Anda di halaman 1dari 26

FISTULA GENETALIA DAN

INKONTINENSIA URIN PADA


KEPERAWATAN MATERNITAS

OLEH
Dwi Prasetyaningati, M.Kep
Definisi
 Fistula adalah terjadinya hubungan antara rongga alat dalam
dengan dunia luar.
 Fistula merupakan saluran yang berasal dari rongga atau
tabung normal kepermukaan tubuh atau ke rongga lain,fistula
ini diberi nama sesuai dengan hubungannya (misalnya : rekto-
vaginal, kolokutaneus) (Sylvia A. Price, 2005).
 Genitalia ialah organ reproduksi.
 Fistula genitali adalah terjadinya hubungan antara traktus
genitalia dengan traktus urinarius atau, gastrointestinal dan
dapat ditemukan satu atau gabungan dua kelainan secara
bersamaa
Etiologi
1. Sebab obstetrik
Terjadinya penekanan jalan lahir oleh kepala bayi dalam waktu
lama, seperti pada partus lama iskemia kemudian nekrosis
lambat, atau akibat terjepit oleh alat pada persalinan buatan.
Partus dengan tindakan, seperti pada tindakan SC, kranioklasi,
dekapitasi, ekstraksi dengan cunam, seksio-histerektomia.
2. Sebab ginekologik
a) Proses keganasan/carsinoma
Terutama carsinoma cervix, radiasi/penyinaran, trauma
operasi atau kelainan kongenital.
b) Histerektomi totalis.
Lokasi terbanyak pada apeks vagina ukuran 1-2 mm Terjadi
akibat terjepit oleh klem atau terikat oleh jahitan
3. Sebab trauma
terjadi karena trauma (abortus kriminalis)
Fistula biasanya berkembang ketika terjadi penekanan
persalinan yang lama anak yang belum lahir begitu erat di jalan
lahir yang dipotong aliran darah ke jaringan sekitarnya yang
necrotise dan akhirnya membusuk.
Cedera ini dapat disebabkan oleh pemotongan kelamin
perempuan, aborsi, atau panggul patah tulang. Penyebab lainnya
yang secara langsung potensial untuk pengembangan fistula
obstetrik adalah:
a.Pelecehan seksual dan perkosaan, terutama dalam konflik/pasca
konflik daerah, trauma bedah lainnya, kanker ginekologi atau
radioterapi pengobatan terkait lainnya, dan mungkin yang
paling penting, terbatas atau tidak memiliki akses ke perawatan
kandungan atau layanan dar
Patofisiologi
Salah satu etiologi dari terbentuknya fistel adalah dari
1.Pembedahan.
Biasanya karena terjadi kurangnya kesterilan alat atau kerusakan intervensi bedah
yang merusak abdomen. Maka kuman akan masuk kedalam peritoneum hingga
terjadinya peradangan pada peritoneum sehingga keluarnya eksudat fibrinosa
(abses), terbentuknya abses biasanya disertai dengan demam dan rasa nyeri pada
lokasi abses.
Infeksi biasanya akan meninggalkan jaringan parut dalam bentuk
pita jaringan (perlengketan/adesi), karena adanya perlengketan maka akan
terjadinya kebocoran pada permukaan tubuh yang mengalami perlengketan
sehingga akan menjadi sambungan abnormal diantara 2 permukaan tubuh. Maka
dari dalam fistel akan meneluarkan drain atau feses. Karena terjadinya kebocoran
pada permukaan tubuh yang mengalami perlengketan maka akan menyumbat
usus dan gerakan peristaltik usus akan berkurang sehingga cairan akan tertahan
didalam usus halus dan usus besar (yang bisa menyebabkan edema), jika tidak
di tangani secara cepat maka cairan akan merembes kedalam rongga peritoneum
sehingga terjadinya dehidras
KLASIFIKASI
1. Fistula enterocutaneous
Adalah bagian dinding GI tract yang terbuka sehingga menyebabkan
keluarnya isi perut dan keluarnya melalui kulit.
2. Fistula enterovesicular (vesikovaginal dan uretrovaginal)
Fistula vesikovaginal adalah ostium antara kandungkemih dan vagina
sedangkan fistula uretrovaginal adalah ostium antara uretra dan vagina.
Fistula pada bagian ini dapat mengakibatkan sering terjadinya infeksi
saluran kemih.
3. Fistula rektovaginalis
Adalah suatu ostium antara rectum dan vagina atau merupakan alur
granulomatosa kronis yang berjalan dari anus hingga bagian luar kulit
anus, atau dari suatu abses anus atau daerah perianal.
4. Fistula enterocolic
Adalah saluaran yang melibatkan usus besar atau kecil.
5. Fistula multiple
MANIFESTASI KLINIS
 Tergantung pada kekhususan defek. Pus
atau feses dapat bocor secara konstan dari
lubang kutaneus.
 Gejala ini mungkin pasase flatus atau feses
dari vagina atau kandung kemih,tergantung
pada saluran fistula.
 Fistula yang tidak teratasi dapat
menyebabkan infeksi sistemik disertai gejala
yang berhubungan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah lengkap
2. CT
3. BT
4. Golongan darah
5. Urium creatiumi
6. Protein
7. Albumin
TANDA DAN GEJALA

1. Inkontinensia urine
2. Infeksi parah dan ulserasi pada saluran vagina
3. Sering terjadi kelumpuhan yang disebabkan oleh kerusakan
4. Wanita merasa tidak nyaman
5. Haid terganggu, amenorrhoe sekunder
6. Kulit sekitar anus tebal
7. Infeksi pada jalan lahir
8. Pada pemeriksaan spekulum terlihat dinding vesika menonjol
keluar
9. Flatus dari vagina, keluar cairan dari rectum
KOMPLIKASI
1. Infeksi
2. Gangguan fungsi reproduksi
3. Gangguan dalam berkemih
4. Gangguan dalam defekasi
5. Ruptur/ perforasi organ yang terkontaminasi
PENATALAKSANAAN
Medis
•Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara
operasi.Operasi untuk kasus ini tanpa komplikasi memiliki
tingkat keberhasilan 90%.
•Operasi ini sukses dapat memungkinkan perempuan untuk hidup
normal dan memiliki anak lagi.
•Perawatan pasca operasi sangat penting untuk mencegah
infeksi. Beberapa wanita yang tidak bersedia untuk operasi ini,
dapat mencari pengobatan alternatif yang disebut urostomy
(pengumpulan urin dipakai setiap hari)
Manfaat terbesar dari perawatan bedah adalah bahwa
banyak wanita dapat kembali bergabung dengan keluarga
mereka, masyarakat, dan masyarakat tanpa rasa malu dari
kondisi mereka karena bocor dan bau tidak lagi sekarang.
Keperawatan
a)Pra operasi : persiapan fisik, lab, antibiotika profilaksis,
persiapan kolon bila perlu
b)Waktu reparasi, tergantung sebab :
1)Trauma operasi segera, saat operasi tsb, atau ditunda jika
diketahui
2)Pasca op Obstetrik 3 bulan pascasalin, kecuali fistula
fekalis dilakukan setelah 3-6 bulan.
c)Pasca operasi : drainase urin kateter terpasan
CARA PENCEGAHAN
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara :
1.Pemeriksaan secara rutin ke perawatan
kandungan
2.Dukungan dari profesional perawatan kesehatan
terlatih selama kehamilan,
3.Menyediakan akses ke keluarga berencana
4.Mempromosikan praktek jarak antar kelahiran
5.Mendukung perempuan dalam bidang
pendidikan
6.Menunda pernikahan dini
INKONTINENSIA URIN
Inkontinensia urine merupakan hilangnya
control kemih yang terlihat jelas dan cukup
berat sehingga dapat menimbulkan masalah
social atau masalah hygiene (Morgan&
Hamilton,2009).
Wanita lebih tinggi terkena inkontinensia
urine dibandingkan laki-laki. Wanita dengan
inkontinensia urine akan terlihat setelah usia
30 tahun, hal ini akibat dari kehamilan dan
persalinan.
 Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki dan tidak
melihat jumlah maupun frekuensinya, keadaan ini dapat
menyebabkan masalah fisik, emosional, sosial dan
kebersihan (Kurniasari, 2016).
 Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik
yang secara fisiologik berlangsung dibawah kontrol dan
koordinasi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi di
daerah sacrum.Sensasi pertama ingin berkemih biasanya
timbul pada saat volume kandung kemih mencapai 150–350
ml. Umumnya kandung kemih dapat menampung urin sampai
kurang lebih 500 ml tanpa terjadi kebocoran.
 Frekuensi berkemih yang normal adalah tiap 3 jam sekali
atau tidak lebih dari 8 kali sehari (Wahab, 2016).
Etiologi Inkontinensia Urin
 Poliuria
 Noktoria
 Faktor usia
 Penurunan produksi estrogen (pada wanita)
 Operasi pengangkatan rahim
 Frekuensi melahirkan
 Merokok
 Konsumsi Alkohol, Caffein
 Obesitas
 Infeksi Saluran Kemih
Klasifikasi Inkontinensia Urin
1. Inkontinensia urge
Keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, di mana
otot ini bereaksi secara berlebihan. Inkontinensia urin ini ditandai
dengan ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih
muncul,manifestasinya dapat berupa perasaan ingin berkemih yang
mendadak (urge), berkemih berulang kali (frekuensi) dan keinginan
berkemih di malam hari (nokturia).
2. Inkontinensia stress
Inkontinensia urin ini terjadi apabila urin dengan secara tidak terkontrol
keluar akibat peningkatan tekanan didalam perut, melemahnya otot
dasar panggul, operasi dan penurunan estrogen. Pada gejalanya antara
lain keluarnya urin sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari,
atau hal yang lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut.
3. Inkontinensia overflow
Pada keadaan ini urin mengalir keluar dengan akibat isinya yang
sudah terlalu banyak didalam kandung kemih, pada umumnya
akibat otot detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya hal ini
bisa dijumpai pada gangguan saraf akibat dari penyakit diabetes,
cedera pada sumsum tulang belakang, dan saluran kemih yang
tersumbut. Gejalanya berupa rasanya tidak puas setelah berkemih,
urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.
4. Inkontinensia refleks
Hal ini terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yang terganggu,
seperti demensia. Dalam hal ini rasa ingin berkemih dan berhenti
berkemih tidak ada.
5. Inkontinensia fungsional
Dapat terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik dan
kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai ke toilet pada saat
yang tepat. Hal ini terjadi pada demensia berat, gangguan
neurologi, gangguan mobilitas dan psikologi
Manifestasi Klinis
1. Inkontinensia urge
Tingginya frekuensi berkemih (lebih sering dari 2 jam sekali).
Spasme kandung kemih atau kontraktur berkemih dalam
jumlah sedikit (kurang dari 100 ml) atau dalam jumlah besar
(lebih dari 500 ml).
2. Inkontinensia stress.
Keluarnya urin pada saat tekanan intra abdomen meningkat
dan seringnya berkemih.
3. Inkontinensia overflow
Keluhan keluarnya urin sedikit dan tanpa sensasi bahwa
kandung kemih sudah penuh, distensi kandung kemih.
lanjutan
4. Inkontinensia refleks
Orang yang mengalami inkontinensia refleks biasanya
tidak menyadari bahwa kandung kemihnya sudah terisi,
kurangnya sensasi ingin berkemih, dan kontraksi spasme
kandung kemih yang tidak dapat dicegah.
5. Inkontinensia fungsional.
Mendesaknya keinginan berkemih sehingga urin keluar
sebelum mencapai toilet merupakan gejala dari
inkontinensia urin fungsional
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Aspiani (2014)
yaitu dengan: mengurangi faktor risiko, mempertahankan
homeostatis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi
lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis, dan pembedahan.
Selain itu dapat dilakukan
1.Pemanfaatan kartu catatan berkemih
2.Terapi non farmakologi.
Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval
waktu berkemih) dilakukan dengan teknik relaksasi dan
distraksi sehingga waktu berkemih 6-7x/hari.
3.Melakukan latihan otot dasar panggul atau latihan kegel.
Latihan kegel ini bertujuan untuk mengencangkan otot-otot
dasar panggul dan mengembalikan fungsi kandung kemih
sepenuhnya serta mencegah prolaps urin jangka panjang
lanjutan
4. Terapi farmakologi
•Obat yang dapat diberikan pada inkontinensia dorongan (urge) yaitu
antikolenergik atau obat yang bekerja dengan memblokir neurotransmitter,
yang disebut asetilkolin yang membawa sinyal otak untuk mengendalikan
otot. Ada beberapa contoh obat anti-kolenergik antara lain oxybutinin,
propanteline, dyclomine, flsavoxate,dan imipramine.
•Pada inkontinensia tipe stress diberikan obat alfa adregenic yaitu obat
untuk melemaskan otot. Contoh dari obat tersebut yaitu
pseudosephedrine yang berfungsi untuk meningkatkan retensi urethra.
Pada sfingter yang mengalami relaksasi diberikan obat kolinergik agonis
yang bekerja untuk meningkatkan fungsi neurotransmitter asetilkolin
baik langsung maupun tidak langsung. Obat kolinergik ini antara lain
bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk
menstimulasi kontraksi.
lanjutan
5. Terapi pembedahan
Terapi ini bisa dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress
dan urge, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak
berhasil. Pada inkontinensia overflow biasanya dilakukan
pembedahan untuk mencegah retensi urin. Terapi ini biasanya
dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia
prostat, dan prolaps pelvis.
6. Urinalis
Spesimen urin yang bersih diperiksa untuk mengetahui
penyebab inkontinensia urin seperti hematuria, piuria,
bakteriuria, glukosuria, dan proteinuria.
7. Pemeriksaan darah
Dalam pemeriksaan ini akan dilihat elektrolit, ureum, kreatinin,
glukosa, dan kalsium serum untuk menentukan fungsi ginjal dan
kondisi yang menyebabkan poliuria.
lanjutan
8. Tes laboratorium tambahan
Tes ini meliputi kultur urin, blood urea nitrogen, kreatinin,
kalsium, glukosa, dan sitologi.
9. Tes diagnostik lanjutan
Tes urodinamik untuk mengetahui anatomi dan fungsi
saluran kemih bagian bawah
Tes tekanan uretra untuk mengukur tekanan di dalam
uretra saat istirahat dan saat dinamis.
Imaging tes untuk saluran kemih bagian atas dan bawah
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai