Dosen :
Mata Kuliah :
Perilaku Konsumen
Kelompok 2
ABT 7B:
B. Bisnis Digital
Bisnis Digital ialah aktivitas promosi baik itu untuk sebuah brand ataupun
produk menggunakan media elektronik (digital). Puluhan tahun silam, media digital
marketing sangatlah terbatas, sebutlah televisi atau radio yang hanya dapat
menyampaikan informasi secara satu arah. Bisnis digital adalah suatu jenis bisnis
jasa yang memanfaatkan kecanggihan teknologi ketika menciptakan sebuah produk
ataupun memasarkannya.
Bisnis digital juga tidak hanya tentang produk fisik yang dikemas dalam
bentuk digital seperti ebook (buku elektronik). Lebih dari itu, semua jenis usaha yang
menjual produknya secara online, baik menggunakan website atau aplikasi termasuk
dalam ranah bisnis digital. Ecommerce adalah salah satu contohnya.
Produk bisnis digital bisa berupa barang ataupun jasa. Sebagai contoh, jika
Anda memiliki kemampuan dalam memberikan motivasi pengembangan diri, Anda
bisa menjadi seorang motivator online yang sukses. Keahlian ini bisa menjadi inti
bisnis digital yang Anda tekuni. Adapun kelebihan bisnis dgital antara lain:
1. Pilihan yang Beragam
Perkembangan teknologi diprediksi belum akan berhenti bahkan hingga
beberapa dekade mendatang. Artinya, masih banyak inovasi yang bisa
dihasilkan sebagai peluang usaha. Anda hanya perlu cermat mengamati
kebutuhan pasar dan menciptakan produk yang dibutuhkan masyarakat.
2. Jangkauan Pasar yang Luas
Jika Anda menggeluti bisnis digital yang dijalankan secara online, pangsa
pasarnya tentu akan lebih luas. Hal ini karena Anda tetap bisa menjalankan
bisnis tersebut di mana pun Anda berada, selama 24 jam. Hal ini tentu
bergantung dengan bisnis yang Anda geluti.
3. Bertujuan Jangka Panjang
Pengguna internet di Indonesia terus meningkat, mencapai 171 juta jiwa di
tahun 2018 lalu. Itulah alasan mengapa banyak perusahaan melakukan
transformasi digital, untuk meraih potensi besar tersebut. Tidak hanya itu,
bisnis digital juga merupakan upaya untuk membangun identitas online yang
bertujuan jangka panjang. Anda tentu menyadari bahwa Anda akan
ketinggalan jika tidak turut ambil bagian.
4. Memberikan Kenyamanan kepada Pelanggan
Di tengah kesibukan menjalankan rutinitas, sebagian orang mungkin tidak
sempat pergi ke suatu tempat untuk membeli sesuatu. Bisnis digital mampu
memberikan solusi untuk permasalahan ini. Ya, bisnis digital menawarkan
kenyamanan yang lebih kepada pelanggan.
5. Potensi Penghasilan Tanpa Batas
Inilah yang terpenting. Bisnis digital yang dipasarkan secara online memiliki
potensi penghasilan tanpa batas. Bayangkan jika pelanggan Anda berasal dari
seluruh dunia. Tentu omset penghasilan Anda akan semakin berlipat ganda.
Beberapa contoh teknik pemasaran yang termasuk dalam bisnis digital:
1. SEO – Search Engine Optimization
2. Periklanan online
3. GoogleAds, FB ads, Adwords.
4. Promosi media Iklan televisi & radio
5. Billboard elektronik (video tron)
6. Email marketing
7. Website and blog
8. Podcaster
Secara umum, bisnis digital terbagi menjadi empat bagian. Bisnis digital
murni, versi digital dari bisnis nondigital, fasilitator digital dari bisnis nondigital, dan
hybrid.
1. Digital murni adalah bisnis yang menawarkan produk dengan komponen “bits
and bytes”, seperti pembuatan software secara luas. Misalnya software
pendidikan, software khusus bisnis, dan lain-lain.
2. Versi digital dari bisnis nondigital adalah bisnis yang menawarkan versi digital
dari barang/jasa yang biasanya dijual dalam bentuk fisik, seperti menjual e-
book, e-journal, dan e-comic.
3. Fasilitator digital dari bisnis nondigital adalah bisnis yang memfasilitasi bisnis
barang dan jasa menggunakan teknologi digital, seperti online shop.
4. Hybrid merupakan kombinasi penggunaan berbagai jenis bisnis digital untuk
memaksimalkan pendapatan.
