Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS KRONIK

“OSTEOARTHRITIS”

Tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kedokteran Keluarga dan Komunitas di Puskesmas Talun Kabupaten Cirebon

Disusun Oleh :
Isma Aulia Gustawi 119810026

Pembimbing :
dr. Hj. Melly Dwi Bastian, M.Kes
dr. Syarifah

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KELUARGA DAN


KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus kronik yang berjudul
“OSTEOARTHRITIS”. Penulisan Laporan Kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Keluarga dan Komunitas di
Puskesmas Talun Kabupaten Cirebon. Kami menyadari sangatlah sulit bagi kami untuk
menyelesaikan tugas ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sejak
penyusunan sampai dengan terselesaikannya laporan kasus ini. Bersama ini kami
menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada:

1. dr. Hj. Melly Dwi Bastian., M.Kes selaku Kepala Puskesmas Talun beserta
jajarannya yang telah memberikan sarana dan prasarana kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar.
2. dr. Syarifah selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan
pikiran untuk membimbing kami dalam penyusunan laporan resume kegiatan
pendampingan pasien isoman covid-19.
3. Serta pihak lain yang tidak mungkin kami sebutkan satu-persatu atas bantuannya
secara langsung maupun tidak langsung sehingga penyusunan laporan resume
kegiatan pendampingan pasien isoman covid-19 ini dapat terselesaikan dengan
baik.

Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Cirebon, September 2021

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS KRONIK
“OSTEOARTHRITIS”

Diajukan untuk kegiatan belajar mandiri di UPTD Puskesmas Talun dan sebagai
persyaratan kelulusan pendidikan profesi dokter stase Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Gunung Jati Cirebon

Telah disetujui untuk disahkan


Pada tanggal : September 2021

Disusun oleh :
Isma Aulia Gustawi
119810026

Cirebon, September 2021

Kepala Puskesmas Dokter Pembimbing

dr. Hj. Melly Dwi Bastian, M.Kes dr. Syarifah

3
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Tn. I
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 64 Tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Blok Blancir Wetan Desa. Cempaka Kec. Talun

Tanggal Pemeriksaan : 23 Agustus 2021

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien pada hari Senin, 23 Agustus 2021 di
ruang tunggu pasien Puskesmas Talun.
Ø Keluhan Utama
Nyeri pada kedua lutut
Ø Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pria berusia 56 Tahun datang ke Puskesmas Talun dengan keluhan
nyeri pada kedua lutut sejak 3 hari sebelum pemeriksaan. Nyeri awalnya
dikatakan hilang timbul namun sekarang nyeri dirasakan menetap. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terlokalisir pada lutut kiri dan kanan.
Nyeri dirasakan sangat berat oleh pasien hingga pasien tidak dapat
beraktivitas. Nyeri pada lutut dirasakan memberat terutama jika pasien
berjalan, berdiri agak lama atau bangun dari posisi jongkok. Keluhan juga
dikatakan memberat saat pagi dan tidak membaik jika pasien beristirahat.
Pasien mengatakan sering merasakan nyeri pada lutut sejak sekitar 3 tahun
yang lalu, awal mula nyeri lutut di sebelah kanan lalu tak lama disusul nyeri
di lutut kiri nya dan sudah memperoleh pengobatan dari dokter.

4
Pasien juga mengeluh lutut kiri dan kanannya agak kaku sehingga sulit untuk
digerakkan. Kaku dikatakan bersamaan dengan timbulnya rasa nyeri pada
lutut dan dirasakan sekitar 5-10 menit kemudian hilang. Kaku dirasakan
biasanya pada pagi hari saat bangun dari tidur dan setelah pasien duduk lama.
Riwayat demam dan pusing disangkal oleh pasien.
Ø Riwayat Pengobatan
Sejak 3 tahun yang lalu pasien mengatakan hanya memeriksakan diri ke
dokter puskesmas dan berobat ke rumah sakit dengan membawa rujukan
dari puskesmas akibat keluhan nyeri-nyeri pada lututnya tidak hilang
setelah berobat dari puskesmas. Obat-obatan tersebut hanya diminum jika
terdapat keluhan saja. Pasien lupa dengan apa nama obat yang biasa
diminum.
Ø Riwayat Penyakit Dahulu
• Pasien sudah sering mengalami sakit pada lututnya sejak 3 tahun yang
lalu. Pasien juga mengatakan sudah pernah berobat ke rumah sakit.
• Riwayat jatuh atau kecelakaan yang menimpa lutut kanan maupun kiri
pasien disangkal.
• Riwayat hipertensi (+), baru diketahui ketika pasien berobat dengan
keluhan lutut nya yang sakit
• Riwayat diabetes mellitus disangkal
• Riwayat penyakit jantung disangkal
Ø Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat penyakit yang sama pada keluarga tidak diketahui
• Riwayat tekanan darah tinggi pada keluarga tidak diketahui
• Riwayat penyakit diabetes pada keluarga tidak diketahui
• Riwayat penyakit jantung pada keluarga tidak diketahui
Ø Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya. Perekonomian pasien
bergantung pada istri nya yang bekerja sebagai pedagang surabi dan anak
pertamanya yg bekerja. Dahulu pasien bekerja sebagai kuli bangunan
namun sekarang sudah tidak bekerja akibat sakit yang dialaminya. Aktivitas

