HYPOGLYCEMIA UNAWARENESS
Oleh:
Pembimbing:
dr. Alwi Shahab, Sp.PD, KEMD
Referat
HYPOGLYCEMIA UNAWARENESS
Oleh:
Tania Ayu Marcelina 04054822022128
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 21 September 2020 – 27
Oktober 2020.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ilmiah dengan judul
“Hypoglycemia Unawareness” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Alwi Shahab, Sp.PD,
KEMD, selaku pembimbing yang telah membantu memberikan bimbingan dan
masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah
ini, semoga bermanfaat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Insiden hypoglycemia unawareness telah diteliti dalam sejumlah penelitian.
Pada suatu studi didapatkan bahwa 25% dari pasien dengan diabetes tipe 1
memiliki kesadaran parsial atau absent, sementara yang lain menemukan bahwa
19,5% pasien dalam perawatan sekunder memiliki hypoglycemia unawareness. Di
antara pasien yang diobati insulin dengan diabetes tipe 2, 9,8% mengalami
kesulitan dalam mengidentifikasi peristiwa hipoglikemik dengan benar.3
Respon balik mulai terjadi pada konsentrasi glukosa yang lebih rendah,
risiko kejadian hipoglikemik yang parah meningkat secara nyata pada pasien
dengan hypoglycemia unawareness. Peristiwa hipoglikemik yang parah kemudian
dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas, lebih lanjut
menekankan kebutuhan untuk meminimalkan hipoglikemia.2
Hypoglycemia unawareness paling sering terjadi pada penderita diabetes
tipe 1, diikuti oleh penderita diabetes tipe 2 yang ditatalaksana dengan insulin, dan
2
penderita diabetes tipe 2 yang ditatalaksana dengan sulfonylureas. Hypoglycemia
unawareness diamati pada 40% pasien DM tipe 1 dan
lebih jarang pada pasien DM tipe 2 dengan level C-peptide yang rendah. Kejadian
hypoglycemia unawareness meningkatkan risiko hipoglikemia berat (enam kali
lipat untuk DM tipe 1 dan 17 kali lipat untuk DM tipe 2). Hypoglycemia
unawareness lebih sering terjadi pada individu dengan durasi diabetes yang lama,
riwayat hipoglikemia berulang, pasien dengan terapi glikemik intensif, dan usia
lanjut.3
2.1.3 Etiologi
Kontra-regulasi glukosa yang menyimpang (sebagai akibat dari kegagalan
dalam pengurangan produksi insulin dan sebuah peningkatan pelepasan
glukagon), dan hypoglycemia unawareness (sebagai hasil dari lemahnya
peningkatan pada aktivitas simpatoadrenal) merupakan komponen hypoglycemia-
associated autonomic failure (HAAF) pada pasien diabetes. HAAF paling sering
disebabkan oleh hipoglikemia iatrogenik baru atau berulang, dan dipertahankan
oleh hipoglikemia berulang. Penyebab HAAF dan hypoglycemia unawareness
yang beragam pada diabetes:2
Katekolamin: Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya dapat menyebabkan
respon katekolamin melambat untuk episode hipoglikemia berikutnya.
Tidur: Tidur adalah mediator perifer terkait HAAF dengan respon
katekolamin. Pasien dengan DM tipe 1, saat sedang tidur, maka akan mengalami
penurunan respon epinefrin untuk hipoglikemia yang signifikan, dan juga
berkurangnya kesadaran dari tidur selama hipoglikemia.
Kortisol: Hipoglikemia dikaitkan dengan peningkatan kortikosteroid
sistemik, dan ini telah diusulkan untuk umpan balik ke hipotalamus yang
berkontribusi pada HAAF. Namun tetap kontroversial jika endogen
hiperkortisolemia cukup besar untuk menumpulkan respon kontra-regulasi untuk
hipoglikemia. Hormon pelepas kortikotropin agonis merusak respon kontra-
regulasi untuk hipoglikemia berikutnya, menunjukkan kemungkinan peran dalam
HAAF.
