
sulit untuk disebarkan pada tempat aplikasi
Metode pembuatan salep:
Proses pembuatan salep bisa dilakukan dengan dua metode utama :
a. Metode inkorporasi (triturasi)
Metode ini dilakukan dengan mencampurkan zat aktif ke
dalam basis salep tanpa dilakukan proses pemanasan (basis
yang dingin). Untuk pembuatan skala kecil bisa dilakukan
menggunakan mortar sedangkan untuk skala industri
menggunakan pengaduk mekanik (ointment mill).
b. Metode pelelehan (fusion)
Metode pelelehan dilakukan dengan memanaskan/melelehkan
sebagian atau seluruh komponen (yang bersifat termostabil),
dan kemudian didinginkan sambil diaduk. Bahan yang tidak
tahan panas bisa ditambahkan di akhir ketika campuran basis
sudah mengalami penurunan suhu. Umumnya metode
Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 128
pelelehan terutama dibutuhkan bila ada komponen basis yang
berbentuk padat, untuk lebih menjamin homogenitas
campuran. Urutan pelelehan basis berdasarkan pada titik leleh
bahan. Bahan dengan titik leleh lebih tinggi, yang dilelehkan
lebih awal.

Untuk menjamin homogenitas sediaan, maka cara penambahan


zat aktif yang berbentuk padat juga harus dipertimbangkan dengan
baik. Zat aktif dapat ditambahkan dengan cara:
a. Dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut yang sesuai,
tergantung pada sifat kelarutan dari zat aktif. Pelarut yang
digunakan bisa air, pelarut organik, ataupun minyak mineral.
Jumlah pelarut yang digunakan harus dalam jumlah minimal
yang bisa digunakan untuk melarutkan zat aktif, agar nanti
mempermudah pencampurannya dengan basis. Penggunaan
air sebagai pelarut hanya bisa dilakukan dengan menggunakan
jenis basis salep serap, yang memiliki kamampuan untuk
menyerap sejumlah tertentu air.
b. Zat aktif langsung dicampurkan dengan basis dalam kondisi
padat. Untuk menjamin homogenitasnya perlu dilakukan
pengecilan ukuran partikel terlebih dahulu dengan metode
yang sesuai.

6.4. Krim
Menurut Farmakope Indonesia, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim berbeda dari
sediaan semisolida yang lainnya, karena krim merupakan sediaan

Bab 6 Sediaan Semisolida 129


emulsi yang berbentuk semisolida yang digunakan untuk pemakaian
eksternal. Oleh karena krim merupakan sistem emulsi, maka teori-
teori yang berkaitan dengan krim merujuk pada sediaan emulsi (bab
5). Sediaan krim dikelompokkan menjadi :
a. Krim minyak dalam air (m/a)
Krim yang merupakan sistem emulsi minyak dalam air (m/a).
Jenis krim ini yang paling umum digunakan untuk kosmetika
merujuk pada sifatnya yang tidak lengket dan mudah dicuci oleh
air. Konsistensi krim juga membuatnya mudah untuk
diaplikasikan pada kulit.
b. Krim air dalam minyak (a/m)
Krim ini disebut dengan krim berminyak, karena merupakan
sistem dispersi air dalam minyak. Karena fase luar dari jenis krim
ini adalah minyak, maka sediaan ini bersifat lengket dan sulit
dicuci oleh air. Penggunaan krim jenis ini umumnya pada
penggunaan dengan waktu kontak yang lebih lama, contoh krim
malam dan pelembab kaki.

Formulasi krim dilakukan dengan mencampurkan zat aktif dengan


basis. Basis krim merujuk pada formulasi emulsi sehingga terdiri dari
3 komponen utama yakni air, minyak, dan emulgator. Emulgator yang
digunakan disesuaikan dengan jenis krim yang akan dibuat. Contoh
emulgator yang umum digunakan dalam formulasi krim:
a. Surfaktan nonionik
Contoh surfaktan nonionik yang sering digunakan
- Kombinasi tween dan span adalah jenis emulgator
nonionik yang sering digunakan untuk formulasi krim.
Pada penggunaan emulgator jenis ini, harus

