Anda di halaman 1dari 27

STASE KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN An. S DENGAN KEJANG


DEMAM DI RUANG PARKIT RSPAU HARDJOLUKITO YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Anak

Disusun oleh:
1. AHMAD FAUZI 203203101
2. ASRIANI KASIM 203203109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIV


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM KEJANG

A. Pengertian

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu
tubuh dengan cepat sehingga >38 derajat Celsius, dan kenaikan suhu tersebut
diakibatkan oleh proses ekstrakranial. Perlu diperhatikan bahwa demam harus
mendahului kejang. Umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan – 6 tahun, puncaknya
pada usia 14-18 bulan (Chris Tanto dkk., 2014).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi


bersamaan dengan demam. Kondisi ini merupakan salah satu gangguan neurologik
yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak.
Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia
3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak - anak yang berusia
kurang dari 18 bulan, kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona
L.Wong, 2008).

B. Etiologi

Beberapa teori dikemukan mengenai penyebab terjadinya kejang demam.


Demam yang memicu kejang berasal dari proses ekstrakranial. Sekitar 90% akibat
dari infesksi virus seperti Rotavirus dan Parainfluenza (Joshua R. Francis dkk., 2016).
Kejang demam juga disebabkan karena infeksi saluran pernapasan atas akut, otitis
media akut, roseola, infeksi saluran kemih, dan infeksi saluran cerna (Chris Tanto
dkk., 2014). Kejang demam juga diturunkan secara genetik sehingga eksitasi neuron
terjadi lebih mudah. Pola penurunan genetic masih belum jelas, namun beberapa studi
menunjukan keterkaitan dengan kromosom ternetu seperti 19p dan 8q13-2, sementara
studi lain menunjukan pola autosomal dominan (Chris Tanto dkk., 2014).
Penyebab terjadinya kejang demam pada anak menurut Sharma et al dan Chan
et al (2014) dan Surges et al (2015) dalam Kusuma (2010), Gunawan dan saharso
(2012) antara lain:
1) Umur
Umur terjadinya bangkitan kejang demam berkisar antara 6 bulan sampai
5 tahun. Umur terkait dengan fase perkembangan otak yaitu masa
developmental window yang merupakan masa perkembangan otak fase
organisasi. Pada usia ini anak mempunyai nilai ambang kenjang rendah
sehingga mudah terjasi kejang demam. Selain itu, keadaan otak belum
matang, respetor untuk asam gultamat sebagai oksitator bersifat padat dan
aktif, sebaliknya resptor γ-aminobutyric acid (GABA) sebagai inhibitor
bersifat kurang aktif, sehingga mekanisme eksitasi lebih dominan daripada
inihibis. Pada otak yang belum matang, regulasi ion natrium, kalium, dan
kalsium belum sempurna sehingga mengakibatkan gangguan repolrisasi
setelah depolarisasi dan meningkatkan eksitabilitas neuron.
2) Suhu badan
Adanya kenaikan suhu badan merupakan suatu syarat untuk terjadinya
kejang demam. Anak yang sering menderita demam dangan suhu tinggi
memilki risiko semakin besar untuk mengalami kejang demam. Perubahan
suhu tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan ekstabilitas neural
karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion, metabolisme seluler,
dan produksi ATP. Demam menyebabkna peningkatan kecepatan reaksi-
reaksi kimia. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan
peningkatan metabolisme basal 10% - 15% dan kebuthan oksigen 20%.
Akibat keadaan tersebut, reaksi-reaksi oksidasi berlangsung lebih cepat
sehingga oksigen lebih cepat habis dan terjadi keadaan hipoksia. Hipoksia
menyebabkan peningkatan kebutuhan glukosa dan oksigen serta terganggunya
berbagai transport aktif dalam sel hingga terjadi perubahan konsentrasi ion
natrium. Perubahan konsentrasi ion natrium intrasel dan ekstrasel
mengakibatkan perubahan potensial membran sel neuron sehingga membran
sel dalam keadaan depolarisasi. Selain itu, demam dapat merusak
GABApergik sehingga fungsi inhibisi terganggu. Ambang kejang berbeda-
beda untuk setiap anak, berkisar antara 38.30C – 41.40C. bangkitan kejang
demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh sekitar 38.90C-39.90C.
suhu tubuh 39.40C bermakna menimbulkan kejang dibandiung suhu tubuh
38.80C.
3) Riwayat kehamilan dan persalinan
Faktor-faktor prenatal yang berpengaruh terhadap terjadinya kejang
demam antara lain umur ibu saat hamil, kehamilan dengan eklampsia dan
hipertensi, kehamilan primipara atau multipara, paparan asap rokok saat
kehamilan. Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat
mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan antara lain
hipertensi dan eklampsia yang dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta
berkurang sehungga terjadinya asfiksia pada bayi dan dapat berkanjut menjadi
kejang dikemudian hari.insiden kejang ditemukan lebih tinggi pada anak
pertama. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena pada primipara lebih
sering terjadinya penyulit persalinan yang menyebabkan kerusakan otak
dengan kejang sebagai manifestasi klinisnya.
Faktor natal yang menjadi faktor risiko untuk terjadinya kejang demam
antara lain prematuritas, asfiksia, berat badan lahir rendah, dan partus lama.
Hipoksia dan iskemia di jaringan otak dapat terjadi pada asfiksia perinatal.
Hipoksia dann iskemia akan menyebabkan peningkatan cairan dan natrium
intraseluler sehingga terjadi edema otak. Daerah yang sensitif terhadap
hipoksia adalah inti-inti pada batang otak, thalamus, dan kolikulus inferior.
Daerah yang sensitif terhadap iskemia adalah watershead area yaitu daerah
parasagital hemisfer dengan vaskularisasi paling sedikit. Hipoksia dapat
mengakibatkan kerusakan faktor inhibisi atau meningkatnya fungsi neuron
eksitator sehingga mudah timbuk kejang bila ada rangsangan yang memadai.
Serangan kejang berulang menyebabkan kerusakan otak semakin luas. Infeksi
susunan saraf pusat, trauma kepala, dan gangguan toksik metaolik pada masa
paska natal dapat menjadi faktor risiko terjadinya kejang demam di kemudian
hari.
4) Gangguan perkembangan otak
Tahap perkembangan otak dobagi atas 6 fase, yaitu neurulasi,
perkembangan prosensefali, proliferasi neuron, migrasi neural, organisasi, dan
mielinisasi. Fase perkembangan otak merupakan fase rawan apabila
mengalami gangguan, terutama pada fase organisasi, dimana dapat terjadi
gangguan perkembangan dan bangkitan kejang.
5) Infeksi berulang
Seringnya mengalami infeksi merupakan faktor risiko untuk terjadinya
kejang demam. Anak yang sehari-hari di rawat di tempat penitipan anak
memilki risiko terkena infeksi lebih besar sehingga lebih sering menderita
demam dan meningkatkan risiko terjadinya kejang demam. Infeksi dengan
panas lebih dari 4 kali dalam setahun bermakna merupakan faktor risiko
timbulnya bangkitan kejang demam. Didapatkan bahwa infeksi yang paling
sering adalah infeksi saluran nafas atas dan gastroenteritis di mana virus lebih
banyak menyebabkan infeksi dibandingkan bakteri.
6) Genetik
Faktor genetik merupakan faktor penting dalam terjadinya bangkitan
kejang demam. Pada anak dengan kejang demam pertama, risiko terjadinya
kejang demam pada saudara kandungnya berkisar 10% - 45%. Keluarga
dengan riwyat kejang demam menunjukkan bahwa kejang demam
nerhubungan dengan mutasi gen pada kromosom 19p dan 8q13-21,
diantaranya memilki pola autosomal dominan. Anak yang mendeita kejang
demam sampai timbul bangkitan kejang, jenis kejang demam saat bangkitan
kejang demam pertama, dan riwayat keluarga pernah menderita kejang
demam. Mutasi gen pintu kanal voltase ion natrium sub unit α (SCINA)
mengakibatkan terjadi pergantian asam amino penyusun pintu kananl voltase
ion natrium lebih pendek. Pergantian asam amino argenin bersifat polar oleh
asam amino alanin bersifat non polar dan kodon stop mengakibatkan fungsi
pintu voltase ion natrium sub unit α (SCINA) mempunyai risiko 3,5 kali
terjadi kejang demam berulang sedangkan mutasi gen pintu kanal voltase ion
natrium sub unit β (SCNIB) mempunyai risiko 2,8 kali terjadi kejang demam.
C. Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media
akut (OMA) dan bronkhitis menjadi penyebab terbanyak dikarenakan bakteri yang
bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikrooganisme dapat menyebar
keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik keseluruh
tubuh akan direspon oleh hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara
sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipatalamus aka merangsang kenaikan suhu
tubuh di bagian yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi
otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan
disertai denga pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostlaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangang peningkatan potensial aksi pada
euron. Peningkatan potensial inilah yang akan merangsang perpindahan ion natrium,
ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang
dapat meningkatkan fase deplorasi neuron degan cepat sehingga mengakibatkan
kejang (Sujono & Sukarmi. 2009).
D. Tanda dan Gejala
Kebanyakan kejang demam sederhana berlangsung singkat, bilateral, serangan
berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf (Paul
R.dkk., 2010).
Menurut Behrman, 1996 dalam Mohammad (2017) , kejang demam terkait
dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh
mencapai 39 derajat Celcius atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas
menyeluruh tonik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang
menetap lebih dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi
atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan
dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.
Sedangkan Menurut Wongjingkang (2012) manifestasi klinis kejang demam
antara lain:

1) Kejang umum biasanya di awali kejang tonik kemudian klonik berlangsung 10


sampai 15 menit.
2) Frekuensi takikardia pada bayi sering di atas 150 – 200 per menit.
3) Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat
menurunnya curah jantung.
4) Gejala bendungan system vena : hepatomegali, peningkatan vena jugularis.
E. Pencegahan
1) Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana, berikan
diazepam dan atipiretika pada penyakit yang disertai dengan adanya demam.
2) Pencegahan secara kontinyu untuk kejang demam komplikasi dapat digunakan :
a) Penobarbital : 5-7 mg/kg/24jam dibagi 3 dosis
b) Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
c) Diazepam : indikasi khusus
F. Pengkajian
a. Biodata atau Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua
perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
b. Data subjektif
1) Riwayat penyakit sekarang
a) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
b) Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan
gerakan kejang si anak.
c) Apakah disertai demam ?
d) Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan
demam.
2) Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
3) Pola serangan
a) Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik.
b) Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran
seperti epilepsi mioklonik.
c) Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik.
d) Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi
sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme
infantile.
e) Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
4) Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun.
Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada
umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
5) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan
tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah,
sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana
menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera
sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan
sebagainya ?
6) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.
7) Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan
apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat
kejang terjadi untuk pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala,
radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
8) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma,
perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun
jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan
atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan
lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah,
tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
9) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada
umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah
panas yang dapat menimbulkan kejang.
10) Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
a) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
b) Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.
c) Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
d) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
11) Riwayat kesehatan keluarga.
a) Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita
kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga
yang menderita penyakit syaraf atau lainnya.
b) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA,
diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan
terjadinya kejang demam.
12) Riwayat social
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu
dikaji siapakah yanh mengasuh anak.
13) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana. Pola
kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
14) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat.
a) Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis.
b) Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga
yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
15) Pola nutrisi
a) Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi
oleh anak.
b) Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak.
c) Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan
jumlahnya per hari.
16) Pola Eliminasi :
a) BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah. Serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
b) BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak. Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir.
17) Pola aktivitas dan latihan
a) Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya.
b) Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam.
c) Aktivitas apa yang disukai.
18) Pola tidur/istirahat
a) Berapa jam sehari tidur.
b) Berangkat tidur jam berapa.
c) Bangun tidur jam berapa.
d) Kebiasaan sebelum Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga
dan teman sebayanya.
e) tidur, bagaimana dengan tidur siang.
c. Data objektif
1) Pemeriksaan umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran,
tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana
akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan
kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi
bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial,
yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun
besar menutup atau belum.
b) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut
yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut
tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
c) Wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik
ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus.
Apakah ada gangguan nervus cranial.
d) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva.
e) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang
telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
f) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung. Polip yang menyumbat
jalan napas. Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya.
g) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus. Adakah cyanosis. Bagaimana
keadaan lidah. Adakah stomatitis. Berapa jumlah gigi yang tumbuh.
Apakah ada caries gigi.
h) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil. Adakah tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat.
i) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid.
Adakah pembesaran vena jugulans
j) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi.
Intercostale. Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan.
k) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya.
Adakah bunyi tambahan. Adakah bradicardi atau tachycardia.
l) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen.
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus. Adakah tanda
meteorismus. Adakah pembesaran lien dan hepar.
m) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya.
Apakah terdapat oedema, hemangioma. Bagaimana keadaan turgor
kulit.
n) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang. Bagaimana suhunya pada daerah akral.
o) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi.
d. Pemeriksaan penunjang kejang demam menurut Hartono (2011 : 195)
antara lain :
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan,
darah perifer, elektrolit, dan gula darah.
2) Lumbal Fungsi
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. 
3) Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektro ense falo grafi ( EEG ) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan
kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. 
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terapi medis pada pasien kejang demam Deliana
(2015) antara lain:
a. Pengobatan fase akut
1) Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah
menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan,
posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi.
2) Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan
teratur, jika perlu dilakukan inubasi.
3) Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus
diperhatikan.
4) Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat dan
pemberian antipeuretik yaitu asetaminofel oral 10 mg/kgBB,
diberikan 4x sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kgBB diberikan
4x sehari.
5) Untuk mengatasi kejang fase akut dapat diberikan terapi obat
antikonvulsif yaitu:
6) Diazepam karena mempunyai masa kerja yang singkat.
Diazepam dapat diberikan secara intravena atau rektal, jika
diberikan intramuskular absorbsinya lambat. Dosis diazepam
pada anak adalah 0.3 mg/kgBB diberikan secara intravena pada
kejang demam fase akut. Dosis diazepam melalui rektal adalah
5 mg bila BB kurang dari 10 Kg dan 10 mg pada berat badan
lebih dari 10 Kg. Pemberian diazepam secara rektal aman dan
efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah.
7) Pemberian luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30
mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75
mg untuk usia lebih dari 1 tahun.
8) Pemberian midazolam intaranasal (0,2 mg/kgBB) memilki
keamanan dan efektif untuk mengantisipasi kejang demam akut
pada anak. Absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan
efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik, namun efek
terapinya masih kurang bila dibandingkan denagn diazepam
intravena.
H. Masalah Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan perubahan regulasi temperatur
b. Ketidakseimbangan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) ketidak-
seimbangan intake dengan peningkatan suhu
c. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi
d. Resiko injuri berhubungan dengan pergerakan yang tidak terkontrol
saat kejang.
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek
hypotermi (diaporesis, peningkatan evaporasi).
1. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA NOC NIC
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan kepeawatan NIC :
selama ....x24 jam hipertermi teratasi: Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang NOC : Thermoregulation  Monitor suhu sesering mungkin
normal Kriteria Hasil :  Monitor IWL
 Suhu tubuh dalam rentang normal  Monitor warna dan suhu kulit
Batasan Karakteristik:  Nadi dan RR dalam rentang normal  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
 kenaikan suhu tubuh diatas rentang  Tidak ada perubahan warna kulit dan  Monitor penurunan tingkat
normal tidak ada pusing, merasa nyaman kesadaran
 serangan atau konvulsi (kejang)  Monitor WBC, Hb, danHct
 kulit kemerahan  Monitor intake dan output
 pertambahan RR  Berikan anti piretik
 takikardi  Berikan pengobatan untuk mengatasi
 saat disentuh tangan terasa hangat penyebab demam
 Selimutipasien
Faktor faktor yang berhubungan :  Lakukan tapid sponge
- penyakit/ trauma  Berikan cairan intravena
- peningkatan metabolisme  Kompres pasien pada lipat paha dan
- aktivitas yang berlebih aksila
- pengaruh medikasi/anastesi  Tingkatkan sirkulasi udara
- ketidakmampuan/penurunan  Berikan pengobatan untuk mencegah
kemampuan untuk berkeringat terjadinya menggigil
- terpapar dilingkungan panas
- dehidrasi Temperature regulation
- pakaian yang tidak tepat  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Rencanakan monitoring suhu secara
kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
 Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
 Berikan anti piretikjikaperlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanannadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :


kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
Intake  Kajiadanyaalergimakanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk  Nutritional Status : nutrient Intake  Kolaborasidenganahligiziuntukmenent
keperluan metabolisme tubuh.  Weight control ukanjumlahkaloridannutrisi yang
KriteriaHasil : dibutuhkanpasien.
Batasan karakteristik :  Adanya peningkatan berat badan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
- Berat badan 20 % atau lebih di sesuai dengan tujuan intake Fe
bawah ideal  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
- Dilaporkan adanya intake makanan badan protein dan vitamin C
yang kurang dari RDA (Recomended  Mampu mengidentifikasi kebutuhan  Berikansubstansigula
Daily Allowance) nutrisi  Yakinkan diet yang dimakan
- Membran mukosa dan konjungtiva  Tidak ada tanda tanda malnutrisi mengandung tinggi serat untuk
pucat  Menunjukkan peningkatan fungsi mencegah konstipasi
- Kelemahan otot yang digunakan pengecapan dari menelan  Berikan makanan yang terpilih ( sudah
untuk menelan/mengunyah  Tidak terjadi penurunan berat badan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Luka, inflamasi pada rongga mulut yang berarti  Ajarkanpasienbagaimanamembuatcata
- Mudah merasa kenyang, sesaat tanmakananharian.
setelah mengunyah makanan  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
- Dilaporkan atau fakta adanya kalori
kekurangan makanan  Berikaninformasitentangkebutuhannut
- Dilaporkan adanya perubahan risi
sensasi rasa  Kajikemampuanpasienuntukmendapat
- Perasaan ketidakmampuan untuk kannutrisi yang dibutuhkan
mengunyah makanan
- Miskonsepsi Nutrition Monitoring
- Kehilangan BB dengan makanan cukup  BB pasiendalambatas normal
- Keengganan untuk makan  Monitor adanyapenurunanberatbadan
- Kram pada abdomen  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
- Tonus otot jelek biasa dilakukan
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa  Monitor interaksi anak atau orangtua
patologi selama makan
- Kurang berminat terhadap makanan  Monitor lingkunganselamamakan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
- Diare dan atau steatorrhea tidak selama jam makan
- Kehilangan rambut yang cukup banyak  Monitor kulit kering dan perubahan
(rontok) pigmentasi
- Suara usus hiperaktif  Monitor turgor kulit
- Kurangnya informasi, misinformasi  Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
Faktor-faktor yang berhubungan :  Monitor mualdanmuntah
Ketidakmampuan pemasukan atau  Monitor kadar albumin, total protein,
mencerna makanan atau mengabsorpsi zat- Hb, dan kadar Ht
zat gizi berhubungan dengan faktor  Monitor makanankesukaan
biologis, psikologis atau ekonomi.  Monitor
pertumbuhandanperkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor kaloridan intake nuntrisi
 Catatadanya edema, hiperemik,
hipertonikpapilalidahdancavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet

Cemas b/d perubahan status kesehatan NOC : NIC :


 Anxiety control Anxiety Reduction (penurunankecemasan)
Definisi :  Coping  Gunakan pendekatan yang
Perasaan gelisah yang tak jelas dari  Impulse control menenangkan
ketidaknyamanan atau ketakutan yang KriteriaHasil :  Nyatakan dengan jelas harapan
disertai respon autonom (sumner tidak  Klienmampumengidentifik terhadap pelaku pasien
spesifik atau tidak diketahui oleh asidanmengungkapkangejalacemas  Jelaskan semua prosedur dan apa yang
individu); perasaan keprihatinan  Mengidentifikasi, dirasakan selama prosedur
disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya. mengungkapkandanmenunjukkantehn  Pahami prespektif pasien terhdap
Sinyal ini merupakan peringatan adanya ikuntukmengontolcemas situasistres
ancaman yang akan datang dan  Vital sign dalambatas  Temani pasien untuk memberikan
memungkinkan individu untuk mengambil normal keamanan dan mengurangi takut
langkah untuk menyetujui terhadap  Posturtubuh, ekspresiwajah,  Berikan informasi faktual mengenai
tindakan bahasatubuhdantingkataktivitasmenun diagnosis, tindakan prognosis
Ditandaidengan jukkanberkurangnyakecemasan  Dorong keluarga untuk menemani
 Gelisah anak
 Insomnia  Lakukan back / neck rub
 Resah  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Ketakutan  Identifikasi tingkat kecemasan
 Sedih  Bantu pasien mengenal situasi yang
 Fokuspadadiri menimbulkan kecemasan
 Kekhawatiran  Dorong pasien untuk mengungkapkan
 Cemas perasaan, ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
 Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan

Resiko Injury NOC : Risk Kontrol NIC : Environment Management


Definsi : KriteriaHasil : (Manajemen lingkungan)
Dalam risiko cedera sebagai hasil dari Klienterbebasdaricedera  Sediakan lingkungan yang aman untuk
interaksi kondisi lingkungan dengan Klienmampumenjelaskancara/metodeun pasien
respon adaptif indifidu dan sumber tukmencegah injury/cedera  Identifikasi kebutuhan keamanan
pertahanan. Klienmampumenjelaskan factor pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
resikodarilingkungan/perilaku personal fungsi kognitif pasien dan riwayat
Faktor resiko : Mampumemodifikasigayahidupuntukm penyakit terdahulu pasien
Eksternal encegah injury  Menghindarkan lingkungan yang
- Mode transpor atau cara Menggunakanfasilitaskesehatan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perpindahan ada perabotan)
- Manusia atau penyedia pelayanan Mampu mengenali perubahan status  Memasang side rail tempattidur
kesehatan (contoh : agen kesehatan  Menyediakan tempat tidur yang
nosokomial) nyaman dan bersih
- Pola kepegawaian : kognitif,  Menempatkan saklar lampu ditempat
afektif, dan faktor psikomotor yang mudah dijangkau pasien.
- Fisik (contoh : rancangan struktur  Membatasipengunjung
dan arahan masyarakat, bangunan  Memberikanpenerangan yang cukup
dan atau perlengkapan)  Menganjurkan keluarga untuk
- Nutrisi (contoh : vitamin dan tipe menemani pasien.
makanan)  Mengontrollingkungandarikebisingan
- Biologikal ( contoh : tingkat  Memindahkanbarang-barang yang
imunisasi dalam masyarakat, dapatmembahayakan
mikroorganisme)  Berikanpenjelasanpadapasiendankelua
- Kimia (polutan, racun, obat, agen rgaataupengunjungadanyaperubahan
farmasi, alkohol, kafein nikotin, status kesehatandanpenyebabpenyakit.
bahan pengawet, kosmetik, celupan
(zat warna kain))
Internal
- Psikolgik (orientasi afektif)
- Mal nutrisi
- Bentuk darah abnormal, contoh :
leukositosis/leukopenia, perubahan
faktor pembekuan, trombositopeni,
sickle cell, thalassemia, penurunan
Hb, Imun-autoimum tidak
berfungsi.
- Biokimia, fungsi regulasi (contoh :
tidak berfungsinya sensoris)
- Disfugsi gabungan
- Disfungsi efektor
- Hipoksia jaringan
- Perkembangan usia (fisiologik,
psikososial)
- Fisik (contoh : kerusakan
kulit/tidak utuh, berhubungan
dengan mobilitas)
Risiko kekurangan volume cairan NOC: NIC :
Definisi : Penurunan cairan intravaskuler,  Fluid balance Fluid management
interstisial, dan/atau intrasellular. Ini  Hydration  Timbang popok/pembalut jika
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan  Nutritional Status : Food and Fluid diperlukan
dengan pengeluaran sodium Intake  Pertahankan catatan intake dan output
KriteriaHasil : yang akurat
Batasan Karakteristik :  Mempertahankan urine output  Monitor status hidrasi ( kelembaban
- Kelemahan sesuaidenganusiadan BB, BJ urine membran mukosa, nadi adekuat,
- Haus normal, HT normal tekanan darah ortostatik ), jika
- Penurunan turgor kulit/lidah  Tekanandarah, nadi, diperlukan
- Membranmukosa/kulitkering suhutubuhdalambatas normal  Monitor hasillAb yang
- Peningkatan denyut nadi, penurunan  Tidakadatandatandadehidrasi, sesuaidenganretensicairan (BUN
tekanan darah, penurunan Elastisitas turgor kulitbaik, ,Hmt , osmolalitasurin )
volume/tekanan nadi membranmukosalembab, tidakada rasa
 Monitor vital sign
- Pengisian vena menurun haus yang berlebihan
 Monitor masukan makanan / cairan
- Perubahan status mental
dan hitung intake kalori harian
- Konsentrasi urine meningkat
- Temperatur tubuh meningkat  Kolaborasi pemberian cairan IV
- Hematokrit meninggi  Monitor status nutrisi
- Kehilangan berat badan seketika  Berikan cairan
(kecuali pada third spacing)  Berikan diuretik sesuai interuksi
Faktor-faktor yang berhubungan:  Berikan cairan IV pada suhu ruangan
- Kehilangan volume cairan secara aktif  Dorong masukan oral
- Kegagalan mekanisme pengaturan  Berikan penggantian nesogatrik sesuai
output
 Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
 Tawarkan snack ( jus buah,
buahsegar )
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi
DAFTAR PUSTAKA

Chris Tanto et al., 2016. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke-4. Jakarta :
Media Aesculapius. Hal 102-105.
Deliana, M. (2018). Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak. Sari pediatri
Vol. 4. Medan: FK Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas
Sumatra Utara.

Hartono. (2011). Kumpulan Tips Pediatri. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Joshua R. Francis, et al., 2016. An observational study of febrile seizures: the


importance of viral infection and immunization. BMC Pediatrics
16:202.
Kusuma, IYD. (2010). Korelasi Antara Kadar Seng Serum Dengan Bangkitan
Kejang Demam. Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu
Kesehatan Anak. Semarang: FK. Universitas Diponegoro.

Sujono, Riyadi, Sukarmin., 2012. Asuhan Keperawatan Pada Anak.


Yogyakarta : Graha Ilmu
Mohammad, R. B., 2017. Identifikasi Faktor Risiko Kejang Demam Sederhana Pada
Anak. Skripsi Program Studi Pendidikan Dokter Fakuktas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makasar.
Wongjingkang. (2012). Askep Anak Kejang Demam. Diakses dari From
http://wongjingkang.com/2012/12 pada tanggal 7 November 2017.

Anda mungkin juga menyukai