Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dewi Yasarah Widayanti

NPM : 1910630110014
Kelas : 3B

Jawaban :
a. Pajak adalah iuran yang dibayarkan kepada negara yang dipungut berdasarkan undang-
undang oleh negara, baik pemerintah pusat maupun daerah, tidak menunjukan adanya
kontraprestasi, dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan fungsi regular.

b. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima


atau diperoleh wajib pajak, berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, dan
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak dengan nama
dan dalam bentuk apapun.

c. 1. Equality : pajak adil dan merata (secara vertical dan horizontal).


2. Certainty : tidak sewenang-wenang, berdasarkan undang-undang yang dilaksanakan.
3. Convinience : tidak menyulitkan (ex : withholding system).
4. Economy : efisien (ex : self assessment).

d. 1. Stelsel riil : pemungutan yang dilakukan berdasarkan objek pajak yang nyata (PPh 21,PPh
23).
2. Stelsel fiktif : pemungutan yang dilakukan berdasarkan asumsi dari penghasilan kenapajak
tahun sebelumnya (PPh 25).
3. Stelsel campuran : pemungutan yang dilakukan terhadap objek pajak keseluruhan
mencakup objek pajak yang dipungut menggunakan stelsel riil dan fiktif (PPh 28, PPh29).

e. - Individu : iuran pensiun boleh menjadi pengurang tetapi iuran asuransi tidak boleh.
- Perusahaan asuransi : waktu menerima asuransi menjadi penghasilan, saat di claim jadi
beban.
- Perusahaan dana pensiun : waktu menerima bukan penghasilan, sebaliknya.
- Perusahaan yang memberi tunjangan pensiun : tidak boleh karena non deductible dannon
taxable income, kalau asuransi deductible.
f. - Pajak final adalah pajak penghasilan yang langsung dikenakan saat menerima objek atau
sumber penghasilan tertentu. (pajak hadiah undian, pajak bunga, pajak dividen untuk
individu, PPh 4 ayat 2).
- Pajak tidak final adalah pajak penghasilan yang tidak langsung dikenakan saat menerima
objek atau sumber penghasilan tertentu, pajak penghasilannya diakumulasikan selama 1 tahun
pajak dan dihitung secara berlapis.

g. Memisahkan pendapatan yang sudah terkena pajak final dan yang bukan merupakan
objek dari SPT yang akan dilaporkan karena yang dimasukan kedalam SPT yang harus
dilaporkan adalah penghasilan yang belum dikenakan pajak final.

h. Untuk UKM dengan omzet dibawah 4.800.000.0000 per tahun akan dikenakan pajakfinal
sebesar 1%.
 Keuntungan :
- Bagi pengusaha : kemudahan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, tidak perlu
menghitung perincian pendapatan dan biaya, berkaitan dengan convenience (dipungut
setiap bulan berdasarkan peredaran bruto dan economy serta certainty terkait tarif final
1% atas penghasilan bruto).
- Bagi pemerintah : meningkatkan kepatuhan WP terhadap kewajiban perpajakan dengan
biaya pemungutan yang lebih sedikit dibanding dengan menggunakan PPh
biasa berkaitan dengan ekonomi. (WP tidak buang waktu karena sistem yang simple)
 Kerugian :
- Bagi pengusaha lain: terbentur dengan teori equality, karena menjadi tidak adil dengan WP
lain yang membayar dengan PPh biasa. Namun manfaat yang diterima sama dengan WP yang
menggunakan PP 46/2013.
- Bagi pengusaha yang menggunakan PP46/2013 : tidak bisa memperhitungkan beban
usaha / tidak bisa mengakui rugi, karena tarif 1% dikenakan kepada penghasilan bruto
sehingga WP ruginya tidak diperhitungkan. Berkaitan dengan convenience theory.
- Bagi pemerintah : WP bisa menggunakan PP46/2013 ketika peredaran bruto di tahun
sebelumnya <4.8 M. Yang menjadi patokan adalah peredaran bruto di
t a h u n sebelumnya, sehingga ketika di tahun tersebut sebenarnya omzet/peredaran
bruto sudah melebihi 4.8 M, WP tetap bisa menggunakan PP46/2013. Ada
kemungkinan pendapatan pemerintah menjadi lebih kecil ketika menggunakan PP 46/2013.

i. Revaluasi untuk tujuan pajak dilakukan dalam periode tertentu (5 tahun sekali) dan jika
melakukan revaluasi tidk boleh hanya sebagian asset saja melainkan asset
secara keseluruhan. Revaluasi untuk tujuan pajak dan akuntansi dilakukan setiap periode
(setahun sekali) dan boleh hanya beberapa asset tertentu saja.
j. Dengan asumsi biaya yang dibebankan untuk menunjang kegitan perusahaan. Bila
BUT Indonesia punya hubungan efektif makanya masuk jadi penghasilan, sebaliknya. Obyek
pajak bentuk usaha tetap.

k. Tidak tepat. Jika Badu tidak membuat SPT, tidak hanya tidak patuh terhadap
ketentuan perpajakan, Badu juga membuat Direktorat Jenderal Pajak tidak bisa
memeriksa apakah pajak yang dibayarkan oleh Badu sudah tepat atau belum. Karena hanya
menggunakan SPT DJP bisa memeriksa apakah pajak yang seorang WP bayarkan sudah
sesuai atau belum. Dengan mengatakan bahwa Badu tidak memiliki NPWP, maka Badu
telah berusaha untuk menghindari layering dalam pajak yang dipotong terhadap
penghasilan yang Badu terima. Memang penghasilan Badu dipotong pajak lebih tinggi,
Namun dengan mengaku tidak memiliki NPWP, Badu telah berhasil menghindar dari
layertarif Badu yang sebenarnya, sehingga pajak yang Badu bayar tidak sesuai dengan yang
seharusnya.

Anda mungkin juga menyukai