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 130


memperhatikan nilai HLB butuh minyak yang
digunakan. Jumlah tween dan span yang digunakan,
harus dapat menghasilkan nilai HLB surfaktan yang
sesuai dengan nilai HLB butuh minyak
- Gliserilmonostearat (GMS)
Merupakan ester nonionik dari gliserin dan asam
stearat yang banyak juga digunakan dalam formulasi
krim.
b. Surfaktan anionik
Contoh surfaktan anionik yang sering digunakan dalam
formulasi krim adalah:
- Natrium lauril sulfat
Banyak digunakan untuk untuk membuat krim minyak
dalam air. umumnya dikombinasi dengan surfaktan non
ionik dengan HLB rendah seperti setil atau setostearil
alkohol
- Garam asam lemak
Garam asam lemak seperti natrium stearat, ammonium
oleat, trietanolamin stearat, dll. Emulgator ini bisa
digunakan dalam bentuk emulgator in situ, dimana
emulgator baru terbentuk akibat proses reaksi yang
terjadi saat proses pembuatan sediaan. Garam asam
lemak bisa terbentuk dengan mereaksikan asam lemak
dengan basa. Contoh yang sering digunakan adalah
asam stearat dan TEA (trietanolamin). Asam stearat
sebagai asam lemak dan TEA sebagai basa lemah, yang
akan bereaksi dengan reaksi saponikasi membentuk
TEA-stearat.

Bab 6 Sediaan Semisolida 131


c. Emulsifying wax
Beberapa jenis emulsifying wax yang juga bisa menjadi
emulgator dalam pembuatan krim :
a. Anionic emulsifying wax : kombinasi setostearil alkohol dan
natrium lauril sulfat pada perbandingan 9:1. Banyak
digunakan pada emulsi m/a pada konsentrasi 2-10%.
b. Nonionic emulsifying wax : kombinasi setostearil alkohol
dengan setomacrogol 1000.

Metode pembuatan krim :


Metode pembuatan krim juga mengacu pada metode pembuatan
emulsi yang sudah dijelaskan sebelumnya. Karena jenis emulgator
yang digunakan untuk krim, kebanyakan adalah golongan surfaktkan
maka metode pembuatan yang paling umum untuk krim adalah
pemisahan dua fase disertai dengan pemanasan. Prinsipnya adalah
dipisahkan antara fase minyak dan fase air. Fase minyak berisi
minyak, emulgator, dan bahan lainnya yang larut minyak. Fase air
terdiri dari air, emulgator, dan bahan lainnya yang larut air. Kedua
fase selanjutnya dipanaskan pada suhu ±700C, selanjutnya
dicampurkan dan diaduk hingga homogen menggunakan pengaduk
mekanik.

6.5. Gel
Menurut farmakope Indonesia gel merupakan sediaan
semipadat terdiri dari suspensi dari partikel anorganik yang kecil
atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
Pelarut yang digunakan bisa air (hidrogel) ataupun pelarut organik

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 132


(organogel). Gel terbentuk dari hasil interaksi antara partikel koloid
dengan cairan pembawanya membentuk suatu struktur tiga dimensi.
Kelebihan dari sediaan gel:
a. Memiliki penampilan sediaan yang baik dan bersifat mudah
untuk disebarkan/diaplikasikan
b. Memberikan sensasi dingin ketika digunakan yang terjadi
karena adanya proses penguapan pelarut
c. Dapat membentuk lapisan film akibat penguapan pelarut
sehingga bisa memperpanjang waktu kontak

Menurut farmakope gel dibagi menjadi dua jenis yakni:


a. Gel dua fasa
Gel jenis ini terbentuk akibat dispersi suatu partikel koloid dalam
air. Gel ini disebut juga gelation of lyophobic sols, yang artinya
interaksi antara bahan pembentuk gel dengan pelarutnya tidak
kuat. Proses pembentukan gel terjadi melalui interaksi van der
walls ataupun interaksi electrostatik. Contohnya adalah gel
alumunium hidroksida, gel bentonit, dan gel aluminium
magnesium silicate (veegum). Salah satu karakteristik khas dari
gel jenis ini adalah sifat alir tiksotropik, yang artinya ketika
didiamkan gel akan memiliki viskositas yang tinggi, namun akan
mengalami penurunan viskositas ketika diberi gaya, dan perlu
waktu untuk proses recovery struktur (kembali ke viskositas
awal). Gel jenis ini juga bisa disebut magma.
b. Gel fase tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar
merata dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat
adanya ikatan antara makromolekul yang terdispersi dan

