Anda di halaman 1dari 16

PERATURAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

NOMOR TAHUN 2018

TENTANG

PENANGGULANGAN PENYEBARLUASAN PAHAM ORGANISASI


TERLARANG DAN PELANGGARAN KESUSILAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA,

Menimbang : a. bahwa pendidikan tinggi sebagai bagian dari


sistem pendidikan nasional, diselenggarakan untuk
membentuk dan meningkatkan keimanan,
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa serta memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia;
b. bahwa perkembangan nilai dan interaksi sosial
kemasyarakat saat ini sangat dinamis sehingga
menuntut Universitas Brawijaya sebagai lembaga
penyelenggara pendidikan tinggi melakukan
pengaturan dan penanggulangan penyebarluasan
paham organisasi terlarang serta pelanggaran
kesusilaan;
c. bahwa peraturan yang mengatur penanggulangan
penyebarluasan paham organisasi terlarang dan
pelanggaran kesusilaan di Universitas Brawijaya
belum memadahi;
d. bahwa berdasarkan perimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
ditetapkan Peraturan Universitas tentang
Penanggulangan Penyebarluasan Paham Organisasi
Terlarang dan Pelanggaran Kesusilaan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301);
2

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang


Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan
Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500);
5. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
080/O/2002 tentang Statuta Universitas Brawijaya;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
361/KMK.05/2008 tentang Penetapan Universitas
Brawijaya Malang pada Departemen Pendidikan
Nasional sebagai Instansi Pemerintah yang
Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum;
7. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1952);
8. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi Nomor 4 Tahun 2016 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Universitas Brawijaya (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130)
sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri
Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2016 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan
Pendidikan Tinggi Nomor 4 Tahun 2016 Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Universitas Brawijaya
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 781);
5. Peraturan Rektor Universitas Brawijaya Nomor 20
tahun 2016 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja;
3

Dengan Persetujuan Bersama


SENAT UNIVERSITAS BRAWIJAYA
dan
REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN UNIVERSITAS TENTANG


PENANGGULANGAN PENYEBARLUASAN PAHAM
ORGANISASI TERLARANG DAN PELANGGARAN
KESUSILAAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Universitas ini yang dimaksud dengan:
1. Paham Organisasi Terlarang adalah aliran pemikiran atau
pandangan suatu organisasi yang dilarang negara Republik
Indonesia.
2. Negara adalah cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan
yudisial dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Penanggulangan Paham Organisasi Terlarang adalah upaya
mencegah dan menindak aliran pemikiran atau pandangan suatu
organisasi yang dilarang negara.
4. Terorisme adalah paham yang menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk menimbulkan suasana kacau atau
rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban
bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau
kehancuran terhadap objek-objek vital dan strategis, lingkungan
hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif
ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
5. Kesusilaan adalah nilai-nilai yang dipandang masyarakat baik
dan dipertahankan untuk menjaga keharmonisan kehidupan
sosial.
6. Pelanggaran Kesusilaan adalah perbuatan yang bertentangan
dengan nilai-nilai yang dipandang baik dan dipertahankan
masyarakat.
7. Penanggulangan Pelanggaran Kesusilaan adalah upaya mencegah
dan menindak perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai
yang dipandang baik dan dipertahankan masyarakat.
8. Homoseks adalah aktivitas seksual seseorang yang dilakukan
terhadap seseorang yang memiliki jenis kelamin yang sama, baik
laki-laki maupun perempuan.
9. Lesbian adalah aktivitas atau hubungan seksual yang dilakukan
antara perempuan dengan perempuan.
10. Gay adalah aktivitas atau hubungan seksual yang dilakukan
antara laki-laki dengan laki-laki.
11. Pencabulan adalah aktivitas seksual yang dilakukan terhadap
seseorang yang tidak memiliki ikatan suami istri antara lain
dengan meraba, meremas, mencumbu, dan aktivitas lainnya,
baik dilakukan kepada lain jenis maupun sesama jenis, kepada
dewasa maupun anak.
4

12. Perzinahan adalah perbuatan persetubuhan yang dilakukan oleh


laki-laki atau perempuan yang telah kawin atau tidak kawin
dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau
suaminya.
13. Universitas yang selanjutnya disebut UB adalah Universitas
Brawijaya.
14. Rektor adalah Rektor UB.
15. Fakultas adalah Fakultas di lingkungan UB.
16. Dekan adalah Dekan Fakultas.
17. Setiap orang adalah Sivitas Akademika, mitra Sivitas Akademika,
dan/atau orang lain yang berada di dalam kampus UB.
18. Sivitas Akademika dan Tenaga Kependidikan yang selanjutnya
disebut Sivitas Akademika adalah dosen, tenaga kependidikan,
dan mahasiswa UB.
19. Mitra Sivitas Akademika adalah pihak ketiga yang bekerja di UB
dengan suatu perjanjian atau kepentingan tertentu yang antara
lain meliputi pegawai alih daya atau outsourching, pegawai bank,
pegawai kantin, dan pekerja bangunan.
20. Kampus UB adalah wilayah hukum penguasaan dan pengelolaan
UB untuk melaksanakan Tri Dharma perguruan tinggi.

BAB II
PENANGGULANGAN PENYEBARLUASAN
PAHAM ORGANISASI TERLARANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
Paham organisasi terlarang terdiri atas aliran pemikiran atau
pandangan suatu organisasi yang dilarang dengan:
a. ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat/Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara;
b. keputusan Pemerintah Republik Indonesia; dan/atau
c. putusan pengadilan.

Pasal 3
Penanggulangan penyebarluasan paham organisasi terlarang
dilakukan dengan:
a. pencegahan penyebarluasan paham organisasi terlarang; dan
b. penindakan penyebarluasan paham organisasi terlarang.

Bagian Kedua
Pencegahan Penyebarluasan Paham Organisasi Terlarang
Pasal 4
(1) Rektor mencegah penyebarluasan paham Organisasi Terlarang di
lingkungan Civititas Akademika dengan melakukan layanan
rehabilitasi bagi pelaku dan disertai dengan penegakan hukum
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam melakukan pencegahan, Rektor menugaskan unit kerja di
lingkungan UB.
5

Bagian Ketiga
Penindakan Penyebarluasan
Paham Organisasi Terlarang
Pasal 5
(1) Setiap Sivitas Akademika dilarang menganut paham organisasi
yang dilarang negara.
(2) Setiap Sivitas Akademika yang menganut paham organisasi yang
dilarang negara, dikenakan sanksi administratif.

Pasal 6
(1) Setiap Sivitas Akademika dilarang menjadi anggota organisasi
yang dilarang negara.
(2) Setiap Sivitas Akademika yang menjadi anggota organisasi yang
dilarang negara, dikenakan sanksi administratif.

Pasal 7
(1) Setiap Sivitas Akademika dilarang menyebarkan paham
organisasi yang dilarang negara.
(2) Setiap Sivitas Akademika yang menyebarkan paham organisasi
yang dilarang negara, dikenakan sanksi administratif.

Pasal 8
(1) Setiap Sivitas Akademika dilarang mengadakan kegiatan
termasuk membentuk, melakukan rekrutmen, menggunakan
atribut, dan mempropagandakan organisasi dan/atau paham
organisasi yang dilarang negara.
(2) Setiap Sivitas Akademika yang mengadakan kegiatan termasuk
membentuk, melakukan rekrutmen, menggunakan atribut, dan
mempropagandakan organisasi dan/atau paham organisasi yang
dilarang negara, dikenakan sanksi administratif.

Pasal 9
Khususnya mengenai kegiatan memelajari secara ilmiah paham
organisasi yang dilarang Negara, dapat dilakukan sesuai kaidah
akademik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB II
PENANGGULANGAN TERORISME
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 10
Penanggulangan Terorisme dilakukan dengan:
a. pencegahan Terorisme; dan
b. penindakan Terorisme.
6

Bagian Kedua
Pencegahan Terorisme
Pasal 11
(1) Rektor mencegah berkembangnya Terorisme di lingkungan
Civititas Akademika dengan melakukan layanan rehabilitasi bagi
pelaku dan disertai dengan penegakan hukum sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam melakukan pencegahan, Rektor menugaskan unit kerja di
lingkungan UB.

Bagian Ketiga
Penindakan Terorisme
Pasal 12
Setiap Sivitas Akademika dilarang menganut Terorisme.

Pasal 13
(1) Setiap Sivitas Akademika dilarang menjadi anggota organisasi
Terorisme.
(2) Organisasi Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan organisasi yang dinyatakan oleh Pemerintah.
(3) Setiap Sivitas Akademika yang menjadi anggota organisasi
Terorisme, dikenakan sanksi administratif.

Pasal 14
(1) Setiap Sivitas Akademika dilarang menyebarkan Terorisme.
(2) Setiap Sivitas Akademika yang menyebarkan Terorisme,
dikenakan sanksi administratif.

Pasal 15
(1) Setiap Sivitas Akademika dilarang mengadakan kegiatan
termasuk membentuk, melakukan rekrutmen, menggunakan
atribut, dan mempropagandakan organisasi Terorisme.
(2) Setiap Sivitas Akademika yang mengadakan kegiatan termasuk
membentuk, melakukan rekrutmen, menggunakan atribut, dan
mempropagandakan organisasi Terorisme, dikenakan sanksi
administratif.

Pasal 16
(1) Setiap Sivitas Akademika dilarang melakukan Teror.
(2) Teror sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perbuatan
yang didasari Terorisme.
(3) Setiap Sivitas Akademika yang berdasarkan putusan pengadilan
yang memperoleh kekuatan hukuman tetap dinyatakan bersalah
melakukan Teror, dikenakan sanksi administratif.
7

BAB III
PENANGGULANGAN PELANGGARAN KESUSILAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
Pelanggaran kesusilaan terdiri atas:
a. perbuatan homoseksual yang meliputi:
1. Lesbian; dan
2. Gay.
b. percabulan;
c. perzinahan;
d. pornografi;
e. perkosaan;
f. mengkonsumsi bahan yang memabukkan;
g. penganiayaan hewan;
h. perjudian;

Pasal 18
Penanggulangan pelanggaran kesusilaan dilakukan dengan:
a. pencegahan pelanggaran kesusilaan; dan
b. penindakan pelanggaran kesusilaan.

Bagian Kedua
Pencegahan Pelanggaran Kesusilaan
Pasal 19
(1) Rektor mencegah meluasnya penyimpangan orientasi seksual di
lingkungan Civititas Akademika dengan melakukan layanan
rehabilitasi bagi pelaku dan disertai dengan penegakan hukum
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam melakukan pencegahan, Rektor menugaskan unit kerja di
lingkungan UB.

Bagian Ketiga
Penindakan Pelanggaran Kesusilaan
Paragraf 1
Percabulan
Pasal 20
(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan cabul di dalam
kampus UB dengan orang lain dengan persetujuan atau
kesadarannya, atau dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
(2) Setiap orang dilarang mempublikasikan perbuatan cabul dengan
orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
8

Paragraf 2
Homoseksual
Pasal 21
(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan cabul di dalam
kampus UB dengan orang lain yang sama jenis kelaminnya
dengan persetujuan atau kesadarannya, atau dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan.
(2) Setiap orang dilarang mempublikasikan perbuatan cabul dengan
orang lain yang sama jenis kelaminnya dengan persetujuan atau
kesadarannya, atau dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Pasal 22
(1) Setiap orang dilarang menyatakan, menunjukkan, dan/atau
mempertontonkan sebagai suami atau istri sesama jenis kelamin
di dalam kampus UB.
(2) Setiap orang dilarang membuat dan/atau mengikuti
perkumpulan atau organisasi sesama jenis kelamin di dalam
kampus UB.
(3) Setiap orang dilarang mempublikasikan perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).

