Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PRINSIP KOMUNIKASIH PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT KRONIK DALAM


PERAWATAN PALIATIF

OLEH KELOMPOK III/5a

1. Angilyati imunika moda (2017610003)


2. Apriana ama (2017610005)
3. Amris haru landu awang (2017610002)
4. Serliati vinsensia lero (2017610029)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuahan Yang Maha Esa atas berkat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini “ PRINSIP KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN
PENYAKIT KRONIKDALAM PERAWATAN”.

Kami juga tidak lupa mengucapakan terimakasih kepada pihak yang telah mendukung
kami dalam menyelesaikan makalah ini.Kami sadar,bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan.Oleh sebab itu,kami membutuhkan kritikan dan saran yang membangun
untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.Semoga bermanfaat bagi pembaca

Malang,2019

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTARPUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa
masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. (Riswandi, 2009)
Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama 20
tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam pemenuhan 219
dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat komunikasi kesehatan dapat
mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan, dan norma sosial, yang kesemuanya
berperan sebagai prekursor pada perubahan perilaku. Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam
mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi sosial, pendidikan kesehatan,
komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan menyampaikan promosi
kesehatan dan pesan pencegahan. (Riswandi, 2009)

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 .48). Komunikasi terapeutik
mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada
masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-
sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia.
(Suparyanto, 2010). Komunikasi perawat dengan pasien khususnya sangatlah penting. Perawat
harus bisa menerapkan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik diterapkan tidak hanya
pada pasien sadar saja, namun pada pasien tidak sadar juga harus diterapkan komunikasi
terapeutik tersebut. Pasien tak sadar atau yang sering disebut “koma” merupakan pasien yang
fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar
tidak dapat diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut. Namun
meskipun pasien tersebut tak sadar, organ pendengaran pasien merupakan organ terakhir yang
mengalami penurunan penerimaan rangsangan
Berdasarkan data WHO (2000), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar untuk prevalensi
penderita DM setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Prevalensi penderita DM di Indonesia
adalah 8,6% dari total penduduk. Sekitar 3,2 juta meninggal dunia karena komplikasi penyakit
tersebut. Komplikasi dapat mengenai seluruh organ yang penting pada tubuh, seperti mata
menjadi buta, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan risiko amputasi karena luka yang
membusuk. Komplikasi yang terjadi akan berdampak pada penurunan kemampuan fi sik,
psikologis, dan sosial ekonomi bagi penderita dan keluarganya (Arisman & Suyono, 2000).

Upaya penanggulangan DM di masyarakat sudah dilakukan melalui pencegahan primer dan


sekunder untuk mengurangi risiko komplikasi, kematian, dan mengurangi biaya pengobatan.
Pencegahan primer merupakan tindakan pencegahan DM pada individu yang berisiko melalui
modifi kasi gaya hidup, di antaranya pola makan sesuai, aktivitas fi sik, dan penurunan berat
badan dengan program edukasi yang berkelanjutan. Sedangkan pencegahan sekunder merupakan
tindakan pencegahan terjadinya komplikasi akut maupun jangka panjang. Programnya meliputi
pemeriksaan, pengobatan tekanan darah, perawatan kaki diabetes, pemeriksaan mata secara rutin,
pemeriksaan protein dalam urin, serta program untuk menurunkan atau menghentikan kebiasaan
merokok (Depkes RI, 2005).

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang di maksud dengan komunikasi?
2. Bagaimana cara komunikasi pada pasien dengan penyakit kronis?
1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui komunikasi
2. Untuk mengetahui cara komunikasi pada pasien dengan penyakit kronis
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN KOMUNIKASI

Peranan komunikasi bagi perawat sangat besar sekali untuk lebih mengembangkan
kepribadian serta untuk kelancaran pelaksanaan tugas seharihari.Menurut Kariyoso Ada 4
(empat) keharusan bagi perawat dalam serangkaian komunikasi dengan pasien maupun
dalam penyuluhan kesehatan di masyarakat. Empat keharusan tersebut yakni:

1. Pengetahuan
2. Ketulusan
3. Semangat
4. Praktek
Pengetahuan Mengetahui pokok permasalahan yang akan dibicarakan dan disampaikan
dalam penyuluhan. Dalam usaha berkomunikasi dengan baik, seorang perawat harus mempunyai
pengetahuan yang cukup sehingga memudahkan dalam melaksanakan tugasnya setiap hari.

Meskipun pasien tidak mengetahui dengan baik tentang rencana asuhan keperawatan
(nursing care plan), namun bilaperawat mendiskusikannya dan mengajak kerjasama dengan
pasien tentang tahapan-tahapan yang dilalui dalam proses perawatan akhirnya pasien akan
menaruh kepercayaan kepada perawatan yang bersangkutan karena telah meminta pendapatnya.

Kemudahan dalam melaksanakan tugas, sangat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan yang
dimiliki perawat itu sendiri. Seorang perawat bukan sekedar menghafal nama pasien, alamat, diet
dan lain-lain akan tetapi dari cara berkomunikasi turut besar pula andilnya. Begitu juga bila
dalam memberikan penyuluhan kesehatan dimasayarakat, pertanyaan-pertanyaan dari warga
masyarakat akan dapat dijawab dengan jelas serta memberikan tindak lanjut, daripada
menganggap tugas penyuluhan kesehatan sekedar menjalankan tugas saja oleh karena
kemampuan yang terbatas.Tepatnya perawat yang memiliki pengetahuan yang luas akan lebih
mudah berkomunikasi daripada wawasan pengetahuannya terbatas.

1. Ketulusan
Sekedar mengenal pasien dan kebutuhannya saja tidaklah cukup, tapi kepercayaan
yang sepenuh hati (tulus) tidak bisa diabaikan begitu saja. Penampilan seorang
perawat yang tulus tercermin dari sikapnya yang sederhana, mau mendengarkan
keluhan-keluhan pasien tanpa bermaksud untuk melecehkannya atau
mencemoohnya.
Dalam melaksanakan tugas setiap harinya seorang perawat sering berhadapan
denagn pasien yang memiliki bermacam-macam sifat dan tabiat. Namun dengan
sikapnya yang tulus seorang perawat dapat membantu meringankan beban pasien
tanpa membedakan antara pasien yang satu dengan pasien yang lainnya.
Meskipun gaji Perawat bukanlah gaji yang tinggi, namun seorang perawat
memperoleh kepuasan batin apabila mampu membantu pasien dalam mengatasi
penyakitnya, lebih-lebih bila nasihat dan saran-sarannya diterima dengan baik oleh
pasien. Walaupun kehadirannya ada yang memuji tapi tidak sedikit pula yang merasa
tidak puas terhadap asuhan perawatan yang telah diberikan, sehingga muncul istilah
suster judes.
“ Saya sering di bilang suster judes oleh pasien di sini mungkin karena saya
cerewet selalu mengingatkan pasien kalau mereka tidak mau minum obat atau
melanggar larangan yang sudah di jelaskan oleh dokter, tapi lama kelamaan kalau
kitanya sabar , pasien juga akan mengeri sendir” ungkap suster “H” yang bekerja di
salah satu Rumah Sakit Swasta terkenal di Bandung.
Tapi satu hal yang perlu kita garis bawahi, perawat tetaplah perawat, sosok
manusia yang bisa khilaf. Sedangkan yang membedakannya karena keahlian dan
ketulusannya dalam mebantu pasien dalam mengatasi kesulitan yang berhubungan
dengan penyakitnya.
2. Semangat
Dalam berkomunikasi dengan pasien, selain pengetahuan dan ketulusan seorang
perawat haruslah bersemangat. Semangat hidup yang tinggi dapat mempengaruhi
semangat pasien. Akan halnya penyakit yang diderita oleh pasien lebih cepat sembuh
bila nasihat dan saran-saran serta anjuran dokter ditaati sepenuhnya oleh pasien.
Misalnya tentang diet dan istirahat yang cukup, kemudian bisa pula melatih
bagian tubuh pasien yang kurang berfungsi (mobilisasi) dengan kursi roda, kruk dan
sebagainya sesuai instruksi unit rehabilitasi. Dengan semangat yang terus
dipompakan oleh perawat keyakinan pasien untuk sembuh lebih besar lagi.
Selain itu sebagai penyebab ketidakmampuan pasien untuk bekerjasama karena
perasaannya terkekang dan sulit dikeluarkan, keadaan ini dapat disebabkan
kurangnya perhatian perawat sehingga pasien merasa dikucilkan. Menghadapi situasi
yang demikian, seorang perawat dengan naluri keibuan haruslah bijaksana terutama
dalam mengubah kekangan perasaan pasien dengan memberikan dorongan. Jadi,
selain perawat harus bersemangat dalam bekerja juga memberikan semangat kepada
pasien.
3. Praktek
Untuk dapat berbicara yang baik atau komunikatif tidaklah cukup sekedar teori
saja, namun lebih ditekankan pada praktis terapan atau praktek. Pribadi yang tampil
utuh sebagai seorang perawat bukanlah suatu hal yang mudah. Lingkungan menuntut
untuk mampu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, sementara kepribadian
perawat juga mendapat porsi yang sama.
Untuk itu agar lebih luwes namun sigap serta tidak kaku dalam berbicara maka
latihan intensif salah satu jalan keluarnya. Dan kemmpuan dalam rangka praktek
berbicara setiap harinya harus lebih ditingkatkan hingga mencapai kondisi yang
diinginkan oleh pesawat itu sendiri. Latihan ini bisa berupa menyebutkan konsonan
huruf hidup A, I, U, E, O tiap sehabis bangun tidur. Bisa juga dengan menghitung
dari 1 sampai 100 dan kebalikannya dari seratus mundur hingga mencapai angka
satu. Dengan latihan praktek demikian ditambah lagi praktek berbicara di depan
umum akan menghilangkan rasa cemas hingga tidak kaku dan berani tampil.
Pada akhirnya bila empat keharusan tersebut dijalankan, niscaya tidak ada
kesulitan dalam berkomunikasi bagi perawat baik di rumah sakit maupun di
puskesmas khususnya pada saat penyuluhan kesehatan
BAB III

