Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

DENGUE HAEMORHAGIC FEVER ( DHF )

Di Susun Oleh :
Kelompok II
1. Ahmad Syafandi
2. Dian Mayasari
3. Desi Murtiningrum
4. Hendro Susilo
5. Nasiyah
6. Saifudin
7. Suharti
8. Tri Sujarwati

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN 2021
MAKALAH
DENGUE HAEMORHAGIC FEVER ( DHF )

A. PENGERTIAN
Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus Dengue
yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,
seperti Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang paling banyak ditemukan. Nyamuk dapat
membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus
tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari,
nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia
sehat yang digigitannya (Najmah, 2016).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat
fatal dalam waktu yang relatif singkat dan menyerang semua umur baik anak-anak
maupun orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengue (Hastuti, 2008).
Demam berdarah (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh
virus dengue  yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler 
dan sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan yang dapat
menimbulkan kematian (Misnadiarly,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama
Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun
dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan
kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016).

B. ETIOLOGI
Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue Haemoragic
Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue mempunyai 4
tipe, yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan melalui nyamuk
Aedes Aegypti. Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang biak
pada sumber air yang tergenang. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan
DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan menimbulkan antibodi
yang terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan
diberbagai daerah di Indonesia (Sudoyo dkk. 2010)
Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap inaktivitas
oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 700C. Keempat tipe tersebut
telah ditemukan pula di Indonesia dengan tipe DEN 3 yang paling banyak
ditemukan (Hendarwanto 2010).
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh akan menimbulkan demam karena proses
infeksi. Hal tersebut akan merangsang hipotalamus sehingga terjadi termoregulasi
yang akan meningkatkan reabsorsi Na dan air sehingga terjadi hipovolemi, selain
itu juga terjadi kebocoran plasma karena terjadi peningkatan permeabilitas
membran yang juga mengakibatkan hipovolemi, syok dan jika tak teratasi akan
terjadi hipoksia jaringan yang dapat mengakibatkan kematian.
Selain itu kerusakan endotel juga dapat mengakibatkan trombositopenia yang akan
mengakibatkan perdarahan, dan jika virus masuk ke usus akan mengakibatkan
gastroenteritis sehingga terjadi mual dan muntah.
D. PATHWAY

Derajat Dengue Haemorhagic Fever menurut WHO


1. Derajat 1: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet positif
2. Derajat 2 : sama seperti derjat 1, disertai perdarahan spontan dikulit atau
perdarahan lain.
3. Derajat 3 : ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan darah menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin,
lembab, dan pasien menjadi gelisah.
4. Derajat 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
E. TANDA DAN GEJALA
Pada kasus DBD terjadi demam tinggi berlangsung selama 3 hingga 14 hari. Gejala
lain dari demam berdarah adalah: Nyeri retro-orbital (pada bagian belakang mata),
sakit kepala pada bagian depan , nyeri otot, Rash (bintik merah pada kulit), sel
darah putih rendah, pendarahan, dan dehidrasi (Kesehatan dan Layanan dalam
Jaweria, 2016). Dalam sebagian besar kasus, infeksi dengue tidak menunjukkan
gejala, terlebih pada pasien yang sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit. Jika
pasien tidak mendapatkan perawatan tepat waktu maka penyakit dapat bertambah
parah. Tanda-tanda yang muncul pada kondisi ini meliputi: muntah yang persisten,
sakit perut akut, perubahan suhu tubuh, dan iritabilitas (Hyattsville dalam Jaweria,
2016). Demam berdarah dengue dapat berubah menjadi dengue shock syndrome
(DSS) dengan gejala seperti: kulit yang dingin, gelisah, denyut nadi cepat, sempit
dan lemah (Jaweria, 2016)
Atau dapat dijabarkan seperti fase di bawah ini :
1. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua lebih
manifestasi klinis sebagai berikut :
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia / artralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan(petekie atau uji bending positif)
- Leucopenia
- Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam berdarah dengue

Menurut Widoyono (2011), tanda dan gejala DBD meliputi:


1) Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
2) Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie
(+) sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau buang
air besar darah-hitam
3) Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal : 150.000-300.000 µL),
hematokrit meningkat (normal : pria < 45, wanita < 40)
4) Akral dingin, gelisah, tidak sadar (DSS, dengue shock syndrome)

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi

1) Demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
2) Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
- Uji tourniquet positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,tempat
bekas suntik.
- Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia <100.00/ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan:
- Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan yang adekuat
5) Tanda kebocoran plasma seperti
- Hipoproteinemia
- Asites
- Efusi pleura
3. Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:

