Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUD Labuang Baji

Kota Makassar pada tanggal 10 Mei 2019 sampai 10 Juni 2019, dengan

jumlah responden 39 orang dengan menggunakan kuesioner HARS

(Hamilton Anxiety Rating Scale) dengan jumlah pertanyaan sebanyak 14

item.

Hasil penelitian berupa hasil analisis univariat dan bivariat analisa.

Analisa univariat menggambarkan secara deskriptif data demografi responden

meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan tingkat kecemasan,

serta menggambarkan secara deskriptif hubungan usia dan jenis kelamin

dengan tingkat kecemasan.

1. Analisis Univariat

a. Umur

Tabel 4.1.1
Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia di RSUD Labuang
Baji Kota Makassar

Umur Frekuensi (f) Persentase (%)


40-60 21 53,8
61-80 18 46,2
Total 39 100,0
Sumber : Data Primer mei 2019

47
48

Berdasarkan Tabel 4.1.1 menunjukkan bahwa dari 39 responden

penderita Diabetes Melitus sebagian besar berada pada rentang usia

40-60 tahun sebanyak 21 responden (53,8%). Sedangkan pada usia

61-80 tahun sebanyak 18 responden (46,2%).

b. Jenis Kelamin

Tabel 4.1.2
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di RSUD
Labuang Baji Kota Makassar

Jenis kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)


Perempuan 25 64,1
Laki-laki 14 35,9
Total 39 100,0
Sumber : Data Primer Mei 2019

Berdasarkan Tabel 4.1.2 menunjukkan sebagian besar

penderita Diabetes Melitus berjenis kelamin perempuan, yaitu

sebanyak 25 responden (64,1%). Sedangkan berjenis kelamin laki-

laki, hanya 14 responden (35,9%).


c. Tingkat Kecemasan

Tabel 4.1.3
Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kecemasan di
RSUD Labuang Baji Kota Makassar

Tingkat Kecemasan Frekuensi (f) Presentase (%)


Ringan 12 30,8
Berat 27 69,2
Total 39 100,0
Sumber : Data Primer Mei 2019

Dari tabel 4.1.3 menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi

responden yang mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 27

responden (69,2%). Sedangkan, yang terendah yang mengalami

tingkat kecemasan ringan sebanyak 12 responden (30,8%).

d. Lama Menderita

Tabel 4.1.4

Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama menderita di


RSUD Labuang Baji Kota Makassar

Lama Menderita Frekuensi (f) Presentase (%)


1-5 tahun 23 59,0
6-10> 16 41,0
Total 39 100,0
Sumber : Data Primer Mei 2019

Dari tabel 4.1.4 menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi

responden yang mengalami lama menderita 1-5 tahun sebanyak 23

responden (59,0%). Sedangkan, yang terendah yang mengalami lama

menderita 6-10> tahun sebanyak 16 responden (41,0%).

2. Analisis Bivariat
50

a. Hubungan usia dengan tingkat kecemasan penderita diabetes melitus

tipe II

Tabel 4.2.1
Hubungan usia dengan tingkat kecemasan penderita diabetes melitus
tipe II di RSUD Labuang Baji Kota Makassar
Umur Tingkat Kecemasan Total p
Ringan Berat n %
n % n %
40-60 3 25,0 18 66,7 21 53,8
61-80 9 75,0 9 33,3 18 46,2 0,016
Total 12 100, 27 100, 39 100,0

0 0
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.2.1 diperoleh data bahwa dari 39 responden

yang berusia 40-60 tahun memiliki tingkat kecemasan ringan sebanyak 3

orang (25,0%), sedangkan responden yang memiliki tingkat kecemasan

berat sebanyak 18 orang (66,7%). Responden yang berusia 61-80 tahun

dengan tingkat kecemasan ringan sebanyak 9 orang (75,0%), sedangkan

responden yang memiliki tingkat kecemasan berat sebanyak 9 orang

(33,3%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai Fisher Chisquare Excet test

0,016 yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia

dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus tipe II dengan

nilai p = 0,016 (p<0,05)

b. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan penderita diabetes

melitus tipe II

Tabel 4.2.2
51

Hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan penderita diabetes


melitus tipe II di RSUD Labuang Baji Kota Makassar

Jenis Kelamin Tingkat Kecemasan Total p


ringan Berat n %
n % n %
Perempuan 2 16, 23 85,2 25 64,1

7
Laki-laki 10 83, 4 14,8 14 35,9 0,000

3
Total 12 100 27 100 39 100,0
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.2.1 diperoleh data bahwa dari 39 responden

yang berjenis kelamin perempuan memiliki tingkat kecemasan ringan

sebanyak 2 orang (16,7%), sedangkan responden yang memiliki tingkat

kecemasan berat sebanyak 23 orang (85,2%). Responden yang berjenis

kelamin laki-laki dengan tingkat kecemasan ringan sebanyak 10 orang

(83,3%), sedangkan responden yang memiliki tingkat kecemasan berat

sebanyak 4 orang (14,8%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai Fisher Chisquare Excet test

