Garuda 1780394
Garuda 1780394
Dara Salsabila
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21, Hegarmanah, Kec. Jatinangor
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363
e-mail: darajelitasalsabila@gmail.com
Abstrak
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 33 ayat (2) mengamanatkan bahwa
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak harus dikuasai oleh negara. Negara semestinya mengakomodir setiap kepentingan
rakyat dalam pemenuhan kebutuhannya terutama pada sektor-sektor vital. Interpretasi
‘dikuasai’ kemudian memunculkan paradigma mengenai batasan peran negara pada sektor
tersebut. Permasalahan muncul tatkala adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh korporasi (BUMN) yang kedudukannya beririsan dengan lebih dari satu ketentuan undang-
undang yang saling kontradiktif dan berada pada tataran politik hukum yang berbeda. BUMN
diposisikan pada rezim public karena terdapat intervensi negara (pemerintah) di dalamnya
namun juga tunduk pada rezim privat sebagaimana dalam UU Perseroan Terbatas. Maka dari
itu, pengenaan tindak pidana korupsi pada direksi BUMN yang melakukan pengurusan dan
pengelolaan pada perusahaannya adalah tidak tepat. Metode penelitian yang digunakan
adalah yuridis normatif. Maka dari Itu pendekatan doktrin business judgement rule dan
penerapan hukum perdata menjadi konstruksi yang tepat dalam penegakan hukum BUMN.
Kata kunci: Korupsi, Korporasi, BUMN.
Abstract
The Constitution of Indonesia (UUD 1945) Article 33 (2) mandates that branches of production
essential to the state and dominate many human lives must be controlled by the State. The
State should accommodate each of its people’s interest in fulfilling their needs, especially in
vital sectors. The interpretation of the word ‘controlled’ then gives rise to a paradigm of State’s
boundaries in that sector. Problem rise when the accusation of corruption done by a state-
owned corporation (BUMN) whose position was based on more than one regulations that
each contradict each other and land on political landscape of different law. BUMN has been
positioned in the public regime due to the State’s intervention along with private regime as
stated in UU Perseroan Terbatas. Therefore, the imposition of Corruption Crimes at the directors
of BUMN conducting management and management of their companies is not appropriate.
The method used in this article is yuridis normative. Business judgement rule doctrine and
private law have become the best thing to law supremacy.
Keywords: Corruption, Corporation, BUMN.
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
1
Notonegoro, Politik Hukum Dan Pembangunan Agraria, (Jakarta: Bian Aksa, 1984), hlm 99.
Carl Joachim Frederich, The Philosophy Of Law I Historical Presfective, Second Edition, (Chicago:University
2
(makalah disampaikan pada Seminar Tidak Pidana Dibidang Perbankan Undip, Semarang, Indonesia, pada 11
Sd 12 Juni 1990).
20
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
bentuk kejahatan tidak bisa dimasukan Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pem-‐
dalam kejahatan konvensional yang berantasan Tindak Pidana Korupsi yang
melibatkan pelaku kejahatan street crime, mengubah dan menambahkan materi
blue collar crime, and blue jeans crime.4 muatan dalam beberapa Pasal yang ada
Tatanan birokrat pemerintahan yang di dalam UU sebelumnya. Akan tetapi,
melakukan KKN cenderung meman-‐ supremasi hukum untuk mengentaskan
faatkan jabatannya sehingga terjadi KKN masih belum efisien terutama
pelanggaran etik jabatan dan juga masalah korupsi. Untuk mengikuti per-‐
kejahatan dalam jabatan. Maka dari itu kembangan masyarakat internasional
tindak pidana korupsi dapat digolongkan yang menghendaki adanya reformasi
menjadi White Collar Crime. Pandangan birokrasi pemerintahan yang ajeg dan
yang diciptakan oleh Sutherland tersebut berintegritas dibentuklah sebuah lem-‐
menunjukkan bahwa pelaku kejahatan baga baru negara yang independen yakni
dan bentuk kejahatannya tersebut tidak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
hanya sekadar dilakukan oleh masyarakat berdasarkan Undang-‐Undang Nomor 30
kelas bawah namun juga dapat saja Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
dilakukan masyarakat golongan atas dan Tindak Pidana Korupsi dan meratifikasi
‘berpangkat’. Gagasan tersebut kemu-‐ United Nations Conventions Against
dian digunakan pada penyebutan Coruption (UNCAC) melalui Undang-‐
beberapa bentuk-‐bentuk kejahatan Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang
seperti kejahatan ekonomi, kejahatan Pengesahan United Nations Convention
korporasi (badan usaha), kejahatan Against Corruption, 2003 dengan harapan
jabatan dan lain-‐lain. pemberantasan tindak pidana korupsi di
Secara historis pemberantasan KKN Indonesia juga dilakukan dengan meng-‐
sudah dilegitimasi dalam Peraturan internalisasi nilai-‐nilai internasional yang
Pemerintah Pengganti Undang-‐Undang diamini dan diinterpretasikan kedalam
Nomor 24 Tahun 1960 yang selanjutnya hukum nasional.
