Anda di halaman 1dari 4

TUGAS CASE UJIAN Frischa Wibowo

Pembimbing : Dr. Edi Pasaribu, Sp.A 112015201

1. Bagaimana patofisiologi penyakit kronis yang dapat menyebabkan anemia?


Kebanyakan pasien yang menderita penyakit kronik mengalami anemia. Anemia ini
ditandai dengan kadar besi serum yang rendah, kadar transferin yang rendah atau normal,
dan kadar feritin yang normal atau tinggi. Disamping itu, kadar hemoglobin berkisar
antara 7-12 g/dL.
Secara garis besar, anemia penyakit kronis dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:
 Infeksi: AIDS/ HIV, tuberkulosis, malaria, osteomielitis, abses kronik, dan sepsis.
 Inflamasi: arthritis rheumatoid, kelainan reumatologi, inflammatory bowel
disease, sindrom respons inflamasi sistemik,
 Keganasan: karsinoma, myeloma multipel, limfoma,
 Disregulasi sitokin: anemia akibat penuaan.

Penyebab utama dari AI adalah ketidakmampuan tubuh meningkatkan produksi


eritrosit. Ciri khas dari AI adalah disregulasi homeostasis besi dimana terjadi
pengambilan dan penyimpanan besi melalui sistem retikuloendotelial. Dengan demikian,
jumlah besi untuk sel progenitor eritroid dan eritropoeisis tidak memadai.

Mekanisme pasti dari AI masih belum dimengerti. Dari beberapa penelitian, AI pada
arthritis rheumatoid melibatkan banyak faktor seperti gangguan pelepasan besi oleh
sistem fagositik mononuklear, besi yang terikat kuat dengan protein, penurunan respons
eritropoeitin, dan efek supresif interleukin dalam eritropoeisis.

Adapun patogenesis dari AI adalah:

o Destruksi eritrosit yang disebabkan oleh aktivasi faktor pejamu seperti makrofag
yang memfagosit eritrosit prematur. Hal ini ditandai dengan ditemukannya
eritrosit muda dalam jumlah besar. Keterlibatan faktor ekstrinsik seperti toksin
bakteri dan pengobatan belum diketahui.
o Resistensi dan inadekuasi eritropoetin. Penurunan produksi eritropoetin
disebabkan oleh efek inhibisi sitokin inflamasi seperti  TNF alfa dan interleukin 1.
Inhibisi ini diperantarai oleh GATA 1 pada promoter eritropoetin.  Disamping itu,
berdasarkan penelitian, terjadinya resistensi dibuktikan melalui pasien dengan
kadar eritropoetin yang tinggi,  memiliki hemoglobin yang  rendah.
o Keterbatasan besi sehingga menghambat eritropoeisis. Hal ini dapat disebabkan
oleh:

 Pengeluaran sitokin inflamasi yaitu IL-6 merangsang pengeluaran hepsidin .


Hepsidin ini akan menginduksi internalisasi serta degradasi ferroportin,
transpor keluar besi. Oleh karena itu, pengeluaran hepsidin akan menghambat
pengeluaran besi dari makrofag, hepatosit, dan enterosit. Pada akhirnya, akan
terjadi hipoferemia.
 Inhibisi absorpsi besi pada usus oleh IL-6 dan hepsidin selama inflamasi.
Setiap hari, 1-2 mg besi yang berasal dari makanan dibutuhkan untuk
eritropoeisis.
 Keterbatasan besi menyebabkan protoporfirin yang seharusnya berikatan
dengan besi untuk membentuk heme, lebih cenderung mengikat zinc. Oleh
karena itu, kadar protoporfirin-zinc meningkat pada pasien AI.

o Kegagalan proliferasi sel progenitor eritroid terutama oleh efek inhibisi interferon
gamma. Selain itu, sitokin seperti NO yang diproduksi oleh makrofag bersifat
toksik terhadap sel progenitor.

