Oleh :
2013
Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari hukum organisasi internasional ?
2. Bagaimana konsep organisasi internasional ?
3. Aspek apa saja yang ada dalam hukum organisasi internasional ?
4. Bagaimana studi kasus hukum organisasi internasional ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari hukum organisasi internasional
BAB II
Pembahasan
Organisasi internasional meliputi sebagai subjek dalam arti yang luas dimaksudkan
tidak saja menyangkut semua organisasi yang dibentuk oleh negara-negara, tetapi juga
yang dibentuk oleh badan-badan non pemerintah. Sampai dengan akhir tahun 1969,
jumlah organisasi internasional meliputi kurang lebih 2400 buah, 229 diantaranya
merupakan organisasi antar pemerintahan dan organisasi non pemerintahan
(Suryokusumo, 1990).
Studi Kasus
Kita telah megetahui tentang hutang Indonesia kepada IMF yang begitu banyak dikarenakan
terjadinya krisis di negeri ini. Pada studi kasus kali ini, akan dibahas tentang bagaimana peran
IMF dalam krisis yang terjadi di Indonesia. Tapi sebelumnya, mari kita telusuri pada awal mula
terjadinya krisis di Indonesia.
Indonesia memang tidak terlalu jauh dari status pariah, paling tidak di bidang ekonomi pada saat
pergantian pemerintahan menuju Orde Baru. Tumpukan besar utang yang mewarnai
perekonomian Indonesia menjadi gambaran kondisi Indonesia pada saat itu. Belum lagi
Perekonomian Indonesia memang nyaris bangkrut. Ekspor dalam setahun hanya mencapai
jumlah yang sangat rendah, yaitu hanya sebesar 679 juta dollar atau hampir seperseratus
jumlahnya dari ekspor Indonesia saat ini. Sementara itu impor, yang bahkan sudah dicatu
jumlahnya untuk keperluan impor yang esensial saja mencapai 527 juta dollar pada tahun
tersebut. Dalam keadaan demikian, cadangan devisa yang ada sungguh tidak menggambarkan
adanya sisa-sisa kebesaran yang ingin diproyeksikan dengan berbagai proyek mercusuar pada
masa pemerintahan sebelumnya. Dan cadangan devisa tersebut hanya mampu untuk membiayai
impor beberapa minggu saja. Oleh karena itu, tak pelak lagi bahwa Indonesia berada dalam
keadaan yang tidak mampu untuk keluar dari jerat utang. Pada masa itu, jumlah utang yang
menjadi kewajiban pemerintah berjumlah dari USD 4 miliar.2
Dalam keadaan seperti itu, kerja keras dari Tim Ekonomi baru yang dipimpin oleh Profesor
Wijoyo pada akhirnya berhasil membalikkan arah perekonomian, dari jalan menuju
kebangkrutan menjadi jalan menuju kebangkitan. Berbagai upaya dilakukan untuk membangun
kembali jembatan yang diruntuhkan sebelumnya dengan slogan Go to hell with your aid melalui
upaya restorasi hubungan dengan masyarakat interasional. Keanggotaan kembali Indonesia di
PBB, IMF, dan Bank Dunia pada akhirnya menandai proses perbaikan kembali hubungan
Indonesia dengan masyarakat internasional tersebut.3
Proses tersebut dilanjutkan dengan kerja keras berikutnya, yaitu meyakinkan masyarakat dunia
bahwa Pemerintah baru Indonesia memang serius untuk membangun kembali perekonomiannya.
