Buku Panduan Pelayanan nyeri di Rumah Sakit Nur Hidayah ini akan menjadi alat
bantu bagi setiap pemberi pelayanan kepada pasien. Penanganan nyeri kepada pasien harus
sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit Nur Hidayah. Selain itu,
tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan juga melakukan monitoring dan evaluasi dari
penanganan yang telah diberikan sehingga mutu pelayanan dapat terjaga dengan baik.
Penyempurnaan dan pengembangan buku ini akan terus dilakukan sesuai dengan
tuntutan program, kemajuan ilmu dan teknologi dibidang kedokteran serta standar pelayanan
rumah sakit. Dengan demikian Rumah Sakit Nur Hidayah dapat senantiasa meningkatkan dan
mempertahankan mutu yang telah dicapainya dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I DEFINISI....................................................................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 54
ii
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH
NOMOR 75 /RSNH/PDNH/II/2019
TENTANG
PANDUAN PELAYANAN NYERI
RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH
Menimbang : a. Bahwa untuk mencapai mutu asuhan di Rumah Sakit Nur Hidayah,
maka perlu adanya sebuah Panduan Pelayanan Nyeri baik secara
medis maupun spiritual sebagai acuan bagi dokter, paramedis dan
bina rohani dalam melaksanakan manajemen nyeri pada pasien;
b. Bahwa Panduan Pelayanan Nyeri merupakan panduan yang
dilaksanakan oleh petugas medis yaitu dokter, paramedis dan bina
rohani yang memberikan pelayanan manajemen nyeri di Rumah
Sakit Nur Hidayah;
c. Bahwa Keputusan Direktur Nomor 127/RSNH/PDNH/II/2017 tentang
Panduan Manajemen Nyeri perlu disempurnakan seiring
perkembangan rumah sakit;
d. Bahwa atas pertimbangan hal-hal diatas maka diperlukan peraturan
direktur tentang Panduan Pelayanan Nyeri Rumah Sakit Nur
Hidayah.
Mengingat : 1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.
2. Undang – Undang No 29 tahun 2004 pada pasal 46 tentang Praktik
Kedokteran
3. Undang-Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,
4. Fatwa MUI Nomor L07/DSN-MUIIX/2016 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah.
5. Peraturan Direktur Rumah Sakit Nur Hidayah Nomor
22/RSNH/PDNH/I/2019 Tentang Kebijakan Pelayanan.
iii
MEMUTUSKAN
Ditetapkan Bantul
di 11 Jumadil Akhir 1440 H
Pada 16 Februari 2019 M
Tanggal DIREKTUR
Tembusan :
iv
Lampiran
Peraturan Direktur RS Nur Hidayah
Nomor : 75 /RSNH/PDNH/II/2019
Tanggal : 11 Jumadil Akhir 1440 H
16 Februari 2019 M
BAB I
DEFINISI
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensasi yang
tidak menyenangkan (pengalaman emosional dan sensori) yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan atau cedera pada tubuh.
1. Menurut Jenisnya
a. Nyeri nosiseptif
Disebabkan karena kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral. Stimulasi
nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengakibatkan pengeluaran
mediator inflamasi dari jaringan, sel imun dan ujung saraf sensoris dan simpatik.
b. Nyeri neurogenik
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf
perifer. Hal ini disebabkan oleh cedera pada jalur serat saraf perifer, infiltrasi sel kanker
pada serabut saraf, dan terpotongnya saraf perifer. Sensasi yang dirasakan adalah rasa
panas dan seperti ditusuk-tusuk dan kadang disertai hilangnya rasa atau adanya sara tidak
enak pada perabaan. Nyeri neurogenik dapat menyebakan terjadinya allodynia. Hal ini
mungkin terjadi secara mekanik atau peningkatan sensitivitas dari noradrenalin yang
kemudian menghasilkan sympathetically maintained pain (SMP). SMP merupakan
komponen pada nyeri kronik. Nyeri tipe ini sering menunjukkan respon yang buruk pada
pemberian analgetik konvensional.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas dan depresi.
Nyeri akan hilang apabila keadaan kejiwaan pasien tenang.
2. Menurut waktu timbulnya nyeri
a. Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Nyeri ini
terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada
area yang rusak. Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif
untuk segera menghilangkan nyeri. Misalnya nyeri pasca bedah.
5
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih
dari tiga bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan
kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus
sampai kematian. Pada nyeri kronik, tatalaksana tidak seagresif pada nyeri akut. Klien yang
mengalami nyeri kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau
keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini biasanya tidak
memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini
merupakan penyebab utama ketidakmampunan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang
tidak dapat diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada
depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri kronik akan timbul perasaan yang tidak
aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke hari. Misalnya
nyeri post-herpetic, nyeri phantom atau nyeri karena kanker.
6
Tabel 1. Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik
Nyeri akut Nyeri kronik
o Lamanya dalam hitungan menit Lamannya sampai > 3 bulan
o Sensasi tajam menusuk Sensasi terbakar, tumpul, pegal
o Dibawa oleh serabut saraf tipe A- Dibawa oleh serabut saraf tipe C
delta Fungsi fisiologi bersifat normal
o Ditandai peningkatan BP, nadi, dan
respirasi Kausanya mungkin jelas mungkin
o Kausanya spesifik, dapat tidak
diidentifikasi secara biologis Tidak ada keluhan nyeri, depresi
o Respon pasien : Fokus pada nyeri, dan kelelahan
menangis dan mengerang, cemas Tidak ada aktifitas fisik sebagai
o Tingkah laku menggosok bagian respon terhadap nyeri
yang nyeri Respon terhadap analgesik : sering
o Respon terhadap analgesik : kurang meredakan nyeri
meredakan nyeri secara efektif
3. Menurut penyebabnya
a. Nyeri kanker
Nyeri kronis maligna merupakan kombinasi dari beberapa komponen nyeri akut,
intermiten dan kronis. Nyeri kanker dapat muncul pada tempat/situs primer kanker sebagai
akibat ekspansi tumor, penekanan/kompresi saraf, atau infiltrasi oleh tumor, obstruksi
maligna, atau infeksi pada ulkus maligna. Nyeri juga dapat muncul pada tempat metastase
yang jauh. Selain itu, terapi kanker dengan tindakan bedah, kemoterapi, dan radiasi juga
dapat menimbulkan mukositis, gastroenteritis, iritasi kulit, dan nyeri lain yang berakitan.
b. Nyeri non kanker
Nyeri kronis non-kanker dapat dibedakan menjadi 2 subtipe utama yaitu nyeri neuropati
dan nyeri muskuloskeletal. Nyeri neuropati dapat bersifat idiopatik atau dapat juga
muncul dari lokasi tertentu atau umum pada jejas saraf. Awitannya dapat terjadi seketika
setelah jejas atau setelah jeda waktu tertentu. Nyeri neuropati dapat bersifat konstan dan
menetap. Selain nyeri yang terus menerus, juga dapat terjadi nyeri yang tumpang tindih,
hilang-muncul (intermitten), nyeri seperti syok, yang seringkali dicirikan dengan sensasi
nyeri yang tajam, seperti tersengat listrik/elektrik, mengejutkan, seperti disobek/robek, atau
kejang Contoh sindroma nyeri neuropati kronis adalah neuralgia pascaherpes, neuropati
diabetik, neuralgia trigeminal, nyeri pascastroke, dan nyeri phantom (yaitu rasa nyeri pada
bagian tubuh yang telah diamputasi).