3
Opioid: Studi praklinis dan klinis dengan opioid menunjukkan
peningkatan opioid endogen selama hipoglikemia, misalnya nalokson (reseptor
opioid blocker), meningkatkan respons simpatoadrenal ke hipoglikemia, dan bila
diinfuskan sebelum hipoglikemia, itu mencegah HAAF. Oleh karena itu ada
potensi fungsi terapeutik untuk blokade reseptor opioid untuk melindungi dari
HAAF.
Latihan: Ketidakmampuan untuk mengurangi insulin yang beredar selama
berolahraga, mengakibatkan pasien DM tipe 1 mengalami peningkatan risiko
untuk hipoglikemia selama atau setelah berolahraga.
2.1.4 Klasifikasi
Hipoglikemia diklasifikasikan sebagai hipoglikemia ringan, sedang dan
berat. Hipoglikemia diklasifikasikan sebagai parah jika salah satu gejalanya yaitu
terjadi kehilangan kesadaran.4
4
5. Alkohol: Saat hati sibuk memproses alkohol, mungkin tidak dapat
melepaskan glukosa secara efektif sehingga menyebabkan hipoglikemia.
6. Obat: Obat tertentu dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk
mengenali gejala gula darah rendah.
Gambar 2. Obat-obatan yang berhubungan dan tidak berhubungan dengan kejadian hipoglikemia3
2.1.6 Patofisiologi
Hipoglikemia biasanya didefinisikan sebagai glukosa plasma tingkat <70
mg/dL (3,9 mmol/L). Sejak otak tergantung secara permanen pada glukosa, ada
mekanisme kontra-regulasi yang kuat untuk meningkatkan glukosa dengan cepat
untuk melindungi tubuh dari konsekuensi negatif dari hipoglikemia. Respon
kontra-regulasi terhadap hipoglikemia termasuk penghambatan sekresi insulin
endogen dan stimulasi glukagon, katekolamin (norepinefrin, epinefrin), kortisol
dan sekresi hormon pertumbuhan, yang semuanya bersama-sama merangsang
5
produksi glukosa hati dan mengurangi pemanfaatan glukosa di jaringan perifer,
meningkatkan kadar glukosa plasma. Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1
atau tipe 2, hipoglikemia berulang telah terbukti menurunkan kadar glukosa yang
memicu respon kontra-regulasi yang diperlukan untuk memulihkan euglikemia
selama episode hipoglikemia berikutnya.1
Penurunan glukosa plasma secara normal menyebabkan terjadinya suatu
rantai reaksi:1
1. Penurunan tingkat insulin di plasma karena pengurangan sekresi insulin
oleh β-sel pankreas bahkan pada saat kadar glukosa menurun pada batas
normal (sekitar 80 mg/dl).
2. Peningkatan glukagon dan adrenalin saat kadar glukosa berkurang tepat di
bawah batas bawah normal. Glukagon memainkan peran utama dalam
meningkatkan kadar glukosa, sehingga berada di depan garis melawan
penurunan glukosa saat adrenalin, ketika masih terdapat glukagon
memiliki peran sekunder.
3. Peningkatan kortisol dan hormon pertumbuhan dan zat lain serta
neurotransmitter, yang terjadi pada penurunan glukosa yang lebih berat.
Sasaran dari semua reaksi ini adalah peningkatan glukosa ke tingkat
normal untuk melindungi otak karena dalam keadaan normal sel otak
secara eksklusif menggunakan glukosa untuk metabolisme.
4. Timbulnya gejala neurogenous dan neuroglikopenik seperti gangguan
fungsi mental, ketika glukosa plasma berlanjut untuk menurunkan tingkat
yang lebih rendah (<53 mg/dl).