5
pasien juga terhambat seperti tidak bisa solat dengan gerakan yang
sempurna.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Ø Berat badan : 55 kg
Ø Tinggi badan : 150 cm
Ø IMT : 24,4
Ø Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Ø Kesadaran : Composmentis
Ø Tanda-Tanda Vital
• Tekanan darah : 130/90 mmHg
• Nadi : 89 x/menit, reguler
• Respirasi : 20 x/menit, reguler
• Suhu : 36,8°C
Ø Kesan Gizi : baik
Ø Kepala
• Kepala : Normosefal
• Rambut : Putih beruban, distribusi merata, tidak ada kelainan kulit
kepala
• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Hidung : Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)
• Mulut : Bibir dan mukosa lembab
• Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, JVP 5±2
Ø Thoraks
a. Pulmo
• Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas simetris
• Palpasi : Nyeri tekan (-), massa -/-, fremitus taktil kanan =
kiri
• Perkusi : Sonor seluruh lapang abdomen
• Auskultasi : vesikuler +/+ , rhonki -/-, wheezing -/-

6
b. Cor
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : ictus cordis kuat angkat, tidak teraba thrill
• Perkusi : Batas Jantung:
Batas kanan jantung : ICS IV linea parasternal dextra
Batas pinggang jantung : ICS III linea midclaviculla sinistra
Batas apex jantung : ICS V linea midclavicula sinistra
• Auskultasi: BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
Ø Abdomen
• Inspeksi : Cembung (-), massa (-), bekas luka (-)
• Auskultasi : Bising usus (+) normal 15x/menit
• Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
• Palpasi : Tidak ada nyeri tekan di seluruh region
epigastrium
Ø Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), Nyeri tekan
(+/+)

D. Status lokalis a/r genu dextra et sinistra


- Inspeksi : berjalan terbata-bata (pincang), bengkak (-/-),
hiperemis (-/-)
- Palpasi : kelemahan otot (+/+), krepitasi (+/+), nyeri tekan
(+/+), hangat (-/-)

E. Usulan Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan lab darah lengkap
- Radiologi foto rontgen genu dextra et sinistra

F. Resume
Seorang pria berusia 56 Tahun datang ke Puskesmas Talun dengan keluhan
nyeri pada kedua lutut sejak 3 hari sebelum pemeriksaan. Nyeri awalnya
dikatakan hilang timbul namun sekarang nyeri dirasakan menetap. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terlokalisir pada lutut kiri dan kanan. Nyeri
7
dirasakan sangat berat oleh pasien hingga pasien tidak dapat beraktivitas. Nyeri
pada lutut dirasakan memberat terutama jika pasien berjalan, berdiri agak lama
atau bangun dari posisi jongkok. Keluhan juga dikatakan memberat saat pagi
dan tidak membaik jika pasien beristirahat. Pasien mengatakan sering
merasakan nyeri pada lutut sejak sekitar 3 tahun yang lalu, awal mula nyeri
lutut di sebelah kanan lalu tak lama disusul nyeri di lutut kiri nya dan sudah
memperoleh pengobatan dari dokter.
Pasien juga mengeluh lutut kiri dan kanannya agak kaku sehingga sulit
untuk digerakkan. Kaku dikatakan bersamaan dengan timbulnya rasa nyeri
pada lutut dan dirasakan sekitar 5-10 menit kemudian hilang. Kaku dirasakan
biasanya pada pagi hari saat bangun dari tidur dan setelah pasien duduk lama.
Riwayat demam dan pusing disangkal oleh pasien.
Riwayat pengobatan dan sakit yang sama sejak 3 tahun yang lalu pasien
mengatakan hanya memeriksakan diri ke dokter puskesmas dan berobat ke
rumah sakit dengan membawa rujukan dari puskesmas akibat keluhan nyeri-
nyeri pada lututnya tidak hilang setelah berobat dari puskesmas. Obat-obatan
tersebut hanya diminum jika terdapat keluhan saja. Pasien lupa dengan apa
nama obat yang biasa diminum. Pasien juga memiliki riwayat sakit hipertensi,
baru diketahui ketika melakukan pengobatan lutut nya yang sakit. Pasien tidak
mengetahui riwayat penyakit pada keluarga nya.
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya. Perekonomian pasien bergantung
pada istri nya yang bekerja sebagai pedagang surabi dan anak pertamanya yg
bekerja. Dahulu pasien bekerja sebagai kuli bangunan namun sekarang sudah
tidak bekerja akibat sakit yang dialaminya. Aktivitas pasien juga terhambat
seperti tidak bisa solat dengan gerakan yang sempurna.
Pada pemeriksaan status fisik, status generalis dalam batas normal, status
lokalis a/r genu dextra et sinistra saat berjalan terbata-bata (pincang),
ditemukan kelemahan otot (+/+), krepitasi (+/+), nyeri tekan (+/+), bengkak
dan hiperemis tidak ditemukan

8
G. Diagnosis Banding
• Osteoarthritis
• Rheumatoid Arthritis
• Gout Arthritis

H. Diagnosis Kerja
Osteoarthritis genu bilateral

I. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
• Natrium Diclofenac 3 x 50 mg
• Vitamin B1 2 x 50 mg
2. Edukasi
• Edukasi mengenai penyakit yang diderita
• Mengurangi aktivitas/pekerjaannya serta olahraga ringan untuk
peregangan otot
• Menjaga berat badan ideal
• Pasien disarankan untuk kontrol kembali

PEMERINTAH KABUPATEN CIREBON


DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS TALUN
Nama Dokter : Isma Aulia Gustawi

R / Natrium diclofenac 50 mg Tab No. IX


ɭ 3 dd 1 Tab p.c
R/ Vitamin B1 50 mg Tab No. IX
ɭ 2 dd 1 Tab p.c

Pro : Tn. I
Umur : 64 Th
Alamat : Cempaka
9
J. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanasionam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sendi


