Anda di halaman 1dari 5

Mengapa terdapat perbedaan cara pemajakan pada SPDN dan

SPLN?

Seperti dijelaskan dalam penjelasan pasal 2 ayat (2) UU PPh terkait


perbedaan pemajakan SPDN dan SPLN semata-mata adalah alasan
keadilan dimana untuk SPLN menggunakan tax treaty sebagai dasar
pemajakan yang sudah disepakati dalam rangka penghindaran pajak
berganda.

Bagaimana cara menentukan “niat” sebagai dasar penentuan SPDN?

Penentuan “niat” bersifat subjektif kualitatif sehingga tidak ada


pengukuran yang pasti untuk kategori tersebut. Namun petunjuk dari
“niat” bisa saja dilihat dari pernikahan dengan WNI, status kekayaan,
pembukaan rekening bank, membeli rumah/menyewa dan lain-lain, atau
dengan melihat dokumen visa bekerja (Kitas/Kitab). (referensi PER
43/PJ/2011 tanggal 28 Desember 2011).
Apakah wajib pajak yang tinggal di indonesia bisa terkena pph pasal
24 ? Ya, bisa terkena pph pasal 24.Karena pph pasal 24 mengatur tentang
nominal pajak yang dikeluarkan ke luar negeri, yang berfungsi sebagai
pengurang nilai pajak terutang yang dimiliki oleh Indonesia.

Sumber penghasilan
Pada PPh Pasal 24 diatur beberapa sumber penghasilan yang dapat
dikreditkan pada satu tahun pajak sebagai pengurang pajak yang harus
dibayarkan. Sumber penghasilan tersebut berupa :
1. Penghasilan yang diperoleh melalui saham/sekuritas serta keuntungan
dari pengalihan saham/sekuritas lain.
2. Penghasilan yang diperoleh melalui sewa atas harta tidak bergerak
3. Penghasilan dalam bentuk imbalan atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan
yang telah dilakukan
4. Penghasilan dari bunga, sewa, serta royalti yang terkait dengan
penggunaan dari harta yang bergerak
5. Penghasilan yang diperoleh BUT
6. Penghasilan yang diperoleh melalui pengalihan hak atas penambangan
atau melalui tanda pemberian modal pada perusahaan penambangan
7. Keuntungan yang diperoleh dari pengalihan atas harta tetap
8. Keuntungan yang diperoleh dari harta yang merupakan bagian suatu
BUT

Batas Maksimum Kredit Pajak


PPh Pasal 24 mengatur mengenai jumlah pajak yang terutang di luar
negeri atas penghasilan yang berasal dari luar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap nilai dari pajak yang terutang di Indonesia. Rumus
menghitung PPh 24 ditentukan oleh besarnya nilai maksimum kredit
pajak dan besarnya pajak yang harus dibayarkan jika menggunakan tarif
pajak di Indonesia. Jadi, tidak seluruh pajak yang telah dibayarkan di luar
negeri dapat menjadi kredit pajak di Indonesia atau terdapat maksimum
kredit pajak. Nilai maksimum kredit pajak dapat ditentukan dengan cara
berikut:

1. Jika tarif pajak di luar negeri lebih besar dari dalam negeri, maka


besarnya pajak yang dapat dikreditkan = (Penghasilan neto di luar
negeri/Penghasilan Kena Pajak (PKP)) x tarif pajak PPh badan (25%).

2. Jika tarif pajak di luar negeri lebih kecil dari dalam negeri, maka


besarnya pajak yang dapat dikreditkan = Beban pajak yang telah
dibayarkan atau dipotong di luar negeri

Cara ini tidak dapat digunakan untuk wajib pajak orang pribadi. Untuk
menghitung PPh Pasal 24 Orang Pribadi, cara yang digunakan yaitu
dengan menggunakan rumus yang mirip seperti saat tarif pajak di luar
negeri>dalam negeri yaitu (Penghasilan neto di luar negeri/Penghasilan
Kena Pajak (PKP)) x tarif pajak PPh Orang Pribadi (tarif progresif
berdasarkan Pasal 17 UU PPh).

PPH 25
Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25

Misalnya: untuk bulan Februari 2014, angsuran PPh 25 harus dibayar


paling lambat 15 Maret 2014.

Jika batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur (termasuk Sabtu,
Minggu, hari libur nasional, dan Pemilihan Umum), maka pembayaran
masih dapat dilakukan pada hari berikutnya – sesuai Pasal 3 Peraturan
Menteri Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang kemudian diubah lagi
sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata
Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.

Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 pada


21 Mei 2008, pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat
Setoran Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya.

Untuk melakukan setoran pajak, Anda harus membuat ID Billing terlebih


dahulu. OnlinePajak menyediakan layanan pembuatan ID Billing secara
online yang mudah, cepat dan akurat.

Sanksi-sanksi Keterlambatan Pembayaran PPh Pasal 25

Apabila wajib pajak terlambat membayar, maka WP akan dikenai bunga


sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal
pembayaran.

Misalnya: untuk bulan Februari 2014, WP terlambat dan baru


membayarnya pada 16 Maret. Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, WP
dikenai bunga 2%.

Pph 26

Bagaimana pasal 26 UU PPh mengatur tentang sumber penghasilan?


Melalui pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi WPLN yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia
dan pemotongan oleh pihak yang wajib membayar WPLN lainnya. Jenis-
jenis Penghasilan yang wajib pemotongan digolongkan dalam :

1. penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga


termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang, royalti, dan sewa serta penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta;
2. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan;
3. hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
5. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
6. keuntungan karena pembebasan utang.

Anda mungkin juga menyukai