Paragraf 3
Pornografi
Pasal 23
Setiap orang dilarang memproduksi, mengunduh, meminjamkan,
membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,
menyiarkan, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau
menyediakan pornografi di dalam kampus UB.

Pasal 24
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan,
memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi di
dalam kampus UB.

Pasal 25
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam
pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan
ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang
bermuatan pornografi di dalam kampus UB.

Pasal 26
Bukan termasuk perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal …..
dalam hal merupakan karya seni, budaya, olahraga dan ilmu
pengetahuan.
9

Paragraf 4
Perzinahan
Pasal 27
(1) Setiap orang dilarang melakukan perzinahan di dalam kampus
UB.
(2) Perbuatan perzinahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan
persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
b. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan
persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
c. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan
persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa
perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan
persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa
laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat
dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.

Paragraf 5
Perkosaan
Pasal 28
(1) Setiap orang dilarang melakukan perkosaan di dalam kampus
UB.
(2) Perbuatan perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan di
luar perkawinan, bertentangan dengan kehendak perempuan
tersebut;
b. laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan di
luar perkawinan, tanpa persetujuan perempuan tersebut;
c. laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan,
dengan persetujuan perempuan tersebut, tetapi persetujuan
tersebut dicapai melalui ancaman untuk dibunuh atau dilukai;
d. laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan,
dengan persetujuan perempuan tersebut karena perempuan
tersebut percaya bahwa laki-laki tersebut adalah suaminya
yang sah;
e. laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan
yang berusia di bawah 14 (empat belas) tahun, dengan
persetujuannya; atau
f. laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan,
padahal diketahui bahwa perempuan tersebut dalam keadaan
pingsan atau tidak berdaya.
(3) Dianggap juga melakukan perkosaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), jika dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1):
a. laki-laki memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus atau
mulut perempuan; atau
10

b. laki-laki memasukkan suatu benda yang bukan merupakan


bagian tubuhnya ke dalam vagina atau anus perempuan.

Paragraf 6
Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika
Pasal 29
Setiap orang di dalam kampus UB dilarang:
a. menjual, mengedarkan, menggunakan, menyimpan, menawarkan,
memiliki, atau memberi Narkotika dan Psikotropika; atau
b. dengan sukarela, kekerasan dan/atau ancaman kekerasan
memaksa orang menggunakan Narkotika dan Psikotropika.

Paragraf 7
Penganiayaan Hewan dan Tumbuhan
Pasal 30
(1) Setiap orang di dalam kampus UB dilarang:
a. menyakiti atau melukai hewan atau tumbuhan atau
merugikan kesehatannya tanpa tujuan yang patut atau
dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai
tujuan tersebut;
b. tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang
diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, tidak memberi
makan atau kebutuhan hidup kepada hewan atau tumbuhan
yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaannya dan
ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang
wajib dipeliharanya; atau
c. melakukan persetubuhan dengan hewan.
(2) Ketentuan penggunaan hewan atau tumbuhan untuk
penelitian diatur oleh komisi etik penelitian pada fakultas atau
universitas.