Sendi merupakan pertemuan antara dua tulang atau lebih. Sendi
memberikan adanya segmentasi pada rangka manusia dan memberikan
kemungkinan variasi pergerakan diantara segmen-segmen. Fungsi anggota
gerak sangat tergantung dari permukaan sendi, sehingga apabila terdapat
kelainan atau penyakit maka akan menimbulkan gangguan pergerakan.1
Klasifikasi Junctura :
1. Junctura cartilaginea
- Primer : tulang-tulangnya disatukan oleh selempeng atau sebatang
cartilago hialin (costae I dan manubrium sterni)
- Sekunder : tulang-tulangnya disatukan oleh selempeng atau
sebatang cartilago fibrosa dan facies artikularis diliputi oleh selapis
tipis cartilago hialin (corpus vertebrae dan symphisis pubis).
2. Junctura fibrosa
Permukaan tulang yang bersendi dihubungkan oleh jaringan fibrosa
sehingga kemungkinan geraknya sangat sedikit (sutura tengkorak dan
articulatio tibiofibularis).
3. Junctura synovialis
Facies tulang diliputi oleh selapis tipis cartilago hialin dan ujungnya
dipisahkan oleh rongga sendi. Rongga sendi dibatasi oleh membrana
synovialis. Dibagian luarnya dilindungi oleh capsula icularis.
Mendapatkan pelumas yang disebut synovia.

2.2 Definisi
Osteoarthritis (OA) (dari kata latin osteo : tulang, arthro : sendi, itis:
inflamasi) merupakan proses terjadinya inflamasi kronik pada sendi
sinovium, dan kerusakan mekanis pada kartilago sendi dan tulang.
Berlangsungya proses perlunakan dan disintegrasi tulang rawan sendi
secara progresif, disertai dengan pertumbuhan baru tulang dan tulang rawan

11
pada perbatasan sendi (osteofit). Terjadinya pembentukan kista dan
sklerosis pada tulang sub-chondral, disertai sinovitis ringan dan fibrosis
kapsuler.2
Kasus OA seringkali disebut sebagai penyakit weight-bearing joint
(misal pinggul dan lutut). Karena sebagian besar pembebanan pada sendi
sinovium bukan dari massanya melainkan dari kontraksi pada otot
periartikular. Suatu kondisi yang juga dapat mengakibatkan gangguan pada
otot periartikular. Karenanya kasus OA lebih tepat dianggap sebagai
penyakit load-bearing joint.2
Semua pasien memiliki sendi yang berisiko mengalami OA, namun
peluang untuk terjadinya OA tergantung kepada abnormalitas struktur, dan
kemampuan untuk melindungi sendi dari tekanan mekanis yang
berlebihan.1,2

2.3 Epidemiologi
Menurut AAOS (American Academy of Orthopaedic Surgeons),
insidens osteoartritis lutut di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 240
orang per 100.000 tiap tahunnya. Sepanjang tahun 2009, lebih dari sebelas
juta kunjungan rawat jalan merupakan kasus osteoartritis. Diperkirakan
pada tahun 2010, hampir sepuluh juta orang dewasa mengalami gejala
osteoartritis lutut.1
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang
paling umum di dunia. Prevalensi osteoarthritis (OA) lutut radiologis di
Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada laki-laki dan 12,7%
pada perempuan. Diperkirakan 1-2 juta orang lanjut usia di Indonesia
menderita cacat karena OA. Pada tahun-tahun mendatang tantangan
terhadap dampak OA akan lebih besar karena semakin banyaknya populasi
yang berumur tua.3

2.4 Etiologi
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit gangguan homeostasis dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago

12
yang penyebabnya belum jelas diketahui. Berdasarkan penyebabnya, OA
dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer
disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang etiologinya tidak diketahui dan
tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan
lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA primer, merupakan OA
yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan endokrin, metabolik,
pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), jejas mikro dan makro serta
immobilisasi yang terlalu lama. Kasus OA primer lebih sering ditemukan
dibandingkan dengan OA sekunder.1

2.5 Faktor Risiko


1. Usia
Dari semua faktor risiko, faktor usia adalah yang terkuat. Prevalensi dan
beratnya osteoarthritis (OA) semakin meningkat dengan bertambahnya
usia. OA tidak pernah terjadi pada anak-anak, jarang pada umur
dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun. Hal ini
disebabkan karena adanya hubungan antara usia dengan penurunan
kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.3,4
2. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoarthritis (OA) lutut dan OA banyak
sendi. Pria lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher.
Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama
antara pria dan wanita, tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause)
frekuensi OA lebih banyak pada wanita. Hal ini menunjukkan adanya
peran hormonal pada patogenesis OA.3
3. Suku Bangsa
Osteoarthritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat
perbedaan prevalensi pada pola sendi yang mengalami osteoarthirits.
Hal ini berkaitan dengan perbedaan gaya hidup maupun perbedaan pada
frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.3

