Anda di halaman 1dari 9

CULTURE SHOCK DI NEGARA BUDAYA SENDIRI (INDONESIA)

Disusun oleh:

Rifail Sauni (170901063)

Dosen pembimbing : Melda Sofia, S.Psi.M.Psi.,Psikolog

PRODI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

BANDA ACEH

2021
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Geger budaya atau yang dikenal dengan culture shock merupakan salah satu tantangan
yang tidak dapat dihindari oleh individu ketika memasuki lingkungan baru. Dalam sebuah
penelitian Oberg (1960, hlm. 142) tentang culture shock: Adjustment to New Cultural
Environments menyebutkan bahwa geger budaya muncul karena kecemasan sebagai dampak
dari hilangnya semua tanda dan lambing yang sudah lazim dalam hubungan keseharian. Tanda-
tanda tersebut mencakup seribu satu cara yang dilakukan dalam mengendalikan diri sendiri
dalam menghadapi situasi sehari-hari. Budaya layaknya kompas bagi arah perilaku yang
menuntun cara berpikir dan berperasaan individu. Ketika individu berada dalam budaya yang
berbeda, ia akan mengalami kesulitan ketika kompas yang digunakannya tidak menunjukkan
arah yang sama dengan kompas budaya tempat mereka tinggal sebelumnya.

Pada dasarnya manusia memiliki kebiasaan-kebiasaan yang menggambarkan interaksi


manusia dengan lingkungan sosialnya. Kebiasaan tersebut terbentuk karena adanya pengaruh
dari luar seperti tuntutan hidup, latar belakang budaya, keadaan geografis habitat, perpindahan
tempat dan perkembangan zaman, kebiasaan inilah yang lazim disebut dengan budaya. Budaya
berisi tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap,makna,hirarki,
agama,waktu,peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta,objek-objek materi dan milik yang
diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan
kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerangka Teori Geger budaya sebagai proses komunikasi lintas budaya

Pembicaraan tentang komunikasi lintas budaya erat kaitannya dengan konteks


komunikasi antar budaya. Dilihat dari pengertiannya, komunikasi lintas budaya seringkali
merujuk pada pengertian komunikasi antar budaya. Komunikasi lintas budaya lebih menekankan
pada perbandingan kebudayaan, sedangkan komunikasi atar budaya lebih menekan pada
interaksi yang terjadi dengan antar pribadi dengan latar kebudayaan yang berbeda. Komunikasi
antar budaya juga lebih menekankan pada interaksi yang terjadi antar budaya yang pada
dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi yang meliputi
apa makna pesan verbal dan pesan non verbal pada budaya yang bersangkutan (Mulyana, 2006:
xi).

B. Kajian Teori dan Metode Etnolinguistik

Istilah etnolinguistk berasal dari kata etimologi yang berarti ilmu yang mempelajari suku-
suku dan linguistik, yaitu ilmu yang mengkaji seluk-beluk bahasa keseharian manusia atau ilmu
bahasa yang merupakan gabungan antara pendekatan yang biasa diakukan para ahli etnologi
dengan pendekatan linguistik (Putra, 1997:3). Ahli bahasa lain, yaitu Abdullah mendefinisikan
etnolinguistik sebagai ilmu yang manaruh perhatian terhadap dimensi bahasa (kosa kata, frasa,
klausa, wacana, unit-unit lingual lainnya) dalam dimensi sosial dan budaya, seperti upacara
ritual, peristiwa budaya, folklore, dan lainnya yang lebih luas untuk memajukan dan
mempertahankan praktik-praktik budaya dan struktur sosial masyarakat (2013: 10).

Makna
Ada dua jenis makna yang akan dibahas, yaitu makna leksikal dan makna kultural:
1. Makna Leksikal juga diartikan makna unsur-unsur bahasa sebagai lambing, benda,
peristiwa, dan lain-lain (Kridalaksana, 2001:133).
2. Makna Kultural, Menurut Abdullah (2013:3), makna kultural adalah makna bahasa yang
dimiliki oleh masyarakat dalam hubungannya dengan budaya tertentu. Dalam penelitian
ini, makna kontekstual berkaitan dengan kata, frasa, pada penutur yang mengalami
culture shock (gegar budaya) ketika berpindah tempat dan belum menyesuaikan diri
dengan lingkungan tempat tinggalnya.

