Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

KELAINAN PIGMENTASI PADA KULIT

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di


Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Disusun oleh:
Isma Aulia Gustawi

119810026

Pembimbing:
dr. Agnes Sri Widayati., Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN


KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO
SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA
GUNUNG JATI CIREBON
2021
LEMBAR PENGESAHAN
KOORDINATOR KEPANITERAAN ILMU
PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

REFERAT

KELAINAN PIGMENTASI PADA KULIT

Referat ini diajukan untuk memenuhi persyaratan


dalam Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Adhyatma, MPH
Tugurejo Semarang

Disusun Oleh:

Isma Aulia Gustawi

119810026

Semarang, Juni 2021


Pembimbing:

dr. Agnes Sri Widayati., Sp.KK

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikankan referat yang berjudul
“Berbagai Kelainan Pigmentasi”. Penulisan referat ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu tugas Pendidikan Profesi Dokter bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Tegurejo Semarang. Kami
menyadari sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan tugas ini tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sejak penyusunan sampai dengan
terselesaikannya referat ini. Bersama ini kami menyampaikan terimakasih yang
sebesar- besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. dr. Catur Setiya Sulistiyana, M.Med.Ed selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon yang telah
memberikan sarana dan prasarana kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar.

2. dr. Agnes Sri Widayati., Sp.KK, dr. Sri Windayati Hapsoro., Sp.KK, dr.
Irma Yasmin., Sp.KK selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing kami dalam penyusunan
laporan kasus ini.

3. Orang tua beserta keluarga kami yang senantiasa memberikan do’a,


dukungan moral maupun material.

4. Serta pihak lain yang tidak mungkin kami sebutkan satu-persatu atas
bantuannya secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan
kasus ini dapat terselesaikan dengan baik.
Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Semarang, Juni 2021

Isma Aulia Gustawi

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN ....................... i


KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 2
Kelainan pigmentasi kulit ........................................................................................... 2
2.1 Melasma ............................................................................................................... 3
2.2 Lentiginosis ........................................................................................................ 14
2.3 Ephelide ............................................................................................................. 17
2.4 Lentigo senilis ...................................................................................................... 18
2.5 Melanosis riehl ..................................................................................................... 19
2.6 Perubahan warna kulit karena logam .................................................................... 21
2.7 Perubahan warna kulit karena obat ....................................................................... 22
2.8 Hemokromatosis................................................................................................... 23
2.9 Karotenosis .......................................................................................................... 23
2.10 Vitiligo ............................................................................................................... 25
BAB III KESIMPULAN .......................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kulit mempunyai fungsi yang sangat vital sebagai organ tubuh paling luar,
yang menutupi dan melindungi organ tubuh lain dibawahnya. Disamping itu kulit
dapat juga merupakan indikator kesehatan badan secara keseluruhan. Gangguan
pada kulit, disamping merupakan persoalan dermatologi, juga merupakan
gangguan keindahan (kosmetik), lebih-lebih jika gangguan tersebut terdapat pada
tempat-tempat terbuka seperti muka, leher,lengan dan tungkai. Demikian pula
adanya kelainan pigmentasi kulit akan merupakan alasan bagi seseorang untuk
meminta pertolongan dokter, walaupun pada umumnya kelainan pigmentasi
tersebut tidak memberikan keluhan subjektif kecuali hanya keluhan kosmetik.
Pigmentasi normal pada kulit terutama disebabkan oleh adanya pigmen
melanin, yang berfungsi sebagai pelindung kulit terhadap pengaruh buruk sinar
matahari, khususnya sinar ultraviolet. Melanin ini dibuat oleh melanosit didalam
orgenlla khusus yang disebut melanosom. Melanosit terdapat diantara sel-sel basal
epidermis dan didalam matrix rambut, merupakan sel yang berbentuk bintang
dengan dendrit-dendrit yang berjalan diantara sel-sel epidermis (keratinosit).
Dendrit-dendrit ini berfungsi untuk memindahkan melanosom dari melanosit
kedalam keratinosit. Selanjutnya melanosom ini didistribusikan ke seluruh
epidermis dan sebagian mengalami degradasi oleh lysosome. Kesatuan struktural
dan fungsional antara melanosit dengan melanosomnya dan keratinosit
disekitarnya disebut unit melanin epidermis.
Melanin merupakan suatu pigmen yang berwarna coklat sampai hitam,
berasal dari asam amino tyrosin yang dibentuk dari asam amino esensial
phenylalanin. Mula-mula tyrosin ini mengalami oksidasi menjadi DOPA
(dihydroxyphenylalanin), kemudian menjadi DOPA-quinon dan seterusnya
sampai menjadi melanin. Perubahan tyrosin menjadi DOPA dan DOPA menjadi
DOPA quinon tergantung dari adanya enzim tyrosinase, suatu enzim yang
mengandung Cu yang dalam kerjanya dihambat oleh suatu substansi yang
mengandung gugus sulfhydryl (seperti gluthation). Proses pigmentasi kulit ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetik, hormonal, fisik dan kimiawi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kelainan pigmentasi kulit


