Anda di halaman 1dari 10

PEMBANGKIT LISTRIK HYBRID TENAGA PANAS LAUT

DAN SOLAR TERMAL

Disusun Oleh : Muhammad Farid Aditya


Putri Nuraisah
Saiful Fathan Mubarak

Kelas/Semester : 4E

JURUSAN TEKNIK MESIN


TEKNIK KONVERSI ENERGI
2021
A. PENDAHULUAN
Lautan yang meliputi dua per tiga permukaan bumi, menerima energi panas yang berasal dari
penyinaran matahari. Lautan berfungsi sebagai suatu penampungan yang cukup besar dari
energi surya yang mencapai bumi. Kira-kira seperempat dari daya surya sebesar 1,7 x 1017
watt yang mencapai atmosfer diserap oleh lautan. Selain itu, air laut juga menerima energi
panas yang berasal dari panas bumi, yaitu magma yang berasal dari bawah laut. Pemanasan
dari permukaan air di daerah tropikal mengakibatkan permukaaan air laut memiliki suhu
kira-kira 27 - 30 oC. Bilamana air permukaan yang hangat ini dipakai dalam kombinasi
dengan air yang lebih dingin (5- 7 oC) pada kedalaman 500 - 600 meter, maka suatu sumber
energi panas yang relatif besar akan tersedia.
Konversi termal lautan dapat menjadi metode untuk menghasilkan energi listrik. Panas yang
terserap kedalam dasar laut dan panas yang terdapat dipermukaan dapat dimanfaatkan
sebagai sumber listrik. Dengan menggunakan perbedaan temperature yang berada di antara
laut dalam dan perairan dekat permukaan untuk menjalankan mesin kalor. Seperti pada
umumnya mesin kalor, efisiensi dan energi terbesar dihasilkan oleh perbedaan temperatur
yang paling besar. Perbedaan temperatur antara laut dalam dan perairan permukaan
umumnya semakin besar jika semakin dekat ke ekuator.
Indonesia termasuk daerah dengan tingkat radiasi surya yang tinggi, berada didaerah sekitar
Dirrect Normal Irradiation (DNI) tahunan 1700 sampai 2000 kW.h/m2. Untuk memanfaatkan
energi termal radiasi surya melalui konversi energi kalor diperlukan peralatan yang biasa
disebut kolektor yang selanjutnya merubah energi radiasi surya dalam bentuk
elektromagnetik menjadi energi kalor (heat). Menurut rancangan-rancangan terkini energi
listrik akan dapat dibangkitkan dalam pusat-pusat listrik tenaga panas laut (PLT-PL) dengan
menggunakan siklus Rankine rangkaian tertutup maupun terbuka. Selisih suhu sebesar 20 oC
akan tersedia selama 24 jam sehari dan sepanjang tahun. Hal ini jauh lebih menguntungkan
dibanding dengan pemanfaatan sinar matahari di daratan, yang tersedia hanya siang hari,
itupun bilamana udara tidak mendung atau cuaca tidak hujan. Bilamana selisih 20oC itu
dimanfaatkan dengan suatu efisiensi efektif sebesar misalnya 1,2%, maka suatu arus air
sebesar 5 meter kubik per detik akan dapat menghasilkan daya elektrik bersih dengan daya
sebesar kira-kira 1 MW. Dapat dibayangkan bahwa ukuran- ukuran yang besar sekali
diperlukan untuk dapat membantu suatu PLT-PL yang besar. Sebab sejumlah arus air yang
meliputi 500 meter kubik per detik yang akan diperlukan untuk dapat membuat suatu PLT-
PL yang besar, misalnya 100 MW. Dengan demikian maka taraf efisiensi yang perlu
diusahakan untuk ditingkatkan.
A. INTI
Konversi Energi Termal Surya
Karena diperlukan temperature yang tinggi maka energi radiasi harus terkonsentrasikan agar
diperoleh kerapatan yang tinggi. Radiasi surya diterima pada suatu luasan apparature (glass)
yang bersifat reflective atau refractive sebagai kolektor dan dikonsentrasikan ke absorber.
Setelah radiasi surya masuk ke kolektor maka akan diteruskan kedalam absorber. Air panas
yang mengalir pada pipa-pipa kolektor akan mendidih dan menjadi uap. Jika air yang keluar
dari kolektor belum terlalu mendidih akan dipanaskan menggunakan heat exchanger. Setelah
masuk ke heat exchanger air akan berubah menjadi uap panas yang akan memutar turbin
yang menggerakan generator. Setelah uap memutar turbin uap akan berubah menjadi air
tawar yang akan masuk kedalam kondensor. Air tawarr yang berubah dari uap ini yang
disebut desilinasi.
Prinsip Kerja Energi Termal Surya
a. Parabolic Trough Collector (PTC)