PEMBAHASAN

2.1. DEVENISI KOMUNIKASI

Definisi Komunikasi Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal dari Bahasa Latin


‘communicatus’ yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian komunikasi
menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Secara
harfiah, komunikasi berasal dari Bahasa Latin: “Communis” yang berarti keadaan yang biasa,
membagi. Dengan kata lain, komunikasi adalah suatu proses di dalam upaya membangun saling
pengertian. Jadi kominukasi dapat diartikan suatu proses pertukaran informasi di antara individu
melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku. (Riswandi, 2009).

Proses komunikasi merupakan aktivitas yang mendasar bagi manusia sebagai makhluk
sosial. Setiap proses komunikasi diawali dengan adanya stimulus yang masuk pada diri individu
yang ditangkap melalui panca indera. Stimulus diolah di otak dengan pengetahuan, pengalaman,
selera, dan iman yang dimiliki individu. (Wiryanto, 2004) Sosiologi menjelaskan komunikasi
sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh seseorang terhadap informasi, sikap, dan
perilaku orang lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik, atau sikap, perilaku
dan perasaan-perasaan, sehingga seseorang membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap dan
perilaku tersebut berdasarkan pada pengalaman yang pernah dialami. (Mungin, 2008)

Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan


dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu :
mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat
digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi,
pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak berguna
(menghambat/ blok penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi
merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik
itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya
sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan
secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi
seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.
(Pendi, 2009)

2.2. KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT KRONIS

Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai
bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina,
2009) Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala
tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatAn yang baru dirasakan. (Purwaningsih dan Karbina,
2009).

Berdasarkan pengertian diatas kelompok menyimpulkan bahwa penyakit kronik yang


dialami oleh seorang pasien dengan jangka waktu yang lama dapat menyebabkan seorang klien
mengalami ketidakmampuan contohnya saja kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau
kegiatan yang baru dirasakan. Contoh : penyakit diabetes militus, penyakit cord pulmonal
deases, penyakit arthritis.

