Eugenio Picano, MD, PHD, Maria Chiara Scali, MD, PHD, Quirino Ciampi, MD, PHD, Daniel
Lichtenstein, MD
Abstrak
Untuk seorang dokter spesialis jantung, ultrasound paru merupakan tambahan terhadap
ekokardiografi transthorakal, sama seperti auskultasi paru, pemeriksaan ini merupakan bagian
dari pemeriksaan fisik jantung. Transducer jantung dengan 3,5 hingga 5,0 MHz secara umum
sesuai karena permukaan yang kecil membuatnya ideal untuk memindai rongga interkostal.
Kualitas gambar seringkali adekuat, dan ruang akustik paru selalu paten. Peningkatan kumulatif
dari waktu pencitraan adalah <1 menit untuk 2 aplikasi utama yang ditargetkan pada cairan
pleura (efusi pleura) dan cairan paru (kongesti paru sebagai garis B multipel). Dalam kondisi
tersebut, ultrasound paru melebihi akurasi diagnostik dari radiografi dada, dengan biaya yang
murah, dapat berpindah-pindah, menunjukkan keadaan sesungguhnya, dan merupakan metode
yang bebas radiasi. “Paru-paru basah” yang terdeteksi dengan ultrasound paru memperkirakan
dekompensasi gagal jantung akut yang dapat terjadi dan dapat mencetuskan terapi dekongesti
paru. Dokter di masa yang akan datang mungkin akan tetap mendengarkan menggunakan
stetoskop pada paru pasiennya, namun mereka pasti akan melihatnya juga dengan menggunakan
ultrasound.
Tabel 1. Persyaratan dan Teknik untuk Kombinasi TTE dan Pemindaian Ultrasound Paru
Target. Untuk dokter spesialis jantung, penyakit utama yang menjadi target dari ultrasound paru
ditandai dengan perubahan pada cairan dalam rongga pleura (efusi pleura) atau parenkim paru
(kongesti paru, saat istirahat dan saat stress). Pada kedua kondisi tersebut, ultrasound paru
memiliki keuntungan yang jelas dari sensitivitas dan spesifisitas dibandingkan dengan radiografi
dada. Protokol BLUE telah menyarankan pendekatan terstandarisasi terhadap penyebab yang
paling umum dari gagal napas akut, yang mana merupakan cakupan dari dokter spesialis jantung
untuk menilai sesak yang tidak dapat dibedakan (dengan menurunkan frekuensi): pneumonia,
APE, penyakit paru obstruktif kronik, asma, emboli paru, dan pneumothoraks.
Pergerakan pleura
Pola normal. Pleura visceral menggelincir pada pleura parietal yang tidak bergerak pada saat
bernapas. “Gerakan menggelincir dari paru” merupakan pergerakan horizontal, bolak-balik,
dimulai pada garis pleura, yang mana mendekati angka nol pada bagian apex dan secara bertahap
meningkat mencapai maksimal di dekat diafragma. Pada subjek yang sehat dengan pernapasan
yang tenang, amplitudo dari gerakan menggelincir paru sekitar 10 hingga 15 mm pada celah
dada anterior pada bagian bawah (titik BLUE bawah).
Pola abnormal. Saat udara memisahkan 2 lapisan pleura (pneumothoraks), pergerakan tersebut
menghilang. Saat eksudat yang lengket merekatkan pleura parietal dan visceral (pneumonia,
ARDS), pergerakannya mengalami penurunan atau hilang. Saat ikatan kolagen menjembatani
pleura parietal dan visceral, pergerakannya juga berkurang, sebagaimana terjadi pada perlekatan
pleura.
Pola normal. Rongga yang terisi cairan diantara 2 reflektor specular dari pleura parietal dan
visceral merupakan rongga potensial pada kondisi normal karena 2 pleura yang berdekatan satu
sama lain hanya dipisahkan beberapa milimeter oleh cairan serosa, dengan demikian
menyebabkan terjadinya pergerakan yang halus dari pleura visceral saat siklus pernapasan
(Gambar 3).
