Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP ANAK DENGAN APPENDISITIS

Disusun Oleh :

Eneng Azizaturrahmy 1932311007

S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI

2021

Jl. R. Syamsudin, SH, No.50 Tlp (0266) 218345 Fax : (0266) 218342

Sukabumi-43113
LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP ANAK DENGAN APPENDIKS

Persiapan Praktek Diruangan : Rawat Inap Anak


Nama Pembimbing : Ns. Anggun Fajar Ramadhani, M.Kep
Tanda Tangan :

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut
juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan
dimasyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usu buntu sebenarnya
adalah sekum (Wijaya dan Putri, 2013).
2. Etiologi
Berbagai hal menjadi faktor penyebabnya. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, batu
feses, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat juga menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis yaitu erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E.Histolytica (Sjamsuhidajat, 2010).
 Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi.
 Faktor adanya bakteri beberapa bakteri yang bisa menyebabkan
apendisitis antara lain Bacterodes fragilis, E. coli, Splanchicus, Lacto-
basilus, Pseudomonas, dan Bacteriodes splanicus.
3. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis menurut Nurafif & Kusuma (2013) terbagi menjadi
3 yaitu :
1) Apendisitis akut, radang mendadak di umbai cacing yang memberikan
tanda, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.
2) Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut bagian
kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini
terjadi bila serangan apendisitis akut pertama sembuh spontan.
3) Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu (sumbatan di lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa), dan keluhan hilang setelah
apendiktomi.
4. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan obstruksi
lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing,
struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma.
Obagt yang diberikan adalah antibiotic proflaksia untuk mengurangi luka
sepsis pasca operasi yaitu metrodinazol supositoria.
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh fses yang terlibat atau fekalit. Sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan
asupan makanan yang rendah serat. Pada stadium awal apendisitis,
terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian
berlanjut ke submukosa dan melibatkan peritoneal. Cairan eksudat
fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke
beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan. Dalam stadium ini
mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen yang
menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks
menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosis ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh
omentum, abses local akan terjadi (Burkit, Quick & Reed, 2013).
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis, bakteri dan ulserasi mukosa.
Pada saat ini terjadi apendisitis akut local yang ditandai oleh nyeri
epigastrum. Bila sekresi mucus terus berlanjut tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi, edema bertambah
dan bakteri akan menembus dinding peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis suparaktif akut.
Bila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangguan. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding telah rapuh itu pecah akan terjadi apendsitis
perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang.
Omentum pada anak- anak lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadi perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2010).
5. Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya AN dan Putri (2013), gejala-gejala permulaan pada
apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilikus diikuti
anoreksia, nausea dan muntah, ini berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari.
Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke nyeri pindah ke kanan bawah dan
menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc. Burney, nyeri
rangsangan peritoneum tidak langsung, nyeri pada kuadran kanan bawah
saat kuadran kiri bawah ditekan, nyeri pada kuadran kanan bawah bila
peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan,
nafsu makan menurun, demam yang tidak terlalu tinggi, biasanya terdapat
konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare.
6. Komplikasi
Penyakit usus buntu dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti:
1) Apendiks pecah
Apendiks yang pecah menyebabkan infeksi tersebar ke seluruh perut
(peritonitis). Kondisi ini mungkin mengancam jiwa, sehingga
membutuhkan operasi segera untuk mengangkat usus buntu dan
membersihkan rongga perut.
2) Terbentuk kantung nanah di perut
Bila usus buntu pecah, mungkin akan terbentuk kantung infeksi (abses).
Dalam kebanyakan kasus, seorang ahli bedah dapat mengalirkan abses
dengan menempatkan tabung melalui dinding perut ke dalam abses.
Tabung dibiarkan di tempat selama sekitar dua minggu dan pengidap
akan diberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi.
7. Pencegahan
a. Makan makanan berserat
Makan makanan berserat dapat menjadi salah satu cara mencegah
usus buntu yang dapat dilakukan. Hal ini karena radang usus buntu dapat
disebabkan oleh penumpukan feses yang mengeras (fekalit). Kondisi ini
kemungkinan besar terjadi pada orang yang kurang banyak mengonsumsi