Paragraf 8
Perjudian
Pasal 31
Setiap orang di dalam kampus UB dilarang:
a. menawarkan atau memberi kesempatan untuk main judi dan
menjadikannya sebagai mata pencahariannya atau turut serta
dalam perjudian; atau
b. menawarkan atau memberi kesempatan kepada umum untuk
main judi atau turut serta dalam perjudian, terlepas dari ada
tidaknya suatu syarat atau tata cara yang harus dipenuhi untuk
menggunakan kesempatan tersebut.
11

BAB IV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 32
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan:
a. ………. sebagaimana dimaksud dalam Pasal ……. ayat ….. dan
ayat ……;
b. ………. sebagaimana dimaksud dalam Pasal ……. ayat ….. dan
ayat ……;
c. ………. sebagaimana dimaksud dalam Pasal ……. ayat ….. dan
ayat ……;
dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap Sivitas Akademika yang melakukan perbuatan:
a. ………. sebagaimana dimaksud dalam Pasal ……. ayat ….. dan
ayat ……;
b. ………. sebagaimana dimaksud dalam Pasal ……. ayat ….. dan
ayat ……;
c. ………. sebagaimana dimaksud dalam Pasal ……. ayat ….. dan
ayat ……;
dikenakan sanksi:
a. teguran tertulis;
b. peringatan keras;
c. melakukan tugas layanan sosial;
d. skorsing dalam jangka waktu tertentu; dan/atau
e. diberhentikan sebagai tenaga pendidik, tenaga kependidikan,
atau mahasiswa.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan oleh Sivitas Akademika yang menduduki
jabatan maka dikenakan pula sanksi pemberhentian dari jabatan.
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan oleh Mitra Sivitas Akademika maka dikenakan
sanksi dikeluarkan dari UB.

Pasal 33
Dalam hal terhadap dugaan tindak pidana, pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal ….. tidak
meniadakan proses hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BAB V
PENEGAKAN
Bagian Kesatu
Komisi Etik
Pasal 34
(1) Setiap Sivitas Akademika dan Mitra Sivitas Akademika yang
diduga melanggar ketentuan larangan dalam Peraturan ini
diperiksa dan diputus oleh Komisi Etik.
(2) Komisi Etik terdiri atas:
a. Komisi Etik Universitas; dan
b. Komisi Etik fakultas/Pascasarjana.
12

1. Komisi Etik universitas organ universitas, Fakultas


dan Pascasarjana.
(3) Komisi Etik Universitas dan fakultas/Pascasarjana
beranggotakan masing-masing 5 (lima) orang yang
diangkat dan diberhentikan oleh Rektor.
(4) Komisi Etik Universitas
(5) Komisi Etik fakultas
2. Komisi Etik Fakultas ditunjuk dan diangkat oleh
Dekan.
3. Komisi Etik Pascasarjana ditunjuk dan diangkat oleh
Direktur Pascasarjana.
4. Komite Etik Universitas beranggotakan 5 (lima)
orang 3(tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5(lima)
orang.

Catatan: perlu dipertimbangkan terkait conclict of


interest.

Bagian Kedua
Wewenang Komisi Etik
Pasal 35
(1) Komisi Etik Universitas berwenang menangani pelanggaran
terhadap perbuatan yang dilarang dalam peraturan ini yang
dilakukan oleh Sivitas Akademika yang berasal dari selain
fakultas dan Pascasarjana.
(2) Selain wewenang tersebut dalam ayat (1) ,Komisi Etik Universitas
berwenang menerima dan memberikan rekomendasi kepada
rektor terkait keberatan yang diajukan oleh Sivitas Akademika
atas sanksi yang diberikan oleh Dekan/Direktur Pascasarjana.
(3) Komisi Etik Fakultas/Pascasarjana berwenang :
a. menangani pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang
dalam peraturan ini di tingkat Fakultas/Pascasarjana.
b. Memberikan rekomendasi dalam hal pemberian sanksi kepada
Dekan/Direktur Pascasarjana.

Bagian Ketiga
Prosedur Penanganan oleh Komisi Etik Fakultas/Pascasarjana
Pasal 36
(1) Penanganan terhadap Sivitas Akademika yang melakukan
perbuatan yang dilarang dalam peraturan ini didasarkan
adanya sumber-sumber informasi.
(2) Sumber informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dapat
berupa laporan atau tertangkap tangan.
(3) Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh
seseorang tentang telah, sedang atau diduga akan terjadinya
perbuatan yang dilarang dalam peraturan ini.
(4) Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang yang sedang
melakukan perbuatan yang dilarang peraturan ini.
(5) Setiap Sivitas Akademika yang mengalami,melihat,menyaksikan
dan atau menjadi korban perbuatan yang dilarang dalam
peraturan ini,berhak melaporkan kepada komisi etik
fakultas/pascasarjana.
13

(6) Jika yang menjadi korban berasal dari Unit Pelaksana Teknis
(UPT) laporan langsung ke komisi etik universitas.
(7) Komisi etik yang mengetahui,menerima laporan tentang
terjadinya perbuatan yang dilarang dalam peraturan ini segera
melakukan tindakan yang diperlukan.
(8) Komisi etik fakultas/pascasarjana akan memanggil orang yang
memberikan laporan atau yang mengetahui dalam kondisi
tertangan untuk memberikan keterangan.
(9) Dalam hal untuk memperkuat keterangan yang telah
diperoleh,Komisi etik akan memanggil pelaku dan atau korban
untuk meminta keterangan /klarifikasi terkait
perbuatan/kegiatan yang telah dilakukan.
(10) setelah keterangan yang dikumpulkan sudah mencukupi,komisi
etik akan melakukan musyawarah untuk mengambil
kesimpulan sebagai rekomendasi ke Dekan / Direktur
Pascasarjana.
(11) Berdasarkan rekomendasi komisi etik ,Dekan/ Direktur
Pascasarjana akan memberikan sanksi kepada Sivitas
Akademika yang telah terbukti melakukan perbuatan yang
dilarang dalam peraturan ini.
(12) Sanksi yang dapat diberikan oleh Dekan adalah sanksi
sebagaimana disebutkan dalam Pasal .....ayat .....

Bagian Keempat
Musyawarah Komisi Etik
Pasal 37
(1) Musyawarah Komisi Etik Fakultas/Pascasarjana maupun
Universitas dilakukan setelah informasi yang diperoleh sudah
lengkap.
(2) Musyawarah komisi Etik Fakultas/Pascasarjana/Universitas
dihadiri semua anggota Komisi Etik
Fakultas/Pascasarjana/Universitas
(3) Musyawarah Komisi Etik pada prinsipnya didasarkan
musyawarah mufakat.
(4) Jika tidak tercapai maka diambil dengan suara terbanyak.
(5) Dalam waktu 14 (empat belas ) hari,hasil musyawarah sudah
disampaikan kepada Dekan/Direktur Pascasarjana/ Rektor

Bagian Kelima
Keberatan Terhadap Sanksi
Pasal 38
(1) Bagi anggota Sivitas Akademika yang tidak puas terhadap sanksi
yang diberikan dapat mengajukan keberatan kepada Komisi Etik
Universitas kecuali sanksi yang berupa pemecatan sebagai tenaga
pendidik,tenaga kependidikan atau mahasiswa.
(2) Pengajuan permohonan keberatan dapat diajukan paling lama
7(tujuh) hari setelah diberikan sanksi.
(3) Permohonan keberatan diajukan secara tertulis dengan disertai
alasannya kepada Komisi Etik Universitas.
14

(4) Setelah menerima permohonan keberatan,Komisi Etik Universitas


akan melakukan pemanggilan dan meminta keterangan kepada
anggota Sivitas Akademika yang mengajukan keberatan.
(5) Dalam waktu 14 (empat belas ) hari,Komisi Etik Universitas harus
sudah memberikan rekomendasi kepada Rektor terkait keberatan
yang diajukan oleh Sivitas Akademika.
(6) Rektor akan mempertimbangkan rekomendasi Komisi Etik
Universitas untuk meninjau kembali sanksi yang sudah
diberikan.
(7) Rektor berwenang untuk memperbaiki sanksi yang sudah
diberikan oleh Dekan/Direktur Pascasarjana.
(8) Dalam waktu 7 (tujuh) hari,Rektor sudah memberikan jawaban
terkait permohonan keberatan yang diajukan.

Bagian Keenam
Pengembalian Hak
Pasal 39
(1) Bagi anggota Sivitas Akademika yang sudah selesai menjalani
sanksi harus dikembalikan hak-haknya seperti sediakala kecuali
terhadap sanksi pemecatan.
(2) Pengembalian hak dilakukan dengan cara mencabut surat
pemberian sanksi yang sudah dikeluarkan.

BAB VI
PEMBINAAN
Bagian Kesatu
Komisi Pembinaan
Pasal 40
(1) Anggota sivitas akademika yang telah mendapatkan sanksi
berhak mendapatkan pembinaan dan pendampingan sesuai
kasus yang dihadapi dan sesuai sanksi yang dijatuhkan.
(2) Mahasiswa mendapatkan pendampingan dan pembinaan dari
dosen Penasehat Akademik (PA) atau bisa ditangani Bimbingan
Konseling (BK).
(3) Apabila kasusnya berat bisa dirujuk ke psikolog / psikiater.
(4) Dosen mendapatkan pembinaan dari kepala departemen. Pada
kasus yang berat bisa dirujuk ke psikolog / psikiater
(5) Tenaga pendidik mendapat pembinaan dari kasubag dan KTU.
Pada kasus yang berat bisa dirujuk ke psikolog / psikiater.
15

Pasal 41
Komisi pembinaan adalah:
a. Unsur pimpinan fakultas /universitas/ pasca
b. WR2/WD2 utk dosen atau tendik
c. WR3/ WD3 utk Mahasiswa
d. Staf dosen yang ditunjuk (dosen PA)
e. Psikolog / psikiater)

Bagian Kedua
Pencegahan
Pasal 42
Pencegahan dilakukan dengan:
a. Probinmaba (program pembinaan mahasiswa baru);
b. BKM (Bina Karakter Mahasiswa);
c. kegiatan pembinaan berbasis keagamaan (misal di FK: Spiritual
Coaching);
d. program pendampingan (misal di FK: kakak – adik bimbing);
e. adanya dosen Penasehat Akademik (PA); dan
f. adanya Bimbingan Konseling (BK).

Bagian Ketiga
Rehabilitasi
Pasal 43
Jangan sampai overlapping dengan tugas BINAP.

Bagian Keempat
Proses Pembinaan
Pasal 44
Program Pendidikan Karakter Berbasis Kebangsaan
(1) Rekalibrasi ideologi kebangsaan melalui prosedur
psikoedukasi dan konseling individual/kelompok
(2) Ideologi yang dijadikan acuan adalah Pancasila

Proses:
a. Intervensi terhadap ideologi yang menyimpang
b. Pengukuran efektivitas intervensi dalam aspek
kognitif, afektif, dan perilaku
c. Pemantauan berkala untuk mencegah kekambuhan
(relapse)

Program Pendidikan Karakter Berbasis Religi


(1) Rekalibrasi nilai, moral, dan norma melalui prosedur
konseling individual/kelompok berbasis religi
(2) Konseling ditujukan untuk mengeliminasi
pemahaman yang menyimpang dari ajaran utama

Proses:
a. Pembinaan rapport dengan konselor
b. Asesmen dan diagnosis nilai, moral, dan norma yang
menyimpang
16

c. Intervensi terhadap nilai, moral, dan norma yang


menyimpang
d. Pemantauan berkala untuk mencegah kekambuhan
(relapse)

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Peraturan Universitas ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan


Peraturan Universitas ini dalam Lembaran Universitas Brawijaya.

Ditetapkan di Malang
pada tanggal

REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA,

....................................................

Diundangkan di Malang
pada tanggal

KEPALA BIRO UMUM DAN KEPEGAWAIAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA,

........................................

LEMBARAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN NOMOR

Anda mungkin juga menyukai