Teknologi PTC merupakan teknologi yang paling banyak digunakan. Parabolic
Trough Collector (PTC) adalah sistem pemusatan linier yang terbuat dari cermin panjang
berbentuk parabola dan tabung penerima yang ditempatkan di sepanjang sumbu fokus
parabola. DNI terkonsentrasi ke tabung penerima, di mana energi matahari diserap oleh
HTF. Sebuah pembatas sering ditempatkan di sekitar HCE untuk membatasi kerugian
konveksi dan lebih meningkatkan efisiensi kolektor; ruang anulus antara amplop kaca
dan tabung penerima bisa berada di bawah vakum. PTC umum mencapai rasio
konsentrasi 50, dan suhu HTF dapat mencapai hingga 400 °C (Lovegrove dan Stein,
2012). Palung parabola sangat modular dan dapat diatur dalam medan surya dengan
berbagai ukuran dan arsitektur, namun untuk meminimalkan kerugian, sumbu kolektor
harus berorientasi baik di timur-barat atau di arah utara-selatan, yang keduanya
membutuhkan satu- pelacakan sumbu. Dalam kasus medan surya yang lebih kecil,
pelacakan sumbu ganda dapat digunakan untuk mengurangi kerugian optik, namun hal ini
relatif tidak umum untuk konsentrator linier.
b. Linear Fresnel Collector (LFC)
Menurut Menghani, et.al (2012), ada dua tipe fresnel yaitu lensa bias (refractive
lens) dan cermin pantul (reflective mirrors). Lensa fresnel bias sebagian besar digunakan
dalam aplikasi fotovoltaik sedangkan cermin reflektif banyak diaplikasikan dalam solar
thermal power. Disain optikal lensa fresnel lebih fleksibel dan menghasilkan kerapatan
fluks yang seragam pada absorber. Perbedaan pokok dari PTC dan LFC adalah kontruksi
kolektornya. Kolektor LFR terdiri dari jalur-jalur cermin datar yang merefleksikan radiasi
surya ke suatu garis linear sebagai receiver. Secara konstruksi LFR lebih ringan karena
tidak menerima beban angin. Keunggulan yang menonjol adalah pada kontruksi
cerminnya yang datar atau sedikit lengkung sehingga lebih mudah dan murah disbanding
bentuk parabolic. HCE pada LFC kontruksinya tetap sehingga tidak memerlukan
sambungan fleksibel / expasign bellow yang mahal.
c. Dish Engine (DE)
Dish engine atau mesin sterling termal adalah mesin Stirling Tenaga Surya (Free-
Piston Alternator Engine) menggunakan tenaga surya sebagai pembangkit energi /
“bahan bakarnya”. Sebagaimana telah disebutkan di atas, prinsip kerjanya adalah
berdasarkan prinsip peredaran termodinamika (motor udara panas). Pada mesin Stirling,
gas hanya disusutkan dan kemudian dikembangkan dengan pemanasan dari luar. Mesin
Stirling tenaga surya adalah termasuk salah satu dari jenis mesin hemat energi. Dari segi
konstruksi dan biaya yang lebih mahal adalah sistem parabola sebagai reflektor sinar
surya yang terfokus ke mesin stirling, yang terkopel dengan suatu generator listrik
(selanjutnya kita sebut generator Stirling). Piringan reflektor sinar pada parabola biasanya
dibuat dari bahan yang memantulkan sinar seperti kaca, ataupun pelat logam dengan
permukaan mengkilat .Untuk ukuran parabola yang kecil tidak banyak masalah yang
timbul, dan masih bisa ditekan biaya pembuatannya. Seorang ilmuwan dari Jerman Barat,
Prof. dr.Hans Kleinwachter (direktur Bomin Solar GmbH di Lorrach) menemukan ide
membuat reflektor sinar surya yang tidak berat, tahan terhadap angin dan perubahan
cuaca (hujan dsb). Diadengan tim yang terdiri atas beberapa insinyur dan konstruktor
membuat reflektor ringan dari lembaran semacam plastik yang dilapisi dengan logam ,
yang ringan dan mampu memantulkan 80% sinar surya yang datang. Untuk melindungi
dari terpaan hujan dan angin, ia membuat sebuah kubah tembus pandang yang bias
melewatkan sinar. Dari 100% sinar surya yang datang, setidaknya 72% akan sampai ke
titik baker reflector.
Persyaratan Design OTEC
Komponen utama system OTEC meliputi :
1. Heat engine atau power plant, termasuk ; heat exchangers, turbines, electric generator,
water and working-fluid pumps, and associated piping and controls ;
2. Water ducting system, meliputi ; pipa untuk air dingin (cold-water pipe/CWP) dimana