makanan berserat. Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas
Sumatera Utara menunjukkan bahwa 14 dari 19 anak dengan kondisi
radang usus buntu akut diketahui jarang mengonsumsi makanan berserat.
Oleh sebab itu, para ahli kesehatan menyarankan konsumsi makanan
berserat sebagai cara mencegah usus buntu akibat penumpukan feses.
Makan makanan berserat dapat membantu menarik lebih banyak air ke
usus besar sehingga tekstur feses tetap lunak dan mudah dikeluarkan oleh
tubuh. Serat juga merangsang gerakan usus tetap normal. Ini artinya, baik
makanan maupun feses dapat melewati usus dengan lancar tanpa
menyebabkan penumpukan.
b. Mengonsumsi makanan probiotik
Konsumsi makanan probiotik dapat membantu menjaga kesehatan
sistem pencernaan tubuh.
c. Mencukupi asupan air putih dalam tubuh
Minum banyak air putih dapat memaksimalkan kinerja usus dan
serat makanan berfungsi dengan baik di usus. Jika minum air putih yang
cukup, makanan yang dikonsumsi dapat dengan lancar melewati saluran
pencernaan.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium akan dilakukan untuk mengetahui adanya
infeksi. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) di-lakukan jika pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium mengindi-kasikan appendicitis,
Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dengan pemeriksaan USG masih
belum bisa memastikan adanya appendicitis.
9. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga
(Brunner & Suddarth, 2010), yaitu:
a. Sebelum Oprasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi ketat
karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah
baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai
adanya apendisitis. Diagnosis ditegakkan dengan lokasi nyeri pada
kuadran kanan bawah setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan
antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi tidak memerlukan
antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotik
dapat mengakibatkan abses atau preforasi.
b. Operasi
Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu
apendiktomi. Apendiktomi harus segera dilakukan untuk menurunkan
resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum
dengan pembedahan abdomen bawah atau dengan laparoskopi.
Laparoskopi merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner &
Suddarth, 2010).
Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua metode
pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan konvensional
laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang merupakan teknik
pembedahan minimal invasive dengan metode terbaru yang sangat
efektif (Brunner & Suddarth, 2010).
1) Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke
dalam rongga perut. Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan
merasakan organ dalam untuk membuat diagnosa apa yang salah.
Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif, laparatomi semakin
kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur ini hanya
dilakukan jika semua prosedur lainnya yang tidak membutuhkan
operasi, seperti laparoskopi yang seminimal mungkin tingkat
invasifnya juga membuat laparatomi tidak sesering terdahulu. Bila
laparatomi dilakukan, begitu organ-organ dalam dapat dilihat dalam
masalah teridentifikasi, pengobatan bedah harus segera dilakukan.
Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut. Operasi
laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan yang berat pada
area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila klien mengeluh nyeri
hebat dan gejala-gejala lain dari masalah internal yang serius dan
kemungkinan penyebabnya tidak terlihat seperti usus buntu, tukak
peptik yang berlubang, atau kondisi ginekologi maka dilakukan
operasi untuk menemukan dan mengoreksinya sebelum terjadi
keparahan lebih. Laparatomi dapat berkembang menjadi
pembedahan besar diikuti oleh transfusi darah dan perawatan
intensif (David dkk, 2012).
2) Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh
mulai dari iga paling bawah samapi dengan panggul. Teknologi
laparoskopi ini bisa digunakan untuk melakukan pengobatan dan
juga mengetahui penyakit yang belum diketahui diagnosanya
dengan jelas.
c. Pasca Operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan.
Baringkan klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik apabila
dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu klien dipuasakan
sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah dilakukan operasi
klien dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur selama 2 x 30 menit.
Hari kedua 15 dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari ke
tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang (Mansjoer, 2010)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk
rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
a. Identitas Klien dan Penanggung Jawab.
b. Keluhan Utama seperti : Klien mengatakan nyeri perut sebelah kanan
post operasi.
c. Riwayat Kesehatan sekarang Seperti : Sejak kapan keluhan dirasakan,
berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan,
dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan
memperingan.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu Seperti : Klien pernah mengeluh seperti ini
beberapa bulan yang lalu.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga Seperti : Didalam keluarga klien tidak ada
yang menderita penyakit appendicitis.
f. Keadaan Umum
g. Pemeriksaan Fisik
h. Daily Aktivitas
i. Hasil Labolatorium
2. Pathway

