Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN PERANAN LIFESTYLE TERHADAP KEJADIAN

PRA-DIABETES

DISUSUN OLEH

ARIFATUL FARIDA

PO.71.4.201.15.1.006

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

PRODI D-IV KEPERAWATAN

TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pradiabetes adalah suatu keadaan individu dengan kadar glukosa
darah puasa pagi antara 90-99 mg/dl, atau kadar glukosa darah 2 jam
setelah makan antara 100-199 mg/dl, atau keduanya pada pemeriksaan
darah perifer (Depkes, 2008; Soegondo, 2008). Kondisi pradiabetes tidak
menunjukkan tanda dan gejala klinis pada diri seseorang, sehingga banyak
individu yang tidak menyadari dirinya sedang mengalami pradiabetes
(Soegendo, 2008).(Sovia, Kesehatan, Jambi, & Rekawati, 2013)
Perubahan lifestyle (gaya hidup) masyarakat saat ini disebabkan
oleh urbanisasi, westernisasi, modernisasi sebagai faktor resiko timbulnya
diabetes (Tandra H.,2008 ; Arifin, AL,1995). Kemudian, penyakit diabetes
tidak dirasakan oleh pasien pada stadium awal sehingga tidak diketahui
lebih dini dan baru terdiagnosa setelah timbul komplikasi
(Alberti,KGM,1996, ADA, 1998). Komplikasi ini akan menurunkan
kualitas hidup dan produktivitas seseorang yang mengalaminya
(Tjokroprawiro, 2001).
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan stadium pra-
diabetes, yang merupakan fase dalam perjalanan penyakit diabetes tipe-2.
Penelitian dasar dan klinis yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa
fenotipik diabetes dapat digambarkan sebagai keadaan yang menyerupai
“fenomena gunung es” (Lawrence, G.S., et al,2004). Hal ini terbukti di
negara berkembang diagnosis DM hanya ditemukan 1 penderita dari 5
penduduk yang seharusnya DM. (Darmono,1996). Prevalensi dari diabetes
meningkat bila terdapat peningkatan resiko lingkungan seperti lifestyle
berupa kebiasaan mengkonsumsi karbohidrat yang berlebihan dan latihan
fisik yang kurang, sehingga mengalami peningkatan berat badan yang
berlebihan, sedentary life (hidup santai), merokok dan alkohol. Dan resiko
terkena diabetes akan semakin meningkat apabila usia di atas 40 tahun.
(Irawan, Y.,2004 ; Tandra H.,2008).
Penelitian klinis terbaru melaporkan bahwa perubahan pola hidup
dan atau pendekatan farmakoterapi pada individu dengan TGT dapat
menurunkan risiko kejadian diabetes (Lawrence, G.S., et al,2004).
Intervensi perubahan gaya hidup seperti makanan rendah kalori, rendah
lemak dan aerobic exercise dapat menurunkan berat badan dan
meningkatkan sensitivitas insulin serta mengurangi resiko terjadinya
diabetes (Warnken, Kelsberg & Bryant, 2005; Mercola, 2005). Penelitian
menunjukkan bahwa manfaat exercise pada penderita diabetes dapat
menurunkan glukosa darah, mengubah sensitivitas insulin atau
meningkatkan kemampuan sel untuk merespon insulin, memperkuat
jantung, meningkatkan kerja otot dan mengurangi lemak serta mencegah
efek diabetes (Mercola, 2005 ; Mirkin,G, 2007). Exercise teratur sangat
penting dan membantu seseorang mengontrol kadar glukosa darah dan
peningkatan HDL dan kolesterol. Exercise yang kurang, diet yang buruk,
perokok dan pemakai alkohol sangat berkaitan erat dengan peningkatan
resiko diabetes (Hu FB, et al., 2001). (Erika, Patellongi, & Taiyeb, 2010)