Pola abnormal. Efusi pleura yang tampak dari ultrasound ditandai dengan tanda statis dari
rongga diantara garis pleura dan garis paru (selalu reguler, hampir sejajar dengan garis pleura,
yang menunjukkan pleura visceral) (Gambar 3). Tanda dinamis merupakan variasi dari rongga
antar pleura ini saat siklus pernapasan, dengan pergeseran garis paru saat inspirasi yang
mengarah pada garis pleura dan jarak maksimal pada saat akhir ekspirasi. Tanda statis disebut
“tanda quad” dan tanda dinamis disebut “tanda sinusoid”. Efusi transudatif bersifat anechoic
(bebas echo). Eksudat bisa berupa anechoic atau echoic, dimana kasus yang paling berat
umumnya echoic secara sempurna (emfisema, hemothoraks).
Parenkim Paru
Pola normal. Paru yang normal menunjukkan gerakan menggelincir dari paru dengan garis A,
yang mana merupakan gaungan horizontal faktual, sama jauhnya dari satu titik ke yang lainnya
dibawah pleura, tepat berada pada garis antara transducer-pleura (Gambar 3). Garis A
mengindikasikan bahwa terdapat udara dibawah garis pleura, antara 99,5% udara (seperti, paru
normal, yang mengandung cairan dalam jumlah yang sangat sedikit) atau 100% udara (pada
pneumothoraks).
Pola interstisial abnormal: garis B multipel. Garis B ditentukan berdasarkan pada 7 kriteria: 3
kriteria konstan dan 4 kriteria yang hampir konstan. Garis B secara konstan berbentuk seperti
ekor komet, artefak vertikal. Secara konstan, muncul dari garis pleura. Secara konstan, bergerak
seirama dengan gerakan menggelincir paru (saat terdapat gerakan menggelincir paru). Hampir
konstan, garis B tampak jelas dan menyerupai laser; panjang, memanjang hingga dasar dari layar
tanpa gambaran yang kabur; menghapus garis A; dan hyperechoic. Definisi yang tepat ini
membantu pengenalan secara seragam pada semua kasus (Gambar 3). Garis B saat ini menjadi
nama yang lebih dipilih, namun garis tersebut juga disebut dengan komet paru ultrasound. Bila
terdapat lebih dari 2 garis B pada tiap rongga antar costae maka disebut dengan roket paru. Pada
beberapa lokasi, 1 atau 2 garis B merupakan hal yang fisiologis, contohnya, disebabkan oleh
karena fissura anterior atau roket paru pada bagian bawah (kemungkinan karena gravitasi alami).
Sindroma interstisial ultrasound ditentukan oleh roket paru. Sindroma tersebut dapat terjadi difus
pada seluruh dinding dada atau simetris dan berhubungan dengan gerakan menggelincir paru
yang masih ada pada kasus APE kardiogenik. Pola yang sangat tepat ini disebut sebagai profil B
pada protokol BLUE. Pola ini dapat terjadi secara difus namun berkaitan dengan hilangnya atau
sangat menurunnya pergerakan menggelincir paru dan disebut sebagai profil B’ yang terjadi pada
beberapa kasus pneumonia dan/atau ARDS. Pola ini dapat terjadi terlokalisir, umumnya pada
proses infeksi atau inflamasi (pneumonia, ARDS), dan disebut sebagai profil A/B.
Garis B multipel pada ultrasound setara dengan sindroma intersisial radiologis (garis Kerley dan
lainnya). Kami melihat sindroma interstisial, pada kondisi akut, dalam 2 diagnosis utama dengan
tatalaksana yang berbeda: APE kardiogenik dan pneumonia atau ARDS. APE kardiogenik
berhubungan dengan gerakan menggelincir paru yang normal, sementara pada pneumonia atau
ARDS seringkali berkurang atau menghilang.
Garis B tidak boleh tertukar dengan garis Z, yang mana seringkali diamati sebagai bayangan
berbentuk ikatan yang muncul dari garis pleura, namun – tidak seperti garis B yang sebenarnya –
tidak menghapus garis A, kurang jelas, dan lebih tidak echogenik dibandingkan dengan garis
pleura, pendek, dan tidak bergerak seirama dengan pernapasan.