Bab 6 Sediaan Semisolida 133


cairannya. Hal ini terjadi karena tingginya interaksi antara bahan
pembentuk gel dengan cairannya sehingga disebut juga gelation
of lyophilic sols. Gel jenis ini dibagi kembali menjadi dua jenis
yakni:
a. Tipe 1
Sistem irreversible, dengan struktur tiga dimensi yang
tersusun akibat ikatan kovalen antar makromolekulnya.
Contoh : poly(2-hydroxyethyl methacrylate) [poly(HEMA)].
b. Tipe 2
Sistem yang reversible, dengan ikatan antar molekul yang
lebih lemah misalnya dengan ikatan hidrogen. Perubahan
konsistensi gel sol atau sebaliknya bisa terjadi dengan
perubahan suhu. Kebanyakan jenis gel untuk pembuatan
sediaan farmasi, masuk kelompok gel ini. Bahan pembentuk
gel untuk jenis ini termasuk diantaranya turunan selulosa,
polisakarida, dan juga polimer sintetik golongan asam
poliakrilat.

Komponen utama pada formulasi gel selain zat aktif adalah gelling
agent dan pelarutnya, yang akan dipaparkan pada bagian berikut ini:
a. Gelling agent (zat pembentuk gel)
Jenis bahan pembentuk gel yang dipakai tergantung pada jenis
gel yang akan dibuat. Macam-macam bahan pembentuk gel
yang umum digunakan adalah:
- Turunan selulosa
Turunan selulosa dan membentuk struktur gel yang
baik. Contohnya adalah: metilselulosa,
hirdoksietilselulosa (HEC), hidroksipropilselulosa

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 134


(HPC), hidroksipropilmetilselulosa (HPMC), dan
karboksimetilselulosa natrium (CMC Na).
- Turunan polisakarida dari bahan alami
Contoh bahan pembentuk gel jenis ini adalah karagenan
dan natrium alginat.
- Polimer sintetis
Bahan pembentuk gel bisa berupa polimer sintetik
seperti asam poliakrilat hasil polimerisasi dari asam
akrilat. Contohnya adalah carbomer dan viscolam.
Polimer ini akan membentuk gel pada pH netral,
sehingga diperlukan penambahan basa pada
formulasinya.
- Turunan tanah liat/clay
Contohnya adalah bentonite dan veegum
b. Pelarut/pembawa
Bahan pembawa yang digunakan bisa air ataupun pelarut
organik. Sehingga berdasarkan pelarutnya gel dibedakan
menjadi:
- Hidrogel
Jenis gel yang pelarut utamanya adalah air
- Organogel
Jenis gel yang pelarut utamanya pelarut organik contoh
etanol dan propilenglikol

Metode pembuatan gel


Titik kritis dari pembuatan sediaan gel adalah pada proses
pengembangan polimer. Polimer pembentuk gel harus didispersikan
dalam pembawa secara bertahap sampai bercampur homogen.

Bab 6 Sediaan Semisolida 135


Kecepatan pengasukan harus diatur, agar tidak menyebabkan banyak
udara yang terjebak akibat terlalu tingginya kecepatan pengadukan.
Suhu yang diperlukan untuk mengembangkan polimer juga harus
dipertimbangkan. Setiap polimer memerlukan suhu pengembangan
yang berbeda harus dicari pada proses preformulasi. Untuk bahan-
bahan lainnya zat aktif dan eksipien dilarutkan pada pelarut yang
digunakan.