Fekalit, benda asing, tumor,


bakteri.

Ostruksi lumen Appendiks

Terjadi sumbatan mukosa

Peningkatan tekanan
intraluminal

APPENDISITIS

Kronik Akut

Ostruksi vena dan perluasan


Sekresi mucus meningkat
peradangan

Terjadi pembengkakan
Aliran arteri terganggu
(infeksi, bakteri).

Nekrosis, periforasi
Terjadi proses pembedahan

Resiko infeksi
Adanya luka pembedahan

Terputusnya kontinuitas
jaringan
Pengeluaran zat-zat kimia

Merangsang hipothalamus

Stimulasi korteks selebri

Nyeri

3. Diagnosa Keperawatan
Nyeri Akut berhubungan dengan post operasi, adanya insisi bedah
4. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Untuk
berhubungan asuhan keperawatan pengkajian mengetahui
dengan post selama 3 x 24 jam, secara nyeri secara
operasi, adanya diharapkan nyeri komprehensif komprehensif.
insisi bedah. klien dapat 2. Ganti balutan 2. Untuk
terkontrol/berkurang luka secara mempercepat
kriteria hasil : berkala. penyembuhan
- Mampu mengontr 3. Ajarkan luka.
ol nyeri. tekhnik non 3. Agar
- Rasa Nyeri farmakologi. mengetahui
berkurang/ 4. Kolaborasikan cara
menghilang. dengan dokter mengontrol
- Menyatak an rasa jika ada nyeri.
nyaman setelah keluhan dan 4. Sebagai
nyeri berkurang. tindakan
tindakan nyeri lanjut
tidak berhasil. terhadap
tindakan yang
sebelumnya di
berikan.
6. Studi Literatur Tindakan Keperawatan
a. Latar Belakang
Apendiksitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering Istilah usus
buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus
yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta
dalm system imun sektorik di saluran pencernaan. Namun, pengangkatan
apendiks tidak menimbulkan efek fungsi system imun yang jelas.
Berdasarkan data dari WHO (World Health Organization, 2014),
pada beberapa negara berkembang memiliki prevalensi yang tinggi seperti
Singapura berjumlah 15% pada anak-anak 16,5% pada orang dewasa,
sedangkan Thailand 7% pada anak-anak dan orang dewasa 10%. Sedangkan
Indonesia pada data Biro Pusat Statistik (BPS, 2014) menyatakan tingkat
kejadian kasus appendisitis adalah dari 140 orang kasus appendisitis per
100.000 jiwa. Pada tingkat kejadian terendah kasus appendisitis ditemukan
pada usia 0-4 tahun, sedang tertinggi ditemukan pada usia 15-34 tahun. Dari
semua kasus appendicitis Indonesia menempati tertinggi diantara
kegawatan pada daerah abdomen.
Intervensi nyeri bisa dilakukan dengan strategi penatalaksanaan nyeri,
mencakup baik pendekatan farmakologi maupun non-farmakologi.
Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan klien.
Intervensi akan berhasil bila nyeri belum menjadi hebat, dan keberhasilan
terbesar sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara stimulant
(Smeltzer & Bare, 2014).
Pengkombinasian intervensi antara farmakologi dan non-farmakologi
adalah cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri terutama nyeri yang
sangat hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari
(Smeltzer & Bare, 2014). Salah satu teknik relaksasi non - farmakologi yang
peneliti lakukan adalah teknik effleurage dengan menggunakan minyak
zaitun.
Menurut Reeder (2011) Effleurage adalah bentuk masase
denganmenggunakan telapak tangan yang memberikan tekanan lembut ke
atas permukaan tubuh dengan arah sirkulasi secara berulang. Teknik ini
bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi darah, memberi tekanan dan
menghangatkan otot abdomen serta meningkatkan relaksasi fisik dan
mental. Effleurage merupakan teknik massage yang aman, mudah
dilakukan, tidak memiliki efek samping dan dapat dilakukan sendiri atau
dengan bantuan orang lain . Ada beberapa media untuk massage yang
dikenal dimasyarakat yaitu balsem, handbody, minyak kayu putih dan
minyak zaitun. Kelebihan minyak zaitun dalam teknik massage termasuk
teknik effleurage adalah sebagai aromaterapi (membuat nyaman pada saat
massage, mengurangi ketegangann otot atau relax, melancarkan peredaran
darah, dan meredakan kegelisahan).
Extra virgin olive oil atau minyak zaitun murni adalah minyak yang
didapatkan dengan pemerasan secara langsung buah zaitun baik
menggunakan alat maupun tidak, dibawah suhu yang sesuai (cold pressing
method) agar tidak merubah atau mempengaruhi komposisi asli minyak
zaitun (Khadijah, 2012).
Judul Penelitian Peneliti Sampel Metode Hasil
Penerapan Teknik Anggi Maulana Sampel dalam Desain Intervensi dan
Effleurage Puji Handani, studi kasus penelitian yang implementasi
Menggunakan Bambang mengambil 2 digunakan yang perlu
Minyak Zaitun Utoyo. (dua) pasien adalah dilakukan adalah
Terhadap yang memenuhi penelitian terapi es,
Pengurangan kriteria inklusi deskriptif imajinasi
Intensitas Nyeri yaitu Pasien post dengan terpadu,
Pada Pasien Post appendectomy. pendekatan gangguan
Appendictomy. studi kasus, relaksasi, salah
Yaitu dengan satunya asalah
deskriptif teknik effleurage
melakukan menggunakan
wawancara minyak zaitun.
untuk menilai Teknik
pasien effleurage
sehingga menggunakan
diagnosis minyak zaitun
prioritas dapat pada pasien
muncul pada pasca operasi
dua pasien usus buntu yang
dengan dilakukan
pengobatan selama tiga hari
selama tiga hari menurunkan
intensitas rasa
sakit dengan
sejumlah dua
skor,
mengurangi rasa
sakit karena
tingkat
penyembuhan
jaringan yang
sakit.