Ambang glikemik untuk terjadinya reaksi ini pasti, terjadi dalam rantai
yang ketat dan dapat direproduksi pada individu normal. Penghambatan sekresi
insulin terjadi kira-kira pada 80 mg/dl, sekresi glukagon pada 69 mg/dl, sekresi
adrenalin 67 mg/dl, gejala neurogenous 55 mg / dl, dan gangguan fungsi mental
46 mg/dl.1
6
Gambar 3. Mekanisme kontra-regulasi glukosa1
Pada penderita diabetes, terjadi gangguan rantai glukosa sehingga level
glukosa tersebut pindah ke tingkat yang lebih tinggi jika tidak diregulasi dengan
baik. Patofisiologi dari kontra-regulasi glukosa pada diabetes mellitus tipe 1
ditandai dengan hilangnya mekanisme pertahanan pertama dan kedua melawan
hipoglikemia (iatrogenik) yang akan datang. Tidak ada penurunan insulin plasma,
karena proses pemberian yang tidak efektif, dan karena penyerapannya yang terus
menerus dari subkutan jaringan tempat disuntikkan. Kerugian kedua yang
signifikan adalah glukagon tidak dapat meningkat. Respon glukagon yang kurang
tampaknya terkait dengan defisiensi sekresi insulin endogen. Respon adrenalin
terhadap glukosa konstan menurun, yaitu ketiga dalam reaksi mekanisme rantai
pertahanan, seringkali kurang. Ambang glikemik untuk respon adrenalin telah
pindah ke tingkat yang lebih rendah, terutama pada pasien dengan regulasi
diabetes yang lebih ketat, yang mungkin disebabkan dari episode hipoglikemik
sebelumnya.1,5
Kombinasi ketiadaan glukagon dan dilemahkan dengan respon adrenalin
menyebabkan sindrom kontra-regulasi glukosa. Penderita sindrom ini menghadapi
risiko 25 kali lebih tinggi untuk hipoglikemia berat atau bahkan lebih tinggi
selama periode perawatan intensif dan ketat dibandingkan dengan pasien dengan
7
tidak adanya glukagon tetapi respons adrenalin normal. Kurangnya respons
adrenalin adalah penanda lebih lanjut dari respons defisiensi dari sistem
simpatoadrenergik (saraf simpatis sistem dan medula adrenal, yaitu
sympathochromaffinic system) dan ini sering menyebabkan sindrom klinis yang
parah berupa hypoglycemia unawareness, yang ditandai dengan hilangnya gejala
peringatan dini, terutama dari yang neurogenous, dari hipoglikemia yang akan
datang. Sindrom ini meningkatkan risiko hipoglikemia iatrogenik yang parah.1,5
8
Gambar 5. Kontra-regulasi pada pasien diabetes mellitus tipe 11
9
Gambar 6. Hypoglycemia-Associated Autonomic Failure1
10
terlibat dalam koordinasi tanggapan kontra-regulasi untuk hipoglikemia. Selama
hipoglikemia berulang, aliran darah otak berkurang secara signifikan di talamus
dan hipotalamus pada DM tipe 1, dibandingkan dengan kontrol yang sehat,
menunjukkan bahwa ada penurunan aktivasi saraf di daerah otak yang
berpartisipasi dalam penginderaan glukosa dan /atau koordinasi respons kontra-
regulasi pada individu dengan DM tipe 1 yang mungkin berkontribusi pada
pengembangan hypoglycemia unawareness.2
11
tidak tidak berkontribusi pada pengembangan hypoglycemia unawareness.
Pertanyaan penting untuk dipecahkan adalah apakah berubah menjadi kadar
glukosa otak, diinduksi secara fisiologis atau farmakologis, dapat memberikan
manfaat terapeutik pada individu yang menderita hipoglikemia berulang sebagai
respon simpatoadrenal dan hypoglycemia unawareness.2
Hipotesis bahan bakar otak: Ketika terjadi penurunan dalam suplai
glukosa dari perifer, otak mungkin dapat mempertahankan proses metabolisme
dengan meningkatkan penyerapan bahan bakar karbon alternatif seperti
laktat atau keton. Konsentrasi laktat plasma adalah kira-kira sepuluh kali lebih
tinggi dari asetat, menjadikannya kandidat utama sebagai bahan bakar otak
alternative selama hipoglikemia. Di sisi lain, meningkatnya transport blood-brain
barrier monocarboxylic acid (MCA) dan metabolisme di antara individu DM tipe
1 dengan hypoglycemia unawareness mungkin menjadi mekanisme untuk
memasok otak dengan bahan bakar non-glukosa selama episode hipoglikemia
akut dan mungkin berkontribusi pada pemeliharaan otak yang energik selama
hipoglikemia dan sindrom hypoglycemia unawareness, tidak tergantung pada
diabetes. Akhirnya, pada pasien DM tipe 1 dengan hypoglycemia unawareness,
peningkatan regulasi transporter MCA mendorong peningkatan otak dalam
penyerapan laktat.2
Hipotesis hubungan saraf otak: Hubungan neuronal bergantung pada
pelepasan klasik neurotransmitter, seperti Gamma-Aminobutyric Acid (GABA),
neurotransmitter penghambat yang kuat. Tingkat GABA dalam cairan interstisial
ventromedial hipotalamus (VMH) menurun selama hipoglikemia akut.
Hipoglikemia berulang menyebabkan peningkatan konsentrasi VMH GABA yang
signifikan, yang gagal menurun secara normal selama hipoglikemia berikutnya,
dan yang berkorelasi dengan respon glukagon dan epinefrin yang berkurang.2
12
hipoglikemia (hypoglycemia unawareness) didefinisikan sebagai onset
neuroglikopenia sebelum munculnya gejala peringatan otonom atau sebagai
kegagalan untuk merasakan penurunan glukosa darah yang signifikan di bawah
level normal.4
13
Gambar 10. Manifestasi klinis hipoglikemia2
2.1.8 Diagnosis
Diagnosis dari hipoglikemia secara umum dapat ditegakkan dengan:6
1. Glukosa serum <60 mg/dL.
14
2. Umumnya bergejala pada <55mg/dL meskipun ambang bervariasi
tergantung pada kronisitas.
3. Whipple Triad: Gejala sugestif hipoglikemia, glukosa rendah, dan resolusi
gejala setelah pemberian glukosa.
Dokter dapat mengidentifikasi hypoglycemia unawareness dengan
menanyakan riwayat klinis lengkap terstruktur untuk menilai pengalaman
hipoglikemia di masa lalu, dan merekomendasikan peningkatan swa-monitor
glukosa darah. Pengenalan dini dapat membantu memperlambat atau bahkan
menghentikan perkembangannya, jika langkah-langkah yang diperlukan diambil
untuk meminimalkan terjadinya peristiwa hipoglikemia. Sumber informasi yang
berharga adalah dengan mewawancarai anggota keluarga.6
15
2.1.10 Tatalaksana
Tujuan pengobatan hipoglikemia adalah untuk mendeteksi dan mengobati
tingkat gula darah rendah segera dengan menggunakan intervensi yang
menyediakan kenaikan glukosa darah tercepat ke tingkat yang aman, untuk
menghilangkan risiko cedera dan untuk meredakan gejala dengan cepat. Penting
juga untuk menghindari pengobatan yang berlebihan karena ini dapat
menyebabkan hiperglikemia.4,7
16
Gambar 14. Tatalaksana hypoglicemia unawareness3
17
individu yang telah mengonsumsi lebih dari 2 minuman beralkohol standar dalam
beberapa jam sebelumnya, setelah puasa berkepanjangan, atau pada mereka yang
memiliki penyakit hati lanjut.4,7
18
Gambar 17. Jenis insulin6
2.1.11 Komplikasi
Risiko jangka pendek dari hipoglikemia termasuk situasi berbahaya yang
dapat timbul saat seseorang mengalami hipoglikemia di rumah atau di tempat
kerja (misalnya mengemudi, mengoperasikan mesin). Selain itu, koma yang
berkepanjangan kadang-kadang dikaitkan dengan gejala neurologis sementara,
seperti paresis, kejang, dan ensefalopati. Potensi komplikasi jangka panjang yang
parah dari hipoglikemia adalah gangguan intelektual ringan dan gejala sisa
neurologis permanen, seperti hemiparesis dan disfungsi pontine, yang terakhir ini
jarang terjadi dan hanya dilaporkan dalam studi kasus. Hipoglikemia berulang
dapat mengganggu kemampuan individu untuk merasakan hipoglikemia
berikutnya.4
Ada hubungan yang jelas antara hipoglikemia berat dan gangguan
kognitif, tetapi sifat hubungan ini tetap ada tidak jelas. Individu dengan gangguan
kognitif berisiko tinggi di masa depan mengalami episode hipoglikemik yang
parah, mungkin karena pengobatan yang tidak tepat. Studi prospektif belum
