Bab Vil
RELASI KOMUNIKATIF
TUHAN DAN MANUSIA (11)
(KOMUNIKASI LINGUISTIK)
1. Firman Tuban(Kalam Allah)’
HUBUNGAN komounikatifantara Tuhan dan manusia menurut pan-
Gengan Al-Qur’an --mengulang apa yang telah dikemukakan berulang
tli pada dasarnya bersifat timbal-balik: (1) dari Tuhan kepada manusia
én (2) dari manusia kepada Tuhan. Pada bab terdahulu kita telah
nembicarakan komunikasi tipe non-verbal. Seperti sudah saya katakan
disana, tipe verbal yang akan dijadikan pokok pembicaraan dalam bab
kasus yang khas dari feno-
ti merupakan analisis akhir, namun suatu
nena yang lebih umum mengenai komunikasi antara Tuhan-manusia
terdasarkan cara tertentu yang diwakili oleh kategori non-verbal. Perso-
dannya adalah apa yang telah dikatakan mengenai struktur
tikasi non-verbal menerapkan i
enyangkut Tuhan-- sisi manusia persoalan tersebut. Dengan kata lain,
Wahyu merupakan kasus *giturunkannya’ Aydt, sebagai kasus yang sangat
Khas. Hanya saja, Wahyv sangat menonjol dan berbeda dari bentuk-
bentuk "yang diturunkan" lainnya sehingga Wahyu perlu diperlakukan
i i independen. Dan hal ini juga
Merupakan pandangan rsoalan tersebut. Di dalam
4l-Qur'an, Wahyu memperoleh tempat yang sangat khusus. Dalam Al
Qur'an Wahyu diperlakukan secara istimewa, sesuatu yang misterius,
m Al-Qur'an sebelumnya
J Bagian bab yang berke
aaa Srudies in Medieval Thought, Journal of the Japancse
‘bawah judul "Revelation as Linguistic
RELASI KOMUNIKATIFTUHAN DAN MANUSIA (tt) 165,cing nt Na En pone
ee Bon lldh yaiam pentuk khusus sama sekali berbeda
a eae lainnya, yang bersifat "alamiah" yang dapat diterima
olen manusia yang memiliki kemampuan umum "pemahaman yang be.
mio dapat mengemukakan, sebagai salah sate ee Khas,
tiga agama besar yang berinduk pada agama Sal ath St ah i,
Kristen, dan Islam. Pandangan yang ‘sama-sama ¢ jimi fae iga
agama itu, bahwa sumber sejarahnya, jaminan at maa pe
ngalaman religius orang-orang yang beriman terletak pa k an
sendirilah yang telah mewahyukan Diri-Nya kepada manusia. Dalam
Islam, Wahyu artinya "perkataan" Tuhan. Dia mewahyukan melalui ba-
hasa, bukan dalam bahasa non-manusia yang misterius, namun dengan
bahasa manusia yang jelas dan dapat dimengerti. Inilah fakta awal dan
sangat menentukan, Tanpa perbuatan awal dari pihak Tuhan, maka tidak
akan ada agama yang sesungguhnya di bumi. Demikianlah menurut pe-
mahaman bahasa agama Islam.
Maka tidak heran, sejak awal Islam sangat sadar dengan bahasa. Islam
muncul ketika Tuhan berbicara. Seluruh kebudayaan Islam memulai
langkahnya dengan fakta sejarah bahwa manusia di sapa Tuhan dengan
bahasa yang Ia ucapkan sendiri. Persoalan Tuhan "menurunkan" Kitab
Suci ini bukanlah persoalan yang sederhana. Inilah pada hakikatnya yang
dimaksudkan dengan Wahyu, “firman" Tuhan. Pada hakikatnya Wahyu
merupakan konsep linguistik.
__Oleh karena itu, dalam konteks Al-Qur’an, Wahyu dalam pengertian
ini memiliki dua aspek yang berbeda, tetapi sama-sama penting. Salah
satu aspek tersebut adalah menyangkut konsep “firman’ (kala m). Me-
nurut pengertian teknis yang sempit istilah “firman" dapat dibedakan
dengan "bahasa” (lisa). Sedangkan aspek lainnya berkaitan dengan fakta
bahwa dari semua bahasa kultural yang ada Pada saat itu, bahasa Arab
sengaja dipilih oleh Tuhan, bukan secara kebetulan — sebagaimana
ditegaskan Al-Qur’an berulang kali, sebagai sarana ee bean
Dengan menggunakan terminologi Saussurian, kita dapat meinb: irman.
antara kedua aspck ini dengan mengatakan bahwa kalam m ern! edakan
Parole, sedangkan lisan merupakan sisi langue, kalam dan Jenn
bahasa Arab, kira-kira sama dengan bahasa Perancis an lisén dalam
langue dan parole. Kedua aspek yang di kemudian hari me nemasing
reaksi penting dalam sejarah perikiren Islam akan kita He onc ua
st lumnya marilah kita memusatkan perhatian Pada aspek parole RE te
166 RELASITUHAN DAN MANUSIAxjta akan memulai d
exavouran mengenaiven Menyatakan bahwa W,
Fs = firman Tuhan (kal am ti tersebut, merupale Menurut kon.
safsiran sembarangan. Ini Hah). Penatsiran ini pune satan:
: . Ini sebenarnya Merupakan pn mMerupakan
f Tafrasa yang se.
sini Satu atau dua contoh dant Al Ga nee" Poko pembi
4 Ti Al-Qur’an ki; Pembicaraa;
neyakinkan akan pe ini an kiranya sud. 4
i Tsoalan ini. Dalam Strah ah-Pouba a anny wai
fa ba-
“Dan jika seorang di
dog Bes Se Sai crang-orang Musyrikin itu meminta perlin-
ae ( Allah ingilah ia supaya ia sempat mendengar
Di sini secara konteks i
- tual terbukti bahwa "Fi "
bade : ‘jrman Tuhan” mengacu
ita ee yang telah diucapkan dan dikatakan kepada Nabi, yakni iat
alBag ig telah diwahyukan kepadanya. Demikian pula dalam Sarah
arch, yang menunjukkan wahyu yang diturunkan kepada Musa:?
eka akan percaya kepadamy,
gar firman Allah, lalu mereka
“Apakah kamu masih mengharapkan mei
sedang mereka mengeta-
padahal segolongan dari mereka menden;
ee setelah mereka memabaminya,
ui?”
lam bentuk yang lebih ana-
ukkan bahwa fenomena ini
rbeda: (1) Tuhan dan (2)
emiliki dua dasar pijak-
_ Kemungkinan mengubah =wahyu" ke dalz
litik dari "rman Tuhan" dengan jelas menue}
Secara semantik memiliki titik tekan yang ber
frman. Dengan kata lain, dua konsep tersebut m
an.
ve diletakkan pada dasar yang pertama, yakni
nekanan khusts One at ney sisi ini, maka konsep Wahyu
wg tidak dapat secara pas
Bila
Tuhan dan seluruh fenoment
ditunjukkan oleh kelompok Fae te rlaku picara manusia biasa
Giterapkan pods aspek wal saa iain sebagainya. Tanzi! tidak per-
acai raean unto menyebut peristiwa tindakan berbicara antara
ieee fore mnanusif, Makna ‘dasar’ kata tersebut melarang untuk
wusia den, -
_
2serah a!-Tesdo* eo. st 6
Seen Srpagarah (11) ayat 75:
167
RELAS| KOMUNIKATIF TUHAN DAN MANUSIA (1!)oN
i an kecuali pada komunikasi supranatural. Karena akar
Sg asa-ust kata tersebut, yakni NZL, berarti "turun’, aa
dengan demikian berarti "menyebabkan (sesuatu) turun”. Mengenai we
hy, kita bisa memperhatikan bahwa kata ini kadang-kadang digunaiay
untuk menyebut komunikasi manusia, atau sebenarnya untuk persoalan
tersebut, bahkan komunikasi binatang sebagaimana sering terjagj Pada
sya'ir pra-Islam, bahkan dalam kasus semacam itu, kata tersebut dapat
digunakan hanya bila komunikasi tersebut dalam bentuk pertanyaan,
entah itu manusia atau binatang, yang terjadi pada situasi yang tuar biasa
dan selalu dibarengi dengan pengertian rahasia dan misteri. Persoalan
ini akan ditelaah lebih mendetail bila kita sudah sampai pada persoalan
struktur makna kata penting ini dalam Al-Qur’an.
Untuk sementara ini cukuplah diperhatikan bahwa Wahyu, bila dilihat
dari sudut ini, bukan merupakan tindakan bicara dalam arti kata yang
alamiah dan umum. Dan bila kita melangkah satu langkah lebih jauh dan
menempatkan penekanan mutlak pada landasan konsep yang pertama
ini, maka Wahyu menjadi suatu misteri teologis, yang tidak mampu
dipahami oleh pemikiran analitik manusia, Dalam hal ini, fenomena
Wahyu merupakan sesuatu yang sangat misterius, tidak memungkinkan
analisis dan harus diimani. .
Namun, kita jangan sampai lupa bahwa konsep Wahyu memiliki
landasan lain yang sama-sama Penting, yang bila landasan tersebut dipa-
~ hami maka akan dapat dianalisis dengan cara yang wajar. Wahyu, seba-
gaimana sudah saya kemukakan sebelumnya, secara semantik gama de-
es “firman Tuhan". Tapi, bila kita meletakkan penegasan khusus ber-
arkan unsur pertama dan bila eat melihat persoalan tersebut dari
Quran te Wahyu merupakan suatu bentuk "time" Kalew tidak Al
isha Wana akan menggunakan kata kalam "firman" untuk melu-
Oleh it
*perkatasn iu sulit untuk menolak Kesimpulan bahwa, sekalipun
pe akan sesuatu yang misterius dan tidak memiliki
@ manusia umumnya, namun karena itt
5. eel semua sifat-sifat penting
in juga men; kan kata-kata
“but Wahyu. Yang paling see nenegunakan
Misalnya, dalam soos ne Sting digunakan kalimah yang
rah al-Shara:4
—_
4
Sdrah at-Shara (xt), ayat 24,
168
RELASITUHAN DAN MANUSIA“Dan Allah menghapuskan yang batil
xalimat-kalimat Sate kat) Nee tl dan membenarkan yang hak dengan
Qaul merupakan kata lain dari jenis ini; ini i
cang paling umum dari semua alin mar besa Sebagai kata
scaramanusia. Q4/a, "seseorang mengatakan sesuatu’ erecta ate
cc kata yang paling sering digunakan dalam bahasa Ara sefak aval
sarah hingga saat ini. Kata qala merupakan kata yang ane umum
hinge hampir-hampir tidak memerlukan penjelasan. Bila kata terse-
nt disebutkan, maka setiap orang memahami artinya. Dalam kaitannya
dengan topik yang sedang kita bicarakan, penting untuk dicatat bahwa
dalam Al-Qur’an Tuhan sendiri seringkali menggunakan kata ini untuk
nenyebutkan kandungan Wahyu-Nya sendiri.
Dalam Sirah al-Muzammil, Tuhan berbicara
da Vo thle Ab Uy
perkataan yang berat!”
kepada Muhammad 3
"Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu
re , iri
Perlu diperhatikan bahwa di sini Tuhan menyebut Wahyu Nya sen
melalui seuah kata yang, paling umum dari semua kata untuk Soe
veloc poesia, ata ga, meskipun G51 2 srpobot a1
dimasukkan ke dalam kelompok kat sifat yang berarti "Derbo
derat™ (thagil
gil). eee
Kesit dapat ditarik dari pe da di
aeskipun arate ned sendii merupakan suatu fenomena yang a adi
luar semua perbandingan dan be tent kan endekatan secara
mun ada hat tertentu di mana kita €BP7 a carko sepnyamelal a
as
analitik dan berusaha menem™ n asus yang
ih teparnya my 5
see reroleh ema makhluk yang "berbi-
Mengkaji kasus yang ekstre
Peritaku Hinguistik umom yang dikenal
ra",
mbahasan singkat ini adalah,
mena linguistik yang non
ty ndengarnya
di
wale ae dalah Tuhan dan pe!
Apa yang membuat nden
hae adalah karen pembicr pecs yang terjadidisint adalah
ah manusia. Ini beral
-_—
- 1 5.
Ssorah al-Muszammil (XI) om
[RELASI KOMUNIKATIF TUHAN DAN manusiacty 169™
antara tatanan wujud supranatural dan tatanan wujud natural, seh
tidak ada kescimbangan ontologis antara pembicara dan penden
Dalam situasi saling memberi dan menerima yang wajar, baik penbien
maupun pendengar berada pada tingkat wujud yang sama schin mn
diri dalam kesejajaran ontologis. Seorang manusia berbicara dan ti ‘
hami oleh manusia lainnya, Tentu tidak akan ada komunikasj linguist
antara seorang manusia dengan, katakanlah, seekor kuda, kecuali Sebagaj
perumpamaan, karena betapa pun cerdiknya binatang itu, tidak ady
kesejajaran wujud antara keduanya. Paling-paling yang dapat dihasilkan
antara kedua pihak tersebut dalam kasus semacam itu adalah suaty:
pertukaran isyarat non-verbal atau isyarat ekstra-linguistik. Penyair’An-
tarah memberikan contoh yang sangat menarik berkenaan dengan masa-
lah ini.
Dalam Mu’allaqah yang terkenal, "Antarah menggambarkan penga-
lamannya dengan cara yang sangat menyentuh dan menyedihkan menge-
nai komunikasi non-verbal antara dirinya dengan kudanya. Hubungan
yang dapat kita katakan sebagai hubungan yang sangat akrab dan hampir-
hampir pribadi antara sang penyair dengan kudanya itu dijadikan pepa-
tah oleh orang-orang Arab.
Dalam sajak tersebut 'Antarah menggambarkan kematian tragis kuda
yang dicintainya dalam medan pertempuran. Kuda itu berlumuran darah.
Dengan beberapa tombak yang menancap di dadanya, kuda tersebut
menyentuh dan berbelok ke samping, kemudian tidak dapat lagi melom-
pat ke arah musuh. "Kemudian ia mengeluh kepadaku dengan mengu-
curkan air mata dan merengek sedih. Seandainya ia bisa berkata-kata, ia
akan menyatakan rasa sakitnya. Seandainya ia tahu bagaimana berbicara,
ia akan berbicara kepadaku.”
Seorang manusia dan seekor binatang tidak dapat berkomunikasi satu
sama lain secara linguistik karena dua alasan yang berhubungan crat; (1)
tidak adanya sistem isyarat yang sama-sama dimiliki keduanya dan (2)
oe hakiki sifat ontologisnya. Dengan demikian, secara abstrak,
antara Tunes ge! Perlaku bagt kemustahilan teoretik komunikasi verbal
yang sama dan per aaa karena di sini juga tidak ada sistem isyarat
Keduanya, "°“#aN Ontologis yang hakiki saling memisahkan
Ni
dengansisemisyaratyang eer hambatan pertama oar
Arab dipilih oleh Tuhan sendir! igantikan oleh kenyataan bahwa baha:
a iri sebagai sistem isyarat yang sama antara
6
*Al-Mu'allagat, ed.
'& Amold (Septem Mo'allakat), Leipzig, 1850 sajak 68-69.
170 an
P NTUHAN DAN MANUSIAr
quhan dan manusia. Tetapi yang kedua, yakni hambatan ontologis ka-
rena sifat ontologisnya, tidak begitu mudah diatasi. Inilah keistimewaan
fenomena tersebut. Karena di sini komunikasi linguistik yang asli benar-
penar terjadi antara dua tingkatan eksistensi yang dunianya terpisah dan
giantara keduanya terdapat jarak pemisah yang tak terbatas. Sekalipun
gemikian, Tuhan berbicara kepada manusia dan manusia mendengarkan
xata-kata dan memahaminya. Itulah wahyu. Bagaimana kita harus mem-
rtimbangkan fenomena yang luar biasa ini? Atau lebih tepatnya, bagai-
mana orang-orang Arab pada masa itu mengalaminya dan bentuk kon-
sepsi yang bagaimanakah yang terbentuk dalam diri mereka mengenai
kejadian yang luar biasa ini? Itulah yang akan menjadi perhatian utama
kita pada separuh bagian bab ini.
Tapi sebelum kita mulai bergulat dengan persoalan yang sulit, kita
harus berusaha menganalisis makna asal kata-kata wahy, yang tak dapat
disangkal sejauh ini merupakan kata-kata yang paling penting dari semua
kata-kata Arab yang menunjukkan fenomena Wahyu.