Pola alveolar abnormal:
Konsolidasi paru. Pada beberapa kondisi, perkembangan yang ekstrim dari sindroma interstisial
menyebabkan terjadinya proses konsolidasi dengan paru echogenik, dengan tekstur jaringan
yang menyerupai lien atau liver, hasil dair penggantian udara di dalam rongga alveolar dengan
zat selain udara, umumnya cairan, pus, atau darah (Gambar 3). Konsolidasi paru dapat
disebabkan oleh berbagai macam kondisi, termasuk APE kardiogenik alveolar, infark paru,
kanker, kontusio paru, dan atelektasis obstruktif. Pada beberapa etiologi, seperti tenggelam atau
pneumonitis aspirasi, awalnya cairan yang masuk secara langsung memenuhi alveoli, dan gejala
awalnya ditandai dengan konsolidasi paru, tanpa fase awal yang biasanya terjadi pada sindroma
intersisial. Konsolidasi paru dapat terjadi dimanapun, dan walaupun hanya bagian perifer dari
paru dapat divisualisasi dengan ultrasound, 98,5% dari konsolidasi menyentuh pleura, dan 90%
kasus terletak pada titik PLAPS.
Tabel 2. Efusi Perikardial dan Pleura: Kemiripan dan Perbedaan dengan Ultrasound
Kongesti Paru
Makna Patofisiologis. Urutan dari kejadian yang menyebabkan terjadinya APE pada gagal
jantung dapat dikonseptualisasikan sebagai kaskade – yang disebut dengan kaskade cairan paru –
dimana urutan tersebut terungkap dengan adanya ultrasound paru. Kejadian yang mencetuskan
kaskade tersebut adalah peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan
penyempitan kapiler pulmoner (kongesti hemodinamik), akhirnya menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan Starling pada sawar kapiler alveolar, yang dibutuhkan untuk peningkatan
akumulasi cairan paru (Gambar 4). Diantara kongesti paru hemodinamik dan klinis, kejadian
penghubung adalah kongesti pulmoner interstisial yang dapat dideteksi oleh ultrasound paru
yang ditandai dengan garis B multipel, berhubungan secara biofisika terhadap peningkatan rasio
cairan dengan udara tiap unit jaringan volume paru pada septa interlobular subpleura.
Penemuan di Sisi Pasien. Kongesti paru merupakan manifestasi kunci dari AHF, namun temuan
klinis, auskultasi, dan radiografi dada semuanya terlambat, tidak sensitif, dan tanda tidak spesifik
dari kongesti paru. Reproduksibilitas dari temuan buruk untuk crackles dan sedang untuk
radiografi dada, namun tinggi untuk garis B. Kuantifikasi lebih mudah dan lebih efektif pada
ultrasound paru, dan berdasarkan pada jumlah garis B tiap ringga dan perluasan spasial.
Perubagan pada garis B sangat cepat terjadi (contohnya pada saat olahraga atau percobaan
penambahan volume cairan) dan menghilang (contohnya, dengan penggunaan diuretik atau
dialisis), dan karena itu mereka harus diinterpretasikan dalam pandangan intervensi sebelumnya.
Garis B multipel (roket paru) tidak dirancang untuk mengidentifikasi sebuah penyakit, melainkan
sebuah sindorma: sindroma interstisial. Dengan dasar ini, dokter mengetahui bahwa pasien dapat
mengalami APE kardiogenik, ARDS atau pneumonia, atau, yang jarang terjadi, penyakit
interstisial kronik lainnya. Dokter akan menggunakan profil dari protokol BLUE untuk
memperbaharui diagnosis: berhubungan dengan gerakan menggelincir paru, membuat profil B
pada dinding anterior, sangat akurat untuk APE kardiogenik; atau menghilangnya gerakan
menggelincir paru, membuat profil B’, sangat spesifik untuk pneumonia atau ARDS. Meskipun
terdapat peringatan, teknik ini merupakan yang terbaik yang tersedia saat ini untuk deteksi
kongesti pulmoner di sisi pasien.