2. Mengapa pemberian ARV tidak diberikan bersamaan dengan OAT?


Reaksi simpang (adverse events) yang ditimbulkan oleh OAT hampir serupa dengan yang
ditimbulkan oleh obat antiretroviral, sehingga dokter sulit membedakan ketika akan
menghentikan obat yang menimbulkan reaksi. Isoniazid dapat menyebabkan neuropati
perifer, begitu juga dengan NRTI (didanosine, zalcitabine, dan stavudine). Reaksi
paradoks juga dapat terjadi jika pengobatan terhadap TB dan HIV mulai diberikan pada
waktu bersamaan. Dosis OAT tidak memerlukan penyesuaian karena tidak dipengaruhi
oleh ARV. Pemberian ARV dapat dimulai bila anak telah mendapat OAT selama
minimal 2-8 minggu (lebih disukai adalah 8 minggu) untuk mengurangi terjadinya IRIS
(Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome) dan efek samping obat yang saling
tumpang tindih. Hal yang paling penting diperhatikan pada anak HIV dengan TB adalah
potensi interaksi obat terutama golongan NNRTI dengan Rifampisin.

3. Mengapa pemberian ARV dapat memperburuk keadaan pasien yang sudah membaik saat
diberikan OAT?
Enam bulan sejak memulai ART merupakan masa yang kritis dan penting. Diharapkan
dalam masa tersebut akan terjadi perbaikan klinis dan imunologis, kadang terjadi
toksisitas obat. Selain itu bisa juga terjadi suatu SPI. Pada keadaan tersebut, pasien
seolah-olah mengalami perburukan klinis yang sebetulnya merupakan suatu keadaan
pemulihan respons imunitas (yang kadang sampai menimbulkan gejala
peradangan/inflamasi berlebihan). Sindrom Pulih Imun adalah perburukan kondisi klinis
sebagai akibat respons inflamasi berlebihan pada saat pemulihan respons imun setelah
pemberian terapi antiretroviral. Sindrom pulih imun mempunyai manifestasi dalam
bentuk penyakit infeksi maupun non infeksi. Sindrom pulih imun infeksi ini didefinisikan
sebagai timbulnya manifestasi klinis atau perburukan infeksi akibat perbaikan respons
imun spesifik patogen pada ODHA yang berespons baik terhadap ARV. Manifestasi
klinis yang muncul sangat bervariasi dan tergantung dari organisme penyebab.
Organisme yang paling sering menyebabkan IRIS adalah M.tuberculosis, M.avium,
Cryptococcus neoformans dan Cytomegalovirus.
Manifestasi klinis IRIS yang utama adalah:
a. Munculnya lagi gejala penyakit infeksi yang pernah ada sebelumnya dan telah
teratasi infeksinya, penyebab terbanyak adalah TB.
b. Munculnya infeksi yang sebelumnya asimtomatik, umumnya disebabkan oleh
M.avium, jarang oleh M.tuberculosis.
c. Penyakit autoimun dan inflamasi seperti sarkoidosis.
Gejala klinis IRIS bersifat sementara misalnya demam, limfadenopati yang bertambah,
tuberkuloma intraserebral menjadi muncul kembali, efusi pleura, sindrom distress
pernapasan, infeksi subklinis menjadi manifest atau gejala klinis memburuk pada
pengobatan TB yang adekuat. Perburukan klinis TB pada pemberian ARV selain
disebabkan oleh IRIS, dapat pula disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap
antigen M.tuberculosis yang mati. Hal ini bukan suatu kegagalan pengobatan dan
bersifat sementara. IRIS dapat juga disebabkan oleh mikobakteria atipik, PCP, Varicella
zoster, virus herpes simplex.

4. Kapan indikasi pemberian kotrimoksasol dan kapan obat tersebut diberhentikan?

Sumber:

1. http://www.medicinesia.com/hematologi-onkologi/anemia-pada-penyakit-kronik/
2. Buku Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak
3. Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV

Anda mungkin juga menyukai