13
4. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthritis (OA).
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk
unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen dan proteoglikan
berperan dalam timbulnya kecenderungan terjadinya OA.3,5
5. Obesitas
Seseorang dengan obesitas berisiko 2,96 kali lebih tinggi terkena OA
daripada orang dengan indeks massa tubuh normal; sedangkan
overweight memiliki risiko 2 kali lebih tinggi terkena OA.6 Obesitas
meningkatkan risiko OA dengan beberapa mekanisme, di antaranya
meningkatkan beban sendi terutama pada weight- bearing joint,
mengubah faktor perilaku seperti menurunnya aktivitas fisik yang
akhirnya menghilangkan kemampuan dan kekuatan protektif otot
sekitar sendi. Pada OA lutut, obesitas menyebabkan kelemahan otot–
6
otot di sekitar sendi lutut dan meningkatkan kasus artroplasti.
Pada pasien obesitas, jaringan lemak dapat juga ditemukan di belakang
patella di area sendi lutut, biasa disebut infrapatellar fat pad, jaringan
lemak ini dapat menghasilkan adipokin, yaitu sitokin yang dihasilkan
sel lemak, seperti leptin, adiponektin, resistin, dan visfatin. Adipokin ini
dapat mengalami disregulasi yang dapat mensekresikan faktor–faktor
6
proinflamasi.
6. Cedera Sendi (Trauma), Pekerjaan dan Olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus-
menerus berkaitan dengan peningkatan risiko osteoarthritis (OA)
tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olahraga yang sering
menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih
tinggi. Peningkatan risiko OA lutut dapat dijumpai pada atlet sepak bola,
pelari jarak jauh dan pemain tenis.3,5
7. Faktor-faktor Lain
Tingginya kepadatan tulang dapat meningkatkan risiko timbulnya
osteoarthritis (OA). Tulang yang lebih padat tak membantu mengurangi
benturan beban yang yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya
14
tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga
berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari (yang
umumnya mempunyai tulang yang lebih padat) dan kaitan negatif antara
osteoporosis dan OA.3

2.6 Gejala Klinis


a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri
yang melebihi gerakan lain. Umumnya bertambah berat dengan semakin
beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi
kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan)
maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja). 2,3
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago
pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar
kartilago. 2,3
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika
osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembus bagian dasar tulang
hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang.
Hal ini menimbulkan nyeri. 2,3
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri. 2,3
c. Kaku sendi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul saat setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil
dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
2,3

15
d. Krepitasi
Krepitasi timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum dijumpai pada
pasien osteoarthritis (OA) lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa.2,3

e. Pembesaran sendi (deformitas)

Pasien menunjukkan bahwa salah satu sendinya (terbanyak di lutut


atau tangan) secara perlahan membesar. 2,3

f. Tanda – tanda peradangan

Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan


gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai
pada osteoarthritis (OA) karena adanya synovitis. Biasanya tanda–
tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang
lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut. 2,3

g. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyulitkan pasien dan merupakan


gangguan untuk kemandirian pasien osteoarthritis (OA), terlebih pada
pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri
karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut. 2,3

2.7 Diagnosis
Diagnosis OA didasarkan pada gambaran klinis yang dijumpai dan hasil
radiografis.5
a. Anamnesis
- Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual).
- Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila
disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang
minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit).
- Tidak disertai gejala sistemik.
- Nyeri sendi saat beraktivitas.
- Sendi yang sering terkena:
16
1. Sendi tangan: Carpo-metacarpal (CMC I), Proksimal interfalang
(PIP) dan Distal interfalang (DIP)
2. Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP I).
3. Sendi lain: lutut, vertebrae servikal dan lumbal, dan coxae.2
Faktor risiko penyakit :
- Bertambahnya usia
- Riwayat keluarga dengan osteoarthritis
- Aktivitas fisik yang berat
- Obesitas
- Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang
bersangkutan.2
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan fungsi sendi
- Nyeri saat malam hari (night pain).
- Gangguan pada aktivitas sehari-hari.
- Kemampuan berjalan.
- Lain-lain: risiko jatuh, isolasi sosial, depresi.
- Gambaran nyeri dan derajat nyeri (skala nyeri yang dirasakan pasien).2

b. Pemeriksaan Fisik
- Tentukan BMI
- Perhatikan gaya berjalan
- Adakah kelemahan/atrofi otot
- Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi?
- Lingkup gerak sendi (ROM)
- Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan
- Krepitasi
- Deformitas/bentuk sendi berubah
- Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
- Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
- Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
- Pembengkakan jaringan lunak2

17
c. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Radiografi
Pada penderita osteoarthritis (OA), dilakukannya pemeriksaan
radiografi pada sendi yang terkena sudah cukup untuk memberikan
suatu gambaran diagnostik. Gambaran radiografi sendi yang
mendukung diagnosis OA adalah :7

- Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat


pada bagian yang menanggung beban seperti lutut).

- Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).

- Kista pada tulang.

- Osteofit pada pinggir sendi.

- Perubahan struktur anatomi sendi.

Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat


diberikan suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis
dikenal sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang membagi OA
dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat. Perlu diingat bahwa
pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat normal.7

Menurut Kellgren dan Lawrence, secara radiologis osteoarthritis


(OA) diklasifikasikan menjadi:7
1. Grade 0 : Normal
2. Grade 1 : Meragukan, dengan gambaran sendi normal,
terdapat osteofit minim
3. Grade 2 : Minimal, osteofit sedikit pada tibia dan patella dan
permukaan sendi menyempit asimetris.
4. Grade 3 : Moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa
tempat, permukaan sendi menyempit, dan tampak sklerosis
subkondral.
5. Grade 4 : Berat, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi
menyempit secara komplit, sklerosis subkondral berat, dan
kerusakan permukaan sendi.
18
Gambar 1. radiologis osteoarthritis menurut Kellgren dan Lawrence

Gambar 2. radiologis pada osteoarthritis lutut

19
Keterangan :
a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya
celah sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang
ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih)
menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah
terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

Gambar 3. radiologis pada osteoarthritis jari kaki


Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan
menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis,
dan pembentukan osteofit (panah).