Mengetahui dan memahami jenis-jenis bisnis digital ini sangat penting, karena
setiap jenisnya memiliki cara pemasaran dan target pasar yang berbeda, sehingga
diperlukan strategi yang sesuai. Bisnis digital juga memiliki basic service yang
berbeda, seperti media sosial (social media), pencarian dan analisis (search and
analytics), pengaturan konten web (web content management), digital content
provider, distribusi dan pengiriman (distribution and delivery), aplikasi hiburan, dan
lainnya.
C. Perlindungan Konsumen
Menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen
sangatlah penting karena perkembangan pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) yang semakin pesat membuat cara berniaga berubah menuju electronic
commerce (e-commerce). Di era modern dan digital saat ini, aktifitas perdagangan e-
commerce telah menjadi senjata utama yang dapat memudahkan transaksi
perdagangan. E-commerce adalah proses pembelian, penjualan, transfer, atau
pertukaran produk, jasa dan informasi melalui jaringan computer termasuk internet.
Laporan Digital In 2017 Growth Overview menyatakan secara statistik bahwa
masyarakat Indonesia menghabiskan waktu sekitar 3 jam 16 menit per-hari untuk
media sosial. Data “Time on Site” dari SimilarWeb yang menghitung waktu
kunjungan dari 30 toko online yang beroperasi di Indonesia dan telah dibuat dari
Maret 2017 lalu menunjukkan rata-rata konsumen Indonesia menghabiskan waktu
sebanyak 4 menit 9 detik dalam sekali kunjungan ke situs belanja online. Riset
Nielsen tahun 2014 menunjukkan 80% perilaku konsumen Indonesia masih
menggunakan situs toko online untuk melihat review produk yang diinginkan sebelum
membelinya secara offline. Hal tersebut dikarenakan masih banyak konsumen
Indonesia yang belum percaya terhadap sistem transaksi online yang bahkan
terkadang ada toko online yang meminta data informasi kartu kredit konsumen.
Berdasarkan data terakhir Bank Indonesia (BI) pada tahun 2016, transaksi e-
commerce mencapai Rp 75 triliun per tahun. Nilai itu termasuk transaksi e-commerce
non market place. Jika diasumsikan selama 10 tahun terakhir rata-rata pertumbuhan
nilai transaksi e-commerce mencapai 17%, maka tahun 2018 nilai transaksi e-
commerce diperkirakan sampai Rp 102 triliun.12 Perkembangan e-commerce di
Indonesia seperti sekarang ini memang sangat signifikan.
Beberapa permasalahan yang timbul yang berkenaan dengan hak-hak
konsumen dalam transaksi e-commerce, antara lain:
1. Konsumen tidak dapat langsung mengidentifikasi, melihat, atau menyentuh
barang yang akan dipesan.
2. Ketidakjelasan informasi tentang produk yang ditawarkan dan/atau tidak
adanya kepastian apakah konsumen telah memperoleh berbagai informasi
yang layak diketahui, atau yang seharusnya dibutuhkan untuk mengambil
suatu keputusan dalam bertransaksi.
3. Tidak jelasnya status subjek hukum, dari pelaku usaha.
4. Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan
terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang digunakan,
khususnya dalam hal pembayaran secara elektronik baik dengan menggunakan
credit card maupun electronic cash.
5. Pembebanan risiko yang tidak berimbang, karena umumnya terhadap jual beli
di internet, pembayaran telah lunas dilakukan di muka oleh konsumen,
sedangkan barang belum tentu diterima atau akan menyusul kemudian, karena
jaminan yang ada adalah jaminan pengiriman barang bukan penerimaan
barang.
6. Transaksi yang bersifat lintas batas negara borderless, menimbulkan
pertanyaan mengenai yurisdiksi hukum negara mana yang sepatutnya
diberlakukan.
Berdasarkan data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), sepanjang
tahun 2017, YLKI telah menerima 642 aduan di luar pengaduan biro perjalanan
umrah. Dari 642 aduan tersebut, aduan yang berasal dari belanja online mendominasi
dengan jumlah 101 aduan. Sementara dari toko online yang paling sering diadukan,
urutan pertama adalah Lazada dengan 18 aduan, Akulaku dengan 14 aduan,
Tokopedia dengan 11 aduan, Bukalapak dengan 9 aduan, Shopee dengan 7 aduan,
Blibli.com dengan 5 aduan, JD.ID dengan 4 aduan, dan Elevenia dengan 3 aduan.