6.6. Emulgel
Emulgel adalah penggabungan sistem emulsi dan gel. Emulgel
adalah suatu sistem emulsi yang ditambahkan bahan pembentuk gel
(gelling agent) ke dalamnya. Secara teori emulgel bisa terbentuk
baik untuk emulsi m/a ataupun untuk emulsi a/m. Namun yang lebih
sering dikembangkan adalah tipe emulsi m/a dimana selanjutnya
akan ditambahkan gel ke dalam fasa luarnya. Diketahui sediaan
emulgel memiliki banyak kelebihan, yakni mencakup kelebihan
sediaan emulsi dan gel. Bila dirinci kelebihan sediaan emulgel
adalah:
a. Emulgel merupakan sistem emulsi minyak dan air, maka emulgel
dapat digunakan untuk penghantaran senyawa hidrofil dan
hidrofob
b. Sistem emulgel memungkinkan peningkatan stabilitas sistem
emulsi m/a, akibat adanya sistem gel di fasa luar sehingga
meningkatan viskositas dan menghambat pergerakan globul
c. Emulgel terutama tipe m/a tidak lengket dan mudah
dibersihkan
d. Penambahan sistem gel ke dalam sediaan emulsi bisa
meningkatkan daya lekat dan waktu kontak

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 136


Ada empat komponen utama dari formulasi emulgel, yakni
komponen minyak, komponen air, emulgator, dan bahan pembentuk
gel (gelling agent). Penggunaan emulgator dan gelling agent bisa
mengacu pada bagian emulsi dan krim. Untuk pembuatan sediaan
emulgel bisa dibagi menjadi 3 tahap yakni:
a. Pembuatan sistem emulsi/krim
b. Pengembangan gel
c. Penggabungan gel ke dalam sistem emulsi

6.7. Eksipien Tambahan untuk Sediaan Semisolida


Selain komponen utama yang berbeda-beda untuk sediaan
semisolida, perlu ditambahkan juga komponen lainnya bila
diperlukan untuk alasan dan tujuan tertentu. Eksipien tambahan itu
yakni:
a. Pengawet
Penambahan pengawet ditambahkan untuk sediaan semisolida
yang mengandung fase air, seperti gel, krim, emulgel, atau
sediaan salep yang mengandung air. Keberadaan fase air bisa
menjadi media untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga
diperlukan penambahan pengawet. Contoh pengawet yang
bisa ditambahkan untuk sediaan semisolida adalah golongan
paraben (metil dan propil paraben), asam atau garam benzoat,
benzil akhohol, fenoksi etanol, dll.
b. Antioksidan
Antioksidan ditambahkan bila ada bahan aktif atau bahan
tambahan yang bersifat mudah teroksidasi. Bila bahan yang
mudah teroksidasi bahan yang bersifat larut air maka yang

Bab 6 Sediaan Semisolida 137


ditambahkan adalah antioksidan larut air seperti asam
askorbat, natrium sulfit, dan natrium metabisulfit. Namun bila
bahan yang mudah teroksidasi adalah komponen lipofilik
seperti fase minyak dalam sediaan salep, krim, atau emulgel
maka yang perlu maka yang ditambahkan adalah antioksidan
larut lemak seperti vitamin E (tokoferol), BHA, BHT, propil
galat, dll
c. Humektan
Bila diperlukan dalam formulasi sediaan semisolida yang
digunakan pada kulit seperti pada aplikasi kosmetika maka
perlu ditambahkan humektan. Humektan pada penggunaan
perkutan adalah bahan yang mampu mempertahankan
kelembaban kulit setelah sediaan diaplikasikan. Contoh bahan
yang bisa berfungsi sebagai humektan adalah gliserin dan
propilenglikol.
d. Peningkat penetrasi (penetrant enhancer/permeation
enhancer)
Seperti yang sudah dipaparkan di awal bahwa sediaan
semisolida yang digunakan melalui kulit memiliki target kerja
yang berbeda-beda, ada yang di permukaan kulit ada juga yang
harus berpentrasi masuk menembus stratum korneum
menembus lapisan kulit yang lebih dalam ataupun sampai
masuk ke peredaran darah (sediaan transdermal). Untuk
membantu proses masuknya zat aktif menembus kulit,
khususnya bagian stratum korneum yang merupakan
pembatas utama dari penetrasi zat, dapat ditambahkan
penetrant/permeation enhancer. Mekanisme kerja umum dari
penetrant enhacer adalah berinteraksi dengan komponen