20
Gambar 4. radiologis pada osteoarthritis pinggul
Keterangan : Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang
superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan
osteofit (panah).

• Pemeriksaan Laboratorium dan MRI


Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk menyingkirkan penyakit
sendi lain, karena tidak ada satupun yang spesifik untuk osteoarthritis
(OA). Pemeriksaan hematologi umumnya normal, jumlah leukosit dan
laju endap darah normal kecuali jika disertai infeksi lain. Cairan sendi
pada OA akan meningkat jumlahnya, berwarna kuning transparan,
kental, terdapat gumpalan musin, jumlah leukosit kurang dari
2.000/mm3 dan dapat juga ditemukan serpihan tulang rawan pada
tingkat lanjut penyakit.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu
untuk mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang
dilakukan sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena
sebagian besar gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan
pemeriksaan sinar-x.7

21
2.8 Diagnosis Banding
a. Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid artritis (RA) adalah penyakit autoimun progresif kronis
yang tidak diketahui penyebabnya. Hal ini ditandai dengan peradangan
persisten yang terutama mempengaruhi sendi perifer. Biasanya dimulai
sebagai artritis simetris yang berbahaya dan memiliki jalur yang tidak
dapat diprediksi dan bervariasi, meskipun rasa sakit dan kecacatan dapat
diminimalkan jika kondisi tersebut diketahui dini dan ditangani dengan
segera dan tepat.1,6
b. Arthritis Gout
Artritis gout merupakan salah satu penyakit metabolik (metabolic
syndrom) yang terkait dengan pola makan diet tinggi purin dan
minuman beralkohol. Penimbunan kristal monosodium urat (MSU)
pada sendi dan jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya
keradangan atau inflamasi pada gout artritis. Serangan artritis gout akut
terjadi ditandai dengan nyeri pada sendi yang berat dan biasanya bersifat
monoartikular.1,6

2.9 Patofisiologi
Osteoarthritis (OA) merupakan gangguan keseimbangan dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih
belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan
mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain
sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera. Mekanisme pertahanan sendi
diperankan oleh pelindung sendi yaitu: kapsula dan ligamen sendi, otot-otot,
saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen
sendi memberikan batasan pada rentang gerak (range of motion) sendi.3
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada
permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya kerusakan kartilago akibat
gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada
cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti
disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi.3 Ligamen

22
bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor yang
tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang
dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan
tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak.3
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari
pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi
memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk
menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres
yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi
tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke
seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima.
Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap tekanan yang
diterima.3 Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi
oleh cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang
yang terjadi ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan
berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi.3
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu kolagen
tipe dua dan aggrecan. Kolagen tipe dua terjalin dengan erat, membatasi
molekul–molekul aggrecan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrecan
adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan
memberikan kepadatan pada kartilago.
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis
seluruh elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit
menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin {Interleukin-1 (IL-1), Tumor
Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang
diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan
sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan
dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin, faktor
pertumbuhan, dan faktor lingkungan.3
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk
memecah kolagen tipe dua dan aggrecan. MPM memiliki tempat kerja di
matriks yang dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal

23
osteoarthritis (OA), aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga ke
bagian permukaan (superficial) dari kartilago.3
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi
pergantian matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu
proses degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis
prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki
efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan
mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan
menghambat sintesis aggrecan dan meningkatkan proses pemecahan protein
pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA.3
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian
matriks yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan
degradasi. Namun, pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi
memiliki metabolisme yang sangat aktif.3 Pada proses timbulnya OA,
kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan aggrecan dan kolagen tipe dua
yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrecan pada kartilago
akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur.3

Gambar 5. Perubahan sendi pada saat osteoarthritis lutut

24
Gambar 6. Sendi normal dan osteoartritis

2.10 Tatalaksana

Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan


oleh letak sendi yang mengalami osteoarthritis (OA) dan berat ringannya
OA sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh
karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasien secara
keseluruhan, agar penatalaksanaannya aman, sederhana, memperhatikan
edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin.8
Tujuan:
1. Mengurangi/mengendalikan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi
3. Mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari hari (ketergantungan
kepada orang lain) dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi

25
Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
1. Terapi Non-Farmakologis
a. Edukasi

Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien


dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang
dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin
parah, dan agar persendiannya tetap terpakai.2,3

b. Terapi fisik atau rehabilitasi

Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi


ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat
dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.2,7

c. Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat


osteoarthritis (OA). Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga
agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan penurunan
berat badan apabila berat badan berlebih. Minimum penurunan 5%
dari berat badan dengan target BMI 18,5-25.7

BMI dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

BMI = (Berat badan dalam kg) / (Tinggi badan dalam m2)

d. Olahraga
Olahraga membantu dalam menurunkan skala nyeri pada pasien
OA.7
e. Thermotherapy
Kompres air dingin membantu untuk mengurangi gejala OA. Air
dingin membantu untuk menguranga bengkak dan radang,
mengurangi rasa nyeri, dan kekakuan otot. Kompres air dingin bisa
dilakukan dalam 20 menit, 5 hari seminggu selama 2 minggu.7