Nyeri muskuloskeletal muncul dari jaringan otot, tulang, persendian atau jaringan ikat.
Nyeri ini dapat diakibatkan oleh jejas idiopatik atau iatrogenik. Sindroma nyeri
muskuloskeletal kronik yang umum adalah nyeri yang berkaitan dengan penyakit inflamasi
otot misalnya polimyositis (penyakit jaringan ikat yang ditandai dengan edema, inflamasi,
7
dan degenerasi otot) dan dermatitis dan juga nyeri yang berkaitan dengan penyakit
persendian misalnya arthritis.
4. Menurut derajat nyeri
a. Nyeri ringan adalah nyeri hilang-timbul, terutama saat beraktivitas sehari-hari dan
menjelang tidur.
b. Nyeri sedang nyeri yang berlangsung terus-menerus, aktivitas terganggu yang hanya
hilang bila penderita tidur.
c. Nyeri berat adalah nyeri yang berlangsung terus-menerus sepanjang hari, penderita tidak
dapat tidur dansering terjaga oleh gangguan nyeri sewaktu tidur.
5. Menurut sumber nyeri
a. Nyeri somatik luar
Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membran mukosa. Nyeri
biasanya dirasakan seperti terbakar, tajam dan terlokalisasi.
b. Nyeri somatik dalam
Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat rangsangan pada otot
rangka, tulang, sendi, jaringan ikat.
c. Nyeri visceral
Nyeri karena perangsangan organ viseral atau membran yang menutupinya (pleura
parietalis, perikardium, peritoneum). Nyeri tipe ini dibagi lagi menjadi nyeri viseral
terlokalisasi, nyeri parietal terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri alih parietal.
8
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Pengkajian Nyeri
9
BAB III
TATA LAKSANA PELAYANAN RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH
1. Untuk mendapatkan informasi tentang pengalaman nyeri pasien melalui cara yang
sesuai dengan standar.
3. Untuk membantu menentukan dampak dan akibat dari pengalaman nyeri pasien
berdasarkan kemampuan individual dalam beraktifitas.
4. Untuk membantu komunikasi antar tim multidisiplin dalam pemberian asuhan kepada
pasien.
Secara umum pengkajian nyeri di Rumah Sakit Nur hidayah dilakukan dengan
menggunakan metode PQRST. Format pengkajian PQRST ini mencakup:
10
B. INSTRUMEN PENGKAJIAN NYERI
11
Kelemahan dari VAS (visual analog scale) dan skala numeric verbal adalah tidak dapat
digunakan pada pasien anak umur kurang dari tujuh tahun. VAS dan Skala numerik hanya
dapat digunakan pada pasien dewasa dan pasien dalam kondisi sadar serta dapat
berkomunikasi dengan baik. Maka dalam pengkajian nyeri pemilihan instrumen sangat penting,
dan harus disesuaikan dengan umur dan kondisi pasien.
12
11) Skala 10 :
Sakit tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan. Nyeri dirasakan sangat kuat
sampai tak sadarkan diri. Kebanyakan orang tidak pernah mengalami skala
rasa sakit ini. karena sudah keburu pingsan seperti mengalami kecelakaan
parah, tangan hancur, dan kesadaran hilang sebagai akibat rasa sakit yang luar
biasa berat.
a) Skala nyeri 1 – 3 termasuk kategori nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktivitas
tak terganggu).
b) Skala nyeri 4 – 6 termasuk kategori nyeri sedang (mengganggu aktivitas fisik).
c) Skala nyeri 7 – 10 termasuk kategori nyeri berat (tidak dapat melakukan
aktivitas secara mandiri).
Gambar 1.(A) Skala analog visual. (B) Skala numeric verbal. (C).
13
Gambar 2. Skala nyeri berdasarkan ekspresi wajah
memerlukan stimulus yang kuat untuk menghasilkan respons dan kemudian dia akan
merespons dengan cara menangis dan menggerakan seluruh tubuh. Kemampuan
melokalisasi tempat stimulus dan untuk menghasilkan respons spesifik motorik anak-anak
berkembang seiring dengan tingkat myelinisasi.
14
Interpretasi:
Interpretasi:
Skor total dari lima parameter di atas menentukan tingkat keparahan nyeri dengan skala
0-10. Nilai 10 menunjukan tingkat nyeri yang hebat.
f. COMFORT Scale
15
1) Indikasi: untuk menilai derajat sedasi yang diberikan pada pasien anak dan dewasa
yang dirawat di ruang intensif/ kamar operasi/ rawat inap yang tidak dapat dinilai
mengunakan Visual Analog Scale atau Wong Baker Faces Pain Scale.
2) Pemberian sedasi bertujuan untuk mengurangi agitasi, menghilangkan kecemasan
dan menyelaraskan napas dengan ventilator mekanik.
3) Tujuan dari penggunaan skala ini adalah untuk pengenalan dini dari pemberian
sedasi yang terlalu dalam ataupun tidak adekuat.
4) Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5 dengan skor
total 9-45.