Berdasarkan morfologinya kelainan pigmentasi kulit dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu:
A. Hiperpigmentasi yaitu kelainan pigmentasi kulit karena pertambahan
jumlah melanin, kelainan hiperpigmentasi yang sering dijumpai:
 Melasma
 Lentigo
 Ephelide
 Lentigo senilis
 Melanosis riehl
 Perubahan warna kulit karena logam
 Perubahan warna kulit karena obat
 Hemokromatasis
 Karotenosis
B. Hipopigmentasi yaitu pigmentasi kulit karena berkurangnya jumlah
melanin sampai tidak ada sama sekali. Kelainan hipopigmentasi yang
banyak dijumpai adalah:
 Vitilogi
 Leukoderma

2
Klasifikasi
Bentuk-bentuk Kelainan Hiperpigmentasi dan Hipopigmentasi 1-3
2.1 MELASMA
Melasma adalah hipermelanosis didapat, umumnya simetris,
berupa makula berwama cokelat muda sampai cokelat tua yang tidak
merata, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet dengan tempat
predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung dan dagu.
Penyakit kulit yang ditandai dengan adanya bercak
hyperpigmentasi dengan bentuk yang tidak teratur dan umunya berpola
simertis dikedua sisi wajah. Melasma merupakan hiperpigmentasi yang
paling sering terjadi,terutama didaerah yang sering terpapar matahari di
wajah 1

Gambar 1. Melasma

3
EPIDEMIOLOGI DAN INSIDENS
Melasma dapat mengenai semua ras ter- utama penduduk yang tinggal di
daerah tropis. Melasma terutama dijumpai pada perempuan, meskipun didapat
pula pada laki-laki (10%). Di Indonesia perbandingan kasus perempuan dan laki-
laki adalah 24:1. Terutama tampak pada perempuan usia subur dengan riwayat
langsung terkena pajanan sinar matahari. Insidens terbanyak pada usia 30-44
tahun. Kelainan ini dapat mengenai ibu hamil atau perempuan yang menggunakan
pil kontrasepsi pemakai kosmetik, pemakai obat, dan lain-lain. 1,2
ETIOLOGI
Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui pasti. Faktor kausatif
yang dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah:
1. Sinar ultra violet. Spektrum sinar matahari ini merusak gugus sulfhidril di
epidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara
mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar ultra violet menyebabkan enzim
tirosinase tidak dihambat lagi sehingga memacu proses melanogenesis.
2. Hormon. Misalnya estrogen , progesteron , dan MSH (Melanin Stimulating
Hormone) berperan pada terjadinya melasma. Pada kehamilan , melasma
biasanya meluas pada trimester ke-3. Pada pemakai pil kontrasepsi, melasma
tampak dalam 1 bulan sampai 2 tahun setelah dimulai pemakaian pil tersebut.
3. Obat. Misalnya difenil hidantoin , mesantoin , klorpromasin, sitostatik, dan
minosiklin dapat menyebabkan timbulnya melasma . Obat ini ditimbun di
lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat merangsang melano-
genesis.
4. Genetik. Dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%.
5. Ras.Melasma banyak dijumpai pada golongan Hispanik dan golongan kulit
berwama gelap.
6. Kosmetika. Pemakaian kosmetika yang mengandung parfum, zat pewama,
atau bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang dapat
mengakibatkan timbulnya hiperpigmentasi pada wajah, jiika terpajan sinar
matahari.
7. ldiopatik 1,2,9

4
FAKTOR RISIKO
1. Predisposisi genetik
Dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%.Pada tahun 2011, Kang
et al melakukan penelitian transkriptomik dan melaporkan adanya modulasi
ekspresi 279 gen pada lesi 12 pasien melasma. Gen terkait melanogenesis
terdapat empat peningkatan ekspresi utama yaitu gen TYRP1, dan tiga
modulator jalur Wnt (Wnt5a, SFRP2, WIF1). Pada tahun 2013, Kim et al
menegaskan peran jalur penghantaran Wnt pada lesi melasma dengan
menemukan penurunan ekspresi gen Wnt inhibitory factor-1 (WIF-1) pada lesi
melasma. Mereka menemukan bahwa terdapat penurunan regulasi ekspresi
H19 lebih dari dua kali lipat pada lesi melasma. Penurunan transkripsi H19
membangun struktur kultur campuran (melanosit-keratinosit) menginduksi
melanogenesis dan mentransfer melanin ke keratinosit. 1,2,10
2. Ras
Melasma banyak dijumpai pada ras seperti Latin (8,8%), Afrika-Amerika,
Afrika-Karibia dan Asia dan insiden terbanyak dimiliki oleh wanita dengan
tipe warna kulit yang lebih gelap (Fitzpatrick III-VI). Fitzpatrick membagi
jenis kulit manusia berdasarkan kepekaannya terhadap sinar matahari menjadi
6 kelompok, yaitu : 1,2,10

I Selalu terbakar, tanpa tanning Putih pucat


II Mudah terbakar, kadang tanning Putih pucat

III Kadang terbakar, tanning ringan/moderat Putih

IV Terbakar minimal sekali, selalu tanning Sedikit cokelat

V Tak pernah terbakar, selalu tanning Cokelat

VI Tak pernah terbakar, selalu tanning Cokelat tua


Tabel 1 Pembagian Jenis Kulit Manusia Berdasarkan Kepekaan Sinar Matahari.

5
3. Faktor endokrin
Melasma lebih banyak ditemui pada wanita, bertambah parah saat
kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, terapi hormon pengganti paska
menopause, mengarah pada pemikiran adanya peran hormon tertentu pada
patogenesis melasma. Melasma timbul 1–24 bulan setelah dimulai meminum
pil kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dan progesteron. Selama
kehamilan, terjadi peningkatan pigmentasi seperti nevi dan ephelides menjadi
berwarna lebih gelap terjadi pada 90% wanita dan kebanyakan pada tipe kulit
yang lebih gelap. Melasma atau sering disebut topeng kehamilan terjadi pada
50% wanita hamil. Melasma biasanya meluas pada trimester ketiga kehamilan
dimana terjadi peningkatan kadar estrogen, progesteron, dan Melanosit
Stimulating Hormone (MSH). Pasien nullipara dengan melasma tidak
memiliki peningkatan kadar estrogen atau MSH, tetapi mereka mungkin
menunjukkan peningkatan kadar reseptor estrogen dalam lesi. 1,2,10
Wanita paska menopouse yang diberikan progesteron menyebabkan
timbulnya melasma. Pasien melaporkan timbulnya melasma setelah episode
stress dan gangguan afektif. Stres menginduksi melasma melalui
propiomelanocortins seperti ACTH (Adrenocorticotropic Hormone) dan MSH.
Hormon estrogen, progesteron, MSH, ACTH, LH (Luteinizing Hormone),
FSH (Follicle Stimulating Hormone), sphingolipids plasenta, memperlihatkan
peningkatan ukuran melanosit disertai peningkatan enzim tirosinase, dopa-
chrome tautomerase serta mengaktivasi reseptor melanokortin di melanosit
yang menginduksi melanogenesis. 1,2,9
Pada lesi melasma ditemukan ekspresi reseptor estrogen yang lebih tinggi.
Ikatan estradiol dengan reseptor estrogen menyebabkan meningkatnya
ekspresi reseptor melanocortin-1 (MCR1) pada melanosit sehingga proses
melanogenesis meningkat. Dari dua jenis reseptor estrogen yaitu reseptor dan ,
ekspresi reseptor pada sel keratinosit lesi melasma lebih dominan
dibandingkan dengan reseptor. 1,2,9

6
4. Paparan sinar ultraviolet
Pajanan matahari menjadi faktor pemicu munculnya melasma serta
eksaserbasi melasma. Hal tersebut merupakan efek pajanan sinar ultraviolet
(UV) terhadap melanosit, seringnya melasma timbul pada area kulit yang
terpajan matahari, bertambah berat seiring dengan meningkatnya intensitas
pajanan sinar matahari. 1-9
Panjang gelombang dari radiasi sinar matahari yang paling berisiko dalam
pencapaiannya ke bumi adalah UV-A dengan panjang gelombang 320-400 nm
dan UV-B dengan panjang gelombang 290-320 nm. Spektrum sinar matahari
ini merusak gugus sulfihidril di epidermis yang merupakan penghambat enzim
tirosinase dengan mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar UV
menyebabkan enzim tirosinase tidak dihambat lagi sehingga memicu proses
melanogenesis.
Peroksidasi lipid membran sel akibat pajanan UV juga menyebabkan
terbentuknya radikal bebas yang menstimulasi melanosit untuk memproduksi
melanin. Radiasi UV meningkatkan produksi berbagai sitokin kreatinosit,
contohnya hormon interleukin- 1, endotelin-1, MSH dan ACTH yang akan
terikat pada reseptor melanokortin-1 yang merangsang aktivitas enzim
tirosinase sehingga terjadi peningkatan produksi melanin oleh melanosit
1-3
intraepidermal.
5. Obat-obatan
Obat-obatan yang menimbulkan hiperpigmentasi pada melasma antara lain
obat antikonvulsan seperti difenil hidantoin, dilantin, fenitoin dan barbiturate;
obat-obat psikotropik seperti fenotiazin, klorpromazin; amiodaron,
sulfonilurea, tetrasiklin, minosiklin, klorokuin, sitostatika, logam berat, arsen
inorganik, anti malaria, merkuri, ibuprofen dan sulfonamid, merupakan obat-
obat yang ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat
merangsang melanogenesis yang menyebabkan timbulnya melasma.
Pengobatan diethylstilbestrol untuk kanker prostat dilaporkan menimbulkan
melasma. Obat-obatan fototoksik dan Obat-obatan fotoalergik. 1-3

7
6. Kosmetik
Pemakaian kosmetika yang mengandung parfum, zat pewarna, atau bahan-
bahan tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang dapat mengakibatkan
1-3
hiperpigmentasi pada wajah, jika terpajan sinar matahari.
7. Riwayat penyakit lain
Beberapa pasien juga melaporkan timbulnya melasma setelah episode
stress dan gangguan afektif seperti depresi. Dilaporkan kasus seorang pria di
Prancis dengan hipogonadisme terjadi melasma pada wajahnya. Disfungsi
ovarium, tumor ovarium, disfungsi tiroid, epilepsi telah dilaporkan
1-4
menimbulkan melasma.
Hypermelanosis wajah sekunder untuk gangguan sistemik terdapat pada
penyakit Addison, hemochromatosis, dan porfiria kutanea tarda. Melanogenik
dari peningkatan kadar darah peptida hipofisis tertentu terlibat dalam
patogenesis hipermelanosis pada penyakit Addison. Pigmentasi kulit pada
penyakit hemochromatosis ditandai dengan batu tulis abu-abu atau warna abu-
abu kecoklatan yang melibatkan paling sering terkena matahari daerah, seperti
wajah dan punggung tangan. Pada penyakit porfiria kutanea tarda merupakan
hiperpigmentasi wajah dalam diagnosis diferensial melasma.
Dalam literatur dan penelitian sebelumnya disebutkan bahwa, melasma
dapat dijumpai pada penyakit kronis tertentu, seperti TBC, schistosomiasis,
dan malaria. Diduga aktivitas Retikulo Endhotelial System (RES) berbanding
terbalik dengan korteks adrenal. Stimulasi Retikulo Endhotelial System (RES)
pada infeksi kronis menyebabkan menurunnya aktivitas korteks adrenal, yang
1-4
akhirnya meningkatkan pigmentasi kulit.
8. Usia
Melasma jarang terjadi sebelum pubertas dan paling sering terjadi pada
wanita sekama masa reproduksi. Insidensi terbanyak pada usia 30-44 tahun.
Hal ini mungkin dipengaruhi oleh perubahan keseimbangan faktor estrogen,
1-4
paparan sinar matahari, dan sintesis melanin yang berlebihan.