- Penurunan kesadaran, gelisah


- Nadi cepat, lemah
- Hipotensi
- Tekanan darah turun <20mmHg
- Perfusi perifer menurun
- Kulit dingin, lembab.
(Wiwik dan Hariwibowo, 2008)
F. UPAYA PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primordial
Saat ini, cara untuk mengendalikan atau mencegah penularan virus demam
berdarah adalah dengan memberikan penyuluhan yang sangat penting untuk
menginformasikan kepada masyarakat mengenai bahaya nya DBD. Menurut
Kemenkes RI (2018), di Indonesia dikenal dengan istilah 3M Plus dalam
pencegahan primer DBD yaitu :
a. Menguras, tempat penampungan air dan membersihkan secara berkala,
minimal seminggu sekali karena proses pematangan telur nyamuk Aedes 3-
4 hari dan menjadi larva di hari ke 5-7. Seperti, di bak mandi dan kolam
supaya mengurangi perkembangbiakan nyamuk.
b. Menutup, Tempat-tempat penampungan air. Jika setelah melakukan
aktivitas yang berhubungan dengan tempat air sebaiknya anda menutupnya
supaya nyamuk tidak bisa meletakkan telurnya kedalam tempat
penampungan air. Sebab nyamuk demam berdarah sangat menyukai air
yang bening.
c. Mengubur, kuburlah barang-barang yang sudah tidak layak dipakai yang
dapat memungkinkan terjadinya genangan air.
d. Plus yang bisa dilakukan tergantung kreativitas Anda, misalnya :
1)      Memelihara ikan cupang yang merupakan pemakan jentik nyamuk.
2)     Menaburkan bubuk abate pada kolam atau bak tempat penampungan
air, setidaknya 2 bulan sekali. Takaran pemberian bubuk abate yaitu 1
gram abate/ 10 liter air. Tidak hanya abate, kita juga bisa
menambahkan zat lainnya yaitu altosoid pada tempat penampungan air
dengan takara 2,5 gram/ 100 liter air. Abate dan altosoid bisa
didapatkan di puskesmas, apotik atau toko bahan kimia.
3)      Menggunakan obat nyamuk, baik obat nyamuk bakar, semprot atau
elektrik.
4)      Menggunakan krim pencegah gigitan nyamuk.
5)  Melakukan pemasangan kawat kasa di lubang jendela/ventilasi untuk
mengurangi akses masuk nyamuk ke dalam rumah.
6)     Tidak membiasakan atau menghindari menggantung pakaian baik
pakaian baru atau bekas di dalam rumah yang bias menjadi tempat
istirahat nyamuk.
7)      Sangat dianjurkan untuk memasang kelambu di tempat tidur

2. Pencegahan primer
Beberapa bentuk pencegahan primer yaitu dengan pengendalian vektor dan
implementasi vaksin. Saat ini vaksin dengue sudah ditemukan, akan tetapi
belum ditetapkan sebagai imunisasi dasar lengkap oleh pemerintah sehingga
harganya masih belum terjangkau oleh masyarakat umum (Susanto dkk, 2018).
3. Pencegahan sekunder
Untuk demam berdarah yang parah, dilakukan pengobatan medik oleh dokter
atau perawat yang berpengalaman, pengobatan medik dapat menurunkan angka
kematian lebih dari 20% sampai 1%. Menjaga volume cairan tubuh pasien
adalah hal yang sangat kritikal untuk pasien dengan demam berdarah yang
aparah. Diperlukan pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
dengan melaporkan kejadian kepada instansi kesehatan setempat, mengisolasi
atau waspada dengan menghindari penderita demam dari gigitan nyamuk pada
siang hari dengan memasang kasa pada ruang perawatan penderita dengan
menggunakan kelambu yang telah direndam dalam insektisida, atau lakukan
penyemprotan tempat pemukiman dengan insektisida yang punya efek knock
down terhadap nyamuk dewasa ataupun dengan insektisida yang meninggalkan
residu. Lakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : selidiki
tempat tinggal penderita 2 minggu sebelum sakit
4. Pencegahan tersier
Untuk penderita DBD yang telah sembuh, diharapkan menerapkan pencegahan
primer dengan sempurna. Melakukan stratifikasi daerah rawan wabah DBD
diperlukan bagi dinas kesehatan terkait.