diatur dalam Undang-‐Undang Nomor 3 Berdasarkan Indeks Persepsi
Tahun 1971 tentang Pemberantasan Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2018
Tindak Pidana Korupsi dan terakhir berlaku menempatkan Indonesia berada pada
hingga sekarang adalah Undang-‐Undang skor 38 dan menjadi negara dengan
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembe-‐ peringkat 89 dari 180 negara yang
rantasan Tindak Pidana Korupsi hingga disurvei.5 Sedangkan pada tahun 2019
Undang-‐Undang Nomor 20 Tahun 2001 IPK Indonesia mendapatkan 40 poin dan
tentang Perubahan atas Undang-‐Undang naik 2 poin dari tahun sebelumnya. 6 Pada
4
Jawade Hafidz Asyad, Korupsi Dalam Prespektif HAN, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm 2.
5
Transparancy Internasional, “Indeks Persepsi Korupsi”, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/
2020/01/23/indeks-‐persepsi-‐korupsi-‐indonesia-‐naik-‐2-‐poin-‐pada-‐2019. (Diakses pada 24 Februari 2020).
6
ibid
21
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
tahun 2004 hingga tahun 2018 KPK korporasi. Dalam konsepsi mengenai
mencatatkan telah terjadi tindak pidana Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
korupsi dengan melibatkan 238 orang pada modalnya, negara menyertakan 50
yang berada pada struktur badan swasta persen modal berupa saham apakah hal
dengan peringkat kedua setelah korupsi tersebut termasuk dalam konstruksi
yang dilakukan anggota Dewan Perwa-‐ rumusan Pasal tersebut atau tidak.
kilan Rakyat (DPR)/Dewan Perwakilan Artikel ini akan mengkaji adanya dikotomi
Rakyat Daerah (DPRD) sejumlah 247 kedudukan hukum korporasi (BUMN)
orang.7 berkaitan dengan kepemilikan modal
Dalam Pasal 1 sub 2 UU Nomor 31 negara dan konstruksi kekayaan negara
Tahun 1999 tentang Pemberantasan yang dipisahkan dalam BUMN sehingga
Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) junto menjadi ketentuan yang diametral.
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Dalam penerapan Pasal mengenai
Atas Undang-‐Undang Nomor 31 Tahun tindak pidana korupsi biasanya akan
1999 tentang Pemberantasan Tindak dilakukan dengan dakwaan alternatif
Pidana Korupsi dalam Pasal yang antara Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor
berkaitan dengan Pegawai Negeri untuk membuktikan unsur-‐unsur yang
menyatakan bahwa: 1) Pegawai Negeri sesuai dengan perbuatan pelaku. Akan
sebagaimana yang dimaksudkan dalam tetapi konsepsi mengenai perbuatan
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang melawan hukum dan menyalahgunakan
Aparatur Sipil Negara, 2) Pegawai Negeri wewenang sering kali berada pada
sebagaimana yang dimaksud dalam daerah abu-‐abu (grey area) karena
KUHPidana, 3) orang yang menerima gaji terdapat irisan antara hukum pidana dan
atau upah dari keuangan negara atau hukum administrasi secara normatif.
daerah, 4) orang yang menerima gaji atau Dalam konstruksi hukum administrasi
upah dari suatu korporasi yang men-‐ ukuran yang membatasi kewenangan
dapatkan bantuan dari keuangan negara aparatur negara ‘discretionary power’
atau daerah atau 5) orang yang mene-‐ yang merupakan penyalahgunaan wewe-‐
rima gaji atau upah dari korporasi lain yang nang (detournement de povoir) dan
mempergunakan modal atau fasilitas dari sewenang-‐wenang (abuse de droit) dan
negara atau masyarakat.8 Kemudian kata-‐ dalam konstruksi norma hukum pidana
kata badan/badan hukum dalam UU mempunyai pembatasan kewenangan
Tipikor 1971 pada UU Tipikor 1999 jo UU yakni unsur wedrrechtelijkheid dan
No. 20 Tahun 2001 diubah menjadi kata menyalahgunakan kewenangan 9. Keten-‐
7
ibid
8
Undang-‐undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999, Diakses melalui laman
https://www.kpk.go.id/images/pdf/Undang-‐undang/UU311999.