air dingin diambil dari kedalaman 900-1000m, inlet air hangat dan pipa untuk
pembuangan.
3. Sebuah system transfer energy untuk menyalurkan hasil energy kepengguna di darat
sebagai listrik ataupun bahan bakar.
4. Sebuah system control termasuk peralatan tambahan, control, dan power system
cadangan.
5. Sebuah platform untuk mendukung pembangkit listrik, sistem ducting, kapal peralatan
tambahan, dan akomodasi untuk personil operasi, peralatan keselamatan dan persyaratan
kelayakhunian lainnya.
Prinsip Kerja OTEC
a. Siklus Tertutup
Siklus tertutup menggunakan panas permukaan laut untuk menguapkan fluida pengerak
dan menggunakan suhu laut dalam untuk mendinginkan. Zat ini bisa berupa ammonia
(NH3), Freon R-22 (CHCLF2), dan gas propan (C3H6) yang mempunyai titik didih
rendah antara -30 sampai -50 derajat celcius pada tekanan 1 atmosfer dan 30 derajat
celcius pada tekanan antara 10-12,5 kg/cm2 . Air hangat bersuhu antara 25-30 derajat
celcius dipompakan kedalam evaporator. Zat kerja dalam bentuk cair mendidih karena
dipanaskan oleh air hangat, kemudian menguap menjadi gas bertekanan 12kg/cm2 . Gas
bertekanan ini dihantarkan kedalan turbin untuk menggerakan generator sehingga tenaga
listrik tercipta.
b. Siklus Terbuka
Siklus terbuka dengan cara mendidihkan air laut pada tekanan rendah, menghasilkan uap
air panas yang melewati generator. Dalam siklus Claude terbuka, air laut digunakan
sebagai medium kerja maupun sebagai sumber energi. Air hangat yang berasal dari
permukaan laut diuapkan dalam suatu alat penguap (flash evaporator) dan menghasilkan
uap air dengan tekanan yang sangat rendah, 0,02 hingga 0,03 bar dan suhu kira-kira 20
derajat celcius. Uap itu memutar sebuah turbin uap yang merupakan penggerak mula bagi
generator yang menghasilkan energi listrik.
c. Siklus Gabungan
Siklus hybrid menggunakan keunggulan sistem siklus terbuka dan tertutup. Siklus hybrid
menggunakan air laut yang diletakkan di tangki bertekanan rendah untuk dijadikan uap.
Lalu uap tersebut digunakan untuk menguapkan fluida bertitik didih rendah (amonia atau
yang lainnya). Uap air laut tersebut lalu dikondensasikan untuk menghasilkan air tawar
desalinasi. Air laut yang hangat dipompa dari kedalaman sekitar 10 sampai 15 m. Sekitar
0,5% dari aliran air diubah menjadi uap bertekanan rendah. Selama penguapan flash, gas
terlarut berevolusi. Uap tekanan rendah mengalir ke evaporator amonia, di mana sekitar
95% dari uap terkondensasi. Semua uap tidak dapat terkondensasi karena adanya gas
yang noncondensable, sehingga mengurangi suhu kondensasi. Amonia cair dipisahkan
dari evaporator sebelum diuapkan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik.
Exhaust uap dari turbin kemudian terkondensasi di kondensor, yang didinginkan oleh air
laut dingin. Perbedaan antara siklus hibrida dan siklus terbuka adalah penambahan shell-
dan-tabung penukar panas, di mana kondensasi uap air digunakan unyuk menguapkan
amonia cair, yang bersirkulasi dalam loop amoniak tertutup seperti pada siklus tertutup.
Siklus hybrid dengan sistem siklus terbuka, sama-sama menghasilkan air desalinasi.
Karakteristik Perairan Pantai Kutakarang, Selat Sunda
Seperti keadaan laut pada umumnya, suhu permukaan pantai juga dipengaruhi
oleh kondisi cuaca antara lain curah hujan, penguapan, kelembaban udara, kecepatan
angin dan penyinaran matahari. Oleh karena itu keadaan suhu selalu berpola musiman.
Berdasarkan posisinya, perairan Indonesia, khususnya perairan Selat Sunda
menunjukkan suhu yang cukup tinggi terutama pada lapisan permukaan. Karena
pengaruh angin, maka lapisan teratas sampai kedalaman tertentu, yakni kedalaman 50–
100 m terjadi pengadukan dan pencampuran, sehingga suhu pada lapisan 0-100 m
menjadi homogen. Dengan adanya pergerakan massa air dan pergantian angin musim,
maka lapisan homogen ini dapat bervariasi kedalamannya antara 0-100 m pada musim
barat dan 0-50 m pada musim timur.