menemukan hubungan antara terapi insulin intensif dan fungsi kognitif, atau
antara hipoglikemia berat dan fungsi kognitif di masa depan. Kinerja kognitif
yang lebih rendah tampaknya lebih terkait dengan adanya komplikasi
mikrovaskuler atau kontrol metabolik yang buruk dibandingkan dengan terjadinya
episode hipoglikemik yang parah.4
19
Pada penderita diabetes tipe 2 berisiko sangat tinggi untuk terjadinya
penyakit kardiovaskular (CVD), ada hubungan yang jelas antara peningkatan
mortalitas dan hipoglikemia berat dengan gejala hipoglikemia. Mekanisme
kenaikan ini belum pasti. Hipoglikemia akut bersifat proinflamasi, meningkatkan
aktivasi platelet dan menurunkan fibrinolisis, yang mengarah ke keadaan
protrombotik. Hipoglikemia dikaitkan dengan peningkatan denyut jantung,
tekanan darah sistolik (TD), kontraktilitas miokard, stroke volume dan curah
jantung, dan dapat menyebabkan perubahan gelombang ST dan T dengan
perpanjangan interval QT (repolarisasi lebih lambat), yang mungkin
meningkatkan risiko aritmia. Namun, hipoglikemia parah juga bisa menjadi
penanda kerentanan, tanpa ada penyebab kontribusi langsung terhadap
peningkatan mortalitas.4
Konsekuensi hypoglycemia unawareness pada orang dewasa dengan
DM tipe 1: Beberapa studi prospektif menunjukkan bahwa fungsi kognitif tidak
memburuk pada penderita DM tipe 1 yang menderita hipoglikemia berulang,
setidaknya kurang dari 10 tahun. Penelitian oleh Gold et al menemukan bahwa
pasien DM tipe 1 dengan hypoglycemia unawareness terlihat disfungsi kognitif
yang lebih parah selama hipoglikemia akut yang bertahan lebih lama setelah
pemulihan glukosa darah. Aktivitas intelektual cenderung terpengaruh dan
menyebabkan kinerja yang kurang optimal selama masa pemulihan.2
Konsekuensi hypoglycemia unawareness pada anak-anak dan remaja
dengan DM tipe 1: Proporsi yang signifikan dari anak-anak dan remaja dengan
DM tipe 1 memiliki hypoglycemia unawareness. Pasien termuda paling rentan
untuk mengalami konsekuensi merugikan dari hipoglikemia. Pematangan sistem
saraf pusat yang sedang berlangsung menempatkan anak-anak berisiko lebih besar
untuk defisit kognitif sebagai akibat dari hypoglycemia unawareness.
Hypoglycemia unawareness adalah masalah yang signifikan bagi anak-anak dan
remaja dengan DM tipe 1 dan faktor risiko untuk pengembangan hipoglikemia.
Anak-anak dengan DM tipe 1 yang didiagnosis sebelum usia 6 tahun, yang
menderita episode hipoglikemia berulang dan parah mungkin memiliki lebih
banyak rentang disfungsi kognitif, kelainan otak, perubahan struktural otak,
20
kemampuan mental yang lebih rendah, dan masalah perilaku dibandingkan
mereka yang tidak memiliki hypoglycemia unawareness sampai yang terakhir.2
Konsekuensi hypoglycemia unawareness pada individu dengan DM
tipe 2: Hypoglycemia unawareness lebih jarang ditemukan pada pasien DM tipe
2. Dua survei retrospektif pada individu dengan DM tipe 2 yang diobati dengan
insulin menunjukkan bahwa hanya 8% dan 9,8% masing-masing memiliki
perkiraan hypoglycemia unawareness oleh sistem penilaian yang divalidasi.