8
9. Pekerjaan
Melasma banyak menyerang penderita yang pekerjaannya sering terpapar
dengan sinar matahari tanpa alat pelindung diri contohnya pekerja luar
1-3
ruangan.
KLASIFIKASI
Terdapat beberapa jenis melasma ditinjau dari gambaran klinis ,
pemeriksaan histopatologik, dan pemeriksaan dengan sinar Wood. Melasma dapat
dibedakan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan histopatologik, dan
pemeriksaan dengan sinar Wood. 1-2
Berdasarkan gambaran klinis
1. Bentuk sentro-fasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi, bagian medial, bawah
hidung, serta dagu (63%)
2. Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%).
3. Bentuk mandibular meliputi daerah mandibula (16%). 1-2
Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar Wood.
1. Tipe epidermal, melasma tampak lebih jelas dengan sinar Wood dibandingkan
dengan sinar biasa.
2. Tipe dermal, dengan sinar Wood tak tampak wama kontras dibanding dengan
sinar biasa.
3. Tipe campuran, tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang lainnya tidak jelas.
4. Tipe sukar dinilai karena wama kulit yang gelap, dengan sinar Wood lesi
menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat. Perbedaan
tipe-tipe ini sangat berarti pada pemberian terapi, tipe dermal lebih sulit
diobati dibanding tipe epidermal. 1
Berdasarkan pemeriksaan histopatologis
1. Melasma tipe epidermal, umumnya berwama cokelat, melanin terutama
terdapat pada lapisan basal dan suprabasal, kadang-kadang di seluruh lapisan
stratum komeum dan stratum spinosum.
2. Melasma tipe dermal, berwama cokelat kebiruan , terdapat makrofag
bermelanin di sekitar pembuluh darah di dermis bagian atas dan bawah, pada
dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat. 1

9
PATOGENESIS
Masih banyak yang belum diketahui. Banyak faktor yang menyangkut
proses ini, antara lain:
a. Peningkatan produksi melanosom karena hormon maupun karena sinar
ultra violet. Kenaikan melanosom ini juga dapat kan karena bahan
farmakologik seperti perak dan psoralen.
b. Penghambatan dalam Malpighian cell turn- over, keadaan ini dapat terjadi
karena obat sitostatik. 1
GEJALA KLINIS
Lesi melasma berupa makula berwama cokelat muda atau cokelat tua
berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, sering pada pipi dan hidung yang disebut
pola malar. Pola mandibular terdapat pada dagu, sedangkan pola sentrofasial di
pelipis, dahi, alis dan bibir atas. Wama keabu-abuan atau kebiru- biruan terutama
pada tipe dermal. 1-2
PEMBANTU DIAGNOSIS
a. Pemeriksaan histopatologik
Terdapat 2 tipe hipermelanosis:
1. Tipe epidermal: melanin terutama terdapat di lapisan basal dan suprabasal ,
kadang- kadang di seluruh stratum spinosum sampai stratum komeum;
terdapat sel- sel melanosit yang padat mengandung melanin , sel-sel
lapisan basal, dan suprabasal, juga terdapat pada keratinosit dan sel-sel
stratum komeum
2. Tipe dermal : terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh darah
pada dermis bagian atas dan bawah; terdapat fokus-fokus infiltrat pada
dermis bagian atas. 1-2
b. Pemeriksaan mikroskop elektron
Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi kesan aktivitas
melanosit meningkat. 1
c. Pemeriksaan dengan sinar Wood
1. Tipe epidermal: wama lesi tampak lebih kontras
2. Tipe dermal: wama lesi tidak bertambah kontras
3. Tipe campuran: lesi ada yang bertambah kontras ada yang tidak

10
4. Tipe tidak jelas: dengan sinar Wood lesi menjadi tidak jelas, sedangkan
dengan sinar biasa jelas terlihat. 1
DIAGNOSIS
Diagnosis melasma ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis. Untuk
menentukan tipe melasma dilakukan pemeriksaan sinar Wood, sedangkan
pemeriksaan histopatologik hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu. 1
TATA LAKSANA
Pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang
teratur serta kerja sama yang baik antara penderita dan dokter yang
menanganinya. Kebanyakan penderita berobat untuk alasan kosmetik. Pengobatan
dan perawatan kulit harus dilakukan secara teratur dan sempuma, karena melasma
bersifat kronis residif. Pengobatan yang sempurna adalah pengobatan yang kausal,
maka penting dicari etiologinya. 1-2
PROGNOSIS
Melasma tidak memiliki keterkaitan pada mortalitas atau morbiditas.
Tidak ada kasus transformasi maligna yang dilaporkan dan belum dikaitkan
dengan peningkatan resiko melanoma atau keganasan lainnya.
Sehingga prognosis melasma pada umumnya baik, dengan terapi yang
adekuat, kerjasama yang baik antara dokter-pasien dan menghindari faktor-faktor
resiko terjadinya melasma. 1-2
PENCEGAHAN
a. Pencegahan terhadap timbulnya atau bertambah berat serta kambuhnya
melasma adalah perlindungan terhadap sinar matahari. Penderita diharuskan
menghindari pajanan langsung sinar ultra violet terutama antara pukul 09.00-
15.00. Sebaiknya jika keluar rumah menggunakan payung atau topi yang
lebar. Melindungi kulit dengan memakai tabir surya yang tepat, baik mengenai
bahan maupun cara pemakaiannya. Tanpa pemakaian tabir surya setiap hari
pengobatan sulit berhasil. Pemakaian tabir surya dianjurkan 30 menit sebelum
terkena pajanan sinar matahari. Ada 2 macam tabir surya yang dikenal, yaitu
tabir surya fisis dan tabir surya kimiawi. Tabir surya fisis adalah bahan yang
dapat memantulkan/ menghamburkan ultra violet, misalnya titanium dioksida,