Temperatur pada lapisan permukaan berkisar antara 28,60℃–29,65ºC, hal ini


dapat terjadi karena letak perairan Selat Makassar berada pada daerah tropis yang dekat
dengan garis ekuator sehingga memungkinkan adanya pengaruh atau bagian dari kolam
air hangat tropikal (Warm Pool of Tropical) Samudera Pasifik. Menurut Ilhaude dan
Gordon (1996) kolam air hangat tropikal ditandai dengan temperatur permukaan yang
lebih besar dari 28ºC. Pada bulan April hingga September terjadi kenaikan temperatur
hingga kisaran 29,5ºC, hal ini dikarenakan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia
bersamaan dengan bertiupnya angin musim timur. Sedangkan pada bulan Oktober hingga
Februari berlangsung musim hujan yang diakibatkan bertiupnya angin musim barat
sehingga mengalami penurunan temperatur hingga 28ºC.
Pembangkit Listrik Hybrid OTEC Dan Solar Termal

1. Air dasar laut diteruskan kedalam boiler untuk diubah menjadi uap
2. Setelah dari boiler, uap yang dihasilkan dari panas laut pada kedalamaan 500 m akan
memutar turbin dan menggerakan generator
3. Air dasar laut dan air diatas permukaan dipompa masuk kedalam pipa kolektor surya
4. Air yang berada di pipa surya akan mendidih setelah menyerap panas radiasi surya dari
absorber
5. Setelah air melewati kolektor surya, air mendidih akan masuk kedalam boiler. Boiler
akan mengubah air yang mendidih menjadi uap panas
6. Uap panas yang dihasilkan akan memutar turbin pada system termal dan akan
menggerakan generator
7. Sisa uap panas yang telah digunakan memutar turbin akan masuk kedalam kondensor
dalm bentuk raw water.
8. Raw water didalam kondensor di desalinasi untuk dapat digunakan Kembali.
ANALISA PEMBANGKIT LISTRIK HYBRID TENAGA PANAS LAUT DAN SOLAR
TERMAL
1. Analisa Efisiensi Solar Termal
Dengan menggunakan solar termal dengan luas permukaan 47.5 m3 . Intensitas cahaya
adalah 800 W/m2. Dengan Laju massa fluida air 140kg/s.
Kalor input :

Kalor output :

Diketahui
T2= 74 °C, T1=29 ° C ,Cp= 4.2 K/Kg ° C
Q =IxA Q =m.cp.Delta T Q = Q -Q
in u out in u

Q = 800 x 47.5 =140 x 4.2 x (74-29) Q =38000-26460


in out

=140 x 4.2 x 45 oC
Q = 38.000 Watt Q =11540 Watt
in out
= 26460 Watt

EFISIENSI SOLAR TERMAL


𝑄𝑢
Efisiensi= Efisiensi= 69%
𝑄𝑖𝑛
26460
Efisiensi=
38000
Efisiensi yang dihasilkan solar termal sebesar 69%

2. Efisiensi PLTPL
Air laut dengan temperatur 29 C pada kedalaman 500 m dan tekanan 1 Atm dipompa ke
dalam evaporator sampai mencapai uap jenuh pada temperatur 24.8° C dengan tekanan
10.6 Atm. Setelah memutar turbin, temperatur turun menjadi 13.1° C dengan tekanan 7.6
Atm.
efg eft Pout H3 (kj/kg) H2(kj/kg) Wt(kj/kg) Wp(kj/kg)

95% 93% 10KW 2547.2 140.3 76.8 16.5

Daya Total Yang Dibutuhkan :

Efisiensi Keluaran Total PLTPL


DAFTAR PUSTAKA
Kreith, Frank and Goswani, D. Yogi. 2007. Hanbook Efficiency and Renewable Energi. Taylor
& Francis.
Duffie, John A and Beckman, William. 2002. Solar Engineering of Thermal Process, New york:
John Willey & Sons , Inc.
https://materiselamasekolah.wordpress.com/2016/02/25/pembangkit-listrik-tenaga-panas-laut-
pltp/ Diunduh 13 Juni 2021
http://armand10dma.blogspot.com/2011/08/pembangit-listrik-tenaga-panas-laut.html Diunduh 13
Juni 2021

Anda mungkin juga menyukai