0,000 yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis

kelamin dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus tipe II

dengan nilai p = 0,000 (p<0,05)

B. PEMBAHASAN

1. Hubungan usia dengan tingkat kecemasan penderita diabetes melitus tipe

II
52

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUD Labuang

Baji Kota Makassar menunjukkan responden yang berusia 40-60 tahun

berjumlah 21 responden, dimana terdapat 3 responden (25,0%) memiliki

tingkat kecemasan ringan, sedangkan responden yang memiliki tingkat

kecemasan berat sebanyak 18 orang (66,7%), hal ini terjadi karena pada

usia ini merupakan masa peralihan dari dewasa muda menjadi tua.

Sedangkan responden dengan berusia 61-80 dengan tingkat kecemasan

ringan sebanyak 9 orang (75,0%), dan responden yang memiliki tingkat

kecemasan berat sebanyak 9 orang (33,3%), karena pada usia ini sudah

mengetahui cara mengatasinya dan biasanya usia yang lebih tua tidak

mempunyai banyak pikiran (Owen, 2016).

Hasil uji Chisquare menunjukkan adanya hubungan usia dengan

tingkat kecemasan pasien diabetes melitus tipe II dengan p = 0,016 lebih

kecil dari p = 0,05. Artinya pasien diabetes melitus dengan usia muda

lebih tinggi tingkat kecemasannya dibanding dengan usia tua di RSUD

Labuang Baji Kota Makassar.

Menurut (Frinatikasari, 2017) berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh (Owen, 2016), menunjukkan bahwa ada hubungan usia

dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus tipe II. Hasil uji

korelasi Spearman didapatkan p= 0,026 dan r =0,303. Hal ini dibuktikan

dengan uji statistik dimana terdapat hubungan usia dengan tingkat

kecemasan.
53

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Vellyana, Lestari, & Rahmawati, 2017), peneliti berpendapat bahwa ada

hubungan usia dengan tingkat kecemasan pasien. Hasil uji Chisquare

diperoleh nilai p-value 0.036<0.05 yang berarti bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara usia dengan tingkat kecemasan.

Menurut pendapat peneliti, usia berhubungan dengan tingkat

kecemasan. Pada usia 40-60 tahun tingkat kecemasan lebih tinggi karena

masih banyak beban pikiran terutama yang masih bekerja dan

mempunyai anak-anak yang masih dibawah tanggung jawabnya sehingga

mempengaruhi tingkat kecemasan pasien. Dan hal ini terjadi karena usia

pada responden rata-rata masih mengalami menstruasi dan belum

mengalami menopause. Pada perempuan terdapat faktor hormonal yang

mempengaruhi yaitu perubahan hormone estrogen ketika siklus

menstruasi. Perubahan hormonal ini mempengaruhi neurotransmitter

serotonin dan adrenalin sehingga menjadi lebih sensitif dan ekspresif

dalam mengekspresikan kecemasannya (Owen, 2016).

Penderita Diabetes Melitus mengalami banyak perubahan dalam

hidupnya, mulai dari pengaturan pola makan, olah raga, kontrol gula

darah, dan lain-lain yang harus dilakukan sepanjang hidupnya. Perubahan

dalam hidup yang mendadak membuat penderita Diabetes Melitus

menunjukan beberapa reaksi psikologis yang negatif diantaranya adalah

marah, merasa tidak berguna, kecemasan yang meningkat dan depresi.

Selain perubahan tersebut jika penderita Diabetes Melitus telah


54

mengalami komplikasi maka akan menambah kecemasan pada penderita

karena dengan adanya komplikasi akan membuat penderita

mengeluarkan lebih banyak biaya, pandangan negatif tentang masa

depan,dan lain- lain.

Keadaan cemas pada pasien diabetes melitus bisa berdampak

terhadap tidak terkontrolnya kadar glukosa darah. Hal ini akan semakin

mempersulit untuk pengobatan pasien diabetes melitus. Untuk

menangani masalah tersebut perlu adanya penatalaksanaan kecemasan

yang baik, jadi bukan hanya penatalaksanaan secara fisik.

Penatalaksanaan kecemasan secara umum meliputi terapi obat dan terapi

psikologis (Rokhman, 2018).