26
2. Terapi Farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang
timbul, mengkoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi
manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi.2,8
a. Analgetik Oral
Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS), Inhibitor
Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen.
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada osteoarthritis (OA)
lutut, penggunaan OAINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif
daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas
OAINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap
menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada
OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS
adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan
inhibitor COX-2.
b. Analgesik Topikal
Analgesik topikal dengan mudah ditemukan dipasaran dan dijual
bebas. Umumnya pasien telah mencoba terapi dengan cara ini
sebelum memakai obat-obatan peroral lainnya. Contoh obat
analgetik topikal adalah kapsaisin yang mengurangi nyeri pada
ujung saraf lokal.
c. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat–obatan yang dapat menjaga
atau merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat–
obatan yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah tetrasiklin,
asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan.3
- Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai kemampuan untuk
menghambat kerja enzim MMP.
- Asam hialuronat disebut juga sebagai viscosupplement karena
manfaatnya memperbaiki viskositas cairan sinovial. Obat ini
diberikan secara intra-artikuler. Asam hialuronat memegang

27
peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan
melalui agregasi dengan proteoglikan.
- Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang
berperan dalam proses degradasi tulang rawan seperti
hialuronidase, protease, elastase dan katepsin.
- Kondroitin sulfat pada kasus osteoarthritis (OA) mempunyai
efek protektif terhadap terjadinya kerusakan tulang rawan
sendi yaitu memiliki efek anti inflamasi, efek metabolik
terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan dan anti
degradatif melalui hambatan enzim proteolitik.
d. Injeksi Intra Artikular atau Periartikular
Bukan merupakan pilihan utama dalam penanganan osteoarthritis
(OA). Indikasi suntikan intra artikular adalah untuk penanganan
simptomatik dengan steroid dan viskosuplementasi dengan
hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit.
- Steroid (Triamsinolone hexacetonide dan
Methylprednisolone) Hanya diberikan jika ada satu atau dua
sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi yang kurang
responsif terhadap pemberian OAINS, tidak dapat mentolerir
OAINS, atau ada kormobiditas yang merupakan
kontraindikasi terhadap pemberian OAINS. Tidak
dianjurkan melakukan penyuntikan lebih dari sekali dalam
kurun waktu 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi
besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut
adalah 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil
biasanya digunakan dosis 10 mg.
- Hyaluronan (High molecular weight dan low molecular
weight). Di Indonesia terdapat tiga sediaan injeksi
hyaluronan. Penyuntikan intra artikular biasanya untuk sendi
lutut (paling sering), sendi bahu dan coxae. Diberikan
berturut-turut 5-6 kali dengan interval satu minggu masing-
masing 2-2,5 ml hyaluronan.

28
3. Terapi Pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari – hari. Indikasi
untuk tindakan lebih lanjut:3
a. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis
inflamasi: bursitis, efusi sendi: memerlukan pungsi atau
aspirasi diagnostik dan teurapeutik (rujuk ke dokter ahli
reumatologi/bedah ortopedi).
b. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi
(merupakan kasus gawat darurat, resiko sepsis tinggi: pasien
harus dirawat di Rumah Sakit)
Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:
c. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap
atau bertambah berat setelah mendapat pengobatan yang standar
sesuai dengan rekomendasi baik secara non-farmakologik dan
farmakologik (gagal terapi konvensional).
d. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu
aktivitas fisik sehari-hari.
e. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan
gangguan tidur (sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup
mandiri, timbul gejala/gangguan psikiatri karena penyakit yang
dideritanya.
f. Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA
lutut.
g. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi
retinakular medial, distal patella realignment, lateral release.
h. Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut
terkunci/locking, tidak dapat jongkok/inability to squat): tanda
adanya kelainan struktur sendi seperti robekan meniskus: untuk
kemungkinan tindakan artroskopi atau tindakan

29
unicompartmental knee replacement or osteotomy/realignment
osteotomies.
i. Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full, medial
unicompartmental, patellofemoral and rarely lateral
unicompartmental) pada pasien dengan :
- Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu
- Kekakuan sendi yang berat
- Mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.3

Terapi pembedahan yang dapat dilakukan adalah :


a. Arthroplasty (Total Knee Replacement)
Total Knee Replacement atau yang disingkat TKR adalah prosedur bedah
yang dilakukan pada sendi lutut untuk mengganti bantalan tulang rawan pada
sendi lutut dengan bantalan buatan. Tindakan TKR dilakukan ketika sendi lutut
mengalami kerusakan yang amat berat akibat cedera olahraga ataupun radang
sendi. Tindakan ini diambil ketika sudah dilakukan pengobatan ataupun
penggunaan alat penyangga lutut namun sudah efektif lagi.
Total Knee Replacement diberikan untuk kondisi perkapuran stadium lanjut
atau grade IV, biasanya disertai dengan perubahan bentuk fisik dari kaki
menyerupai huruf ‘O’ atau ‘X’. Tindakan yang dilakukan adalah mengganti
sendi lutut menggunakan prothese. Meskipun lutut artifisial tidak sempurna
seperti sebelumnya, tetapi tindakan tersebut dapat memperbaiki kualitas hidup
pasien dengan hilangnya rasa nyeri, kekakuan sendi dan bentuk sendi yang
bengkok.
Dalam pembedahan penggantian total sendi lutut, bagian ujung-ujung
tulang diganti dengan bahan logam dan plastik (polyethylene). Permukaan
tulang rawan yang rusak akan dibuang, kemudian permukaan tulang tersebut
dilapisi dengan implant.
Indikasi utama adalah untuk mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh
osteoarthritis. Tujuan sekunder adalah untuk memperbaiki cacat dan
mengembalikan fungsi normal sendi.

30
b. Arthroskopi
Arthroskopi adalah tindakan melihat bagian dalam sendi menggunakan
kamera dengan lensa fiber optik melalui sayatan kulit yang sangat kecil.
Tindakan arthroskopi dilakukan untuk :
- Melihat dan mengetahui kelainan dalam sendi secara langsung
(diagnostik).

31
- Untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengobati suatu
kelainan sendi (terapeutik).

Arthtroskopi dapat dilakukan pada beberapa sendi antara lain : bahu,


pergelangan tangan, panggul, lutut dan pergelangan kaki. Tindakan ini relatif
aman bagi pasien termasuk mereka yang telah memasuki usia lanjut.

c. Sinovectomy
Sinovectomy adalah salah satu jenis radioterapi yang bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit akibat reaksi inflamasi
d. Osteotomy
Osteotomy adalah prosedur pengeluaran tulang yang dapat membantu
meluruskan kembali beberapa keadaan cacat (deformitas) pada pasien yang
pada umumnya memiliki penyakit pada bagian lutut.

32
BAB III
FARMAKOLOGI OBAT

A. Natrium Diklofenak
Pengertian
Natrium diklofenak merupakan salah satu OAINS derivat asam fenilasetat.
Selain antiinflamasi, natrium diklofenak juga mempunyai aktivitas lain sebagai
analgesik dan antipiretik. Senyawa ini merupakan inhibitor cyclooxygenase
nonselektif yang potensinya jauh lebih besar daripada indometasin, naproksen,
atau beberapa senyawa lain.
Natrium diklofenak sering digunakan untuk penanganan simptomatik jangka
lama pada artritis reumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa. Senyawa ini
mungkin juga berguna untuk penanganan jangka pendek cedera otot rangka
akut, bahu nyeri akut (bisipital tendinitis dan subdeltoid bursitis), nyeri
paskaoperasi, dan dismenorea.8

Farmakokinetik
Absorbsi
Penyerapan natrium diklofenak adalah 100% setelah konsumsi per oral, dan
konsentrasi puncak obat tercapai dalam waktu 2 jam. Makanan tidak
memengaruhi proses absorpsi obat. Meski demikian, makanan dapat
memperlambat absorpsi obat, yaitu sekitar 1‒4,5 jam, dan juga terjadi
penurunan kadar puncak obat dalam plasma darah, yaitu sekitar 30%. Obat
sediaan lepas lambat dan salut selaput memerlukan waktu sekitar 2‒5 jam untuk
mencapai konsentrasi puncak.8,9
Distribusi
Sekitar lebih dari 99% obat natrium diklofenak ini terikat pada protein serum,
terutama albumin. Volume distribusi obat adalah 1,4 L/kg. Distribusi obat yang
masuk ke dalam cairan sinovial adalah dengan cara berdifusi, dan dapat
dideteksi dua jam setelah obat masuk ke dalam tubuh. Namun, konsentrasi obat
tersebut lebih rendah daripada konsentrasinya dalam plasma darah.9

33
Metabolisme
Natrium diklofenak dimetabolisme di hepar menjadi beberapa metabolit,
dengan metabolit utamanya adalah 4-hydroxydiclofenac. Obat dan
metabolitnya akan menjalani proses glukuronidasi dan sulfasi, kemudian
disalurkan ke cairan empedu.9
Eliminasi
Waktu paruh terminal obat dalam bentuk tidak berubah adalah sekitar 2 jam.
Sekitar 65% dari dosis obat yang masuk ke dalam tubuh diekskresikan ke urine
dan sekitar 35% ke feses melalui sistem bilier.9

Farmakodinamik
Natrium diklofenak mengikatkan diri dan berkelat pada kedua isoform dari
enzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan 2 (COX-2). Hal ini akan menghalangi
konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin. Inhibisi natrium diklofenak
terhadap COX-2 akan meredakan rasa nyeri dan inflamasi, dan inhibisi obat
terhadap COX-1, dapat menimbulkan efek buruk terhadap gastrointestinal.
Natrium diklofenak dapat lebih aktif terhadap COX-2, daripada beberapa obat
lain golongan antiinflamasi nonsteroid yang mengandung asam karboksilat.10

Dosis
Dewasa umumnya takaran permulaan untuk dewasa 100-150 mg sehari. (4 kali
sehari). Pada kasus-kasus yang sedang 75-100 mg (3 kali sehari) juga untuk
anak-anak di atas usia 14 tahun 50-75 mg (2 kali sehari)9

B. Vitamin B1
Pengertian
Vitamin B1 atau tiamin adalah vitamin yang berperan dalam penggunaan
karbohidrat menjadi sumber energi bagi tubuh. Tiamin juga membantu menjaga
fungsi saraf agar tetap baik.Asupan vitamin B1 harian tubuh bisa didapatkan
melalui makanan atau suplemen.9

