Di Susun Oleh :
Kelompok II
1. Ahmad Syafandi
2. Dian Mayasari
3. Desi Murtiningrum
4. Hendro Susilo
5. Nasiyah
6. Saifudin
7. Suharti
8. Tri Sujarwati
A. PENGERTIAN
Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus Dengue
yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,
seperti Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang paling banyak ditemukan. Nyamuk dapat
membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus
tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari,
nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia
sehat yang digigitannya (Najmah, 2016).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat
fatal dalam waktu yang relatif singkat dan menyerang semua umur baik anak-anak
maupun orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengue (Hastuti, 2008).
Demam berdarah (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh
virus dengue yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler
dan sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan yang dapat
menimbulkan kematian (Misnadiarly,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama
Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun
dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan
kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016).
B. ETIOLOGI
Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue Haemoragic
Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue mempunyai 4
tipe, yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan melalui nyamuk
Aedes Aegypti. Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang biak
pada sumber air yang tergenang. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan
DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan menimbulkan antibodi
yang terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan
diberbagai daerah di Indonesia (Sudoyo dkk. 2010)
Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap inaktivitas
oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 700C. Keempat tipe tersebut
telah ditemukan pula di Indonesia dengan tipe DEN 3 yang paling banyak
ditemukan (Hendarwanto 2010).
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh akan menimbulkan demam karena proses
infeksi. Hal tersebut akan merangsang hipotalamus sehingga terjadi termoregulasi
yang akan meningkatkan reabsorsi Na dan air sehingga terjadi hipovolemi, selain
itu juga terjadi kebocoran plasma karena terjadi peningkatan permeabilitas
membran yang juga mengakibatkan hipovolemi, syok dan jika tak teratasi akan
terjadi hipoksia jaringan yang dapat mengakibatkan kematian.
Selain itu kerusakan endotel juga dapat mengakibatkan trombositopenia yang akan
mengakibatkan perdarahan, dan jika virus masuk ke usus akan mengakibatkan
gastroenteritis sehingga terjadi mual dan muntah.
D. PATHWAY
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi
1) Demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
2) Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
- Uji tourniquet positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,tempat
bekas suntik.
- Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia <100.00/ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan:
- Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan yang adekuat
5) Tanda kebocoran plasma seperti
- Hipoproteinemia
- Asites
- Efusi pleura
3. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
2. Pencegahan primer
Beberapa bentuk pencegahan primer yaitu dengan pengendalian vektor dan
implementasi vaksin. Saat ini vaksin dengue sudah ditemukan, akan tetapi
belum ditetapkan sebagai imunisasi dasar lengkap oleh pemerintah sehingga
harganya masih belum terjangkau oleh masyarakat umum (Susanto dkk, 2018).
3. Pencegahan sekunder
Untuk demam berdarah yang parah, dilakukan pengobatan medik oleh dokter
atau perawat yang berpengalaman, pengobatan medik dapat menurunkan angka
kematian lebih dari 20% sampai 1%. Menjaga volume cairan tubuh pasien
adalah hal yang sangat kritikal untuk pasien dengan demam berdarah yang
aparah. Diperlukan pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
dengan melaporkan kejadian kepada instansi kesehatan setempat, mengisolasi
atau waspada dengan menghindari penderita demam dari gigitan nyamuk pada
siang hari dengan memasang kasa pada ruang perawatan penderita dengan
menggunakan kelambu yang telah direndam dalam insektisida, atau lakukan
penyemprotan tempat pemukiman dengan insektisida yang punya efek knock
down terhadap nyamuk dewasa ataupun dengan insektisida yang meninggalkan
residu. Lakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : selidiki
tempat tinggal penderita 2 minggu sebelum sakit
4. Pencegahan tersier
Untuk penderita DBD yang telah sembuh, diharapkan menerapkan pencegahan
primer dengan sempurna. Melakukan stratifikasi daerah rawan wabah DBD
diperlukan bagi dinas kesehatan terkait.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Darah
a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu
menggunakan darah atau disebut lab serial yang terdiri dari hemoglobin,
PCV, dan trombosit. Pemeriksaan menunjukkan adanya tropositopenia
(100.000 / ml atau kurang) dan hemotoksit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematoksit pada masa konvaselen.
b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti
pada DHF dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi
hemaglutnasi (Brasier dkk 2012).
c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. Protein rendah
f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. Asidosis metabolic
i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
2. Urine
3. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi
lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi
cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
4. USG
5. Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitif
namun tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun)
sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk
diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut
atau tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai
pesumtif (+) atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(Vasanwala dkk. 2012).
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan
butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan
beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Dan
biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT)
(Vasanwala dkk. 2012)
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus
dengue karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM
negatif maka uji harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif maka
dilaporkan sebagai negatif. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3
bulan setelah adanya infeksi (Vasanwala dkk. 2012)
e. Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain
reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype
tertentu, hasil cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat
mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari darah, jaringan
tubuh manusia, dan nyamuk (Vasanwala dkk. 2012).
H. ASKEP DHF
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil
pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk menentukan masalah
keperawatan yang muncul pada pasien. Konsep keperawatan anak pada klien DHF
menurut Ngastiyah (2005) yaitu :
a. Pengkajian
1) Identitas pasien Keluhan utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat tumbuh kembang, penyakit yang pernah diderita, apakah pernah
dirawat sebelumnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam,
apakah ada riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler, metabolik, dan
sebagainya.
6) Riwayat psikososial
Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan keluarga mengenai
demam serta penanganannya.
b. Analisa Data
1) Data Subyektif
2. Diagnosa Keperawatan
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan sebagai pengukuran
dari keberhasilan rencana tindakan keperawatan.
Hasil evaluasi dapat berupa
1) Tujuan tercapai
Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan
2) Tujuan tercapai sebagian
Jika pasien menunjukkan perubahan sebagian dari standart yang telah
ditetapkan
3) Tujuan tidak tercapai
Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali bahkan
timbul masalah baru
DAFTAR PUSTAKA