9
Tulisan dalam seminar: Indriayanto Seno Adji, “Korupsi Kriminalisasi Kebijakan Negara” (Makalah
disampaikan Pada Rakernas Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia, Jakarta, 2 Desember 2010).
22
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
tuan di atas akan lebih mudah dalam mana kedudukan hukum Badan Usaha
proses pembuktian apabila yang di-‐ Milik Negara dalam peraturan perundang-‐
sangkakan tersebut berstatus sebagai undangan Indonesia? 2. Bagaimana akibat
Pegawai Negeri dibandingkan dengan hukum dari adanya kontradiksi keten-‐
posisi direksi dalam suatu perusahaan tuan peraturan perundang-‐undangan
BUMN. Maka yang jadi paradigma baru mengenai BUMN? 3. Bagaimana praktik
adalah dalam hal apakah direksi maupun penyelesaian tindak pidana korupsi oleh
yang secara struktur badan memiliki legi-‐ korporasi di negara lain?
timasi kewenangan dalam menentukan
arah perusahaan termasuk pengambilan B. Metode Penelitian
keputusan dan kebijakan di BUMN bisa Dalam penyusunan artikel ini
dianggap menyalahgunakan kewenangan penulis menggunakan metode penulisan
dan melawan hukum termasuk pada hukum yuridis normatif dengan mengkaji
ranah pidana atau administrasi atau berbagai literatur baik fisik seperti buku
bahkan perdata. Jika dilihat dari teori maupun tulisan-‐tulisan dan sumber
penyelesaian sengketa oleh Thorbecke media daring yang relevan dengan kajian
adalah suatu permasalahan yang mengacu yang diteliti. Adapun pendekatan yang
pada fundamendum petendi yakni pada digunakan dalam tulisan ini adalah
lapangan hukum yang menjadi dasar komprehensif-‐deskriptif dengan meng-‐
persengketaan. Pandangan ini diperkuat analisa dan memberikan gambaran
oleh Prof. Buys yang menyatakan bahwa mengenai kedudukan BUMN dan kon-‐
persengketaan pejabat atau badan admi-‐ sekuensinya apabila ‘perusahaan negara’
nistrasi ataupun hal pokok yang dapat memiliki irisan dengan ketentuan
menimbulkan sengketa tersebut terjadi.10 peraturan perundang-‐undangan lainnya.
Penulis akan menelaah paradigma
kedudukan BUMN dalam tatanan sektoral C. Pembahasan
pemerintahan yang memosisikannya pada 1. Kompleksitas Penanganan Perkara
badan yang bersifat publik dan badan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
yang bersifat privat sehingga akan ada yang Semakin Dinamis-‐Eskalatif.
benturan kepentingan bahkan mempe-‐ Korupsi berasal dari bahasa latin
ngaruhi posisi tawar (bargaining position) yakni corupptio yang berarti ke-‐
badan itu sendiri. Penulis berusaha untuk busukan, kebejatan, keburukan,
menjawab pertanyaan seperti 1. Bagai-‐ ketidakjujuran, tidak bemoral dan
10
Sjahran Basah, Eksistensi Dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi Di Indonesia, (Bandung, Alumni,
1985) hlm 78.
23
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
11
Fockemma S J Andeae, Rechtsgeleerd Handwoordeboek, Goningen (Jakarta: Bij J B, 1951), hlm 45.
12
Kamus Besar Bahasa Indonesia Diakses Melalui Laman Https://Www.Google.Com/Search?
Q=Kbbi&Oq=Kbbi&Aqs=Chrome..69i57j0l5.997j0j9&Sourceid=Chrome&Ie=UTF-‐8 Diakses Pada 24 Februari
2020.
13
The Lexicon Webste Dictionary, English-‐Language Institute Of America, Inc.
14
Black’s Law Dictionary, New Edition West Thomson Reuters Business 2009.
15
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia tahun 1976.