Metodologi. Pemindai komprehensif 28 lokasi pada dada anterolateral awalnya ditujukan untuk
kondisi kardiologis pada tahun 2004 dan diadopsi pada studi penelitian, namun metode ini masih
terlalu memakan waktu untuk penggunaan secara rutin di laboratorium sehari-hari, terutama saat
melakukan ekokardiografi stress, dimana tekanan waktu lebih tinggi. Informasi serupa bisa
didapatkan pada waktu yang jauh lebih singkat dengan pemindaian 4 lokasi yang sederhana,
termasuk hanya “titik basah” dengan garis B terbanyak (Gambar 2). Dengan cara ini pemetaan
ultrasound paru tidak mengganggu elektroda dari elektrokardiografi dan hanya membutuhkan 20
detik untuk dapat diselesaikan.
Implikasi Diagnostik, Prognostik, dan Terapeutik. AHF bertanggung jawab untuk sekitar 1
juta kunjungan ke instalasi gawat darurat di Amerika Serikat, dan bahkan peptide jantung
dilibatkan ke dalam pemeriksaan klinis untuk sesak akut, tingkat kesalahan klasifikasi masih
berada pada rentang 14% hingga 29%. Sebagaimana ditunjukkan oleh meta analisis terbaru yang
melibatkan 1.914 pasien, profil B mengidentifikasi asal kardiogenik dari sesak dengan
sensitivitas 85% dan spesifisitas 92%, lebih baik dibandingkan dengan efusi pleura dan TTE
(Tabel 4), dan dapat dibandinkan dengan peptida natriuretik jantung. Variabilits dari spesifisitas
yang dilaporkan (berkisar antara 45% hingga 97%) kemungkinan mencerminkan kriteria
pemiliah yang digunakan pada studi lainnya, dengan probabilitas yang tinggi pada pre tes bahwa
kondisi tersebut berasal dari kardiogenik pada pasein dengan kondisi kritis yang dirawat di unit
perawatan intensif dan rendah hingga menengah untuk probabilitas pre tes pada pasien yang
stabil secara klinis yang dievaluasi pada saat dirawat di instalasi gawat darurat.
Profil B sangat berguna untuk melacak perubahan dinamis pada kongesti pulmoner sebagai
respon terhadap tatalaksana, dan jika menetap pada saat pasien akan dipulangkan atau pada
pasien rawat jalan yang stabil secara klinis dengan gagal jantung merupakan penanda prediktif
dari rawat inap atau kematian pasien dengan gagal jantung.
Pertanyaan yang utama adalah apakah profil B dapat digunakan sebagai tujuan pengganti untuk
memandu intervensi, seperti peningkatan terapi diuretik pada pasien dengan gagal jantung atau
dari tingkat dialisis pada pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis tahap lanjut. Beberapa studi
teracak berskala besar saat ini sedang berlangsung.
Ultrasound paru merupakan tambahan yang berguna untuk TTE pada saat ekokardiografi stress,
dengan memberikan informasi pada target patofisiologi yang berbeda (sawar kapiler alveolar
dibandingkan dengan stenosis arteri epikardial yang kritis secara fisiologis), dengan tanda yang
berbeda (garis B dibandingkan dengan abnormalitas gerakan dinding regional), dan pada jangka
waktu yang berbeda (setelah puncak stress dibandingkan dengan saat puncak stress). Sebagai
parameter, garis B lebih sesuai, lebih sederhana untuk menggambarkan dan untuk mengukur, dan
pada dasarnya lebih kuantitatif daripada pergerakan dinding regional. Akumulasi dari cairan paru
saat olahraga berhubungan dengan bentuk fungsional yang lebih lanjut dari gagal jantung dan
prognosis yang buruk pada pasien dengan gagal jantung dengan penurunan fungsi ejeksi, dan hal
ini juga ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dengan fraksi ejeksi yang masih baik
(Gambar 5, Video Online 1).