B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
masalah penelitian yaitu ‘’Adakah hubungan peranan lifestyle terhadap
kejadian pra-diabetes’’.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Adakah hubungan peranan lifestyle terhadap
kejadian pra-diabetes
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui Apakah terdapat faktor lain yang mempengaruhi
peranan lifestyle terhadap kejadian pra-diabetes
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Adapun dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
bacaan bagi masyarakat dan kajian bagi peneliti berikutnya yang
berminat untuk meneliti lebih dalam terkait tentang hubungan peranan
lifestyle terhadap kejadian pra-diabetes
2. Manfaat Imiah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi ilmiah bagi
tenaga keperawatan atau kesehatan lainnya demi peningkatan ilmu
pengetahuan tentang hubungan peranan lifestyle terhadap kejadian pra-
diabetes
3. Manfaat praktif
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak
yang terkait terutama bagi tenaga keperawatan dalam
mengiplementasikan tindakan keperawatan yang berfokus pada
lifestyle pada penderita diabetes.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Hubungan Obesitas


1. Konsep Pradiabetes
Prediabetes adalah suatu kondisi saat kadar gula darah lebih
tinggi dari normal, tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai
diabetes (WHO, 2006). Prediabetes merupakan kondisi abnormalitas
metabolisme glukosa yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah
puasa (yang disebut Glukosa Darah Puasa Terganggu = GDPT)
dan/atau peningkatan glukosa darah 2 jam setelah makan atau pos-
prandial (yang disebut Toleransi Glukosa Terganggu = TGT) (Pusat
Diabetes dan Lipid RSCM/FKUI, 2015). Prediabetes merupakan suatu
kondisi individu dengan kadar glukosa darah lebih tinggi dari rentang
normal tetapi belum mencapai kondisi diabetik, yaitu individu dengan
kadar glukosa darah puasa atau glukosa darah setelah 2 jam tes
toleransi glukosa oral (TTGO) lebih tinggi dari normal, tetapi belum
masuk kriteria DM (ADA, 2010; WHO, 2006). Ada dua kriteria
prediabetes, yaitu : pertama, jika kadar glukosa darah setelah puasa
minimal 8 jam diperoleh hasil GDP < 126 mg/dL dan kadar gula
darah 2 jam sesudah pembebanan glukosa pada kisaran 140-199
mg/dL dikategorikan sebagai toleransi glukosa terganggu = TGT
(impaired glucose tolerance). Jika, kadar glukosa darah puasa berada
pada kisaran ≥110 - <126 mg/dL dan kadar gula darah 2 jam sesudah
pembebanan glukosa 75 g < 140 mg/dL dikategorikan sebagai glukosa
darah puasa terganggu = GDPT (impaired fasting glucose/IFG)
(WHO, 2006). Individu dengan GDPT, TGT atau keduanya
dikelompokkan dalam prediabetes, distribusi prevalens prediabetes
meliputi 23% hanya GDPT, 61% hanya TGT serta 16% GDPT dan
TGT (WHO, 2006; Unwin, et al, 2002).(Kesehatan, Kunci,
Ramadhani, & Adnan, 2017)