Tiap fase yang di alami oleh psien kritis mempunyai karakteristik yang berbeda.
Sehingga perawat juga memberikan respon yang berbeda pul. Dalam berkomonikasi perwat juga
harus memperhatikan pasien tersebut berada di fase mana, sehingga mudah bagi perawat dalam
menyesuaikan fase kehilangan yang di alami pasien.

1. Fase Denial ( pengikraran ) Reaksi pertama individu ketika mengalami kehilangan


adalah syok. Tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehlangn itu terjadi dengan
mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi “. Bagi individu atau keluarga
yang mengalami penyakit kronis, akan terus menerus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengikraran adalah letih,lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak tau harus berbuat
apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dlam waktu beberapa menit sampai beberapa
tahun.

Teknik komunikasi yang di gunakan :

a) Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang kontruktif


dalam menghadapi kehilangan dan kematian
b) Selalu berada di dekat klien
c) Pertahankan kontak mata
2. Fase anger ( marah )
Fase ini di mulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan yang terjadinya kehilangan.
Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering di proyeksikan kepada
orang yang ada di sekitarnya, orang –orang tertentu atau di tunjukkan pada dirinya
sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan prilaku agresif, bicara kasar, menolak
pengobatan, dan menuduh perawat ataupun dokter tidak becus. Respon fisik yang sering
terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
menggepai.
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, hearing..
hearing.. dan hearing..dan menggunakan teknik respek
3. Fase bargening ( tawar menawar )
Apabila individu sudah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia
akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon kemurahan tuhan. Respon ini
sering di nyataka dengan kata kata “ kalau saja kejadian ini bisa di tunda, maka saya
akan selalu berdoa “ . apabila proses berduka ini di alami keluarga, maka pernyataan
seperti ini sering di jumpai “ kalau saja yang sakit bukan anak saya.
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
Memberi kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan kepada pasien
apa yang di inginkan
4. Fase depression
Individu fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mau
berbicara, kadang kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut atau
dengan ungkapAn yang menyatakan keputus asaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik
yang sering di perlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libugo
menurun
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
Jangan mencoba menenangkan klien dan biarkan klien dan keluarga mengekspresikan
kesedihannya.
5. Fase acceptance ( penerimaan )
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase menerima ini
biasanya di nyatakan dengan kata kata ini “ apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat
sembuh?” Apabila individu dapat memulai fase fase tersebut dan masuk pada fase damai
atau penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi
perasaan kehilnagannya secara tuntas. Tapi apabila individu tetep berada pada salah satu
fase dan tidak sampai pada fase penerimaan. Jika mengalami kehilangan lagi sulit
baginya masuk pada fase penerimaan.
Teknik komunikasi yang di gunakan perawat adalah:
Meluangkan waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan
keluarga terhadap kematian pasien
2.2. PRINSIP KOMUNIKASI PADA PASIEN KRONIS DALAM PERAWATAN
PALIATIF
1. Meski pada akhirnya pasien meninggal. serta tidak stres menghadapi penyakit yang
dideritanya. menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal,
sosial dan spiritual,memberikan dukungan psikologis,Populasi pasien.
2. Waktu dalam pemberian perawatan paliatif berlangsung mulai sejak terdiagnosanya
penyakit dan berlanjut hingga sembuh atau meninggal sampai periode duka cita.
Dimana dalam populasi pasien ini mencangkup pasien dengan semua usia. B.
Witjaksono.
3. Meningkatkan kualitas hidupnya yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap
secara psikologis dan spiritual. penyakit kronis atau penyakit yang mengancam
kehidupan. tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian. memberikan
dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita. 2013)dan Aziz. serta menggunakan
pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya
BAB IV

CONTOH KOMUNIKASIH PADA PASIEN KRONIS

Ny.A usia 45 tahun dirawat di RS Gambiran Kediri karena penyakit Diabetes Melittus
yang tak kunjung sembuh. Penyakit yang dideritanya selama 3 tahun semakin lama semakin
parah. Beliau dibawa ke RS karena beberapa waktu lalu kaki kanannya terkena pecahan kaca dan
lukanya tidak lekas sembuh.