Namun, di pasien dengan hypoglycemia unawareness kejadian hipoglikemia berat
adalah sembilan kali lipat dan 17 kali lipat lebih tinggi masing-masing
dibandingkan dengan kesadaran hipoglikemia norma. Di beberapa studi,
menggunakan sistem pemantauan berkelanjutan, hipoglikemia asimtomatik
terdeteksi pada 47% dan 56% individu dengan DM tipe 2, diobati dengan rezim
pengobatan yang berbeda. Hipoglikemia berat, karena hypoglycemia
unawareness, dikaitkan pada pasien DM tipe 2 dengan komplikasi kardiovaskular
dan neurologis.2
Pada pasien dengan DM tipe 2 dan penyakit arteri koroner, hipoglikemia
berat dikaitkan dengan perubahan elektrokardiogram iskemik dan nyeri dada, dan
mungkin dapat menyebabkan kematian mendadak. Di sebuah studi retrospektif
pada DM tipe 2, pasien yang mengalami hipoglikemia berat juga terbukti
memiliki kemungkinan 79% lebih tinggi mengalami kejadian kardiovaskular akut
dibandingkan pasien tanpa hipoglikemia berat; dan studi kasus-kontrol pada
pasien dengan DM tipe 2 menunjukkan peningkatan 65% kemungkinan infark
miokard dengan hipoglikemia berat dalam dua minggu sebelumnya; risiko
miokard infark terus berlanjut hingga enam bulan setelah peristiwa hipoglikemik.
Perubahan perilaku, gangguan kognitif, kejang, koma dan angka kematian
diperkirakan antara 4,9% dan 9% adalah komplikasi neurologis yang paling
umum dari hipoglikemia parah dan berkepanjangan dengan hypoglycemia
unawareness sekunder.2
Hipoglikemia berat akibat hypoglycemia unawareness bisa menyebabkan
kematian sel saraf dan dapat merusak daerah dari otak diluar memori, terutama di
usia tua dengan DM tipe 2. Akhirnya, masalah yang sering terjadi pada DM tipe 2
21
adalah hipoglikemia nokturnal. Hipoglikemia nokturnal tidak terdeteksi sering
berkontribusi pada hypoglycemia unawareness. Memiliki hipoglikemia nokturnal
telah dikaitkan dengan aritmia jantung yang mengakibatkan kematian mendadak.2
Konsekuensi hypoglycemia unawareness pada orang tua: Pasien dalam
kelompok usia yang lebih tua sangat rentan kepada hypoglycemia unawareness.
Penuaan mengubah fungsi kognitif, simptomatik, dan respon hormonal kontra-
regulasi terhadap hipoglikemia. Orang dewasa yang lebih tua dengan diabetes
berisiko lebih tinggi mengalami sindrom geriatrik, yang meliputi jatuh,
inkontinensia, kelemahan, gangguan kognitif, dan gejala depresi. Pada lansia,
episode hipoglikemia berat lebih mungkin terjadi diikuti dengan perubahan
sirkulasi darah otak yang mana selanjutnya dapat meningkatkan risiko kerusakan
neurologis. Pada pasien yang lebih tua dengan DM tipe 2, Whitmer et al
menemukan hubungan yang signifikan antara jumlah episode hipoglikemik berat
dan demensia; dengan ≥ 3 episode hampir menggandakan risikonya lebih banyak
episode hipoglikemia berat sekunder hypoglycemia unawareness memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi yang berikutnya didiagnosis dengan
demensia. Hipoglikemia berat dan hypoglycemia unawareness pada orang tua
dengan diabetes dapat dikaitkan dengan penurunan kognitif.2
2.1.12 Pencegahan
Pencegahan hypoglycemia unawareness merupakan bagian penting dari
terapi diabetes intensif modern. Untuk mencegah hypoglycemia unawareness
tujuannya adalah menghindari sepenuhnya hipoglikemia, yang sangat sulit
dicapai. Pemantauan glukosa darah, target individual, dan program edukasi
penting dalam upaya mencegah dan mengelola hypoglycemia unawareness.2,8
Pemantauan glukosa darah: Continuous Glucose Monitor System
(CGMS), yang dapat mendeteksi hipoglikemia, merupakan kemajuan teknologi
penting pada metode yang digunakan untuk swa-monitor glukosa darah.
Kemampuan sistem CGMS adalah untuk memberi tahu pasien ketika kadar
glukosa turun terlalu rendah atau naik terlalu tinggi, dan berpotensi untuk
22
mengurangi durasi kejadian hipoglikemia dan hiperglikemia. Juga, CGMS dapat
digunakan untuk deteksi objektif pasien dengan hypoglycemia unawareness.2,8
Target individual: Pada pasien diabetes dengan hypoglycemia
unawareness, target glukosa darah harus rileks tetapi tidak ditinggalkan.