11
seng oksida, kaolin; sedangkan tabir surya kimiawi adalah bahan yang
menyerap ultra violet. Tabir surya kimiawi ada 2 jenis:
 Yang mengandung P ABA (Para A mino Benzoic Acicf) atau derivatnya,
misalnya octil PABA
 Yang tidak mengandung PABA (non-PABA), misalnya bensofenon,
sinamat, salisilat, dan antranilat.
b. Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma, misalnya
menghentikan pemakaian pil kontrasepsi , menghentikan pemakaian
kosmetika yang berwama atau mengandung parfum, mencegah penggunaan 1-2
Tindakan khusus
a. Pengelupasan kimiawi dengan mengoleskan asam glikolat 50-70% selama 4
sampai 6 menit, setiap 3 minggu selama 6 kali. Sebelum dilaku- kan
pengelupasan kimiawi diberikan krim asam glikolat 10% selama 14 hari.
b. Bedah laser
Bedah laser dengan menggunakan laser Q-Switched Ruby dan Laser Argon,
kekambuhan juga dapat terjadi. 1-4
PENGOBATAN
Pengobatan topikal
1. Hidrokinon
Hidrokinon dipakai dengan konsentrasi 2-5%. Krim tersebut dipakai pada
malam hari disertai pemakaian tabir surya pada siang hari. Umumnya tampak
perbaikan dalam 6-8 minggu dan dilanjutkan sampai 6 bulan. Efek samping
adalah dermatitis kontak iritan atau alergik. Setelah penghentian penggunaan
hidrokinon sering terjadi kekambuhan. 1-5
2. Asam retinoat (retinoic acidltretinoin) Asam retinoat 0,1% terutama
digunakan sebagai terapi tambahan atau terapi kombinasi. Krim tersebut juga
dipakai pada malam hari, karena pada siang hari dapat terjadi fotodegradasi.
Kini asam retinoat dipakai sebagai monoterapi, dan didapatkan pert:>aikan
klinis secara bermakna, meskipun berlangsung agak lambat. Efek samping
berupa eritema, deskuamasi, dan fotosensitasi. 1-5

12
3. Asam azeleat (azeleic acid)
Asam azeleat merupakan obat yang aman untuk dipakai. Pengobatan dengan
asam azeleat 20% selama 6 bulan memberikan hasil yang baik. Efek
sampingnya rasa panas dan gatal. 1-5
Pengobatan sistemik
a. Asam askorbat atau vitamin C
Vitamin C mempunyai efek merubah melanin bentuk oksidasi menjadi
melanin bentuk reduksi yang berwama lebih cerah dan mencegah
pembentukan melanin dengan mengubah DOP A kinon menjadi DOPA. 1-3
b. Glutation
Glutation bentuk reduksi adalah senyawa sulfhidril (SH), berpotensi
menghambat pembentukan melanin dengan jalan bergabung dengan cuprum
dari tyrosinase 1-3

13
2.2 LENTIGINOSIS
DEFINISI
Lentigo adalah makula cokelat atau cokelat kehitaman bert:>entuk
bulat atau polisiklik. Lenti- ginosis adalah keadaan timbulnya lentigo
dalam jumlah yang banyak atau dengan distribusi tertentu. 1-5
ETIOLOGI
Disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada taut
dermo-epidermal tanpa adanya proliferasi fokal. 1-2
KLASIFIKASI
1. Lentiginosis generalisata
2. Lentiginosis sentrofasial
3. Sindrom Peutz-Jegher 1
LENTIGINOSIS GENERALISATA
Lesi lentigo umumnya multipel , timbul satu demi satu atau dalam
kelompok kecil sejak masa anak-anak. Patogenesisnya tidak diketahui dan
tidak dibuktikan adanya faktor genetik. Dibagi menjadi:
1. Lentiginosis eruptif
Lentigo timbul sangat banyak dan dalam waktu singkat. Lesi
mula-mula berupa telangiektasis yang dengan cepat mengalami
pigmentasi dan lambat laun berubah menjadi melanositik selular.
2. Sindrom lentiginosis multipel
Merupakan sindrom lentiginosa yang dihubungkan dengan
berbagai kelainan perkembangan. Diturunkan secara dominan
autosomal. Lentigo timbul pada waktu lahir dan bertambah sampai
pada masa pubertas. Ditemukan pada daerah leher dan badan bagian
atas, tetapi dapat ditemukan juga di seluruh tubuh. Sering disertai
kelainan jantung, stenosis pembuluh nadi paru atau subaorta. Per-
tumbuhan badan akan terhambat. Ada- nya kelainan mata berupa
hipertelorisme okular dan kelainan tulang prognatisma mandibular.
Kelainan yang menetap adalah tuli dan kelainan genital, yakni
hipoplasia gonad dan hipospadia. Sindrom tersebut dikenal sebagai
SINDROM LEOPARD, yaitu: 1

14
Lentigenes
ECG abnormalities
Ocular hypertelorism
Pulmonary stenosis
Abnormality of the genitalia
Retardation of growth
Deafness.
LENTIGINOSIS SENTROFASIAL
Diturunkan secara dominan autosomal. Lesi berupa makula kecil berwama
cokelat atau hitam, timbul pada waktu tahun pertama kehidupan dan bertambah
jumlahnya pada umur 8-10 tahun. 1
Distribusinya terbatas pada garis horizontal melalui sentral wajah tanpa
mengenai membran mukosa . T anda-tanda defek lain adalah retardasi mental dan
epilepsi. Sindrom ini juga ditandai oleh arkus palatum yang tinggi, bersatunya
alis, gigi seri atas tidak ada, hipertrikosis sakral, spina bifida dan skoliosis.

Gambar 3. Lentiginosis sentrofasial1

15
SINDROM PEUTZ-JEGHER 1
SINONIM : lentiginosis periorificial.
INSIDEN
Lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Diturunkan secara dominan autosomal.
GEJALA KLINIS
Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan
berkembang pada masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai selaput lendir
mulut berbentuk bulat, oval, atau tidak teratur; berwama cokelat ke- hitaman
berukuran 1-5 mm. Letaknya pada mukosa bukal, gusi, palatum durum dan bibir.
Bercak di muka tampak lebih kecil dan lebih gelap terutama di sekitar hidung dan
mulut, pada tangan dan kaki bercak tampak lebih besar. Gejala lain adalah adanya
polip di usus, penderita biasanya mengalami melena. Polip dapat menjadi ganas
1-3
dan menyebabkan kematian akibat metastasis dari karsinoma tersebut.
PEMBANTU DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan histopatologik dari makula hiperpigmentasi didapatkan
jumlah melanosit bertambah di lapisan sel basal dan makrofag berisi pigmen di
dermis bagian atas. Di seluruh epidermis terdapat banyak granula melanin. Polip
dapat ditemukan di seluruh traktus intestinal, termasuk lambung, tetapi terutama
pada usus kecil yang merupakan hamartoma adenomatosa jinak. 1-4
DIAGNOSIS BANDING
Pigmentasi mukosa adalah khas untuk sindrom Peutz-Jegher, hal ini tidak
didapatkan pada penyakit Addison. Freckless umumnya dijumpai pada orang kulit
putih, dipengaruhi oleh sinar matahari dan tidak mengenai membran mukosa.
Penelitian pada keluarga akan membantu menegakkan diagnosis. 1
PENGOBATAN
Terapi dengan pembedahan untuk mengurangi gejala saja. Polip yang
meluas dan sifatnya jinak merupakan kontraindikasi untuk tindakan radikal;
kecuali kalau lambung , duodenum, atau kolon terkena, maka reseksi profilaksis
dapat dianjurkan. 1