34
Farmakokinetik
Farmakokinetik vitamin B1 secara oral diabsorpsi dengan baik, dan
didistribusikan secara luas ke hampir seluruh jaringan.9
Absorpsi
Vitamin B1 berada dalam bentuk bebas dan konsentrasi yang rendah di lumen
usus. Absorpsi utamanya terjadi di bagian proksimal usus halus. Vitamin B1
secara cepat diabsorpsi dan ditransformasikan melalui proses fosforilasi
menjadi koenzim yang aktif yaitu tiamin pirofosfat. Konsentrasi puncak
vitamin B1 dalam plasma darah tercapai setelah 53 menit.
Absorpsi vitamin B1 yang terjadi di jejunum, pada konsentrasi rendah,
melibatkan proses fosforilasi, melalui sistem transport aktif. Pada konsentrasi
tinggi, absorpsi vitamin B1 terjadi melalui difusi pasif. Bioavailabilitas relatif
vitamin B1 adalah sekitar 5,3%.9
Distribusi
Vitamin B1 tesrsebar secara luas ke hampir seluruh jaringan tubuh, termasuk ke
ASI. Vitamin B1 tidak disimpan dalam tubuh. Transportasi vitamin B1 terjadi
melalui darah, baik pada eritrosit maupun plasma. Sekitar 90‒94% vitamin B1
terikat dengan protein.9
Metabolisme
Vitamin B1 dimetabolisme di hepar, dan menghasilkan metabolit-metabolit
aktif, yaitu tiamin pirofosfat, tiamin monofosfat, dan tiamin trifosfat. Tiamin
difosfat merupakan metabolit aktif utama, yang bertindak sebagai koenzim
dalam proses metabolisme karbohidrat, melalui reaksi transketolasi.9
Eliminasi
Proses defosforilasi vitamin B1 terjadi di ginjal. Apabila terdapat kelebihan
vitamin B1 bentuk bebas, maka akan segera dikeluarkan melalui urine. Pada
pemberian vitamin B1 dosis normal, sebagian besar ekskresinya ke urine adalah
dalam bentuk yang tidak berubah.9

Farmakodinamik
Vitamin B1 bereaksi dengan ATP untuk membentuk suatu koenzim yang aktif,
yaitu sebagai tiamin pirofosfat. Tiamin pirofosfat yang diperlukan untuk kerja
dari berbagai enzim, seperti piruvat dehidrogenase dan alfa ketoglutarat, pada
35
proses metabolisme karbohidrat, serta enzim transketolase yang berperan
penting pada jalur pentosa fosfat.
Vitamin B1 juga berperan pada proses metabolisme glukosa intraseluler, yaitu
menginhibisi kerja glukosa dan insulin pada proliferasi sel otot polos arterial.
Vitamin B1 juga berperan dalam proses dekarboksilasi piruvat dan oksidasi
asam alfa ketoglutamat untuk mengkonversi karbohidrat dan lemak menjadi
energi. Selain daripada itu, vitamin B1 memiliki sederetan aktivitas lain seperti
sebagai antioksidan, eritropoetik, modulator kognitif dan mood,
antiaterosklerotik, ergogenik putatif, dan detoksifikasi9
- Antioksidan
Vitamin B1 mampu menghambat oksidasi radikal bebas secara in vitro.
Vitamin B1 juga mampu menghambat peroksidasi lipid di hepar hewan
coba.
- Eritropoetik
Pemberian vitamin B1 dapat memperbaiki kondisi anemia seorang anak
yang terkena sindrom Thiamine-Responsive Megaloblastic Anemia / TRMA.
- Modulator Kognitif dan Mood
Vitamin B1 memperbaiki fungsi kognitif dan mood wanita, dengan
memberikan rasa tenang, kalem, pikiran yang jernih dan energetik.
- Antiaterosklerotik
Vitamin B1 dapat menginhibisi aktivasi dan migrasi sel endotelial akibat
hiperglikemia, juga dapat memperbaiki disfungsi endotelial, baik makro
maupun mikrovaskular.
- Ergogenik Putatif
Vitamin B1 dapat mempertahankan performa latihan fisik sehingga pasien
tidak cepat lelah.
- Detoksifikasi
Vitamin B1 dapat memperbaiki gejala pada pasien yang sedang menjalani
detoksifikasi karena alkoholisme.

36
Dosis

Dosis vitamin B1 yang diberikan oleh dokter dapat berbeda-beda berdasarkan usia
dan kondisi pasien. Berikut penjelasan dosis umum vitamin B1 berdasarkan
tujuannya:9

1. Mengatasi kekurangan vitamin B1


• Dewasa: dosis maksimal 300 mg tablet vitamin B1 per hari.
• Anak-anak: 10–50 mg tablet vitamin B1 per hari, diberikan dalam dosis
terpisah.
2. Mencegah kekurangan vitamin B1
• Dewasa: 50–100 mg tablet vitamin B1 sekali sehari.
• Anak-anak: 0,5–1 mg tablet vitamin B1 sekali sehari.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon, Louis, et.al. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 8th


Ed. Oxford University Press Inc, 2001.
2. Sujata Sovani M Shawn P. Grogan. Osteoarthritis. Detection,
Pathophysiology, and Current/ Future Treatment Strategies.
3. Rekomendasi IRA Diagnosis dan Penatalaksaan Osteoartritis. Perhimpunan
Reumatologi Indonesia. Diunduh dari :
http://reumatologi.or.id/var/rekomendasi/Rekomendasi_IRA_Osteoarthriti
s_2014.pdf, pada tanggal 19 Oktober 2015
4. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi ke VI. Jakarta. InternaPublishing. 2014. Jilid 2 : 1205-1211
5. Zaki, Achmad. 2013. Buku Saku Osteoarthritis Lutut. Cetakan Ke-1,
Bandung: Celtics Press.
6. Osteoarthritis. American College of Rheumatology. 2012. Diunduh dari :
http://www.rheumatology.org/Practice/Clinical/Patients/Diseases_And_Co
nditions/osteoarthritis0515.pdf, pada tanggal 19 Oktober 2015
7. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
8. Kasmir, Yoga. 2019. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian
Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto
Mangunkusumo, Jakarta
9. Katzung, B.G. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
10. Setiabudy. 2014. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Badan
Penerbit FK UI

38
LAMPIRAN

Lampiran 1. Anamnesa dan informed consent kunjungan ke rumah

Lampiran 2. Kunjungan ke rumah pasien

39
Lampiran 3. Pemeriksaan penunjang di RS Medimas

40

Anda mungkin juga menyukai