C. Culture Shock di Indonesia


Culture shock merupakan reaksi atau kondisi individu yang mengalami ketegangan
serta stress karena dihadapkan dengan situasi yang berbeda dengan situasi sebelumnya.
Perbedaan biasanya bisa mencakup bahasa, gaya berpakaian, makanan, gaya makan, interaksi
antar sesama, serta peraturan.
Perpindahan seseorang dari satu daerah ke daerah lain biasa terjadi dalam kehidupan
sosial. Ada yang berpindah tempat karena pekerjaan, sekolah, ataupun karena mengikuti
perpindahan keluarganya. Tiap daerah memiliki nilai budaya yang berbeda. Perbedaan itulah
yang membuat beragamnya budaya di Indonesia. Ketika seseorang berpindah dari satu daerah
ke daerah lain, mereka membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Hal itu terjadi karena adanya
nilai-nilai budaya yang berbeda. Adanya budaya baru yang berbeda dengan budaya asal
terkadang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, kaget, heran, bahkan tekanan. Penyebabnya,
karena pendatang belum bisa memahami, menerima, dan menyesuaikan diri. Untuk menerima
budaya baru tidaklah mudah, membutuhkan proses.
Terdapat beberapa reaksi yang muncul ketika seseorang mengalami culture shock:
1. Memusuhi Lingkungan baru
2. Merasa kehilangan arah
3. Rasa penolakan
4. Merindukan lingkungan dan orang-orang yang lama
5. Merasa hilang status
6. Menarik diri

D. Fase Culture Shock

Menurut Oberg dalam Samovar menyatakan bahwa orang biasanya melewati empat
tingkatan culture shock. keempat tingkatan ini dapat digambarkan dalam bentuk kurva U,
sehingga disebut U – Curve:
1. Fase optimis, dimana individu mengalami rasa gembira, rasa senang, serta rasa penuh
harapan terhadap lingkungan yang baru.
2. Fase kekecewaan, yaitu fase kedua dimana timbulnya masalah dalam lingkungan
barunya. Seperti perbadaan pada bahasa dan juga budaya. Dalam fase ini individu akan
merasa kecewa, cemas, kesulitan bahasa, serta merasa ketidakpuasan. Fase ini menjadi
periode krisis dalam culture shock.
3. Fase pemulihan, yaitu fase ketiga dimana individu mulai beradaptasi dengan lingkungan
serta budaya barunya. Dalam fase ini juga seseorang sudah dapat memahami serta dapat
bagaimana ia harus bersikap di lingkungan barunya.
4. Fase penyesuaian, yaitu fase terakhir pada puncak kanan U dimana seseorang sudah
mengetahui elemen – elemen kunci dari lingkungan barunya seperti nilai-nilai, pola
komunikasi, norma – norma yang berlaku. (Samovar, 2010).