Tabel 4. Ultrasound Paru untuk Mengidentifikasi Gagal Jantung Akut pada Pasien dengan
Sesak
Emboli Paru
Ultrasound paru umumnya menunjukkan garis A anterior dan gerakan menggelincir paru
(seperti, profil A) yang normal, seringkali diikuti dengan konsolidasi paru posterior dan efusi
pleura. Ultrasonografi vena (dengan kompresi pada kasus saat trombosis tidak tampak secara
langsung) menunjukkan trombosis vena dalam dengan sensitivitas yang baik. TTE dapat
mendeteksi (dengan spesifisitas yang tinggi namun sensitivitasnya rendah) secara prognostik
relevan dengan beban yang berlebih pada ventrikel kanan dan, yang jarang terjadi, tanda
patognomonik dari trombus serpentin yang bergerak pada sisi kanan dari jantung atau arteri
pulmoner. Pencitraan jantung, paru, dan vena dengan menggunakan ultrasound sebanyak tiga
kali, mungkin memiliki peran sebagai tambahan lini pertama dalam pengujian nilai probabilitas
klinis dan D-dimer.
Perspektif
Tekstur gambar adalah, minimal prinsipnya, sesuai untuk tatalaksana dengan analsisis
densitometrik video, dan perangkat lunak cairan paru telah termasuk dalam instrumen yang
tersedia secara komersial untuk memberikan dukungan kuantitatif terhadap pembacaan garis B.
Pilihan ini sangat menarik, namun seperti pada bidang apapun, dan terutama dalam pencitraan,
memeriksa temuan kuantitatif, yang dihasilkan oleh mesin menggunakan pengalaman, kehati-
hatian, dan kebijaksanaan klinis selalu dibutuhkan.
Studi berskala besar, prospektif, internasional, multisenter, dan studi efektivitas saat ini sedang
berjalan dengan garis B saat istirahat dan saat stress pada pasien dengan penyakit atau
kecurigaan gagal jantung dan penyakit arteri koroner dalam studi Stress Echo pada tahun 2020,
yang direncanakan untuk melibatkan 10.000 pasien dalam tahun 2020 dengan standar baru dari
pencitraan ganda, termasuk pergerakan dinding regional dan garis B.
Studi luaran teracak dibutuhkan untuk menilai nilai dari ultrasound paru yang dibutuhkan untuk
menurunkan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung kronik atau gagal sirkulasi akut.
Kesimpulan
Setelah membuka celah akustik dari parenkim paru, dokter spesialis jantung menemukan
informasi unik yang sebentar lagi akan mencetuskan mutasi yang tahan lama pada struktur dari
pemeriksaan ultrasound jantung, ditujukan untuk menjadi studi kardiopulmoner (TTE-ultrasound
paru). Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk profesional kardiologi dan kelompok
ekokardiografi untuk memasukkan ultrasound paru ke dalam pembelajaran inti, sertifikasi, dan
pelaporan yang umum diberikan pada TTE. Ultrasound paru dapat memberikan informasi unik di
dalam ruang perawatan kardiologi, unit perawatan intensif, instalasi gawat darurat, laboratorium
ekokardiografi, laboratorium uji stress, klinik rawat jalan, dan mungkin terutama pada perawatan
di rumah dengan alat yang mudah dibawa untuk pasien dengan gagal jantung (Ilustrasi Utama).
Penggunaan dari ultrasound paru akan mengurangi penggunaan teknik yang berdasarkan pada
radiasi pengion, seperti radiografi dada atau computed tomography, dengan demikian
berkontribusi untuk meminimalisir beban kumulatif dari efek yang tidak diinginkan dari paparan
radiasi, terutama relevan pada pasien kardiologi. “Paru basah” dideteksi sebagai profil B oleh
ultrasound paru, pada saat istirahat atau setelah stress, pada pasien stabil dengan gagal jantung
kronik dapat memperkirakan dekompensasi AHF yang akan terjadi dan dapat mencetuskan terapi
dekongesti paru. Tidak ada dokter spesialis jantung yang akan mengevaluasi pasien dengan gagal
jantung tanpa mendengarkan auskultasi lapang paru untuk adanya crackles atau efusi pleura.
Dengan cara yang sama, saat ini tidak ada pemeriksaan TTE komprehensif, terbatas, atau
terfokus yang akan dianggap selesai tanpa adanya penilaian paru, yang walaupun singkat namun
efisien.