Pembimbing :
Disusun Oleh :
i
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Pemeriksaan Dini Pendengaran
Disusun Oleh:
Isma Aulia Gustawi
119810026
Telah disetujui
Cirebon, Mei 2021
Pembimbing,
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkah dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Tujuan utama pembuatan referat ini adalah
untu mengetahui lebih dalam mengenai Pemeriksaan Dini Pendengaran serta melengkapi
syarat dalam menempuh program pendidikan profesi dokter di bagian Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala Leher.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karenanya
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan referat yang akan
datang, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi Pembaca
Penulis
i
DAFTAR ISI
Cover…………………………………………………………………………………i
Lembar Pengesahan………………………………...…….…………………………ii
Kata Pengantar………………………………………………………………………iii
Daftar Isi……………………………………………………………………………...iv
Bab I : Pendahuluan…………………………………………………………………1
1.1.Latar Belakang…………………………………………………………….1
KESIMPULAN …………………………………………………………………….28
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….29
i
BAB I
PENDAHULUAN
i
pendengaran ringan sampai sedang umumnya tidak terdeteksi sampai usia
48 bulan atau lebih.(5)
Gangguan pendengaran pada bayi dapt menjadi masalah bagi
perkembangan anak. Jika dibandingkan dengan anak normal, anak yang
mengalami gangguan pendengaran akan mengalami kesulitan dalam belajar
bahasa serta kemampuan komunikasi. Gangguan pendengaran pada anak
terkait dengan keterlambatan berbahasa, belajar dan kemampuan berbicara
serta pencapaian hasil belajar yang rendah. Gangguan pendengaran pada
anak juga akan menjadi masalah terkait dengan permasalahan perilaku,dan
buruknya kemampuan adaptasi anak pada lingkungan.(6)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal
Telinga1
3
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Ø Batas luar : Membran timpani
Ø Batas depan : Tuba eustachius
Ø Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
Ø Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
Ø Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
Ø Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval
window),tingkap bundar (round window) dan
promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars
flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier
dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam1.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut
umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran
timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus
longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehinggadidapatkan
bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk
menyatakan letak perforasi membrane timpani1.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun
dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam
telinga tengah saling berhubungan .Prosesus longus maleus melekat pada
membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes.
4
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian1.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina
propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam
telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang
mempunyai fungsi konduksi suara. Maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel
selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah
dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah1.
5
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli2.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap2.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran
ini terletak organ corti2.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti2.
Gambar 2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga
Dalam2
6
Koklea
Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. Koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang
mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari
pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh
dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea.
Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea.
Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian atas)
dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea.
Tempat ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan
skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina
spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane yang dinamakan
membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang
dibatasi oleh:2
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea
Saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang
berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini,
terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf2.
7
membrane basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis
ossea berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea.
Sebaliknya nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea2.
Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga
berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale)
yang berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot
plate) dari stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian
membrane sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus
berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang
bercabang melalui duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari
duramater, yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini
dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu2.
8
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli2.
Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus
satu sama lain. Didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang
terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan
antrum mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis
horizontalis (lateralis)2.
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania
media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia
arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis
superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang
letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis2.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis
semisirkularis ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf.
Didalam kanalis semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat
melebarnya kanalis semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini
dinamakan ampulla2.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista
ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel
persepsi ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang
mencapai atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla2.
9
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris
dan membran tektoria3. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter
ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di
lobus temporalis4,5
10
Organ corti menumpang pada basilaris, sehingga sel-sel rambut juga
bergerak naik turun sewaktu basilaris bergetar. Rambut-rambuttersebut akan
membengkok ke depan belakang sewaktu basilaris menggeser posisinya pada
sehingga menyebabkan saluran-saluran ion gerbang mekanis terbuka dan tertutup
secara bergantian. Hal ini mengakibatkan perubahan potensial berjenjang di
reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga
terjadi perubahan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Gelombang
suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dipersepsikan otak sebagai sensasi
suara.5
2.2 PERKEMBANGAN AUDITORIK PADA MANUSIA
11
2.3 PENYEBAB GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI/ANAK
B. Masa Perinatal
C. Masa Postnatal
Hal ini dapat terjadi akibat adanya infeksi bakteri atau virus seperti
rubella,campak, parotis, infeksi otak, perdarahan pada telinga tengah
dan trauma temporal. (1)
12
2.4 SKRINING PENDENGARAN PADA BAYI
13
- Sindroma yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang
progresif seperti usher syndrom,neurofibromatosis,osteoporosis.
- Adanya kelainan neurodegeneratif seperti hunter syndrome dan kelainan
neuropati sensomotorik misalnya friederich’s ataxia, charcot-marie tooth
syndrome
- Trauma kapitis
- Otitis media yang menetap dan berulang disertai efusi telinga tengah
minimal 3 bulan.
Bayi yang mempunyai salah satu faktor risiko diatas mempunyai kemungkinan
ketulian 10,2 kali lebih besar. Bila terdapat 3 buah faktor risiko, kecenderungan
menderita ketulian diperkirakan 63 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang
tidak memilki faktor risiko.
Perkiraan adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak dapat dilihat
berdasarkan kemampuan bicara pada anak. perkiraan adanya gangguan
pendengaran pada bayi dan anak berdasarkan kemampuan bicara dapat dilihat
jika(1):
a) Usia 12 bulan : anak belum mampu mengoceh (babling) atau
meniru bunyi
b) Usia 18 bulan : tidak dapat menyebutkan 1 kata yang mempunyai
arti
c) 24 bulan : perbendaharaan kata kurang dari 10 kata
d) 30 bulan : belum dapat merangkai kata-kata
Skrining yang dapat dilakukan untuk mendetesi gangguan pendengaran pada
bayi sebelum dilakukan tes pendengaran. Adapun metode-metode pendekatan
yang dapat dilakukan antara lain :
1) Family Questionaries
Merupakan metode dimana orang tua atau perawat bayi/anak ditanyakan mengenai
respon bayi terhadap suara dan perkembangan wicara. Bayi yang memiliki respon
buruk terhadap suara dan perkembangan wicara dapat dijadikan sebagai rujukan
14
untuk dilakukan pemeriksaan audiologi(13)
2) Behavioral Measure
Melalui tahapan ini, bayi yang diperiksa akan dinilai responnya terhadap
behavioural measuring devices ( mulai dari penanda suara yang sederhana
sampai penanda suara yang kompleks ) dapat diidentifikasi jika terdapat
gangguan pendengaran. (13)
3) Physiological Measures
Pada pemeriksaan ini metode Otoacoustic Emission (OAE) dan Auditory
Brainstem Response (ABR) merupakan pemeriksaan yang direkomendasikan
efektif untuk skreening gangguan pendengaran pada bayi dan anak-anak. (13)
Meskipun tanpa menggunakan alat pemeriksaan yang mungkin sulit didapatkan,
orang tua dapat secara sederhana melakukan skrining pendengaran kepada
anaknya dengan memberikan stimulus suara dan memperhatika respon anak
terhadap stimulus tersebut. Berikut ini adalah respon normal yang diberikan
bayi dan anak terhadap stimulus suara berdasarkan kelompok umurnya. (14)
a. Respon neonatal
Selama minggu pertama kehidupan, respon bayi terhadap suara keras adalah
dengan refleks terkejut. Respon ini termasuk aural palpebra reflex, perubahan
pada denyut jantung, dan pola dari pernapasan, sentakan kepala ke belakang,
respon menangis, gerakan tubuh (refleks morrow) atau kadang-kadang
penghentian aktifitas. Nada murni antara 500-4000Hz dengan intensitas 85-
95dB dapat menimbulkan refleks ini pada neonatus sampai umur 2 minggu. (14)
b. Respon pada bayi di bawah 4 bulan
Pada usia ini mulai memperhatikan suara dan merespon dengan diam dan
mendengarkan. Pada usia 4 bulan, bayi diam dan tersenyum untuk merespon
suara orang tuanya, bahkan ketika sumber suara tak terlihat. Respon in terutama
muncul pada suara keras dan tidak tetap pada suara yang lebih tenang. (14)
15
c. Respon pada usia 4-6 bulan
Pada usia ini bayi mulai menggerakkan kepala ke sumber suara dengan lebih
konsisten. Respon ini terjadi juga pada intensitas suara yang rendah(14)
d.Respon pada usia 7-9 bulan
Pada usia ini anak dapat menentukan lokasi suara intensitas rrendah secara tepat
pada arah horizontal.Anak akan bergerak ke arah suara orang tuanya yang
berada di luar kamar dan mencari sumber suara yang menarik perhatiannya.
Anak juga akan berceloteh nyaring dan mulai untuk meniru suara-suara dengan
lebih jelas. (14)
e. Respon pada usia 10-12 bulan
Pada usia ini, anak dapat melokalisasi suara intensitas rendah pada berbagai
tempat bila ia tidak terlalu sibuk dengan kegiatan lain. Pengucapan kata-kata
mulai perkembang untuk kata-kata tunggal seperti namanya, kata tidak, dan
objek yang telah dikenal baik olehnya. (14)
f. Respon pada usia 13-24 bulan
Anak pada usia ini mampu melokalisasi suara secara cepat tetapi mulai dapat
mengantisipasi dan mengamati sumber suara selama uji tingkah laku dilakukan.
Terjadi perkembangan dalam pemahaman kata-kata, juga beberapa anak usia 18
bulan dapat mengenali beberapa bagian tubuh. (14)
g. Respon pada usia lebih dari 2 tahun
Pada usia ini anak biasanya akan bereaksi terhadap rangsangan suara yang
pertama diberikan, dan akan mengabaikan suara yang diberikan berikutnya.(14)
16
2.5 PROGRAM SKRINING PENDENGARAN PADA BAYI
Gambar 2 . Timpanometer(21)
Melalui probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga
dapat diketahui besarnya tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara
yang dipantulkan kembali (ke arah luar) oleh gendang telinga. Pada orang
dewasa atau bayi berusia diatas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi
226 Hz. Khusus untuk bayi di bawah usia 6 bulan tidak digunakan probe
tone 226 Hz karena akan terjadi resonansi pada liang telinga tengan
sehingga harus digunakan probe tone frekuensi tinggi (668,678 atau 1000
hz). (1)
Gambar 3. Timpanogram
Pada telinga sehat, OAE yang timbul dapat dicatat secara sederhana dengan
memasang probe (sumbat) dari bahan spons berisi mikrofon mini ke dalam
liang telinga untuk memberi stimulus akustik dan untuk menerima emisi yang
dihasilkan koklea tersebut. Bila terdapat gangguan pada saat suara
dihantarkan dari telinga luar seperti debris/serumen, gangguan pada telinga
tengah seperti otitis media maupun kekakuan membran timpani, maka
stimulus akustik yang sampai ke koklea akan terganggu dan akibatnya emisi
yang dibangkitkan dari koklea juga akan berkurang. Alat OAE didesain
secara otomatis mendeteksi adanya emisi (pass/ lulus) atau bila emisi tidak
ada/berkurang (refer/rujuk), sehingga tidak membutuhkan tenaga terlatih
untuk menjalankan alat maupun menginterpretasikan hasil. EOAE
merupakan respons elektrofisiologik koklea terhadap stimulus akustik,
berupa bunyi jenis clicks atau tone bursts. Respons tersebut dipancarkan ke
arah luar melalui telinga tengah, sehingga dapat dicatat oleh mikrofon mini
yang juga berada di dalam probe di liang telinga. EOAE dapat ditemukan
pada 100% telinga sehat, dan akan menghilang/berkurang pada gangguan
pendengaran yang berasal dari koklea. EOAE mempunyai beberapa
karakteristik yaitu dapat diukur pada fungsi koklea yang normal bila tidak ada
kelainan telinga luar dan tengah; bersifat frequency specific (dapat
mengetahui tuli pada frekwensi tertentu); pada neonatus dapat diukur
frekuensi dengan rentang yang luas yaitu frekuensi untuk bicara dan bahasa
(500-6000 kHz). OAE tidak muncul pada hilangnya pendengaran lebih dari
30-40 dB.2,12,,20-2 EOAE dipengaruhi oleh verniks kaseosa, debris dan
kondisi telinga tengah (cavum tympani), hal ini menyebabkan hasil refer 5-
20% bila skrining dilakukan 24 jam setelah lahir.9 Balkany seperti dikutip
dari Chang dkk melaporkan neonatus berusia kurang dari 24 jam liang
telinganya terisi verniks caseosa dan semua verniks caseosa ini akan dialirkan
keluar dalam 24-48 jam setelah lahir. Sehingga angka refer < 3% dapat
dicapai bila skrining dilakukan dalam 24-48 jam setelah lahir. Bonfils dkk
melaporkan maturasi sel rambut luar lengkap terjadi setelah usia gestasi 32
minggu.(4)
EOAE merupakan respons elektrofisiologik koklea terhadap stimulus
akustik, berupa bunyi jenis clicks atau tone bursts. Respons tersebut
dipancarkan ke arah luar melalui telinga tengah, sehingga dapat dicatat oleh
mikrofon mini yang juga berada didalam probe di liang telinga. EOAE dapat
ditemukan pada 100% telinga sehat, dan akan menghilang/berkurang pada
gangguan pendengaran yang berasal dari koklea.19 EOAE mempunyai
beberapa karakteristik yaitu dapat diukur pada fungsi koklea yang normal bila
tidak ada kelainan telinga luar dan tengah; bersifat frequency specific (dapat
mengetahui tuli pada frekwensi tertentu); pada neonatus dapat diukur
frekuensi denganrentang yang luas yaitu frekuensi untuk bicara dan bahasa
(500- 6000 kHz).11 OAE tidak muncul pada hilangnya pendengaran lebih
dari 30-40 dB.(4)
Pemeriksaan OAE juga dimanfaatkan untuk memonitor efek negatif
dari obat ototoksik, diagnostik neuropati auditorik, membantu proses
pemilihan alat bantu dengar, skrining pemaparan bising (noise induced
hearing loss) dan sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus-kasus yang
berkaitan dengan gangguan koklea.(1)
C. Auditory Brainstem Response (ABR)
Merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi nervus VIII dan jalur
pendengaran di batang otak dengan merekam potensial listrik yang
dikeluarkan sel koklea selama menempuh perjalanan mulai telinga dalam
hingga nukleus tertentu di batang otak(4).
Cara pemeriksaan :
ABR tidak terpengaruh oleh debris di liang telinga luar dan tengah
namun memerlukan bayi dengan keadaan tenang, karena dapat timbul artefak
akibat gerakan. ABR dapat mendeteksi adanya tuli konduktif dan tuli
sensorineural. Sensitivitas 100%dan spesifitas 97-98%. (4)
KESIMPULAN
Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan wicara,
berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Skrining pendengaran pada bayi
dapat dimulai dengan mengidentifikasi faktor risko pada bayi serta menilai ada
tidaknya keterlambatan perkembangan wicara pada bayi. Adapun metode
pemeriksaan gangguan pendengaran pada bayi yang dapat dilakukan diantaranya
Behavioral Observation Audiometry (BOA), Visual Reinforcement Audiometry,
Timpanometri, Otoacoustic Emission (OAE). Otoacoustic emissions (OAE), Auditory
Brainstem Response (ABR), , dan/atau automated auditory brainstem response
(AABR) direkomendasikan sebagai metode skrining pendengaran pada neonatus.
The joint committee on infant Hearing tahun 2000 merekomendasikan pemeriksaan
baku pada skrining pendengaran pada bayi adalah Otoacoustic emissions (OAE)dan
automated auditory brainstem response (AABR).
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-6. Richard
S. Snell; alih bahasa, Liliana Sugiharto; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati
Hartanto. Jakarta: EGC , 2006
2. Seeley, Stephen, Tate. Respiratory System. Anatomy and Physiology. Chapter
23.The McGraw-Hill Companies. 2004
3. Guyton A.C and Hall,J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi-12. Singapure:
Elsevier: 2014.
4. Sherwood, L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem Edisi-8. Jakarta: EGC: 2014.
5. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggirokan, Kepala, Dan Leher Edisi Ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2014.
6. Suwento Ronny dkk. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak. In: buku ajar
ilmukesehatan telinga,hidung,tenggorok,kepala, dan leher FKUI ed. Ketujuh. balai
penerbit FKUI : Jakarta.2012.
7. Anderson KL. The charge of the task force was to develop evidence-based
recommendations for screening hearing of children age 6 months through high
school. American Academy of Audiology Childhood Hearing Screening
Guidelines.US:2011
8. Hyde ML. Newborn Hearing Screening Programs: Overview. The Journal of
Otolaryngology, Volume 34, Supplement 2, August 2005
9. Rundjan Lily, dkk. Skrining Gangguan pendengaran pada neonatus resiko tinggi.
In:Sari Pediatri vol.6. 2005.Pg;149-154.
10. Delaney MA. Newborn Hearing Screening.[diakses tanggal 8 Maret 2014].
Availablefrom : http://emedicine.medscape.com/article/836646-overview#showall
11. Nelson HD. Universal Newborn Hearing Screening:Systematic Review to Update
the2001U.S. Preventive Services Task Force Recommendation. AHRQ Publication
No. 08-05117-EF-1.July:2008
12. Boies R.L. in effendi H, santoso K. Penyakit Telinga Luar Boies Buku Ajar Penyakit
THT (BOIES Fundamentalof otolaringology), ed 6. penerbit buku kedokteran, hal
84-85
13. Sadler, T.W., Langman’s Medical Embryology, Sadler: Montana. 2005,
Hal. 403- 414
14. Soertirto I dan Bashiruddin J in Soepardi A.E iskandar N edt. Gangguan
Pendengaranin buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung dan tenggorokan
kepala leher, ed 6, FKUI2007, Hal 10-16
15. Menner Albert L. A Pocket Guide To The Ear. New York. 2006. Hal. 26-33
xxx