E. Penyebab terjadinya culture shock

Culture shock bisa terjadi pada siapa saja yang baru dating dari daerah satu ke daerah
yang lain. Hal itu disebabkan oleh perbedaan budaya pada tiap daerah. Individu yang
mengalami culture shock pada umumnya mengalami masalah pada beberapa aspek berikut,
yaitu :
1. Bahasa keseharian
Bahasa keseharian memiliki persentase sebesar 17,30% dari keseluruhan faktor
penyebab terjadinya culture shock. Masyarakat di Indonesia sebagian besar menggunakan
bahasa daerah dalam bertutur sehari-hari. Bahkan tiap daerah memiliki aturan perbedaan kosa
kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal
dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam
budaya Indonesia.
Selain perbedaan bahasa, ada juga beberapa hal lain yang berpengaruh seperti
perbedaan ucapan, perbedaan intonasi bicara, serta pengaruh bahasa gaul. Perbedaan bahasa
sangat mempengaruhi seseorang dalam menyesuaikan diri di lingkungan baru. Karena bila
seseorang tidak memahami makna yang diucapkan tapi terjadinya kesalahpahaman.
2. Faktor cuaca
Sebagian daerah di Indonesia memiliki iklim serta cuaca yang tidak teratur dikarenakan
masih banyaknya hutan yang menyebabkan bisa kapan saja terjadi hujan. Dan sebagian lainnya
terdapat beberapa daerah dengan iklim serta cuaca yang teratur dan bisa diperediksi. Seperti “di
Jogja lebih sejuk dan dingin tidak seperti di Papua yang memiliki cuaca yang cukup panas dan
tidak mengenal adanya musim kadang panas kadang tiba-tiba ujan”, sehingga perbedaan cuaca
mengakibatkan dampak negatif terhadap beberapa individu.
3. Faktor makanan
Setiap daerah memiliki perbedaan dalam hal cita rasa makanan, faktor ini yang
memunculkan dampak negatif terhadap individu. Makanan sendiri sangat berhubungan erat
dengan kesehatan bila kita mengkonsumsi makanan yang bersih dan bergizi maka tubuh akan
sehat. Cita rasa makanan di Yogyakarta itu terkenal serba manis. Berbeda dengan Papua yang
cenderung terasa pedas. Meskipun di Yogyakarta juga terdapat makanan yang memiliki rasa
pedas akan tetapi rasa pedasnya berbeda dengan Papua. Perbedaan dalam hal cita rasa makanan
ini membuat seseorang membutuhkan waktu dalam beradaptasi, karena perbedaan cita rasa
makanan sangat mempengaruhi nafsu makan.
4. Faktor karakter
Ketika kita berada di suatu daerah yang baru maka akan muncul perasaan pesimis dan
juga merasa tidak bisa bersaing karena hilangnya rasa percaya diri dan juga seperti kehilangan
identitas aslinya.
Misalnya; individu sebelum berada di suatu daerah yang baru ia tentu saja memiliki
tingkat rasa percaya diri yang tinggi selain itu juga bisa berekspresi diri sesuka mungkin namun
ketika sudah berada di suatu daerah yang baru tentu saja ia akan tidak seperti biasanya, terlihat
aneh, dan juga kehilangan jati diri (Sinarti, 2017). Seperti dalam menghadapi pertemuan
budaya diperlukannya teman dekat untuk mengurangi kecemasan (Khatimah, 2019).
Ketika memasuki kondisi baru maka kita tidak hanya menjadi Mahasiswa atau pekerja
saja melainkan juga harus bisa mempelajari dan menyesuaikan dengan kondisi serta budaya
masyarakat setempat. Dengan mengikuti suatu kebudayaan baru yang tidak asing secara tidak
langsung mereka juga harus bisa berupaya untuk beradaptasi bahkan mulai menyepakati
sebagian budaya dari etnik budaya penduduk asli melalui fase adaptasi (Devinta, 2015).
5. Pertemanan
Ketika berada di wilayah baru seorang individu membutuhkan dukungan orang lain,
untuk mengurangi adanya konflik dengan wilayah yang baru. Dukungan tersebut dibutuhkan
dalam proses individu berinteraksi. Seseorang yang merantau ke daerah lain tentu saja
membutuhkan orang yang bisa memberi arahan untuk mengenalkan atau berinteraksi dengan
budaya tersebut. Dalam perbedaan sendiri tentu saja menimbulkan rasa tidak nyaman terhadap
pendatang baru. Tidak nyaman pun masuk ke dalam fase kekecewaan dimana pendatang
mengalami atau menemukan permasalahan yang diakibatkan tidak sesuainya dengan apa yang
diharapkan, perbedaan seperti dalam adab dan tata krama selain itu dalam cara berinteraksi atau
bergaul juga berbeda. Masalah tersebut yang menyebabkan terjadinya culture shock. Dalam
melakukan adaptasi atau penyesuaian diri tentu saja individu membutuhkan waktu yang tidak
sebentar sampai mereka dapat memahami adat dan budaya di daerah yang dia datangi serta
dapat menerima perbedaan budaya baru.
6. Lingkungan
Dalam segi lingkungan, individu pasti berusaha memperoleh persamaan diantara
budaya asli dengan budaya baru agar tidak timbul rasa aneh atau asing dan bisa segera akrab
dengan budaya barunya. Hal ini merupakan proses yang wajar dialami jika kita melakukan
perpindahan ke suatu tempat yang baru. Apalagi dengan kondisi cuaca yang berbeda dari panas
ke dingin atau pun sebaliknya. Maka akan memicu terjadinya perubahan alamiah yang terjadi
pada tubuh untuk mengikuti cuaca yang baru.
Namun tidak hanya perbedaan cuaca saja terdapat juga faktor masalah yang lain seperti
tentang cita rasa makanan yang berbeda dimana faktor ini tergantung dengan kultur dimana ia
tinggal. Individu sendiri ketika melakukan perpindahan akan mengalami kekagetan dan frustasi
dimana dapat terjadinya culture shock (Devinta, 2015). Perbedaan tidak hanya pada faktor
makanan akan tetapi dalam faktor bahasa juga terjadi, bahasa menjadi faktor penting dan utama
dalam berkomunikasi dengan antar individu.
Bagi sebagian individu perantau ketika masih bulan awal-awal mereka masih dengan
perasaan belum stabil hal inilah yang menyebabkan culture shock dengan mudah untuk
mempengaruhi dimana pada saat tersebut mereka pun sibuk akan perasaan yang tidak nyaman
dengan adanya perbedaan di lingkungan barunya. Perbedaan tersebut seperti munculnya
penolakan, pesimis dengan keadaan dimana disatu sisi yang lain mempunyai tanggung jawab
niat awal merantau.
F. Mengatasi culture shock

