WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2015, 257 juta orang hidup dengan
infeksi virus hepatitis B kronis (HBV) di seluruh dunia, 900.000 telah meninggal karena
infeksi HBV, sebagian besar akibat sirosis atau karsinoma hepatoseluler. Prevalensi antigen
permukaan hepatitis B (HBsAg) pada anak usia 5 tahun dianggap sebagai indikator
pengganti insiden kumulatif infeksi HBV kronis (WHO, 2020).
Di Indonesia, informasi tentang prevalensi HBV untuk populasi umum masih
kurang karena beberapa faktor, diantaranya (1) sistem surveilans penyakit yang tidak
memadai, dengan kemungkinan besar tidak dilaporkannya infeksi akut dan kronis; (2)
hambatan geografis untuk pengumpulan data yang berhasil dalam populasi sekitar 250 juta
orang yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau; dan (3) fasilitas pengujian yang terbatas
untuk mendeteksi HBV kronis, yang menyebabkan sebagian besar orang tetap tidak
terdiagnosis (Muljiono DH, 2017)
Menurut data Riskesdas 2013 prevalensi hepatitis B sebesar 7,1% atau berkisar
18 juta orang. Prevalensi hepatitis B pada anak usia kurang dari 4 tahun 4,2%. Studi
nasional dilakukan melalui Riskesdas 2013 yang mencakup 33 provinsi. Hasil sementara
menunjukkan prevalensi HBsAg, anti-HBc, dan anti-HBs masing-masing sebesar 7,1% (dari
40.791 sampel), 31.9% (dari 38.312 sampel), dan 35,6% % (dari 39.750 sampel). Patut
dicatat bahwa elah terjadi penurunan prevalensi HBsAg (9,4% pada tahun 2007 menjadi
7,1% pada tahun 2013), menunjukkan bahwa Indonesia telah berpindah dari endemisitas
infeksi HBV tinggi ke sedang (Muljiono DH, 2017).
Ibu hamil dengan HBsAg positif dapat menularkan bayi yang dilahirkannya sampai
90% pada bayi yang tidak mendapat pencegahan immunoglobulin hepatitis B dan vaksinasi
saat lahir, Sebuah penelitian yang sedang berlangsung pada 70.000 ibu hamil
mengungkapkan prevalensi HBsAg sebesar 2,76%. Dengan angka kehamilan
5.000.000/tahun, sekitar 150.000 ibu hamil di Indonesia setiap tahun berpotensi menularkan
HBV kepada bayinya. Ini menjadi perhatian serius, karena tes skrining untuk HBV pada
wanita hamil tidak dilakukan secara rutin, dan pengobatan antivirus untuk wanita terinfeksi
HBV belum diadopsi sebagai strategi pencegahan untuk MTCT (Muljiono DH, 2017).
Gambar diatas merupakan jadwal imunisasi pada anak 0-18 tahun, dimana
vaksin hepatitis B (HB) monovalen sebaiknya diberikan kepada bayi segera setelah lahir
sebelum berumur 24 jam, didahului penyuntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya.
Bayi dengan berat lahir kurang dari 2000 gram, imunisasi hepatitis B sebaiknya ditunda
sampai berumur 1 bulan atau lebih, kecuali ibu HBsAg positif dan bayi bugar berikan
imunisasi HB segera setelah lahir tetapi tidak dihitung sebagai dosis primer. Bayi lahir dari
ibu HBsAg positif, segera berikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada
ekstremitas yang berbeda, maksimal dalam 7 hari setelah lahir. Imunisasi HB selanjutnya
diberikan bersama DTwP atau DTaP pada usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Booster
diberikan pada usia 18 bulan. (IDAI, 2020)
DAFTAR PUSTAKA
Schille S, Vellozzi C, Reingold A, et al. 2018. Prevention of Hepatitis B Virus Infection in the
United States : Recommendations of The Advisory Committee on Immunization
Practices. United States.
Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI. 2017. Situasi Penyakit Hepatitis B di Indonesia
Tahun 2017. Jakarta. Hal : 5-6
IDAI | Jadwal Imunisasi IDAI 2020. Diakses pada 17 Juni 2021 Pukul 12.00.
https://www.idai.or.id/tentang-idai/pernyataan-idai/jadwal-imunisasi-idai-2020.