Kecemasan pada penderita diabetes melitus menurut Issacs A

(2005) dikarenakan bahwa diabetes dianggap merupakan suatu penyakit

yang menakutkan, karena mempunyai dampak negatif yang kompleks

terhadap kelangsungan kecemasan individu. Kecemasan terjadi karena

seseorang merasa terancam baik secara fisik maupun psikologis (Jauhari,

2016).

2. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan penderita diabetes

melitus tipe II

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUD Labuang

Baji Kota Makassar menunjukkan responden yang berjenis kelamin

perempuan memiliki tingkat kecemasan ringan sebanyak 2 orang (8,0%),


55

dan responden yang memiliki tingkat kecemasan berat sebanyak 23 orang

(92,0%), hal ini terjadi karena pada perempuan terdapat faktor hormonal

yang mempengaruhi yaitu perubahan hormone estrogen ketika siklus

menstruasi. Perubahan hormonal ini mempengaruhi neurotransmitter

serotonin dan adrenalin sehingga perempuan menjadi lebih sensitif dan

ekspresif dalam mengekspresikan kecemasannya.

Kecemasan ini biasanya terjadi pada saat melakukan aktivitas berat

seperti melakukan pekerjaan dengan kurang istrahat. Dari hasil penelitian

rata-rata responden yang mengalami kecemasan masih mengalami

menstruasi yaitu sebanyak 13 orang dari 23 orang yang mengalami

kecemasan. Sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki dengan

tingkat kecemasan ringan sebanyak 10 orang (71,4%), sedangkan

responden yang memiliki tingkat kecemasan berat sebanyak 4 orang

(28,6%), karena laki-laki mandiri, tidak emosional dan secara psikologis

laki-laki berbeda dari perempuan dalam bertindak. Selain itu jenis kelamin

juga mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang yaitu wanita memiliki

kecemasan tiga kali lebih besar (62%) dibandingkan pria (21,5%)

sedangkan depresi pada wanita 2 kali lipat lebih besar dari pada laki-laki

(Frinatikasari, 2017).

Menurut Frinatikasari (2017), berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Owen (2016), menunjukkan bahwa ada hubungan jenis

kelamin perempuan dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes

melitus tipe II. Hasil uji korelasi kendall tau didapatkan p= 0,007 dan r
56

=0,334 yang berarti jenis kelamin perempuan memiliki tingkat kcemasan

lebih tinggi tiga kali lipat dari laki-laki. Hal ini dibuktikan dengan uji

statistik dimana terdapat hubungan jenis kelamin dengan tingkat

kecemasan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Vellyana, Arena & Asri (2017), peneliti berpendapat bahwa ada

hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien. Hasil uji

Chisquare diperoleh nilai p-value 0.043<0.05 yang berarti bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat

kecemasan.

Menurut pendapat peneliti, jenis kelamin berhubungan dengan

tingkat kecemasan. Pada jenis kelamin perempuan, secara umum,

perempuan lebih emosional dalam interaksi mereka dengan orang lain,

sedangkan laki-laki lebih mandiri dan tidak emosional (Frinatikasari,

2017). Pria dan wanita berbeda secara psikologis dalam cara mereka

bertindak, dari gaya mereka berkomunikasi sampai cara mereka berusaha

untuk mempengaruhi orang lain.

Penelitian akademik menunjukkan perbedaan besar dalam

karakteristik percakapan dan sifat di jenis kelamin. Penelitian telah

menunjukkan bahwa, secara umum, perempuan lebih sosial-emosional

dalam interaksi mereka dengan orang lain, sedangkan laki-laki lebih

mandiri dan tidak emosional (Merchant, 2012) dalam jurnal (Hasibuan,

noviyanti, 2017).
57

Salah satu hal yang mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu lama

menderita, karena pasien yang menderita 6-10> tahun sebanyak 16 orang

(41,0%). Bahwa individu yang mengalami diabetes melitus tipe II

bertahun-tahun dapat menerima treatment yang harus dilakukan dan

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mempunyai

pengalaman yang cukup banyak dalam manajemen diri mengontrol

emosinya. Dibandingkan dengan pasien yang baru menderita selama 1-5

tahun sebanyak 23 responden (59,0%).

Keadaan cemas pada pasien diabetes melitus bisa berdampak

terhadap tidak terkontrolnya kadar glukosa darah. Hal ini akan semakin

mempersulit untuk pengobatan pasien diabetes melitus. Untuk

menangani masalah tersebut perlu adanya penatalaksanaan kecemasan

yang baik, jadi bukan hanya penatalaksanaan secara fisik.

Penatalaksanaan kecemasan secara umum meliputi terapi obat dan terapi

psikologis (Rokhman, 2018).

Anda mungkin juga menyukai