Adapun permasalahan yang sering diadukan kepada YLKI adalah pesanan barang
yang belum sampai, cacat produk, sulitnya proses pengembalian barang, hingga
proses refund atau pengembalian uang.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen sebenarnya telah mengatur hak dan
kewajiban pelaku usaha serta larangan-larangan yang bertujuan untuk memberi
perlindungan terhadap konsumen. Selain itu UUPK juga mengatur mengenai hak dan
kewajiban konsumen. Beberapa hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4 UUPK
adalah:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa.
2. Hak untuk memilih serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Selain haknya yang sebagaimana disebutkan di atas, konsumen juga memiliki
beberapa kewajiban yang diatur dalam Pasal 5, dalam hal ini supaya konsumen tidak
mendapatkan kerugian karena ketidakhati-hatiannya sendiri. Kewajiban tersebut di
antaranya adalah:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Meski UUPK telah mengatur hak serta kewajiban pengusaha untuk
memberikan perlindungan pada konsumen maupun hak dan kewajiban konsumen,
namun pada kenyataannya belum dapat sepenuhnya melindungi konsumen dalam
transaksi e-commerce karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses
produksi barang dan jasa ternyata belum diikuti dengan kemajuan perangkat hukum
yang ada. Pengaturan perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi e-
commerce perlu mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Perlindungan hukum dari sisi pelaku usaha, pelaku usaha berkewajiban
mencantumkan identitas dalam website. Adanya lembaga penjamin keabsahan
toko online, di Indonesia tidak ada lembaga penjaminan keabsahan toko
tersebut, sehingga dimungkinkan konsumen bertransaksi dengan toko online
yang fiktif. Untuk itu, pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan
Informatika sedang mempersiapkan lembaga Certification Authority (CA)
untuk menjamin keabsahan suatu toko online dalam beroperasi dengan
menerbitkan sertifikat digital.
2. Perlindungan hukum dari sisi konsumen, adanya jaminan perlindungan
kerahasiaan data-data pribadi konsumen, karena datadata tersebut jika tidak
dijaga kerahasiaannya oleh pelaku usaha, dapat diperjual-belikan oleh pihak
lain untuk kepentingan promosi.
3. Perlindungan hukum terhadap konsumen dari sisi produk, dimana pelaku
usaha diwajibkan untuk memberikan informasi yang jelas dan lengkap
mengenai produk yang ditawarkan, informasi produk mengenai produk harus
diberikan melalui bahasa yang mudah dimengerti dan tidak menimbulkan
penafsiran lain, memberikan jaminan bahwa produk yang ditawarkan aman
atau nyaman untuk dikonsumsi atau dipergunakan, serta memberi jaminan
bahwa produk yang ditawarkan sesuai dengan apa yang dipromosikan oleh
pelaku usaha.
4. Perlindungan hukum terhadap konsumen dari sisi transaksi, tidak semua
konsumen paham akan cara bertransaksi melalui media internet sehingga
dalam hal ini, pelaku usaha perlu mencantumkan dengan jelas dan lengkap
mengenai mekanisme transaksi serta hal-hal lain berkenaan dengan transaksi
(diatur dalam Terms and Conditions). Apabila terjadi sengketa di antara para
pihak yang bertransaksi, maka dokumen-dokumen kertas itulah yang akan
diajukan sebagai bukti oleh masing-masing pihak untuk memperkuat posisi
hukum masing-masing.
Kurniaratri, Alisa Dwi dan Brillyanes Sanawiri. 2017. Pengaruh Susceptibility To Global
Consumer Culture (SGCC) Terhadap Minat Beli Konsumen. Jurnal
Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi, Univеrsitas Brawijaya. Vol.
50 No. 6.
Setiantoro, Arfian; Fayreizha Destika Putri; Anisah Novitarani; dan Rinitami Njatrijani.
2018. Urgensi Perlindungan Hukum Konsumen dan Penyelesaian Sengketa E-
Commerce Di Era Masyarakat Ekonomi Asean. Jurnal Rechts Vinding
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Vol. 7 No. 1.
Schiffman, Leon G. dan Leslie Lazar Kanuk. 2004. Consumer Behavior. USA: Prentice hall.
Subawa, Nyoman Sri dan Ni Wayan Widhiasthini. 2018. Transformasi Perilaku Konsumen
Era Revolusi Industri 4.0. Conference on Management and Behavioral
Studies, Universitas Tarumanagara.
http://www.ruangfreelance.com/ide-peluang-usaha/ (Diakses pada tanggal 23 Oktober 2020)
https://karinov.co.id/mengenal-apa-itu-digital-marketing/ (Diakses pada tanggal 23 Oktober
2020)
https://www.niagahoster.co.id/blog/bisnis-digital/ (Diakses pada tanggal 23 Oktober 2020)