Ny.A sudah dirawat selama dua minggu, Ny.A mendapat perawatan yang baik dari RS.
Namun, Ny.A mengatakan bahwa Beliau sudah bosan dengan penyakit yang dideritanya selama
ini. Ini membuat Ny.A sangat terpukul dan ingin mengakhiri hidupnya. Setelah ditanya perawat,
Ny.A mengatakan bahwa Beliau malu dengan keadaan yang dialami dan beliau merasa lelah
dengan apa yang dihadapinya.

Ini membuat perawat harus mencari cara agar ny.A tidak lebih terpuruk dengan
keadaannya. Dengan komunikasi terapeutik perawat yakin bahwa Ny.A akan merasa ada yang
memperhatikan dan akan menarik diri untuk tidak memikirkan hal – hal yang kurang baik.
Dengan begitu, perawat menasehati Ny.A sehingga Ny.A mau untuk bersabar dan menerima
keadaan yang beliau alami saat ini.

Roleplay Perawat Melakukan Komunikasi Terapeutik Pada Klien Dengan Penyakit


Terminal (Diabetes Melitus)

“ Pada pagi hari seorang ibu paruh baya bernama ibu Ani yang berumur 45 tahun tidur
menyingkur. Dia mempunyai penyakit diabetes mellitus. Beliau merasa hidupnya tidak berguna
lagi dan merasa malu dengan keadaannya saat ini,. Namun, perawat memberi perngertian bahwa
semua penyakit pasti ada obatnya”

Cerita selengkapnya, kita lihat di TKP :

P : Selamat pagi (Perawat berhadapan dengan klien).

Ny. A :Selamat pagi suster….!


P : Perkenalkan, nama saya suster Dwi ( Sambil berjabat tangan). Maaf,
apakah benar ini dengan ibu Ani?

Ny. A : benar, saya ibu Ani.

P : Bagaimana kabar ibu Ani hari ini ? Apakah tidur semalam nyenyak?

Ny. A :Baik suster, dan tidur saya semalam cukup nyenyak.

P :Kalau boleh tahu, kenapa ibu Ani selalu memalingkan muka setiap
bertemu saya? apakah ibu Ani mau bercerita tentang apa yang ada
dibenak ibu dengan saya? Saya akan membantu ibu, jika ibu ada
masalah. Saya akan meluangkan waktu dan saya akan mendengarkan.

Ny. A : begini sus,saya malu dengan keadaan saya saat ini. (menangis)

P :( Perawat mendengarkan dengan penuh perhatian ) : Kenapa ibu Ani


malu dengan keadaan ibu saat ini? ( Perawat menanyakan pertanya an An
y yang berkait untuk mendapatkan informasi yang spesifik ). Bukankah
kemarin saya sudah menjelaskan kepada ibu agar ibu tetap bersabar?
InsyaAllah, ibu akan diberi kesembuhan.

Ny. A :Pokoknya, saya malu sus, saya ingin mati saja (menangis) saya malu
dengan keadaan saya ini karena saya tidak bisa seperti orang lain yang
degan mudah berkumpul dan saya tidak mau mendapat bantuan
apapun….!

P :ibu Ani, saya mengerti apa yang ibu rasakan . Tetapi, Ibu Ani tidak perlu
malu dengan keadaan ibu sendiri, dengan ibu lebih sabar dan tegar ibu
pasti akan bisa menjalani semua ini.( Perawat berusaha mengklarifikasi ).
“Ibu Ani pun terdiam sejenak. Lalu perawat memberikan tambahan
informasi untuk memfasilitasi klien dalam mengambil keputusan”.

P :Ibu Ani, dengan pengobatan yang ibu jalani sekarang dan dengan
kesabaran ibu,itu akan membantu ibu untuk menyembuhkan penyakit
ibu. ( Perawat memberikan kesempatan kepada klien untuk memulai
pembicaraan ).
Ny. A :tapi sus,, saya merasa hidup saya sudah tidak berguna lagi. Lihatlah sus,
kaki saya,, (menunjukkan kakinya dan menangis meronta)

P :ibu,, ibu tenang dulu, semua penyakit pasti da obatnya, tapi obat itu tak
aka nada gunanya, jika kita juga tidak berniat dari hati bahwa kita bisa
sembuh. Banyak orang diluar sana yang masih membutuhkan bantuan
ibu.

Ny. A :(menghela nafas) baik sus, saya akan berusaha sabar dan tegar, suatu
saat nanti pasti penyakit saya ini akan sembuh.

P :(Perawat memberikan penghargaan dengan tersenyum pada Ibu Ani) :


Keputusan itu sangat baik Ibu Ani, mudah-mudahan anda cepat sembuh
dan dapat beraktifitas seperti biasanya.

Ny. A :Terima kasih sus atas motivasi yang anda berikan.

P :Sama-sama Ibu Ani.

Ny. A :yang terpenting saya akan selalu berdoa untuk kesembuhan saya. Jika
nanti takdir berkata lain, sayasudah siap menerimanya sus.

P :nah, ibu,,, semua itu sudah diatur sama Allah. Dan kita harus bisa
menerimanya.

Ny. A :baik sus.

Ibu Ani pun telah menyadari bagaimana keadaan yang dia alami, dan Beliau berusaha
untuk menerimanya.

Kesimpulan dari role play kali ini adalah untuk menjalin suatu hubungan yang saling
percaya, maka perawat membutuhkan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik ini berguna
untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada
pertumbuhan klien. Padapasien yang mengalami penyakit kronis ini, perawat harus lebih bisa
pbersabar untuk menuntun pasien agar keluar dari keadaan yang bisa menurunkan semangatnya
untuk hidup.
BAB V

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Hubungan perawat – klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan
pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terapeutik
dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi agar perilaku klien berubah kea rah yang
positif secara optimal. Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisa
dirinya dari kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang
bertanggungjawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat (verbal atau non
verbal) hendaknya bertujuan terapeutik untuk klien. Analisa hubungan intim yang terapeutik
perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan
keterampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip di sini
dan saat ini (here and now). Rasa aman merupakan hal utama yang harus diberikan pada anak
agar anak bebas mengemukakan perasaannya tanpa kritik dan hukuman.

3.2. SARAN

Seorang perawat haruslah bisa mengekspresikan perasaan yang sebenarnya secara


spontan. Di samping itu perawat juga harus mampu menghargai klien dengan menerima klien
apa adanya. Menghargai dapat dikomunikasikan melalui duduk bersama klien yang
menangis,minta maaf atas hal yang tidak disukai klien,dan menerima permintaan klien untuk
tidak menanyakan pengalaman tertentu . Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah.
Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan dengan klien,terutama
pada pasien kronis yang klien itu sendiri sudah tidak merasa hidupnya berguna lagi
DAFTAR PUSTAKA

Ferrell, B.R. & Coyle, N. (2010). Oxford Textbook of palliative nursing 3nd ed. New York :
Oxford University Press Nugroho, Agung.(2011). Perawatan Paliatif Pasien Hiv / Aids.
http://www.healthefoundation.eu/blobs/hiv/73758/2011/27/palliative_care.p df. Diakses tanggal
9 sep 2017.

Menkes RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


812/Menkes/Sk/Vii/2007. Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Di akses pada 21 Maret 2018 dari http://spiritia.or.id/Dok/skmenkes812707.pdf.
“Komunikasi teraupetik pada pasien tidak sadar” di akses pada 23 Maret 2018 dari
http://nurse3030.blogspot.co.id/2014/02/komunikasi-terapeutikpada-pasien-tak.html

“konsep dasar keperawatn palliative” di akses pada 22 Maret 2018 dari


http://ukhtihuda.blogspot.co.id/2012/07/konsep-dasar-keperawatanpalliatif.html

“Komunikasi dalam keperawatan” di akses pada 22 Maret 2018 dari


http://dwicheeprutezz.blogspot.co.id/2013/07/makalah-komunikasikeperawatan.html

Anda mungkin juga menyukai