16 Prof Dr Jur Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional,
24
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
Negeri. Ketiga, adalah melalui hukum tetapi perbuatan itu dianggap tercela
pidana diancam dengan UU No. 31 dan tidak sesuai dengan rasa keadilan
Tahun 1999 yang mengatur mengenai atau norma-‐norma kehidupan sosial
korupsi material dan keuangan, delik maka perbuatan tersebut dapat
jabatan dan delik lainnya yang ber-‐ dipidana. Rumusan mengenai sifat
kaitan dengan penyelesaian perkara melawan hukum ini juga dimuat dalam
pidana korupsi misalkan ketentuan Yurisprudensi Hoge Raad tanggal 31
dalam Pasal 423 KUHPidana dan Pasal Januari 1919 (N.J 1919 W.10365) yakni
425 KUHPidana dinamakan knevelarij onrechtmatig tidak hanya berati apa-‐
dan kemudian ketentuan tersebut apa saja yang bertentangan dengan
dimasukan dalam UU pemberantasan hak orang lain atau bertentangan
Tipikor sehingga menjadi delik korupsi. dengan kewajiban hukum pelaku
Delik korupsi adalah delik jabatan yang melainkan apa-‐apa yang bertentangan
temuat dalam Bab XXVIII Buku II KUHP dengan tata susila ataupun kepatutan
dan delik korupsi yang memiliki kaitan dalam pergaulan masyarakat. 17
dengan delik jabatan Pasal 209 dan Pengertian mengenai melawan hukum
Pasal 210 KUHPidana berada pada bab sebenarnya sudah diterapkan oleh
lain dan secara umum digolongkan di Mahkamah Agung yang terdapat pada
buku tentang kejahatan biasa. Putusan Mahkamah Agung nomor 81
Dalam proses pembuktian secara K/KR/1973 tanggal 30 Maret 1933
peradilan pidana maka Jaksa Penuntut dengan terdakwa Ir. Otjo Danaatnadja
Umum harus membuktikan secara Bin Danaadmadja yang dalam pertim-‐
jelas dan konkret mengenai pasal-‐ bangan hakimnya yakni, menim-‐
pasal yang didakwakan. Pembuktian bang bahwa asas materiale weder-‐
dilakukan dengan menelaah fakta rechtelijkheid diakui dalam putusan
hukum dan mengaitkanya dengan Mahkamah Agung yang merupakan
unsur atau rumusan pasal. Unsur-‐ yurisprudensi, perundang-‐undangan
unsur dalam Pasal 2 ayat 1 adalah yaitu UU tahun 1971 tentang Tindak
Pertama, melawan hukum, pengertian Pidana Korupsi yang memidanakan
tersebut terdapat dalam bagian perbuatan memperkaya diri sendiri
penjelasan Pasal 2 ayat 1 yang atau orang lain atau suatu badan yang
menyatakan perbuatan melawan dilakukan dengan melawan hukum
hukum dalam arti formil maupun dan dengan sarana melawan hukum
dalam arti materil, sekalipun per-‐ pada penjelasan itu maka pengertian
buatan tersebut tidak diatur dalam melawan hukum formil dan materiel. 18
peraturan perundang-‐undangan akan Kedua, adalah memperkaya diri
17
Leden Merpaung SH, Unsur-‐Unsur Perbuatan Yang Dapat Diukum, (Jakarta: Sinar Grafika 1991), hlm 50.
18
Andi Hamzah, Korupsi Di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 1991), hlm 76.
25
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
sendiri atau orang lain atau korporasi. Konstitusi melalui Putusan Nomor 25/
Terminologi ‘memperkaya’ diartikan PUU-‐XIV/2016 sehingga menimbulkan
sebagai adanya penambahan jumlah perubahan delik dari delik formil
kekayaan seseorang atau orang lain menjadi delik materiel. Hal ini menim-‐
atau suatu korporasi. Ketiga, adalah bulkan persepsi baru bahwa unsur
dapat merugikan keuangan negara merugikan keuangan negara mestinya
atau perekonomian negara. Dalam menitikberatkan pada adanya akibat
penjelasan umum dinyatakan bahwa dan tidak lagi dimaknai sebagai
keuangan negara adalah seluruh keka-‐ perkiraan belaka (potential loss) tapi
yaan negara dalam bentuk apapun sudah harus ada kejadian nyata dalam
yang dipisahkan atau yang tidak tipikor (actual loss). Akan tetapi per-‐
dipisahkan, termasuk di dalamnya sepsi tersebut tidak dibarengi dengan
bagian dari kekayaan negara dan metode penghitungan kerugian negara
segala hak dan kewajiban yang timbul yang seragam sehingga dikhawatirkan
karenanya: a) berada dalam pengua-‐ justru menimbulkan ketidakpastian
saan, pengurusan dan pertanggung-‐ hukum.20 Kondisi tersebut semakin
jawaban pejabat lembaga negara rumit karena hingga saat ini belum
b) berada dalam penguasaan, pengu-‐ adanya kesepakatan mengenai ruang
rusan dan pertanggungjawaban lingkup keuangan negara karena UU
BUMN/BUMD, yayasan, badan hukum Tipikor tidak memberikan definisi yang
dan perusahaan yang adanya menyer-‐ jelas, dan juga di UU Nomor 1 tahun
takan modal negara. perekonomian 2004 tentang Pembendaharaan Negara,
negara adalah kehidupan perekono-‐ UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang
mian yang merupakan usaha bersama Badan Pemeriksa Keuangan.21
berdasarkan asas kekeluargaan mau-‐
pun usaha masyarakat mandiri ber-‐ 2. Pandangan Pragmatis Mengenai
dasarkan kebijaksanaan pemerintah K e d u d u k a n K o r p o r a s i d a l a m
sesuai dengan peraturan perundang-‐ Penanganan Perkara Pidana Korupsi
undangan yang bertujuan untuk mem-‐ Korporasi.
berikan manfaat kemakmuran dan Secara normatif terminologi orang
kesejahteraan bagi seluruh rakyat.19 (person) memiliki makna pembawa
Kata ‘dapat’ dalam UU Tipikor sudah hak yakni sesuatu yang memiliki hak
dibatalkan normanya oleh Mahkamah dan kewajiban dan kemudian disebut
19
Dr Leden Merpaung SH, Tindak Pidana Korupsi Pemberantasan dan Pencegahan, (Jakarta; Djambatan,
2004), hlm 46.
20
Indonesia Corruption Watch, “Studi Atas Unsur Merugikan Keuangan Negara dalam Delik Tindak Pidana
26
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
subjek hukum yang terdiri dari manu-‐ yang akan dipidana. Pertanyaan ini
sia (natuurlijke persoon) dan badan yang kemudian menjadikan dinamisasi
hukum (rechts persoon). Natuurlijke etimologi tentang badan hukum
persoon atau menselijk persoon dinya-‐ berkembang termasuk permasalahan
takan orang dalam bentuk manusia pertanggungjawabannya.
secara pribadi sedangkan rechts persoon Hal yang kontradiktif dinyatakan
dinyatakan sebagai orang dalam melalui peraturan perundang-‐undangan
bentuk badan hukum atau yang pidana khusus seperti UU No. 7 Tahun
diciptakan secara fiksi oleh hukum 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi,
atau persona ficta artinya badan dan Peraturan Perundang-‐undangan
hukum adalah sebagai pembawa hak pada fiskal yang memungkinkan dila-‐
dan yang tidak berjiwa bisa melakukan kukannya pemidanaan terhadap badan
perbuatan hukum sebagaimana pem-‐ hukum sehingga dalam hal hukuman
bawa hak manusia seperti melakukan yang ditemukan pelanggaran terhadap
persetujuan, mempunyai kekayaan pengurus, anggota suatu badan
yang terpisah dari kekayaan anggota-‐ hukum pada pengurus atau komisaris
anggota dalam badannya. Badan tidak dijatuhkan hukuman atas pengurus
hukum yang terdiri dari badan hukum atau komisaris apabila ternyata ia
publik (publiek rechts pesoon) yang tidak ikut campur dalam melakukan
memiliki sifat terlihat unsur kepen-‐ pelanggaran tersebut. Dalam UU
tingan publik yang diintervensi oleh tersebut Pasal 15 menyebutkan bahwa
negara dan badan hukum privat (privaat jika suatu tindak pidana ekonomi
rechts person) yang mempunyai sifat dilakukan oleh atau atas nama badan
unsur kepentingan individual sebagai hukum, suatu perserikatan orang yang
badan swasta. lainnya atau suatu yayasan maka
Dalam Memorie Van Toelichting tuntutan pidana dilakukan dan
Pasal 51 NED W.V.S (Pasal 59 KUHPidana) hukuman pidana serta tindakan tata
menyatakan bahwa suatu strafbaar tertib dijatuhkan baik terhadap badan
feit hanya bisa dilaksanakan oleh hukum, perseroan, perserikatan atau
manusia dan fiksi mengenai adanya yayasan tersebut baik terhadap yang
badan hukum tidak berlaku di bidang memberikan perintah melakukan
hukum pidana. Hal tersebut terbentuk tindak pidana ekonomi itu atau yang
pada saat pelaku mendapatkan kon-‐ bertindak sebagai pimpinan dalam
sekuensi dari perbuatan pidana yang perbuatan atau kelalaian itu maupuan
dilakukan maka akan mendapatkan keduanya. Dalam UU Tipikor menya-‐
hukuman badaniah, pada saat suatu takan dengan tegas pada Pasal 1
korporasi atau badan hukum mela-‐ bahwa korporasi adalah kumpulan
kukan suatu tindak pidana maka siapa orang dan atau kekayaan yang ter-‐
27
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
organisasi baik merupakan badan hukum korporasi maka siapa yang akan
maupun bukan badan hukum.22 bertanggung jawab atas perbuatan
Menurut Simons terdapat unsur-‐ tersebut.
unsur strafbaar feit yakni adanya KUHPidana masih berpedoman
perbuatan manusia yang diancam pada aspek bahwa adanya korporasi
pidana, melawan hukum (onrecht-‐ yang melakukan tindak pidana tidak
matig), terdapat kesalahan (met bisa dipidana oleh sebab korporasi
schuld in verband staand), dilakukan tidak memiliki mens rea, korporasi
oleh orang yang mampu bertanggung-‐ tidaklah merupakan seorang pribadi
jawab (toerekeningsvatbaar persoon)23. meskipun korporasi bisa melakukan
Dari unsur-‐unsur diatas Simons men-‐ perbuatan hukum yang lazim dilaku-‐
campurkan unsur objektif (perbuatan) kan orang pribadi, korporasi tidak
dan unsur subjektif si pembuat. mempunyai kesadaran dan tidak
Sedangkan, dari Moelyatno menge-‐ memiliki badan aktual, korporasi tidak
mukakan pandangan dualistis yang bisa dimintai pertanggungjawaban oleh
membedakan ‘dapat dipidananya karena apabila terdapat kejahatan
perbuatan’ (de strafbaarheid van heit yang dilakukan oleh direksi dari suatu
atau het verboden zijr van het feit) dan korporasi maka perbuatan tersebut
‘dipidananya orang’ (strafbaarheid van sudah di luar Anggaran Dasar dari
den persoon) serta ia pun mendikoto-‐ korporasi di luar anggaran dari
mikan pengertian perbuatan pidana korporasi yang bersangkutan sehingga
dengan pertanggungjawaban pidana. direksinya dapat dimintakan pertang-‐
Akan tetapi kedua pandangan terse-‐ gungjawaban secara pribadi maupun
but memiliki persamaan bahwa harus bersama-‐sama dengan direksi lainnya
terdapat kesalahan (schuld) dalam akan tetapi bukan korporasi sebagai
pemidanaan sesuai dengan asas geen badan yang harus betanggung jawab
straf zonde schuld yakni tidak ada (sesuai dengan doktrin ultra vires).24
pidana tanpa adanya kesalahan dan Berdasarkan Peraturan Mah-‐
dapat dibuktikan di persidangan. kamah Agung Nomor 13 Tahun 2016
Pandangan Moelyatno akan mem-‐ tentang Tata Cara Penanganan Perka-‐
pertemukan pada kondisi apabila ra Tindak Pidana oleh Korporasi pada
suatu perbuatan tersebut sudah diatur Pasal 4 menyatakan bahwa bisa di-‐
di dalam undang-‐undang dan terdapat mintakan pertanggungjawaban pidana
kesalahan serta memenuhi unsur korporasi harus terdapat unsur kesa-‐
melawan hukum yang dilakukan oleh lahan yaitu korporasi mendapatkan
22
UU Tipikor Op.Cit
23
Drs E Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 2000) hlm. 78.
24
R Rufinus Hotamaulana Hutauruk, Penanggulangan Kejahatan Korporasi Melalui Pendekatan Restroratif;
28
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
keuntungan atau manfaat dari tindak mens rea korporasi dengan tindakan
pidana atau tindak pidana tersebut yang merugikan tersebut.25
dilakukan adalah untuk kepentingan Di Belanda, doktrin hukum yang
korporasi; korporasi membiarkan berkaitan dengan pertanggung-‐
terjadinya suatu tindak pidana; atau jawaban pidana korporasi meng-‐
korporasi tidak melakukan langkah-‐ gunakan model realitas hukum (legal
langkah yang untuk pencegahan, reality model) 26 yang kemudian
mencegah dampak yang lebih besar terbagi menjadi pertanggungjawaban
dan memastikan adanya kepatuhan pidana bisa dibebankan kepada pelaku
terhadap ketentuan hukum yang dengan tidak perlu membuktikan
berlaku untuk menghindari terjadinya adanya unsur kesalahan (sengaja atau
tindak pidana. lalai) yang disebut juga dengan
Berdasarkan bentuk mens rea, V.S pertanggungjawaban mutlak atau leer
Khanna membedakan pertanggung-‐ van het materielle feit atau fait mate-‐
jawaban korporasi dalam bentuk strict rielle yang bertentangan dengan
liability yang menekankan korporasi pertanggungjawaban dalam hukum
harus bertanggung jawab atas per-‐ pidana yakni tidak bisa dipidana jika
buatannya yang menimbulkan keru-‐ tidak terdapat kesalahan geen straf
gian dan menentukan beban tanggung zonder schuld; actus non facit reum
jawab, negligence artinya pihak yang nisi facit mens sit rea.27 Doktrin kedua,
melakukan suatu perbuatan untuk adalah doktrin vicarious liability yang
tujuan yang baik tetap bisa dibebani ditarik dari sengketa keperdataan
tanggung jawab jika ternyata pihak mengenai perbuatan melawan hukum
tersebut tidak melakukan per-‐buatan the law of torts. Doktrin ini yang
itu secara hati-‐hati atau deu cares kemudian menurut penulis bisa
sehingga standar negligence akan diterapkan di Indonesia dalam menye-‐
dikenakan apabila pelaku terbuk-‐ti lesaikan tindak pidana korupsi kor-‐
gagal dalam melaksanakan tindakan porasi karena menarik benang merah
dengan kehati-‐hatian dan tidak ada-‐ dari perbuatan pelaku yang di dalam-‐
nya kerugian corporation mens rea nya terdapat kekayaan negara yang
yakni menentukan suatu tindak pidana dipisahkan namun memiliki hubungan
dengan mensyaratkan adanya mens dengan kedudukan BUMN sebagai
rea korporasi dan keterkaitan antara badan privat oleh sebab berbentuk
Perseroan Terbatas. Penulis ber-‐
25
V S Khanna, Corporate Mens Rea: A Legal Construct In Search Of A Rationale, (Cambridge: Harvard Law
School 1996), hlm 19.
26
Nico Keijzer, “Ciminal Liability Of Corporation Under The Law Of The Netherlands”, (Bahan Seminar Ukp4
29
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
28
Setiyono S.H., M.H., Kejahatan Korporasi, (Jakarta: Bayumedia, 2004), hlm 89.
29
Wajah Kejahatan Pada Masyarakat Pasca Industri Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum
Universitas Parahyangan 1991 Bandung.
30
UU Tipikor Op.Cit.
31
Ali Chaidir, Badan Hukum, (Bandung: Alumni, 1991), hlm 17.
32
Arif Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hlm 89.
30
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
31
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
32
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
33
Paon Muhammad Fariz, Penafsiran Konsep Pengusaaan Negara Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 dan
Putusan Mahkamah Konstitusi, www Jurnalhukum.Blogspot.Co.Id diakses 26 Februari 2020.
33
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
34
Undang-‐Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
35
Udhi Prasetya, Kedudukan mandiri Perseroan Terbatas Disertai Ulasan Menurut UU No 1 Tahun 1995
Tentang Perseroan Tebatas, (Bandung: PT Alumni, 1995), hlm 60.
34
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
35
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
38
Tulisan dalam seminar: Rasamala Aritonang, “Menuju Integritas Bebas Korupsi, Menilik Pengawasan
Perusahaan Negara” (makalah disampaikan pada Pada Seminar Alsa Legal Discussion, Unpad, Sumedang
tahun 2019)
36
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
37
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
40 Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary, (America West Thomson Group, 2010), hlm 212.
38
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
39
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
40
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Ali Chaidir, Badan Hukum, (Bandung:alumni, 1991).
Andi Hamzah, Korupsi Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991).