G. Pemeriksaan penunjang
1. Darah
a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu
menggunakan darah atau disebut lab serial yang terdiri dari hemoglobin,
PCV, dan trombosit. Pemeriksaan menunjukkan adanya tropositopenia
(100.000 / ml atau kurang) dan hemotoksit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematoksit pada masa konvaselen.
b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti
pada DHF dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi
hemaglutnasi (Brasier dkk 2012).
c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. Protein rendah
f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. Asidosis metabolic
i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
2. Urine

Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2012) Sumsum tulang


pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari
ke 5 dengan gangguan maturasi dan pada hari ke 10 sudah kembali normal
untuk semua system

3. Foto Thorax

Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi
lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi
cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.

4. USG

Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan karena


tidak menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus
berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada
pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan diagnosa penyakit
yang mungkin muncul lebih berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding
kandung empedu dan penebalan pankreas

5. Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitif
namun tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun)
sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk
diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut
atau tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai
pesumtif (+) atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(Vasanwala dkk. 2012).
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan
butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan
beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Dan
biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT)
(Vasanwala dkk. 2012)
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus
dengue karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM
negatif maka uji harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif maka
dilaporkan sebagai negatif. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3
bulan setelah adanya infeksi (Vasanwala dkk. 2012)
e. Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain
reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype
tertentu, hasil cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat
mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari darah, jaringan
tubuh manusia, dan nyamuk (Vasanwala dkk. 2012).
H. ASKEP DHF
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil
pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk menentukan masalah
keperawatan yang muncul pada pasien. Konsep keperawatan anak pada klien DHF
menurut Ngastiyah (2005) yaitu :

a. Pengkajian
1) Identitas pasien Keluhan utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat tumbuh kembang, penyakit yang pernah diderita, apakah pernah
dirawat sebelumnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam,
apakah ada riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler, metabolik, dan
sebagainya.
6) Riwayat psikososial
Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan keluarga mengenai
demam serta penanganannya.

b. Analisa Data
1) Data Subyektif

Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau


keluarga pada pasien DHF, data subyektif yang sering ditemukan antara lain
:

- Panas atau demam


- Sakit kepala
- Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
- Lemah
- Nyeri ulu hati, otot dan sendi
- Konstipasi
2) Data obyektif
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat pada
keadaan pasien. Data obyektif yang sering ditemukan pada penderita DHF
antara lain:
- Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor
- Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis,
ekimosis,hematoma, hematemesis, melena
- Hiperemia pada tenggorokan
- Nyeri tekan pada epigastrik
- Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa
- Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
- Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan

2. Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF :

- Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.


- Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis (penekanan intra abdomen)
- Ganguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake
nutrisi yang tidak adekuat dan hipertermia
- Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu
makan yang menurun.
- Potensial terjadi perdarahan
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan pada pasien dengan penyakit DHF

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

1. Tujuan : Suhu tubuh anak dalam rentang normal


2. Kriteria :
- Suhu tubuh antara 36 – 37°C
- Nadi dan respirasi dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
3. Intervensi dan rasional :
a. monitor suhu tubuh pasien sesering mungkin
Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
b. monitor warna dan suhu kulit
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
c. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah
menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap
3 jam sekali atau sesuai indikasi
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik
sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien anak dengan
suhu tubuh yang tinggi. Obat antipiretik untuk menurunkan panas tubuh
pasien.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana – rencana perawatan (Tarwoto Wartonah, 2006).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan sebagai pengukuran
dari keberhasilan rencana tindakan keperawatan.
Hasil evaluasi dapat berupa
1) Tujuan tercapai
Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan
2) Tujuan tercapai sebagian
Jika pasien menunjukkan perubahan sebagian dari standart yang telah
ditetapkan
3) Tujuan tidak tercapai
Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali bahkan
timbul masalah baru

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2004. Tatalaksana DBD di Indonesia. Jakarta: Dirjen P2MPL.


Hastuti, Oktri. 2008. Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta : Kanisius.
Kemenkes RI. 2016. Situasi Demam Berdarah  Dengue di Indonesia. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2018. Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017.
Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Misnadiarly, Ed.1. 2009. Demam Berdarah Dengue (DBD): Ekstrak Daun Jambu Biji
Bisa untuk Mengatasi DBD. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Trans Info Media.
Pooja, Chawla, Yadav Amrita, dan Chawla Viney., 2014. Clinical Implications and
Treatment of Dengue. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, pp. 169-178.
Susanto, Bambang H., dan Aras U., 2018. Hubungan Faktor Lingkungan Institusi
Pendidikan dan Perilaku Siswa dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Anak Usia 5-
14 Tahun. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 7(4), pp. 1696-1706.
Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama. 1999. Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
WHO. 1999. Demam Berdarah Dengue Edisi 2: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
WHO. 2018. Dengue and Severe Dengue.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai