Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

NAPZA (NAPZA (NArkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif)

Oleh :

TIM PROMKES PKM DAU

PUSKESMAS WISATA DAU

KABUPATEN MALANG

2015
SATUAN ACARA PENYULUHAN
NAPZA

A. LATAR BELAKANG
Fenomena penyalahgunaan zat mempunyai banyak implikasi untuk
penelitian otak, psikiatri klinis, dan masyarakat pada umumnya.
Dinyatakan dengan sederhana, beberapa zat dapat mempengaruhi
keadaan mental yang dirasakan dari dalam (sebagai contohnya, mood)
maupun aktivitas yang dapat diobservasi dari luar (yaitu, perilaku).
Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan,
misalnya menenangkan pasien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena
efeknya “enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah,
yaitu bukan untuk pengobatan tetapi untuk mendapat rasa nikmat
Fenomena penyalahgunaan napza adalah fenomena ice berg
(gunung es) artinya jumlah penderita penyalahgunaan napza yang tampak
dipermukaan lebih kecil dibanding dengan yang tersembunyi (kasus yang
tak nampak). Telah banyak usaha yang dilakukan oleh banyak orang dan
para ahli bahkan dari banyak negara tetapi korban penyalahgunaan napza
masih saja terus terjadi. Maraknya korban penyalahgunaan napza dibanyak
tempat itu membuktikan bahwa usaha yang dilakukan belum mampu
mencegah penyalahgunaan napza itu secara optimal.
Banyak hal dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
penyalahgunaan napza tersebut, oleh karena itu penyalahgunaan napza
selalu bersifat multifaktorial. Tingginya angka insidensi dan prevalensi
penyalahgunaan napza, bukan hanya menjadi tanggung jawab para
dokter/psikiater saja dan bukan pula hanya menjadi fanggung jawab para
penegak hukum (polisi) tetapi harus menjadi tanggung jawab semua pihak.
Masyarakat tidak boleh terlalu permisif terhadap para pelaku
penyalahgunaan napza tetapi harus lebih peduli terutama dalam usaha
pencegahannya. Dari survey organisasi kesehatan dunia (WHO) yang
dilakukan pada 14 negara dapat diperlihatkan bahwa 24 % pengunjung
fasilitas pelayanan kesehatan umum menderita gangguan jiwa dan 6 %
penderita penyalahgunaan Napza. Tidak pernah problem yang berkaitan
dengan penyalahgunaan napza itu berdiri sendiri. Hampir semua profesi
disiplin ilmu terlibat dalam usaha penanggulangan napza.
B. TUJUAN
a.Tujuan Umum
Setelah dilaksanakan penyuluhan selama 30 menit peserta penyuluhan
dapat mengetahui tentang NAPZA dan Penyalahgunaannya.
b. Tujuan Khusus
Setelah dilaksanakan penyuluhan, pasiendan keluarga dapat
menyebutkan:
1)Pengertian NAPZA
2) Jenis-Jenis NAPZA
3)Penyalahgunaan NAPZA
4)Tahapan Pemakaian NAPZA
5)Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA
6) Dampak Penyalahgunaan NAPZA
7) Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA
8) Terapi dan Rehabilitasi

C.RENCANA KEGIATAN
a.Metode
1.Ceramah
2.Tanya jawab
b. Media
1.PPT
2.Leaflet
c. Materi
(terlampir)
d. Waktu dan Tempat
- Waktu :
- Pukul :
- Tempat :
e.Penyuluh :
f. Sasaran :
g. Kegiatan Penyuluhan

No Tahap WaktuKegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta


1 Pendahuluan 5 menit- Salam Pembuka - Menjawab Salam

- Menjelaskan tujuan- Mendengarkan dan


penyuluhan memperhatikan
- Menyebutkan

materi/pokok
bahasan
2 Pelaksanaan 15 menit Menjelaskan materi - Menyimak dan
penyuluhan secara memperhatikan materi
berurutan dan
teratur :
1.Pengertian
NAPZA
2.Jenis-Jenis
NAPZA
3.Penyalahgunaan
NAPZA
4.Tahapan
Pemakaian
NAPZA
5.Faktor Risiko
Penyalahgunaan
NAPZA
6.Dampak
Penyalahgunaan
NAPZA
7.Pencegahan
Penyalahgunaan
NAPZA
8.Terapi dan
Rehabilitasi
3 Evaluasi 8 - Memberikan - Aktif bertanya dan
kesempatan menjawab pertanyaan
kepada klien
untuk bertanya
- Memberi

kesempatan
kepada klien untuk
menjawab
pertanyaan yang
dilontarkan
4 Penutup 2 menit - Menyimpulkan - Menjawab salam
materi yang
telah
disampaikan
- Menyampaikan

terima kasih atas


perhatian dan
waktu yang telah
diberikan
- Mengucapkan
salam

D.SUMBER PUSTAKA
 Alatas, H., Madiyono, B., 2006. Penanggulangan Korban Narkoba
Meningkatkan Peran Keluarga dan Lingkungan , Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
BKKBN, 2002. Remaja Sebagai Target NAPZA. Diakses 27 Januari 2015;
http://ceria.bkkbn.go.id/referensi/substansi/detail/190
BNN, 2003. Permasalahan Narkoba di Indonesia dan Penanggulangannya.
Diakses 27 Januari 2015; http://bnn.go.id
Danial, A., 2005. Faktor Penyebab Terjadinya Kekambuhan Kembali
(Relaps) Pasca Pengobatan Medis Penyalahguna NAPZA di
Pondok Pesantren Suralaya Tasikmalaya, Tesis : Universitas
Diponegoro.
Depkes RI, 2011. Surveilans Terpadu-Biologis Perilaku Pada Kelompok
Berisiko Tinggi di Indonesia. Diakses 27 Januari 2015;
http://www.pppl.depkes.go.id/index.php?c=berita&m=fullview&id=3
97
Dewi D., Margaretha, 2008. Faktor-Faktor Penyebab Relapse dan
Perubahannya (Studi Kasus Pada Residen UPT T & R BNN Lido,
Tesis : Universitas Indonesia.
Hawari, D., 2006. Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA, Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Husin, N., 2008. Faktor Yang Mempengaruhi Mantan Pecandu Untuk
Kembali Menyalahgunakan Narkoba (Relaps ), Tesis : Universitas
Indonesia.
Iryani, A., 2007. Motivasi Sembuh Pada Pengguna NAPZA. Diakses 27
Januari 2015;
Jehani, L., Antoro, 2006. Mencegah Terjerumus Narkoba, Jakarta :
Visimedia. Diakses 27 Januari 2015.
http://library.gunadarma.ac.id/repository/view/8993/motivasi-
sembuh-pada-penggunanapza.html
Kemenkes RI, 2010. Pedoman Konseling Gangguan Penggunaan NAPZA
Bagi Petugas Kesehatan. Diakses 27 Januari 2015;
http://www.scribd.com/doc/48415961/22/Proses-pemulihan
Martono, L.H., 2008. Peran Orang Tua dalam Mencegah dan
Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba , Jakarta : Balai
Pustaka.
Muttaqin, A., 2007. Relapse Opiat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat
Jakarta Tahun 2003-2005. Diakses 27 Januari 2015;

E.EVALUASI
a.Evaluasi Struktur
1.Adanya persiapan tempat penyuluhan dengan baik
2.Adanya persiapan yang baik dari pemateri terkait materi yang akan
disampaikan
b. Evaluasi Proses
1.Klien dan keluarga mengikuti penyuluhan dari awal dan akhir
2.Klien dan keluarga antusias dan aktif mengikuti kegiatan penyuluhan
kesehatan
3.Klien dan keluarga memberikan respon atau umpan balik berupa
pertanyaan
c. Evaluasi hasil
1.Kliendan keluarga dapat menjawabpertanyaan dengan benar
Lampiran Materi NAPZA

A. Pengertian NAPZA

NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan


adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi
menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan
ketergantungan (BNN, 2004).
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko
penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering,
cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang
dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010).
Jadi NAPZA adalah zat-zat kimiawi yang dimasukkan ke dalam
tubuh manusia, baik ditelan melalui mulut, dihirup melalui hidung maupun
disuntikkan melalui urat darah. Zat-zat kimia itu dapat mengubah pikiran,
suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Pemakaian terus
menerus akan mengakibatkan ketergantungan fisik dan/atau psikologis.
Risiko yang pasti terjadi adalah kerusakan pada sistem syaraf dan
organorgan penting lainnya seperti jantung, paru-paru, dan hati
(www.unicef.org).

B. Jenis-Jenis NAPZA
NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan
bahan adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa
kelompok.
1.Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa.
Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Narkotika memiliki daya adiksi
(ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran
(penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga
sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat
lepas dari “cengkraman”-nya.
Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis narkotika
dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan
golongan III.
a. Narkotika golongan I adalah : narkotika yang paling berbahaya. Daya

adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk


kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan.
Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.
b. Narkotika golongan II adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif

kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya


adalah petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
c. Narkotika golongan III adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif
ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Contohnya adalah kodein dan turunannya
2.Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah
maupun sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang
digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (  psyche).
Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika
dapat dikelompokkan ke dalam 4 golongan, yaitu :
a. Golongan I adalah : psikotropika dengan daya adiktif yang sangat

kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang


diteliti khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP.
b. Golongan II adalah : psikotropika dengan daya adiktif kuat serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
amfetamin, metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.
c. Golongan III adalah : psikotropika dengan daya adiksi sedang serta

berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal,


buprenorsina, fleenitrazepam, dan sebagainya.
d. Golongan IV adalah : psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan

serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah


nitrazepam (BK, mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-lain.
3.Bahan Adiktif Lainnya
Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan
psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya :
a. Rokok

b. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan


menimbulkan ketagihan.
c. Thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton,

cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan dicium, dapat


memabukkan.
Jadi, alkohol, rokok, serta zat-zat lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketagihan juga tergolong NAPZA (Partodiharjo, 2008).

C.Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya
NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya
“enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu
bukan untuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat.
Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa
ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan
fisik (Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara
terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek
yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan
secara tiba- tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu (Sumiati, 2009):
a.Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau
menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia
akan mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus
zat, ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi.
b.Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti
menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan
yang sangat kuat untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia tidak
mengalami gejala fisik.

D.Tahapan Pemakaian NAPZA


 Ada beberapa tahapan pemakaian NAPZA yaitu sebagai berikut :
1.Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental)
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu atau
coba-coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau minum-
minuman beralkohol. Jarang yang langsung mencoba memakai putaw
atau minum pil ekstasi.
2.Tahap pemakaian sosial
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada
acara tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula-mula NAPZA
diperoleh secara gratis atau dibeli dengan murah. Ia belum secara aktif
mencari NAPZA.
3.Tahap pemakaian situasional
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau
stres. Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada
tahap ini pemakai berusaha memperoleh NAPZA secara aktif.
4.Tahap habituasi (kebiasaan)
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering),
disebut juga penyalahgunaan NAPZA, terjadi perubahan pada faal tubuh
dan gaya hidup. Teman lama berganti dengan teman pecandu. Ia
menjadi sensitif, mudah tersinggung, pemarah, dan sulit tidur atau
berkonsentrasi, sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya.
Minat dan cita- citanya semula hilang. Ia sering membolos dan prestasi
sekolahnya merosot. Ia lebih suka menyendiri daripada berkumpul
bersama keluarga.
5.Tahap ketergantungan
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai cara.
Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia sudah
tidak dapat mengendalikan penggunaannya. NAPZA telah menjadi pusat
kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak.
Pada ketergantungan, tubuh memerlukan sejumlah takaran zat yang
dipakai, agar ia dapat berfungsi normal. Selama pasokan NAPZA cukup, ia
tampak sehat, meskipun sebenarnya sakit. Akan tetapi, jika pemakaiannya
dikurangi atau dihentikan, timbul gejala sakit. Hal ini disebut gejala putus
zat (sakaw). Gejalanya bergantung pada jenis zat yang digunakan.
Orang pun mencoba mencampur berbagai jenis NAPZA agar dapat
merasakan pengaruh zat yang diinginkan, dengan risiko meningkatnya
kerusakan organ-organ tubuh. Gejala lain ketergantungan adalah toleransi,
suatu keadaan di mana jumlah NAPZA yang dikonsumsi tidak lagi cukup
untuk menghasilkan pengaruh yang sama seperti yang dialami sebelumnya.
Oleh karena itu, jumlah yang diperlukan meningkat. Jika jumlah NAPZA yang
dipakai berlebihan (overdosis), dapat terjadi kematian (Harlina, 2008).

E.Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA


Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang menyebabkan
penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga,
pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik individu.
1.Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja dari
orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum
alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik. Penelitian
lain membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko alkoholik
lebih besar dibandingkan remaja kembar dizigot.
2.Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan
terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah
dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
Kebanyakan diantara penyalahguna NAPZA mempunyai hubungan yang
biasa-biasa saja dengan orang tuanya. Mereka jarang menghabiskan
waktu luang dan bercanda dengan orang tuanya (Jehani, dkk, 2006).
3.Pergaulan (Teman Sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman
kelompok sebaya ( peer group) mempunyai pengaruh yang dapat
mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri
seseorang. Menurut Hawari (2006) perkenalan pertama dengan
NAPZA
 justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman kelompok ini
dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang
bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini
tidak hanya pada saat perkenalan pertama dengan NAPZA, melainkan
juga menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA, dan
yang menyebabkan kekambuhan (relapse). Bila hubungan orangtua dan
anak tidak baik, maka anak akan terlepas ikatan psikologisnya dengan
orangtua dan anak akan mudah jatuh dalam pengaruh teman kelompok.
Berbagai cara teman kelompok ini memengaruhi si anak, misalnya
dengan cara membujuk, ditawari bahkan sampai dijebak dan seterusnya
sehingga anak turut menyalahgunakan NAPZA dan sukar melepaskan
diri dari teman kelompoknya. Kondisi pergaulan sosial dalam lingkungan
yang seperti ini merupakan kondisi yang dapat menimbulkan
kekambuhan. Proporsi pengaruh teman kelompok sebagai penyebab
kekambuhan dalam penelitian tersebut mencapai 34%.
4.Karakteristik individu
a. Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA adalah
mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara
kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan
sedang mencari identitas diri serta senang
b. Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang
menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan
NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara berfikir,
kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta pengambilan keputusan
dalam keluarga. Hasil penelitian Prasetyaningsih (2003)
menunjukkan bahwa pendidikan penyalahguna NAPZA sebagian
besar termasuk kategori tingkat pendidikan dasar (50,7%). Asumsi
umum bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin mempunyai
wawasan/pengalaman yang luas dan cara berpikir serta bertindak
yang lebih baik. Pendidikan yang rendah memengaruhi tingkat
pemahaman terhadap informasi yang sangat penting tentang NAPZA
dan segala dampak negatif yang dapat ditimbulkannya, karena
pendidikan rendah berakibat sulit untuk berkembang   menerima
informasi baru serta mempunyai pola pikir yang sempit.

c. Pekerjaan
F.Dampak Penyalahgunaan NAPZA
1. Tahapan kondisi fisik

Dikutip Dari KepMenKes RI No 420/MENKES/SK/III/2010 tentang Pedoman Layanan Terapi &


Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan Napza berbasis Rumah Sakit

2.Terhadap kesehatan mental dan emosi


Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan pada
kehidupan mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan
perilaku tidak wajar. Pemakaian ganja yang berat dan lama
menimbulkan sindrom amotivasional. Putus obat golongan amfetamin
dapat menimbulkan depresi sampai bunuh diri.
3.Terhadap kehidupan social
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan
mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau
sekolah. Pada umumnya prestasi akan menurun, lalu
dipecat/dikeluarkan yang berakibat makin kuatnya dorongan untuk
menyalahgunakan obat. Dalam posisi demikian hubungan anggota
keluarga dan kawan dekat pada umumnya terganggu. Pemakaian yang
lama akan menimbulkan toleransi, kebutuhan akan zat bertambah. Akibat
selanjutnya akan memungkinkan terjadinya tindak kriminal, keretakan
rumah tangga
sampai perceraian. Semua pelanggaran, baik norma sosial maupun
hukumnya terjadi karena kebutuhan akan zat yang mendesak dan pada
keadaan intoksikasi yang bersangkutan bersifat agresif dan impulsif
(Alatas, dkk, 2006).

G. Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA


Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :
1.Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada
mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki
risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan
intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta
memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya
pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang dapat
menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.
2.Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang
sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar mereka
tidak menggunakan NAPZA lagi.
3.Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah
menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi dan
rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan
pencegahan terhadap penyalahguna NAPZA yang kambuh kembali
adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya
untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun
dengan melakukan rehabilitasi kembali.

H.Terapi dan Rehabilitasi


1. Terapi
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan
detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau
menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
a.Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan
zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b.Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi
pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas,
misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara
penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali.
Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang
menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa
nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang
ditimbulkan akibat putus zat tersebut (Purba, 2008).
2.Rehabilitasi
Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya memulihkan
dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna NAPZA
kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial, dan spiritual.
Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu
kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
a. Rehabilitasi Medik 
Dengan rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan
penyalahguna NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk
dalam program rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi fisik
yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi,
tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing yang bersangkutan.
b. Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi yang
semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan,
sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama
rekannya maupun personil yang membimbing atau mengasuhnya.
Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah psikoterapi/konsultasi
keluarga yang dapat dianggap sebagai “rehabilitasi” keluarga
terutama bagi keluarga-keluarga broken home. Konsultasi
keluarga ini penting dilakukan agar keluarga dapat memahami
aspek-aspek kepribadian anaknya yang terlibat penyalahgunaan
NAPZA, bagaimana cara menyikapinya bila kelak ia telah kembali ke
rumah dan upaya pencegahan agar tidak kambuh.
c. Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan
sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja.
Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat.
Oleh karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan
keterampilan misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja
yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian
diharapkan bila mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi
dapat melanjutkan kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.
d. Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur agama
dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA
mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur
agama yang mereka terima akan memulihkan dam memperkuat
rasa percaya diri, harapan dan keimanan. Pendalaman,
penghayatan dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan
menumbuhkan kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga
mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam
penyalahgunaan NAPZA.
e. Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca rehabilitasi)
yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh mantan
penyalahguna NAPZA (yang telah selesai menjalani tahapan
rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai dalam
forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan terwujudnya rumah
tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yang harmonis dan religius,
sehingga dapat memperkecil kekambuhan penyalahgunaan NAPZA.
 f. Program Terminal 
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka sesudah
menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikuti forum
silaturahmi, mengalami kebingungan untuk program selanjutnya.
Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena keterlibatannya
pada penyalahgunaan NAPZA di masa lalu terpaksa putus sekolah
menjadi pengangguran; perlu menjalani program khusus yang
dinamakan program terminal (re-entry program), yaitu program
persiapan untuk kembali melanjutkan sekolah/kuliah atau bekerja.

Anda mungkin juga menyukai