Waktu
Kunci untuk bisa melewati culture shock yakni waktu. Adanya suatu perbedaan yang
membuat seorang perantauan tidak nyaman untuk tinggal di lingkungan yang baru oleh sebab
itu dengan berjalannya waktu hal itu akan hilang dan mereka dapat nyaman dengan lingkungan
yang baru. Seiringan dengan proses maka perlahan-lahan akan terbentuknya tatanan budaya
yang sesuai dengan yang ada pada masyarakat sekitar, dimana akan menjadi suatu kebiasaan
sehingga akan bisa beradaptasi dengan budaya baru. Jika mereka tidak memiliki kesabaran
untuk menghadapi perbedaan budaya yang ada maka mereka dapat gagal dan tidak bisa tercapai
sesuai dengan tujuan utama datang ke kota tersebut.
Apalagi proses adaptasi memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk melewatinya.
Persoalan – persoalan yang terjadi pada pendatang termasuk kedalam kriteria fase kekecewaan.
Hal itu dikarenakan seseorang mulai mengetahui bahwa ternyata terdapat masalah pada
lingkungan yang barunya dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam fase
kekecewaan seseorang akan merasakan seperti bingung dan aneh melihat lingkungan barunya
yang banyak perbedaan dan mereka akan berupaya untuk mencari solusi terkait cara mengatasi
lingkungan barunya tersebut.
Perbedaan juga terjadi dalam bahasa. Bahasa sendiri merupakan salah satu hambatan
dalam proses hubungan sosial atau bergaul antara pendatang dengan masyarakat lokal, namun
lambat laun akan terbiasa dan mengerti meskipun belum seutuhnya memahami. Faktor waktu
juga akan dapat membantu seseorang untuk mendapatkan jati dirinya di lingkungan kelompok
yang baru. Semakin lama seseorang menetap dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar di
lingkungan yang baru maka ia akan bisa berbaur dan juga bisa mengikuti pola kebiasaan yang
ada.
BAB III
PENUTUP

Culture shock atau gegar budaya, yaitu suatu reaksi yang terjadi dikarenakan seseorang
melakukan transisi perpindahan ke wilayah yang baru dengan memiliki latar belakang yang
berbeda. Biasanya culture shock ditandai dengan keadaan mental seperti rasa gelisah dan rasa
ketidaknyamanan dengan lingkungan yang baru. Faktor ini muncul akibat hilangnya simbol dan
tanda yang sudah lama melekat pada diri seseorang.
Komunikasi antar budaya yang timbul antara pendatang dengan masyarakat local
menimbulkan terjadinya culture shock atau gegar budaya. Pendatang harus melaksanakan
adaptasi bila ingin nyaman dengan budaya yang baru di tempat baru. Akan tetapi dalam
menjalani proses beradaptasi pastinya terdapat berbagai masalah yang membuat mereka sulit
untuk bisa beradaptasi di tempat baru.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya culture shock seperti faktor
cuaca, makanan, bahasa, dan karakter. Masalah-masalah yang terjadi dari fenomena culture
shock dapat ditangani dengan bersabar melaluinya karena seiring dengan berjalannya waktu
maka culture shock dapat teratasi.

Anda mungkin juga menyukai