2. Konsep Lifestyle
Perubahan lifestyle (gaya hidup) masyarakat saat ini disebabkan
oleh urbanisasi, westernisasi, modernisasi sebagai faktor resiko
timbulnya diabetes (Tandra H.,2008 ; Arifin, AL,1995). Kemudian,
penyakit diabetes tidak dirasakan oleh pasien pada stadium awal
sehingga tidak diketahui lebih dini dan baru terdiagnosa setelah timbul
komplikasi (Alberti,KGM,1996, ADA, 1998). Komplikasi ini akan
menurunkan kualitas hidup dan produktivitas seseorang yang
mengalaminya (Tjokroprawiro, 2001).
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan stadium pra-
diabetes, yang merupakan fase dalam perjalanan penyakit diabetes
tipe-2. Penelitian dasar dan klinis yang telah dipublikasikan
menunjukkan bahwa fenotipik diabetes dapat digambarkan sebagai
keadaan yang menyerupai “fenomena gunung es” (Lawrence, G.S., et
al,2004). Hal ini terbukti di negara berkembang diagnosis DM hanya
ditemukan 1 penderita dari 5 penduduk yang seharusnya DM.
(Darmono,1996). Prevalensi dari diabetes meningkat bila terdapat
peningkatan resiko lingkungan seperti lifestyle berupa kebiasaan
mengkonsumsi karbohidrat yang berlebihan dan latihan fisik yang
kurang, sehingga mengalami peningkatan berat badan yang
berlebihan, sedentary life (hidup santai), merokok dan alkohol. Dan
resiko terkena diabetes akan semakin meningkat apabila usia di atas
40 tahun. (Irawan, Y.,2004 ; Tandra H.,2008).
Penelitian klinis terbaru melaporkan bahwa perubahan pola
hidup dan atau pendekatan farmakoterapi pada individu dengan TGT
dapat menurunkan risiko kejadian diabetes (Lawrence, G.S., et
al,2004). Intervensi perubahan gaya hidup seperti makanan rendah
kalori, rendah lemak dan aerobic exercise dapat menurunkan berat
badan dan meningkatkan sensitivitas insulin serta mengurangi resiko
terjadinya diabetes (Warnken, Kelsberg & Bryant, 2005; Mercola,
2005).
Penelitian menunjukkan bahwa manfaat exercise pada penderita
diabetes dapat menurunkan glukosa darah, mengubah sensitivitas
insulin atau meningkatkan kemampuan sel untuk merespon insulin,
memperkuat jantung, meningkatkan kerja otot dan mengurangi lemak
serta mencegah efek diabetes (Mercola, 2005 ; Mirkin,G, 2007).
Exercise teratur sangat penting dan membantu seseorang mengontrol
kadar glukosa darah dan peningkatan HDL dan kolesterol. Exercise
yang kurang, diet yang buruk, perokok dan pemakai alkohol sangat
berkaitan erat dengan peningkatan resiko diabetes (Hu FB, et al.,
2001). (Erika et al., 2010)
Aktivitas fisik merupakan salah satu manajemen dalam
pencegahan dan pengelolaan pada penyakit diabetes mellitus tipe 2.
Aktivitas fisik berpengaruh pada kadar glukosa darah karena dapat
mempeperbaiki sensitivitas sel terhadap insulin.18 Pada saat
melakukan aktivitas fisik terjadi kontraksi otot yang akan
menghasilkan lebih banyak transporter GLUT-4 sehingga lebih
banyak penyerapan glukosa dalam sel. Aktivitas fisik secara teratur
dengan intensitas sedang minimal 3-5 kali selama 30 menit dapat
menekan progesifitas prediabetes menjadi diabetes mellitus tipe 2.19
Penelitian tentang hubungan antara asupan karbohidrat dan aktivitas
fisik telah banyak dilakukan pada pasien diabetes mellitus namun
belum dilakukan pada penderita prediabetes, sehingga diperlukan
penelitian tentang hubungan asupan karbohidrat total, karbohidrat
sederhana, serat dan aktivitas fisik terhadap kejadian prediabetes pada
wanita usia 45-55 tahun di Kota Semarang.(Dian Khoiriyah, Etisa Adi
Murbawani, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Dian Khoiriyah, Etisa Adi Murbawani, B. P. (2017). Preventif : Jurnal Kesehatan


Masyarakat Dietary Carbohydrate and Physical Activity With Prediabetes
Within Adult Women. Preventif: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2, 59–65.

Erika, K. A., Patellongi, I., & Taiyeb, A. M. (2010). Peranan Lifestyle terhadap
Kejadian Pra-Diabetes di Kota Makassar (The Role of Lifestyle in The
Incidence of Pre-Diabetic at The City of Makassar). Bionature, 11(2), 100–
106.

Kesehatan, J. I., Kunci, K., Ramadhani, N. R., & Adnan, N. (2017). OBESITAS
UMUM BERDASARKAN INDEKS MASA TUBUH DAN OBESITAS
ABDOMINAL BERDASARKAN LINGKAR PINGGANG TERHADAP
KEJADIAN PREDIABETES (Vol. 16).

Sovia, S., Kesehatan, P., Jambi, K., & Rekawati, E. (2013). Pendahuluan
Pradiabetes adalah suatu keadaan individu dengan kadar glukosa darah puasa
pagi antara 90-99 mg / dl , atau kadar glukosa darah 2 jam sedang mengalami
pradiabetes ( Soegendo , (2007), 2008.

Anda mungkin juga menyukai