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 138


stratum korneum sehingga memodifikasi/mengganggu
struktur dari stratum korneum, yang pada akhirnya
menyebabkan penetrasi zat menjadi lebih mudah (gambar
6.6). Syarat dari senyawa penetrant enhancer adalah inert
secara farmakologi, mampu memodifikasi kulit secara
reversible, tidak toksik, tidak mengiritasi, dan kompatibel
dengan zat aktif dan eksipien lainnya. Beberapa senyawa yang
dapat menjadi penetrant enhancer adalah:
 Air
Air diketahui sebagai bahan tanaman yang dapat menjadi
peningkat penetrasi. Air dapat meningkatkan kelembaban
kulit, dan proses penetrasi obat lebih mudah terjadi pada
kulit yang lembab dibandingkan dengan yang kering.
 Golongan alkohol
Etanol dan golongan alkohol lainnya seperti propilenglikol
dapat berfungsi sebagai peningkat penetrasi. Etanol dapat
menggangu struktur dari lipid ekstraselular sehingga
meningkatkan difusifitas zat melewati stratum korneum.
 Pelarut aprotik
Pelarut aprotik seperti dimetilsulfoksida (DMSO) dapat
bekerja sebagai penetrant enhancer karena dapat
berinteraksi dengan bagian kepala dari struktur lipid
bilayer sehingga mengganggu struktur stratum korneum
dan meningkatan penetrasi zat aktif.
 Asam lemak
Golongan asam lemak seperti asam oleat dapat menjadi
penetrant enhancer dengan masuk ke dalam bagian lipid

Bab 6 Sediaan Semisolida 139


dari stratum korneum sehingga mengubah strukturnya,
dan meningkatkan penetrasi.
 Surfaktan
Surfaktan yang memiliki struktur amfifilik dapat menjadi
penetrant enhancer dapat masuk ke dalam sistem fosfolipid
bilayer dari stratum korneum sehingga mengganggu
struktur stratum korneum. Contoh surfaktan yang dapat
digunakan adalah tween 80 dan natrium lauril sulfat.

Gambar 6.6. Berbagai mekanisme penetrant enhancer (Aulton,


2018)

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 140


6.8. Evaluasi sediaan semisolida
Evaluasi dari sediaan semisolida meliputi: evaluasi kimia, fisik,
dan biologi.
6.8.1. Evaluasi Kimia
Evaluasi kimia yang perlu dilakukan meliputi:
a. Identifikasi zat aktif
Evaluasi ini dilakukan untuk memastikan kebenaran
bahan (zat aktif) pada sediaan, dilakukan dengan
metode analisis kimia kulitatif. Metode yang
digunakan merujuk pada monografi masing-masing
sediaan yang ada di farmakope.
b. Penetapan kadar zat aktif dalam sediaan
Evaluasi ini dilakukan untuk memastikan apakah
jumlah obat dalam sediaan sesuai dengan rentang
yang dipersyaratkan. Evaluasi ini dilakukan dengan
metode analisis kimia kuantitatif. Metode sesuai
dengan yang ada pada monografi masing-masing
sediaan di farmakope.
c. Penetapan pH sediaan
Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
keasaman dari sediaan yang dihasilkan apakah
sudah sesuai dengan rancangan formulasi dan
persyaratan yang ditentukan atau tidak. Pengukuran
pH dilakukan menggunakan alat pH meter untuk
semisolida. Uji pH tidak dilakukan untuk sediaan
semisolida yang tidak mengandung komponen air
seperti salep hidrokarbon.

Bab 6 Sediaan Semisolida 141


6.8.2. Evaluasi Fisika
a. Organoleptis
Dilakukan pengamatan meliputi warna, konsistensi,
dan bau dari sediaan semisolida.
b. Homogenitas
Uji dilakukan untuk menjamin zat aktif sudah
terdistribusi dengan baik dan merata. Uji dilakukan
dengan mengoleskan sediaan pada sekeping kaca
atau bahan transparan lain yang sesuai dan harus
menunjukkan susunan yang homogen.
c. Viskositas dan sifat alir
Uji dilakukan untuk melihat tingkat kekentalan dari
sediaan semisolida dan juga mengetahui sifat
alirannya. Hal ini nantinya akan berkaitan dengan
kemudahan proses aplikasinya di kulit dan juga bisa
berkaitan dengan daya lekatnya. Karena sebagian
besar sediaan semisolida memiliki sifat aliran non-
newtonian, maka proses pengujian viskositas harus
dilakukan dengan menggunakan viscometer banyak
titik, seperti viscometer Brookfield.
d. Daya sebar
Penelitian untuk sediaan semisolida umumnya
melakukan pengujian daya sebar. Uji ini dilakukan
untuk melihat kemampuan meyebar dari sediaan,
yang umumnya dipengaruhi oleh konsistensi dari
sediaan. Semakin tinggi konsistensi atau
viskositasnya maka semakin rendah kemampuan
menyebarnya. Uji daya sebar dilakukan dengan