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasiondal Dan
Internasional, (Jakarta:Pt Rajagrafindo Persada, 2005).
Arif Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996).
Carl Joachim Frederich, The Philosophy Of Law I Historical Presfective, Second Esition,
Chicago:University Chicago Press, 1968 .
Dr. Leden Merpaung SH, Tindak Pidana Korupsi Pemberantasan Dan Pencegahan, (Jakarta:
Djambatan, 2004).
Drs. E Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana, (Surabaya:Pustaka Tinta Mas Cet, 2000).
Fockemma S J Andeae, Rechtsgeleerd Handwoordeboek, (Jakarta: Goningen, 1951).
Jawade Hafidz Asyad, Korupsi Dalam Prespektif Han, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013).
Leden Merpaung SH, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Diukum, (Jakarta: Sinar Grafika,
1991).
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008).
Notonegoro, Politik Hukum Dan Pembangunan Agraria, (Jakarta: Bian Aksara, 1984).
R Rufinus Hotmaulana Hutauruk, Penanggulangan Kejahatan Korporasi Melalui
Pendekatan Restroratif; Suatu Terobosan Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013).
Sentanoe Kertonegoro, Analisa Dan Manajemen Investasi Edisi 1 (Jakarta: PT Widya Press,
1995).
Setiyono, Kejahatan Korporasi, Cet Ke Ii Bayumedia, 2004
Sjahran Basah, Eksistensi Dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi Di Indonesia,
(Bandung: Alumni, 1985).
Udhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Ulasan Menurut UU No 1
Tahun 1995 Tentang Perseroan Tebatas, (Bandung: PT Alumni, 1995).
B. Makalah/Artikel/Hasil Penelitian
Indriayanto Seno Adji, Korupsi Kriminalisasi Kebijakan Negara Makalah Pada Rakernas
Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (Appsi) Bandung 2 Desember 2010
Modul Penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan, Departemen Keuangan RI 2007.
Nico Keijzer Ciminal Liability Of Corporation Under The Law Of The Netherlands, Bahan
Seminar Ukp4 Jakarta 2013.
Paon Muhammad Fariz, Penafsiran Konsep Pengusaaan Negara Berdasarkan Pasal 33
UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi, Www Jurnalhukum.Co.Id Akses Februari
2020.
Rasamala Aritonang, Pada Seminar Alsa Legal Discussion 2019, Menuju Integritas Bebas
Korupsi, Menilik Pengawasan Perusahaan Negara Di Universitas Padjadjaran.
41
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
Rusli Muhammad Jurnal Hukum No 1 Vol 1 1994 Yang Disadur Pada Tulisan Muladi:
Politik Kriminal Dalam Angka Penanggulangan Tindak Pidana Perbankan (Makalah
Tersebut Disajikan Pada Seminar Tidak Pidana Dibidang Perbankan Undip)Tanggal
11 Sd 12 Juni 1990.
V S Khanna, Corporate Mens Rea: A Legal Construct In Search Of A Rationale, Discussion
Paper No 200 Harvard Law School Cambridge 1996.
C. Internet
Black’s Law Dictionary, Noth Edition West Thomson Reuters Business 2009
Indonesia Corruption Watch, Studi Atas Unsur Merugikan Keuangan Negara Dalam
Delik Tindak Pidana Korupsi Diakses Melalui Laman Https://Antikorupsi.Org/Sites/
Default/Files/Doc/Umum/Icw_Unsur%20merugikan%20keuangan%20negara%20
dalam%20tipikor-Emerson.Pdf
Kamus Besar Bahasa Indonesia Diakses Melalui Laman Https://Www.Goo-
gle.Com/Search?Q=Kbbi&Oq=Kbbi&Aqs=Chrome..69i57j0l5.997j0j9&-
Sourceid=Chrome&Ie=Utf-8
The Lexicon Webste Dicionary, English-Language Institute Of America, Inc
Transparancy Internasional, Https://Databoks.Katadata.Co.Id/Datapublish/2020/01/23/
Indeks-Persepsi-Korupsi-Indonesia-Naik-2-Poin-Pada-2019. Diakses Pada 24 Febru-
ari 2020.
D. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana dalam perubahannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Perusahaan Negara
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Sebagaimana Diubah Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
42
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020
Rekonstruksi Problematika Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi:
Kajian Normatif Kedudukan Hukum Diametral Badan Usaha Milik Negara
BIODATA PENULIS
43
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020