Untuk itu, IMF diminta membantu penataan kembali perekonomian Indonesia serta membantu
proses bagi restrukturisasi utang Pemerintah, terutama melalui proses penjadwalan kembali
utang pemerintah melalui Paris Club. Proses tersebut berhasil mengantarkan Indonesia dalam
melakukan stabilisasi dan rehabilitasi perekonomiannya, dan dalam membangun landasan yang
kuat bagi pembagunan selanjutnya. Dalam beberapa tahun berlangsungnya proses ini, terlebih
lagi setelah diterapkannya formula Dr. Hermann Abs untuk melakukan proses penyelesaian
1
Cyrillus Harinowo,2004, IMF Menangani Krisis dan Indonesia Pasca-IMF,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama
2
Ibid,hal.6
3
ibid
Dengan mulai terbangunnya landasan yang kuat bagi pembangunan berikutnya, Indonesia
akhirnya mulai bergerak dari tahun ke tahun dengan setiap kali meninggalkan record yang bagus.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia senantiasa bergerak pada tigkat yang tinggi, umumnya berada
diatas 7 persen, yang pada akhirnya membuat pendapatan per kapita naik berlipat-lipat sampai
dengan tahun terjadinya krisis. Indonesia tidak lagi masuk dalam kategori negara miskin setelah
berhasil melampaui standar yang diperlukan bagi negara yang termasuk kategori berpendapatan
menengah.5
Tingkat kemiskinan pun mengalami penurunan drastis, sementara tingkat penyediaan jasa
kesehatan dan pendidikan sudah mulai merambah seua daerah bahkan ke daerah terpencil
sekalipun. Pada akhirnya sektor industri dapat melampaui sektor pertanian yang semula sebagai
motor pembagunan. Selanjutnya, sektor jasa pun juga semakin menampakkan powernya. Setelah
terjadinya proses deregulasi di berbagai sektor, pembangunan ekonomi pun semakin
menampakkan bentuknya.6
Dalam keadaan demikian, tak pelak lagi Indonesia menjadi sorotan dari masyarakat
internasional. Bank Dunia serta lembaga keuangan internasinal lainny menganggap Indonesia
sebagai bagian dari kisah sukses mereka. Oleh karea itu, tidaklah sukar untuk kemudian
menjelaskan kenapa Indonesia akhirnya dikaitkan dengan perkembangan yang fenomenal di
negara-negara lainnya di kawasan Asia Timur.7
Dalam dasawarsa 1980 dan 1990, berbagai ulasan dibuat untuk memahami secara baik mengapa
berbagai negara di Asia Timur pada akhirnya mampu mencapai suatu perkembangan ekonomi
yang menakjubkan.8
4
Ibid,hal.7
5
ibid
6
Ibid,hal.8
7
ibid
8
ibid
Dari sisi positifnya, aliran modal masuk yang besar ini pada akhirnya semakin membuka
peluag bagi pesatnya peningkatan investasi yang pada akhirnya “menggelembungkan”
perekoomian Indonesia. Cadangan devisa pemerintah juga mengalami peningkatan yang sangat
pesat, sehingga pada akhirnya dengan cepat melampaui angka 20 miliar dollar dan dengan cepat
meningkat semakin tinggi lagi.10
Cara-cara pengelolaan dana yang modern mendorong berbagai instrumen yang ada, tetapi juga
pada negara-negara dimana penanaman dana bisa dilakukan. Konsep dasar dari cara penanaman
modal ini adalah bahwa kita tidak boleh “menaruh semua telur dalam keranjang yag sama”, itu
disebabkan apabila keranjang itu jatuh maka semua telur akan pecah. Oleh karena itu, prinsip
dasar dari teori ini adalah diversifikasi.11
Pada akhir tahun 1970 dan paruh pertama tahun 1990, begitu banyak investor asing berkelas
dunia melakukan penanaman dana di pasar modal negara-negara berkembang.12
Pasar modal Indonesia yang diaktifkan kembali semenjak tanggal 10 Agustus 1977, mulai
menunjukkan semangat yang menggebu-gebu. Pada awal tahun pengaktifan kembali pasar
9
Ibid,hal.9
10
ibid
11
Ibid,hal.12
12
ibid
Setelah itu berkembanglah Bursa Efek Jakarta, serta pembangunan sarana prasarana modal.
Pasar modal di Indonesia pun semakin marak. 14
Penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada
banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi pandang masing-masing pengamat. Berikut ini
diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan kejadiannya:15
1. Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai,
memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas
berapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia menganut rezim
devisa bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka peluang yang
sebesarbesarnya untuk orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka
rekening valas di dalam negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam
negeri, sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar
negeri.
2. Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8%
(1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya,
menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan
kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat
dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin
lama makin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti
juga proteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah
dan produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yang
13
Ibid,hal.13
14
ibid
15
bempvol1no4mar.pdf
Program bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada tanggal 31 Oktober 1997. Program
reformasi ekonomi yang disarankan IMF ini mencakup empat bidang:
Kesimpulan
Akibat dari krisis ini, Indonesia yang harus berusaha mengeluarkan diri dari krisis
akhirnya bergantung pada bantuan IMF dan lembaga keuangan dunia lainnya untuk memulihkan
keadaan ekonomi mereka. Namun, sebagai konsekuensi dari ketergantungan pada bantuan
tersebut, pemerintah harus rela untuk melakukan syarat-syarat yang diberikan oleh IMF.
Perubahan-perubahan signifikan pun harus pemerintah lakukan misalnya dalam deregulasi
16
ibid
Lalu dari latar belakang di atas, apa yang dilakukan IMF selaku organisasi yang bertugas
sebagai pengatur sistem keuangan dan sistem nilai tukar internasional dalam mengeluarkan
Indonesia dari krisis ini? Sebelum mengetahui langkah-langkah IMF? Apakah berdampak baik
atau malah menambah beban Indonesia? Kita perlu mengetahui apa yang menyebabkan negara-
negara di Asia pada tahun 1997-1998 mengalami krisis ekonomi melalui pendekatan teoritis,
serta peran dan fungsi dari IMF itu sendiri.
Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang krisis ekonomi
yaitu : pendekatan Generasi Pertama, pendekatan Generasi Kedua, dan pendekatan Generasi
Ketiga. Pendekatan Generasi Pertama dikembangkan oleh Krugman (1979) dan Flood & Garber
(1984), yang mendasarkan analisis pada kondisi ketidakseimbangan fiskal yang cenderung tidak
stabil, sehingga menjadi pemicu serangan terhadap mata uang. Pendekatan ini mengasumsikan
Bank Sentral cenderung melakukan monetisasi defisit fiskal melalui pemberian kredit dalam
negeri, sementara pada saat yang sama berupaya mempertahankan nilai tukat tetap. Dengan
kondisi ini cadangan devisa yang terbatas, ekspetasi akan terjadinya devaluasi telah mendorong
tindakan para spekulan untuk menyerang mata uang dan menguras cadangan devisa di Bank
Sentral.
Pendekatan Generasi Kedua, dikembangkan oleh Diamond & Dybvig (1983) yang
mendasarkan analisisnya pada kondisi trade-off yang dihadapi pemerintah, yakni antara
mempertahankan nilai tukar tetap (fixed exchange rate system) dan menetapkan kebijakan
moneter ekspansif untuk mempertahankan nilai tukat tetap, para spekulan akan cenderung
menyerang apabila ada indikasi kurangnya komitmen pemerintah untuk mempertahankan nilai
tukar tersebut. Dalam kasus ini, krisis dipicu oleh memburuknya kondisi fundamental
perekonomian, seperti pertumbuhan yang multiple equlibirium. Negara yang mempunyai
fundamental ekonomi lemah cenderung mengalami krisis, sebaliknya yang memiliki
17
bempvol1no4mar.pdf
Pendekatan Generasi Ketiga, dikembangkan oleh Krugman (1998) dan Corsetti, dkk,
(1998), yang memasukkan peran moral hazard induced investment dalam menganalisis faktor-
faktor penyebab krisis. Moral hazard terjadi karena adanya persepsi bahwa pemerintah selalu
siap menjamin atau menalangi perusahaan swasta yang menghadapi masalah. Oleh karena itu,
terjadi excessive investment/lending dan excessive borrowing. Akibatnya, terjadi akumulasi
utang sektor swasta dalam jumlah cukup besar. Dalam kondisi perekonomian yang buruk,
pemerintah tidak bisa tergantung pada penerimaan pajak untuk membiayai krisis, dan cenderung
menutupi defisit dari seignorage revenues. Hal ini akan membentuk expectations of future
inflanationary yang pada gilirannya memicu serangan yang spekulatif terhadap mata uang.
bempvol1no4mar.pdf
latar-belakang__20081122223513__942__1.pdf