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 142


menyimpan sejumlah sediaan diantara plat kaca
kemudian diberi beban di atasnya, dan dilihat
diameter penyebarannya.
e. Isi minimum
Pengujian isi minimum merujuk pada farmakope
Indonesia edisi 6. Pengujian dilakukan untuk semua
sediaan semisolida seperti krim, gel, salep, pasta,
dan emulgel. Pengujian awal dilakukan terhadap
seluruh wadah, dengan menentukan selisih antara
bobot wadah yang berisi sediaan dengan bobot
wadah kosong yang sudah dikeluarkan seluruh isi
wadahnya. Rata-rata isi bersih dari 10 wadah
haruslah tidak kurang dari jumlah yang tertera
pada etiket.
f. Uji penetrasi in vitro
Untuk sediaan semisolida yang didisain agar zat
aktifnya berpenetrasi masuk ke dalam kulit
menembus stratum korneum maka perlu dilakukan
uji penetrasi secara in vitro. Uji ini dapat
memperkirakan jumlah obat yang dapat melewati
membran yang mewakili stratum korneum, dengan
menggunakan sel difusi yang memisahkan
kompartemen donor (mebran yang diolesi sediaan
semisolida) dan kompartemen reseptor (larutan
buffer pH tertentu). Salah satu jenis sel difusi yang
banyak digunakan adalah sel difusi franz. (Gambar
6.7)

Bab 6 Sediaan Semisolida 143


g. Uji tipe dan stabilitas emulsi
Untuk sediaan semisolida yang berbasis emulsi
seperti sediaan krim dan emulgel, maka perlu juga
dilakukan pengujian tipe emulsi dan stabilitas
emulsi. Detil pengujian bisa merujuk pada bab
sebelumnya tentang evaluasi emulsi.

Gambar 6.7. Diagram sel difusi franz


(sumber:https://www.researchgate.net/figure/Scheme-of-
vertical-Franz-diffusion-cell_fig1_315505781)

6.8.3. Evaluasi Biologi


a. Uji batas/cemaran mikroba
Pengujian ini dirancang untuk menentukan suatu bahan
atau sediaan memenuhi spesifikasi mutu secara
mikrobiologi yang telah ditetapkan, dimana jumlah
mikroba yang terdapat didalamnya tidak boleh melebihi
batas yang ditetapkan.

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 144


b. Uji Efektifitas Pengawet
Uji ini dilakukan untuk sediaan farmasi yang
menggunakan pengawet. Primsip uji efektifitas
pengawet adalah melihat efektifitas atau kemampuan
pengawet dalam suatu sediaan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba yang secara sengaja dipaparkan
ke dalam sediaan.
c. Penetapan potensi antibiotik secata
mikrobiologi
Uji ini dilakukan untuk sediaan farmasi yang di
dalamnya mengandung zat aktif golongan antibiotik.
Prinsip dari uji ini adalah mengukur potensi dari suatu
antibiotik melalui perbandingan langsung dengan
antibiotic standar yang sudah terkaliberasi dengan baik.
Tujuan dari pengujian ini adalah sebagai standar untuk
mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya
aktivitas (potensi) antibiotik dapat memberikan daya
hambat terhadap pertumbuhan bakteri uji.

Bab 6 Sediaan Semisolida 145


LATIHAN SOAL
1 Apakah zat aktif dalam sediaan semisolida harus masuk
menembus kulit dalam sampai peredaran darah? Jelaskan
2 Apa kelebihan dan kekurangan dari sediaan salep dengan
basis hidrokarbon dibandingkan sediaan semisolida
lainnya?
3 Akan dikembangkan sediaan semidolida dengan bahan
aktif hidrokortison. Coba rancang formula yang sesuai
disertai dengan alasannya bila akan dibuat dalam sediaan
salep, krim, dan gel.

Buku Ajar Teknologi Sediaan Likuida & Semisolida 146

Anda mungkin juga menyukai