b. Kesimpulan
Setelah diberikan asuhan keperawatan pada Pasien 1 dan Pasien 2 di
ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen dengan penerapan teknik
effleurage menggunakan minyak zaitun terdapat pengurangan intensitas
nyeri, dan setelah diberikan penerapan teknik effleurage menggunakan
minyak zaitun dapt mengurangi intensitas nyeri dan salah satu
keluarganya mampu melakukan secara mandiri.
7. Daftar Pustaka
Aprizal, Reonaldi. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Op
Apendiktomi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Di Ruangan
Melati Rsud Kota Kendari Tahun 2018.
http://repository.poltekkeskdi.ac.id/742/1/KTI%20REONALDI%20AFRI
ZAL.pdf
Amalia, Iftina. (2016). Gambaran Sosio-Demografi dan Gejala Apendisitis
Akut Di RSU Kota Tangerang Selatan.
https://scholar.google.com/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=manifestasi
+klinis+apendisitis&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p%3DUKY2m395Uz8J.
Evril, Nurlina Ilda. (2020). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada
Sdr. S Dengan Diagnosa Medis Post Operasi Apendiktomi Di Ruang
Dahlia Rs Brawijaya Tk Iii Surabaya.
http://eprints.kertacendekia.ac.id/id/eprint/160/1/KTI%20ILDA%20.pdf

Anda mungkin juga menyukai