Tanggal / waktu
KATEGORI SKOR
Kewaspadaan 1 – tidur pulas / nyenyak
2 – tidur kurang nyenyak
3 – gelisah
4 – sadar sepenuhnya dan waspada
5 – hiper alert
Ketenangan 1 – tenang
2 – agak cemas
3 – cemas
4 – sangat cemas
5 – panic
Distress 1 – tidak ada respirasi spontan dan tidak ada
pernapasan batuk
2 – respirasi spontan dengan sedikit / tidak ada
respons terhadap ventilasi
3 – kadang-kadang batuk atau terdapat tahanan
terhadap ventilasi
4 – sering batuk, terdapat tahanan / perlawanan
terhadap ventilator
5 – melawan secara aktif terhadap ventilator,
batuk terus-menerus / tersedak
Menangis 1 – bernapas dengan tenang, tidak menangis
2 – terisak-isak
3 – meraung
4 – menangis
5 – berteriak
Pergerakan 1 – tidak ada pergerakan
2 – kedang-kadang bergerak perlahan
3 – sering bergerak perlahan
4 – pergerakan aktif / gelisah
5 – pergrakan aktif termasuk badan dan kepala
Tonus otot 1 – otot relaks sepenuhnya, tidak ada tonus otot
2 – penurunan tonus otot
3 – tonus otot normal
4 – peningkatan tonus otot dan fleksi jari tangan
dan kaki
5 – kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari tangan
dan kaki
Tegangan 1 – otot wajah relaks sepenuhnya
2 – tonus otot wajah normal, tidak terlihat
wajah
tegangan otot wajah yang nyata
3 – tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata
4 – tegangan hampir di seluruh otot wajah
5 – seluruh otot wajah tegang, meringis
16
Tekanan darah 1 – tekanan darah di bawah batas normal
2 – tekanan darah berada di batas normal
basal
secara konsisten
3 – peningkatan tekanan darah sesekali ≥15% di
atas batas normal (1-3 kali dalam observasi
selama 2 menit)
4 – seringnya peningkatan tekanan darah ≥15%
di atas batas normal (>3 kali dalam observasi
selama 2 menit)
5 – peningkatan tekanan darah terus-menerus
≥15%
Denyut jantung 1 – denyut jantung di bawah batas normal
2 – denyut jantung berada di batas normal
basal
secara konsisten
3 – peningkatan denyut jantung sesekali ≥15% di
atas batas normal (1-3 kali dalam observasi
selama 2 menit)
4 – seringnya peningkatan denyut jantung ≥15%
di atas batas normal (>3 kali dalam observasi
selama 2 menit)
5 – peningkatan denyut jantung terus-menerus
≥15%
SKOR TOTAL
Interpretasi:
17
16 menggambarkan dimensi evaluasi dan kelompok 17 sampai 20 untuk keterangan lain-
lain dan mencakup kata-kata spesifi k untuk kondisi tertentu.
Penilaian menggunakan angka diberikan untuk setiap kata sifat dan kemudian
dengan menjumlahkan semua angka berdasarkan pilihan kata pasien maka akan
diperoleh angka total (PRI(T)).
19
Penilaian :
Skor 1 apabila perilaku dilakukan secara nyata oleh pasien baik saat beraktivitas atau
istirahat.
Interpretasi penilaian :
Penilaian skor total antara 0 hingga 10. Apabila skor total yang didapatkan adalah:
20
Yang dinilai adalah :
1. EKSPRESI WAJAH
2. GERAKAN TUBUH
3. MENGIKUTI VENTILATOR (TERINTUBASI)
4. KETEGANGAN OTOT
ASESMEN ULANG
Asesmen ulang dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
1. Lakukan asesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan kunjungan/visite ke
pasien.
2. Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap
empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang menjalani prosedur.
3. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5
menit setelah pemberian nitrat atau obat-obatan intravena.
4. Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah pemberian
obat nyeri.
5. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai menimbulkan
perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau bedah yang baru
(misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik).
NYERI AKUT
1. Nyeri Akut merupakan nyeri yang terjadi dalam kurun waktu <6 minggu.
2. Melakukan asesmen nyeri : anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
dan asesmen nyeri menggunakan skala nyeri.
3. Menentukan tipe dan sumber nyeri akut :
Tabel 1. Tipe dan sumber nyeri akut
21
tubuh yang disebabkan oleh
cedera akut.
Terbakar Nyeri yang disebabkan oleh Api, terpapar zat kimia
terpapar suhu atau terbakar
zat kimia.
Procedural Nyeri yang berhubungan Bone marrow biopsy,
(prosedur infasif) dengan pemeriksaan endoscopy, catheter
diagnostic atau prosedur placement, circumcision,
terapi medis. chest tube placement,
suturing
Obstetrik Nyeri yang berhubungan Persalinan pervagina atau
dengan kehamilan dan operasi cesarean section
persalinan.
22
Teknik distraksi
23
Gambar 1. Tatalaksana nyeri berdasarkan WHO analgetic ladder
.
Keterangan :
1) Patch fentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut karena tidak sesuai
indikasi dan onset kerjanya lama.
2) Untuk nyeri kronik : pertimbangkan terapi analgetik adjuvan (misalnya :
Amitriptilin, Gabapentin).
3) NSAID : non-steroidal anti-inflammatory drug
4) S/R : slow release
5) PRN : jika diperlukan
24
Manajemen efek samping terapi nyeri farmakologi
1) Opioid
a) Mual dan muntah : antiemetic
b) Konstipasi : berikan stimulan buang air besar, hindari laksatif yang
mengandung serat karena dapat menyebabkan produksi gas-kembung-kram
perut.
c) Gatal : pertimbangkan untuk mengganti opioid jenis lain, dapat juga
menggunakan antihistamin.
d) Mioklonus : pertimbangkan untuk mengganti opioid, atau berikan
Benzodiazepine untuk mengatasi mioklonus.
e) Depresi pernapasan akibat Opioid : berikan Nalokson (campur 0,4 mg
Nalokson dengan NaCl 0,9% sehingga total volume mencapai 10 ml).
Berikan 0,02 mg (0,5 ml) bolus setiap menit hingga kecepatan pernapasan
meningkat. Dapat diulang jika pasien mendapat terapi Opioid jangka
panjang.
2) OAINS :
a) Gangguan gastrointestinal : berikan PPI (Proton Pump Inhibitor)
b) Perdarahan akibat disfungsi platelet : pertimbangkan untuk mengganti
OAINS yang tidak memiliki efek terhadap agregasi platelet.
c) Pembedahan : injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi lokal di tempat
nyeri.
Berikut ini adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri akut :
25
Gambar 2. Algoritma Asesmen Nyeri Akut
26
Gambar 3. Lanjutan Algoritma Manajemen Nyeri Akut
28
b) Contoh : nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/sprain
ligamen/otot), degerasi diskus, osteoporosis dengan fraktur kompresi dan
fraktur.
c) Merupakan nyeri nosiseptif
d) Tatalaksana : beberapa memerlukan dekompresi atau stabilisasi.
4. Manajemen Nyeri Kronis Non Kanker
a. Tujuan Umum Manajemen
1) Mengurangi penderitaan, termasuk nyeri dan masalah emosional.
2) Meningkatkan / memperbaiki fungsi fisik, sosial, vocational dan recreational.
3) Mengoptimalkan kesehatan, termasuk kesejahteraan psikologis.
4) Memperbaiki kemampuan koping (misal mengembangkan strategi pertolongan
diri, mengurangi ketergantungan pada sistem asuhan kesehatan) dan hubungan
dengan yang lain (misal keluarga, teman, tenaga kesehatan).
b. Prinsip Level I :
1) Buatlah rencana perawatan tertulis secara komprehensif (buat tujuan, perbaiki
tidur, tingkatkan aktivitas fisik, manajemen stres dan kurangi nyeri).
2) Pasien harus berpartisipasi dalam program latihan untuk meningkatkan fungsi.
3) Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku kognitif dengan restorasi
fungsi untuk membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi.
a) Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah masalah yang rumit
dan kompleks. Tatalaksana sering mencakup manajemen stress, latihan fisik,
terapi relaksasi dan sebagainya.
b) Beritahukan pasien bahwa fokus dokter adalah manajemen nyerinya.
c) Ajaklah pasien untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen nyeri.
d) Berikan medikasi nyeri yang teratur dan terkontrol.
e) Jadwalkan kontrol pasien secara rutin, jangan biarkan penjadwalan untuk
kontrol dipengaruhi oleh peningkatan level nyeri pasien.
f) Bekerjasama dengan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien.
g) Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara bertahap.
h) Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena takut nyeri.
4) Manajemen psikososial (atasi depresi, kecemasan dan ketakutan pasien)
29
- antidepresan trisiklik (Amitriptilin).
- antikonvulsan : Gabapentin, Karbamazepin.
- obat topical (Lidocaine patch 5%, krim anestesi).
- OAINS, Kortikosteroid, Opioid.
- anestesi regional : blok simpatik, blok epidural/intratekal, infus
epidural/intratekal.
- terapi berbasis-stimulasi : akupuntur, stimulasi spinal, pijat.
- rehabilitasi fisik : bidai, manipulasi, alat bantu, latihan mobilisasi, metode
ergonomis.
- prosedur ablasi : kordomiotomi, ablasi saraf dengan radiofrekuensi.
- terapi lainnya : hypnosis, terapi relaksasi (mengurangi tegangan otot dan
toleransi terhadap nyeri), terapi perilaku kognitif (mengurangi perasaan
terancam atau tidak nyaman karena nyeri kronis).
2) Nyeri otot
a) Lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius, faktor psikososial
yang dapat menghambat pemulihan.
b) Berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari latihan dasar/awal dan
ditingkatkan secara bertahap.
c) Rehabilitasi fisik :
- Fitness : angkat beban bertahap, kardiovaskular, fleksibilitas,
keseimbangan
- Mekanik
- Pijat, terapi akuatik
d) Manajemen perilaku :
- Stress/depresi
- Teknik relaksasi
- Perilaku kognitif
- Ketergantungan obat
- Manajemen amarah
e) Terapi obat :
- analgesik dan sedasi
- antidepresan
- opioid jarang dibutuhkan
3) Nyeri inflamasi
a) Kontrol inflamasi dan atasi penyebabnya.
b) Obat anti-inflamasi utama : OAINS, Kortikosteroid.
4) Nyeri mekanis/kompresi
30
a) Penyebab yang sering : tumor/kista yang menimbulkan kompresi pada
struktur yang sensitif dengan nyeri, dislokasi, fraktur.
b) Penanganan efektif : dekompresi dengan pembedahan atau stabilisasi, bidai,
alat bantu.
c) Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk mengatasi
nyeri saat terapi lain diaplikasikan.
31
berat.
2 = gangguan jiwa / kepribadian
medium/sedang.. Misalnya : depresi, gangguan
cemas.
3 = komunikasi baik. Tidak ada disfungsi
kepribadian atau gangguan jiwa yang signifikan
Kesehatan 1 = penggunaan obat akhir-akhir ini, alkohol
berlebihan, penyalahgunaan obat.
2 = medikasi untuk mengatasi stress, atau
riwayat remisi psikofarmaka..
3 = tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan.
Reliabilitas 1 = banyak masalah : penyalahgunaan obat,
bolos kerja/jadwal kontrol, komplians buruk.
2 = terkadang mengalami kesulitan dalam
komplians, tetapi secara keseluruhan dapat
diandalkan.
3 = sangat dapat diandalkan (medikasi, jadwal
kontrol, dan terapi).
Dukungan 1 = hidup kacau, dukungan keluarga minimal,
sosial sedikit teman dekat, kehilangan peran dalam
kehidupan normal.
2 = kurangnya hubungan dengan oral dan kurang
berperan dalam sosial.
3 = keluarga mendukung, hubungan dekat.
Terlibat dalam kerja/sekolah, tidak ada isolasi
sosial.
Efikasi 1 = fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal
meski dengan penggunaan dosis obat sedang-
tinggi.
2 = fungsi meningkat tetapi kurang efisien (tidak
menggunakan opioid dosis sedang-tinggi ).
3 = perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas
hidup tercapai dengan dosis yang stabil.
Skor total =D+I+R+E
Keterangan :
Skor 7 – 13 : tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
Skor 14 – 21 : sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang.
Manajemen Level 2
1) Meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan rehabilitasinya
atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal atau infus intratekal).
2) Indikasi : pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif/manajemen level 1.
32
3) Biasanya rujukan dilakukan setelah 4 – 8 minggu tidak ada perbaikan dengan
manajemen level
Berikut ini adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri kronis :
33
Gambar 5. Algoritme Manajemen Nyeri Kronik
34
e. Tatalaksana farmakologis nyeri kronis non kanker
Tabel 5. Intervensi farmakologis nyeri non kanker:
- Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah : sakit kepala kronik, trauma,
sakit perut dan faktor psikologi.
- Sistem nosiseptif pada anak dapat memberikan respons yang berbeda terhadap
kerusakan jaringan yang sama atau sederajat.
- Neonatus lebih sensitif terhadap stimulus nyeri.
- Berikut adalah algoritma manajemen nyeri mendasar pada pediatrik :
37
Gambar 6. Algoritme Manajemen Nyeri Mendasar Pada Pediatrik
38
- Analgesik untuk nyeri neuropatik : antidepresan, antikonvulsan, agonis
GABA, anestesi oral-lokal.
- Analgesik untuk nyeri musculoskeletal : relaksan otot, Benzodiazepine,
inhibitor osteoklas, radiofarmaka.
b. ‘By the clock’ : mengacu pada waktu pemberian analgesik.
Pemberian haruslah teratur, misalnya : setiap 4 – 6 jam (disesuaikan dengan masa
kerja obat dan derajat keparahan nyeri pasien), tidak boleh prn (jika perlu) kecuali
episode nyeri pasien benar-benar intermiten dan tidak dapat diprediksi.
c. ‘By the child’ : mengacu pada pemberian analgesik yang sesuai dengan kondisi
masing-masing individu.
1) Lakukan monitor dan assesmen nyeri secara teratur.
2) Sesuaikan dosis analgesik jika perlu.
d. ‘By the mouth’ : mengacu pada jalur pemberian oral.
1) Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak invasive, dan
efektif; biasanya per oral.
2) Karena pasien takut dengan jarum suntik, pasien dapat menyangkal bahwa
mereka mengalami nyeri atau tidak memerlukan pengobatan.
3) Untuk mendapatkan efek analgesik yang cepat dan langsung, pemberian
parenteral terkadang merupakan jalur yang paling efisien.
4) Opioid kurang poten jika diberikan per oral.
5) Sebisa mungkin jangan memberikan obat via intramuscular karena nyeri dan
absorbsi obat tidak dapat diandalkan.
6) Infus kontinu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan i.m, i.v, dan subkutan
intermiten, yaitu : tidak nyeri, mencegah terjadinya penundaan/keterlambatan
pemberian obat, memberikan kontrol nyeri yang kontinu pada anak.
7) Indikasi : pasien nyeri di mana pemberian per oral dan opioid parenteral
intermiten tidak memberikan hasil yang memuaskan, adanya muntah hebat (tidak
dapat memberikan obat per oral).
e. Analgesik dan anestesi regional : epidural atau spinal
1) Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut yang sulit diatasi
dengan terapi konservatif.
2) Harus dipantau dengan baik.
3) Berikan edukasi dan pelatihan kepada staf, ketersediaan segera obat-obatan dan
peralatan resusitasi, dan pencatatan akurat mengenai tanda vital/skor nyeri.
39
hematologi minimal
Ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi. Hati-hati
6 – 8 jam pada pasien dengan
gangguan hepar/renal,
riwayat perdarahan
gastrointestinal atau
hipertensi.
Naproksen 10 – 20 mg/kgBB/hari oral, Efek antiinflamasi. Hati-hati
terbagi dalam 2 dosis pada pasien dengan
disfungsi renal. Dosis
maksimal 1 g/hari.
Diklofenak 1 mg/kgBB oral, Efek antiinflamasi. Efek
setiap 8 – 12 jam samping sama dengan
ibuprofen dan naproksen.
Dosis maksimal 50 mg/kali.
Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan (dihindari) pada lansia antara lain
adalah:
1) OAINS : Indometasin dan Piroksikam (waktu paruh yang panjang dan efek samping
gastrointestinal lebih besar).
2) Opioid : Pentazocine, Butorphanol (merupakan campuran antagonis dan agonis,
cenderung memproduksi efek psikotomimetik pada lansia); Metadon, Levorphanol
(waktu paruh panjang).
3) Propoxyphene : neurotoksik.
4) Antidepresan : tertiary amine tricyclics (efek samping antikolinergik).
h. Tatalaksana nyeri pada geriatri secara non-farmakologis :
1) Terapi termal : pemberian pendinginan atau pemanasan di area nosiseptif untuk
menginduksi pelepasan Opioid endogen.
2) Stimulasi listrik pada saraf transkutan/perkutan, dan akupuntur.
3) Blok saraf dan radiasi area tumor.
4) Intervensi medis pelengkap/tambahan atau alternatif : terapi relaksasi, umpan balik
positif, hipnosis.
5) Fisioterapi dan terapi okupasi.
42
D. TATACARA PEMBERIAN TATALAKSANA NYERI SECARA NON FARMAKOLOGI
Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai tindakan penanganan nyeri
berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku kognitif. Penatalaksanaan nyeri secara non
farmakologis ini dapat diterapkan pada jenis nyeri akut, kronis, non kanker maupun kanker.
Terapi non-farmakologis ini diberikan pada penderita dengan rasa nyeri ringan (skala 1-3).
Terapi non-farmakologis pada nyeri bertujuan untuk memperbaiki aspek fisiologis maupun
psikologis dari penderita. Berikut ini adalah penjelasan teknik-teknik terapi nyeri secara non
farmakologis :
a. Masase kulit
Masase kulit dapat memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot.
Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar,
sehingga mampu memblok atau menurunkan implus nyeri. Teknik masase ini juga
bertujuan untuk mengatasi masalah fisik, fungsional atau fisiologis. Teknik masase
dilakukan dengan penekanan terhadap jaringan lunak baik secara terstruktur atau tidak,
gerakan-gerakan atau getaran, dilakukan menggunakan bantuan media ataupun tidak.
Beberapa teknik masase yang dapat dilakukan untuk adalah :
1) Remasan. Usap otot bahu dan remas secara bersamaan.
2) Selang-seling tangan. Memijat punggung dengan tekanan pendek, cepat dan
bergantian tangan.
3) Gesekan. Memijat punggung dengan ibu jari, gerakannya memutar sepanjang
tulang punggung dari sacrum ke bahu.
4) Eflurasi. Memijat punggung dengan kedua tangan, tekanan lebih halus dengan
gerakan ke atas untuk membantu aliran balik vena.
5) Petriasi. Menekan punggung secara horizontal, pindah tangan anda dengan arah
yang berlawanan, menggunakan gerakan meremas.
6) Tekanan menikat. Secara halus, tekan punggung dengan ujung-ujung jari untuk
mengakhiri pijatan.
b. Kompres
Kompres panas dingin, selain menurunkan sensasi nyeri juga dapat meningkatkan
proses penyernbuhan jaringan yang mengalami kerusakan.
c. Imobilisasi
Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri hebat mungkin dapat
meredakan nyeri. Kasus seperti rheumatoid arthritis mungkin memerlukan teknik untuk
mengatasi nyeri.
d. Distraksi
Distraksi merupakan pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri. Teknik distraksi
terdapat beberapa macam yaitu : distraksi visual, distraksi pendengaran, distraksi
pernafasan, distraksi intelektual, teknik pernafasan, imajinasi terbimbing. Teknik distraksi
juga dapat dilakukan dengan :
1) Melakukan hal yang disukai, seperti membaca buku, melukis, menggambar dengan
tidak meningkatkan stimuli pada bagian tubuh yang dirasa nyeri.
43
2) Melakukan kompres hangat pada bagian tubuh yang dirasakan nyeri.
3) Bernapas lembut dan berirama secara teratur.
4) Membaca Al Qur’an dengan tenang dan tidak tergesa-gesa.
5) Mengucapkan kalimat dzikir secara berulang-ulang dengan menghayati maknanya.
e. Plasebo
Plasebo merupakan suatu bentuk tindakan, misalnya pengobatan atau tindakan
keperawatan yang mempunyai efek pada pasien akibat sugesti daripada kandungan fisik
atau kimianya. Suatu obat yang tidak berisi analgetika tetapi berisi gula, air atau saliner
dinamakan placebo
f. Terapi Murottal
Menurut Oken (2004) musik dapat memiliki efek terapeutik pada pikiran dan tubuh
manusia. Efek suara dapat memengaruhi keseluruhan fisiologis tubuh pada basis aktivasi
korteks sensori dengan aktivitas sekunder lebih dalam pada neokorteks dan beruntun ke
dalam sistem limbik,hipotalamus, dan sistem saraf otonom. Saraf kranial kedelapan dan
kesepuluh membawa impuls suara melalui telinga.Dari sini, saraf vagus, yang membantu
regulasi kecepatan denyut jantung, respirasi dan bicara, membawa impuls sensorik
motorik ke tenggorokan, laring, jantung, dan diafragma.Para ahli terapi suara menyatakan
saraf vagus dan sistem limbik (bagian otak yang bertanggung jawab untuk emosi)
merupakan penghubung antara telinga, otak, dan sistem saraf otonom yang menjelaskan
bagaimana suara bekerja dalam menyembuhkan gangguan fisik dan emosional (Oken,
2004). Salah satu terapi musik yakni perangsangan auditori. Menurut Oken (2004),
perangsangan auditori adalah memberikan perangsangan pada pendengaran dengan
menggunakan suara. Suara bergerak di udara dengan kecepatan 340 m/detik, terdiri dari
getaran-getaran dari sumbernya sampai mencapai telinga, kemudian melalui telinga ini ia
menyebar ke seluruh tubuh. Sel yang terpengaruhi oleh vibrasi suar, berespon dengan
mengubah vibrasinya sendiri, yang berarti bahwa kerja mekanik dari sel ini dapat
meningkat dan menjadi lebih kuat.Sel-sel otak bervibrasi serta mengirimkan gelombang
magnet dan elektromagnetik yang mewakili aktivitas otak.Sel-sel otak dipengaruhi oleh
segala vibrasi apapun jenisnya dan darimanapun sumbernya.
Alternatif lain selain terapi musik adalah terapi religi dengan murottal Al Qur’an.
Terapi religi dengan murottal Al Qur’an dapat mempercepat penyembuhan, hal ini
dibuktikan oleh berbagai riset oleh para ahli yang membuktikan bahwa Al Qur’an dapat
berpengaruh positif terhadap fisiologis maupun psikologis manusia yang efeknya adalah
penurunan ketegangan saraf. Murottal Al Qur’an memberikan efek perangsangan
auditorik baik dengan membaca maupun mendengarkan. Perangsangan auditorik oleh
murottal Al Qur’an mempunyai efek distraksi yang meningkatkan efek endorfin dalam
sistem saraf pusat yang memberikan rasa nyaman, tenang, menurunkan kecemasan dan
menimbulkan relaksasi. Sehingga, murottal Al Qur’an ini menjadi salah satu metode
penanganan nyeri secara non farmakologis di RS Nur Hidayah.
g. Guided Imaginary
Yaitu upaya yang dilakukan untuk mengalihkan persepsi rasa nyeri dengan mendorong
pasien untuk mengkhayal dengan bimbingan. Tekniknya sebagai berikut:
44
1) Atur posisi yang nyaman pada klien.
2) Dengan suara yang lembut, mintakan klien untuk memikirkan hal-hal yang
menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan semua indra.
3) Mintakan klien untuk tetap berfokus pada bayangan yang menyenangkan sambil
merelaksasikan tubuhnya.
4) Bila klien tampak relaks, perawat tidak perlu bicara lagi.
5) Jika klien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah, atau tidak nyaman, perawat
harus menghentikan latihan dan memulainya lagi ketika klien siap.
h. Relaksasi
Teknik relaksasi didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang
merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat
menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala ditopang
dalam posisi berbaring atau duduk dikursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan
pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang. Teknik relaksasi banyak jenisnya,
salah satunya adalah relaksasi autogenik. Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak
berisiko. Ketika melakukan relaksasi autogenik, seseorang membayangkan dirinya berada
didalam keadaan damai dan tenang, berfokus pada pengaturan napas dan detakan
jantung. Langkah-langkah latihan relaksasi autogenik adalah sebagai berikut:
1) Persiapan sebelum memulai latihan
a) Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata terpejam.
b) Atur napas hingga napas menjadi lebih teratur.
c) Tarik napas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan sambil katakan
dalam hati ‘saya damai dan tenang’.
2) Langkah 1 : merasakan berat
a) Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa berat.
Selanjutnya, secara perlahan-lahan bayangkan kedua lengan terasa kendur,
ringan, sehingga terasa sangat ringan sekali sambil katakan ‘saya merasa damai
dan tenang sepenuhnya’.
b) Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher dan kaki.
3) Langkah 2 : merasakan kehangatan
a) Bayangkan darah mengalir keseluruh tubuh dan rasakan hawa hangatnya aliran
darah, seperti merasakan minuman yang hangat, sambil mengatakan dalam diri
‘saya merasa senang dan hangat’.
b) Ulangi enam kali.
c) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai, tenang’.
4) Langkah 3 : merasakan denyut jantung
a) Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut.
b) Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang. Sambil
katakana ‘jantungnya berdenyut dengan teratur dan tenang’.
c) Ulangi enam kali.
d) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.
45
5) Langkah 4 : latihan pernapasan
a) Posisi kedua tangan tidak berubah.
b) Katakan dalam diri ‘napasku longgar dan tenang’
c) Ulangi enam kali.
d) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.
6) Langkah 5 : latihan abdomen
a) Posisi kedua tangan tidak berubah. Rasakan pembuluh darah dalam perut
mengalir dengan teratur dan terasa hangat.
b) Katakan dalam diri ‘darah yang mengalir dalam perutku terasa hangat’.
c) Ulangi enam kali.
d) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.
7) Langkah 6 : latihan kepala
a) Kedua tangan kembali pada posisi awal.
b) Katakan dalam hati ‘kepala saya terasa benar-benar dingin’
c) Ulangi enam kali.
d) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.
8) Langkah 7 : akhir latihan
Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan (mengepalkan) lengan
bersamaan dengan napas dalam, lalu buang napas pelan-pelan sambil membuka
mata.
i. Akupuntur
Akupuntur adalah tehnik pengobatan tradisional yang berasal dari Cina untuk
memblok chi dengan menggunakan jarum dan menusukkannya ke titik-titik tubuh tertentu
yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan yin dan yang.
46
ALGORITMA TATALAKSANA NYERI SECARA MEDIS DAN SYARIAH
DI RS NUR HIDAYAH
Hydromorphone,
(contoh : NSAID jika tidak
ada kontraindikasi pada + Tindakan Invasif Dengan
dewasa; Paracetamol –
Methadone, Tramadol, pada anak dan lansia >65 Injeksi Supraspinal, Spinal
tahun)
Morphine, Oxycodone) Atau Perifer Oleh Dokter
+
Manajemen nyeri syariah
Ahli.
Analgetik Adjuvan
+/- +/-
1. Anti Depressant : Amitriptilin, Desipramine, Nortriptilin
47
D. PENATALAKSANAAN NYERI SECARA SYARIAH
Oleh karena itu, setiap pasien dengan kondisi nyeri pada skala berapapun, maka
petugas medis, paramedis dan bina rohani akan mengarahkan pasien untuk melakukan terapi
intervensi nyeri berdasarkan kebutuhannya dan bersamaan melakukan intervensi nyeri secara
spiritual diantaranya :
1. Mengajak pasien untuk memahami dan menghayati tentang rasa sakit dari sisi
syariah
Agar sakit itu berbuah kebahagiaan, bukan keluh kesah, hendaknya seorang muslim
mengetahui janji-janji yang Allah berikan, baik dalam Al Quran maupun melalui lisan
Rasul-Nya.
Alloh SWT berfirman,
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian
itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Al Hadid: 22-23)
Hikmah dibalik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
dimana beliau bersabda:
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan
mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-
daunnya”.(HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571)
“Bencana senantiasa menimpa seorang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya,
dan hartanya sampai ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada
dirinya.” (HR. At Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hasan shahih.”, Imam Ahmad, dan
lainnya)
48
“Sesungguhnya besarnya pahala itu berbanding lurus dengan besarnya ujian. Dan
sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Siapa yang
ridha, baginya ridha(Nya), namun siapa yang murka, maka baginya kemurkaan(Nya).”
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
2. Mengajak pasien untuk memohon ampun kepada Allah dengan selalu mengucap
istighfar “ Astaghfirullahhal ’adzim” berulangkali.
Istighfar berarti kegiatan seorang hamba untuk memohon ampun kepada Allah
karena dosa – dosanya. Dalam sebuah Hadis Riwayat Bukhari no 5660 dan Muslim no
2571 menyebutkan bahwa “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan
sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa dosanya seperti
pohon yang menggugurkan daun – daunnya”. Dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang
menderita sakit dan ikhlas lalu memohon ampun sebanyak banyaknya dengan
mengucap istighfar maka sakitnya benar – benar akan menjadi pengugur bagi dosa –
dosanya.
3. Mengajak pasien untuk mengingat Allah dengan berzikir kepada Allah SWT
Zikir dilakukan dengan mengucap tashbih “Subhanallah” , tahmid “Alhamdulillah”
dan takbir “Allahu Akbar”maupun ucapan La khaula wala quwwata illa billah . Zikir adalah
cara yang paling tepat untuk membersihkan hati. Salah seorang ulama berpendapat
bahwa hukum zikir dalam membersihkan hati adalah sama dengan pasir dalam
membersihkan tembaga. Sedangkan ibadah-ibadah lain selain zikir sama dengan sabun
dalam membersihkan tembaga, dan bersihnya tembaga dengan cara menggunakan
sabun memerlukan waktu yang agak lama. Oleh karena itu, bagi orang yang dalam
keadaan sakit, hendaklah ia lebih meningkatkan zikirnya kepada Allah. Dengan demikian
diharapkan rahmat Allah akan sentiasa menyertainya. Amalan zikir ini tertuang dalam Al
Quran yaitu surat Al Ahzab : 35 yaitu “Sesungguhnya lelaki dan perempuan yang muslim
(tunduk dan patuh kepada Allah ), lelaki dan perempuan yang mukmin, lelaki dan
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, lelaki dan perempuan yang benar,lelaki dan
perempuan yang sabar, lelaki dan perempuan yang khusyuk, lelaki dan perempuan yang
berpuasa, lelaki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, lelaki dan perempuan
yang banyak mengingati Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka keampunan dan
pahala yang besar.”
4. Mengajak pasien untuk selalu berdoa kepada Allah SWT untuk memohon
kesembuhan pada pasien.
Dalam kondisi sakit seseorang kadang tergiur untuk melakukan hal –hal yang tidak
sesuai dengan tuntunan syariat islam. Karena pada dasarnya sebuah sakit merupakan
salah satu ujian dari Allah maka pada kondisi sakit tersebut pasien harus meminta
kesembuhan pula kepada Allah SWT. Meminta kesembuhan hanya pada Allah bisa
dilakukan dengan selalu berdoa kepada Allah dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah
SAW yaitu :
“Letakkanlah tanganmu pada tubuh yang terasa sakit, dan bacalah: “Bismillaah” tiga kali,
lalu bacalah tujuh kali:
49
شرر حماَ أحذجرد حوأ رححاَذذرر أحرعنورذ ذباَ ذ
ل حوقرندحرذتذه ذمنن ح
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari kejahatan sesuatu yang aku
jumpai dan yang aku takuti” (HR. Muslim: 4/1728).
Saat seseorang dalam keadaan sakit maka orang tersebut harus tetap mengingat Allah
dan senantiasa menjalankan perintah dan kewajiban Allah SWT, seperti : tetap menjalankan
shalat, membayar zakat, melakukan sodaqoh dan melakukan ibadah – ibadah lain yang
masih mungkin dilakukan oleh orang sakit tersebut. Tatalaksana nyeri syariah ini
diharapkan dapat diamalkan oleh pasien selama sakit, sehingga kondisi sakit pasien dapat
menjadi ladang amal ibadah bagi pasien. Apabila pasien sembuh, maka diharapkan
kesembuhan yang semakin mendekatkan kepada Allah SWT, namun apabila meninggal,
maka diharapkan meninggal dalam keadaan khusnul khatimah.
Artinya : “Ya Allah Ya Tuhanku, Tuhan dari segala manusia dimuka bumi, berikanlah
kesembuhan kepadanya, angkatlah penyakitnya, dan jadikanlah penyakit yang ia derita sebagai
pelebur dosa. Hanya kepadamu lah kami meminta kesembuhan, kesembuhan yang tak ada
kambuh lagi” ( H.R. Bukhori Muslim).
50
b. Penyebab nyeri,
c. Keberlangsungan nyeri,
d. Antisipasi ketidaknyamanan
e. Faktor-faktor yang memperberat keluhan nyeri, misalnya banyak gerak, dll.
f. Faktor-faktor yang meringankan nyeri, misalnya kompres, pijatan, dll
g. Prosedur tatalaksana nyeri sesuai latar belakang, budaya, dan agama.
h. Faktor-faktor yang mendukung kesembuhan, misalnya nutrisi dan istirahat yang cukup.
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu
mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini
meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan
nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat
mencakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan, seperti menangis atau meringis yang
berlebihan. Pasien dengan latar belakang budaya yang lain bisa berekspresi secara berbeda,
seperti diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri klien dan bukan perilaku nyeri
karena perilaku berbeda dari satu pasien ke pasien lain.
Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai
ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari mengevaluasi
perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui
perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan
akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif
dalam menghilangkan nyeri pasien.
Selain itu perlu adanya edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai beberapa tindakan
dalam proses asuhan seperti beberapa prosedur invasif yang akan menimbulkan nyeri.
Adapun tindakan tersebut diantaranya adalah :
a. Pemasangan Infus
b. Perawatan Luka
c. Penjahitan Luka
d. Extraksi Corpal
e. Pengambilan Darah
f. Injeksi obat
g. Pemasangan Kateter
h. Pemasangan NGT
i. Dsb.
51
52
BAB IV
DOKUMENTASI PELAYANAN NYERI
Pelayanan nyeri yang dilakukan harus didukumentasikan dalam rekam medis pasien
yaitu di lembar Pengkajian Nyeri. Dokumentasi pelayanan nyeri meliputi dokumentasi hasil
asessmen nyeri, jenis penatalaksanaan nyeri yang diberikan, dan hasil evaluasi terhadap
manajemen nyeri yang telah dilakukan.
Dokumentasi hasil asessmen nyeri meliputi pengkajian menggunakan metode PQRST
yang terdiri dari: penyebab nyeri, kualitas atau kuantitas nyeri, lokasi nyeri, skala nyeri, dan
waktu atau onset terjadinya nyeri. Pendokumentasian dilakukan pada lembar CPPT pasien yang
disertai tanggal dan jam asessmen serta nama dan paraf petugas yang melakukan asessmen.
Dokumentasi penatalaksanaan nyeri meliputi jenis penatalaksaan, tanggal dan jam
penatalaksanaan serta nama dan petugas yang melakukan penatalaksanaan nyeri. Termasuk
pendidikan kesehatan pada pasien tentang nyeri harus didokumentasikan dalam rekam medis
pasien.
Dokumentasi hasil evaluasi penatalaksanaan nyeri meliputi skala nyeri, kualitas dan
kuantitas nyeri, lokasi nyeri dan waktu atau onset nyeri. Dokumentasi juga harus menunjukkan
kejelasan tanggal dan jam evaluasi dilakukan serta nama dan paraf petugas yang melakukan
evaluasi nyeri pasien.
Pemberian edukasi/penyuluhan didokumentasikan di dalam formulir lembar edukasi
multidisiplin kepada pasien dan keluarga pasien secara terintegrasi dan terdokumentasi dalam
rekam medis pasien serta dengan pemberian leaflet penanganan nyeri.
53
DAFTAR PUSTAKA
54
LAMPIRAN :
55
d. Ketorolak :
- Merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral. Efektif untuk nyeri
sedang – berat.
- Bermanfaat jika terdapat kntraindikasi opioid atau dikombinasikan dengan opioid
untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi efek samping opioid (depresi
pernapasan, sedasi, stasis gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi-analgesik.
b. Gabapentin : merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri neuropatik. Efek
samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis : 100 – 4800 mg/hari (3 – 4 kali
sehari).
9. Tramadol
a. Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek samping yang
lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi OAINS.
56
b. Indikasi : Efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri kanker,
osteoarthritis, nyeri punggung bawahm neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia pasca-
herpetik, nyeri pasca-operasi).
c. Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
d. Jalur pemberian : intravena, epidural, rektal, dan oral.
e. Dosis Tramadol oral : 3 – 4 kali 50 – 100 mg (perhari). Dosis maksimal : 400 mg dalam
24 jam.
f. Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi, terutama digunakan
pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk terhadap pengobatan atau
memiliki risiko tinggi jatuh.
10. Opioid
a. Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat ditiadakan oleh
Nalokson.
b. Contoh opioid yang sering digunakan : Morfin, Sufentanil, Meperidin.
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi.
d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan nyeri
akut.
e. Efek samping :
1) Depresi pernapasan, dapat terjadi pada :
2) Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian secara infus, opioid
long acting.
57
3) Pemberian sedasi bersamaan (Benzodiazepin, antihistamin, antiemetik tertentu).
4) Adanya kondisi tertentu : gangguan elektrolit, hipovolemia, uremia, gangguan
respirasi dan peningkatan tekanan intrakranial.
5) Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas intermiten.
6) Sedasi : adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan menggunakan skor
sedasi, yaitu :
a. 0 = sadar penuh
b. 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan
c. 2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah
d. dibangunkan
e. 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan
f. S = tidur normal
g. Sistem Saraf Pusat :
- Euforia, halusinasi, miosis, kekakukan otot
- Pemakai MAOI : pemberian petidin dapat menimbulkan koma
- Toksisitas metabolit :
- Petidin (Norpetidin) menimbulkan tremor, twitching, mioklonus multifokal,
kejang.
- Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk penatalaksanaan nyeri
pasca-bedah.
7) Pemberian Morfin kronik : menimbulkan gangguan fungsi ginjal, terutama pada
pasien usia > 70 tahun.
a) Efek kardiovaskular :
- Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian; status volume intravascular;
serta level aktivitas simpatetik.
- Morfin menimbulkan vasodilatasi.
- Petidin menimbulkan takikardi.
b) Gastrointestinal :
Mual, muntah. Terapi untuk mual dan muntah : hidrasi dan pantau tekanan
darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca-bedah, atasi
kecemasan pasien, obat antiemetic.
f. Pemberian
Oral :
- Sama
efektifnya
dengan
pemberian
parenteral
pada dosis
yang sesuai.
58
- Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral.
g. Injeksi intramuscular :
- Merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.
- Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya tidak dapat
diandalkan.
- Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
h. Injeksi subkutan
i. Injeksi intravena :
- Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.
- Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus (melalui infus).
- Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis.
j. Injeksi supraspinal :
- Lokasi mikroinjeksi terbaik : mesencephalic periaqueductal gray (PAG).
- Mekanisme kerja : memblok respons nosiseptif di otak.
- Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada pasien kanker.
k. Injeksi spinal (epidural, intratekal) :
- Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron kornu dorsalis
spinal.
- Sangat efektif sebagai analgesik.
- Harus dipantau dengan ketat.
l. Injeksi perifer :
- Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anestesi lokal
(pada konsentrasi tinggi).
- Sering digunakan pada : sendi lutut yang mengalami inflamasi.
59