Penargetan yang tepat dari glukosa plasma dapat membantu pasien dan praktisi
mencapai tujuan HbA1c, mengurangi self-test yang berlebihan dan meminimalkan
terjadinya peristiwa hipoglikemik yang berat. Tujuan glikemik harus bersifat
individual dengan beberapa derajat keamanan terutama untuk pasien dengan
durasi lama diabetes, pasien yang memiliki risiko tinggi hypoglycemia
unawareness dan perkembangan hipoglikemia berat, dan/atau individu dengan
beberapa komorbiditas. Pada dasarnya, target HbA1c kurang dari 7% tetap
direkomendasikan, tetapi diperhitungkan apakah ada kisaran aman untuk HbA1c.
Pada pasien dengan DM tipe 1 yang menjalani terapi insulin, tingkat hipoglikemia
berat meningkat dengan HbA1c <6% dan oleh karena itu disarankan bahwa
menggunakan terapi saat ini, HbA1c antara 6% -7% merupakan kompromi terbaik
antara risiko hipoglikemia berat dan komplikasi mikrovaskuler yang
berkembang.2
Program edukasi: Tujuan utama dari program pemulihan hipoglikemia
adalah untuk mencegah setiap periode hipoglikemia setidaknya selama empat
minggu. Pada pasien diabetes dengan hypoglycemia unawareness, program
edukasi yang sesuai mencakup penekanan pada makanan ringan secara teratur
pada waktu yang tepat, peringatan untuk berhati-hati pada periode dengan risiko
yang lebih besar seperti sebelum makan siang, moderasi dalam asupan alkohol
dan tentang bahaya hipoglikemia yang tertunda setelah asupan alkohol yang
berlebihan atau olahraga yang berkepanjangan. Pendidikan swa-manajemen
diabetes dapat memiliki manfaat fisik dan psikososial, dan menghasilkan
perubahan perilaku dengan pengaruh positif dalam hasil. Intervensi kesadaran diri
8 sesi, masing-masing berlangsung 3 jam, dirancang untuk menentukan apakah
ada manfaat psikososial dan fisik dari intervensi kesadaran diri pada 29 orang
dewasa dengan DM tipe 1 dan hypoglycemia unawareness. Pasca intervensi
23
peserta mendeteksi lebih banyak isyarat euglikemia dan hipoglikemia dan
mengalami peningkatan yang signifikan dalam integrasi dan kontrol metabolik.2
2.1.13 Prognosis
Risiko jangka pendek dari hipoglikemia termasuk situasi berbahaya yang
dapat timbul saat seseorang mengalami hipoglikemia. Selain itu, koma yang
berkepanjangan kadang-kadang dikaitkan dengan gejala neurologis sementara,
seperti paresis, kejang, dan ensefalopati. Potensi komplikasi jangka panjang dari
hipoglikemia berat berupa gangguan intelektual ringan dan gejala sisa neurologis
permanen, seperti hemiparesis dan disfungsi pontine, terakhir jarang dan hanya
dilaporkan dalam studi kasus. Peristiwa hipoglikemik yang berat kemudian
dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas, lebih lanjut
menekankan kebutuhan untuk meminimalkan hipoglikemia.9,10
Kejadian hypoglycemia unawareness meningkatkan resiko hipoglikemia
berat (enam kali lipat untuk DM tipe 1 dan 17 kali lipat untuk DM tipe 2).
Hypoglycemia unawareness lebih sering terjadi pada individu dengan durasi
diabetes yang lama, riwayat hipoglikemik baru atau berulang, pasien dengan
terapi glikemik intensif, dan usia lanjut.2
Pencegahan hipoglikemia secara hati-hati untuk interval waktu yang
singkat (2-3 minggu), mengoreksi efek hypoglycemia unawareness. Akibatnya,
dalam realitas klinis, hindari hipoglikemia dan terutama tipe nokturnal,
merupakan pencegahan terjadinya hipoglikemia iatrogenik berat.10
24
BAB III
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26
Insulin Pump with Multiple Daily Injections and Continuous with
Conventional Glucose Self-Monitoring (HypoCOMPaSS). Diabetes Care.
2014;37:2114–22.
27