16
2.3 EFELID
DEFINISI
Makula hiperpigmentasi berwama cokelat terang yang timbul pada
kulit yang sering terkena sinar matahari. 1-4
SINONIM : Freckless.
INSIDENS : Lebih sering pada orang berkulit putih.
ETIOLOGI : Diturunkan secara dominan autosomal.
GEJALA KLINIS
Biasanya efelid timbul pada umur lima tahun, berupa makula
hiperpigmentasi terutama pada daerah kulit yang sering terkena sinar
matahari. Pada musim panas jumlahnya akan bertambah, lebih besar dan
lebih gelap. Kadang-kadang efelid ini tidak begitu ber- arti , tetapi kadang-
kadang merupakan masalah kosmetik. Penderita cenderung mendapat
melano- cytic naevi.
Pada pemeriksaan histopatologik didapatkan adanya penambahan
jumlah melanosit, tetapi melanosom panjang dan berbentuk bintang seperti
yang didapatkan pada orang berkulit hitam. Pembentukan melanin lebih
cepat setelah penyi- naran matahari. Jumlah melanin di epidermis juga
bertambah. 1-3

Gambar 5. Efelid
DIAGNOSIS BANDING
Efelid harus dibedakan dengan xeroderma pigmentosum dan
lentiginosis lain. 1

17
PENGOBATAN
Dapat dicoba dengan obat pemutih atau di- kelupas dengan fenol
40% kemudian dinetralkan dengan alkohol. Sunscreen diberikan untuk
pencegahan. 1
2.4 LENTIGO SENILIS (LIVER SPOT)
Lentigo senilis adalah makula hiperpigmentasi pada kulit daerah
yang terbuka, biasanya pada orang tua. Sering bersama makula
depigmentasi, ekimosis senilis, dan degenerasi aktinik yang kronik.
Acapkali terlihat pada punggung tangan.
Pemeriksaan histopatologik menunjukkan terpisahnya geligi
epidermal dan lapisan basal berbentuk seperti pemukul baseball dan hiper-
pigmentasi adanya peningkatan melanosit. 1-3

Gambar 6. Lentigo senilis

18
2.5 MELANOSIS RIEHL
Kelainan ini pertama kali dinyatakan oleh Riehl sebagai dermatitis
akibat fotosensitivitas. Dimulai dengan pruritus, eritema, dan pigmentasi yang
1-4
meluas secara perlahan. Sering didapati pada perempuan dewasa.
GEJALA KLINIS
Pigmentasi bercak berwama cokelat muda sampai cokelat tua, terutama
pada dahi, malar, belakang telinga dan sisi leher serta tempat-tempat yang
sering terkena sinar matahari. Pigmentasi pada tempat yang tertutup biasanya
karena banyak gesekan , misalnya aksila dan umbilikus. Selain melanosis
sering dijumpai adanya telangiektasis dan hiperemia. 1-3

Gambar 7. Melanosis riehl


ETIOLOGI
Belum diketahui pasti. Nutrisi, derivat ter, bahan pewangi, dan
kosmetika diduga merupakan penyebab, karena memberikan hasil positif
pada uji tempel.
Dianggap serupa dengan melanodermatok- sika yang merupakan
melanosis, karena pekerjaan yang berkontak dengan bahan aspal, pitch

19
kreosot dan minyak mineral. Diagnosis ditegakkan atas dasar riwayat dan
uji tempel dengan sinar. 1
PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
Adanya degenerasi perkijuan pada sel basal disertai melanofag di
dalam dermis. Pada dermis pars papilaris dijumpai infiltrat sel limfosit dan
histiosit. 1
PENGOBATAN
Pada kebanyakan kasus deposit pig men ter- utama di dermis.
Untuk mengurangi pigmentasi di epidermis dapat dipakai hidrokinon dan
meng- hilangkan penyebab.1

20
2.6 PERUBAHAN WARNA KULIT KARENA LOGAM
Perubahan wama karena logam berupa pigmentasi akibat adanya deposit
partikel logam yang dibawa aliran darah atau akibat aplikasi topikal.
 ARGIRIA
Argiria ialah keadaan yang terlihat berupa pigmen keabuan karena perak
pada daerah yang sering terkena sinar matahari, yaitu wajah dan tangan,
pada mukosa mulut, dan sklera. Oulu sering akibat pemakaian perak nitrat
secara sistemik, sekarang jarang; umumnya karena pemakaian argirol,
1-3
protargol, dan neosilvol. Pengobatan topikal dapat dihilangkan dengan
membasahi daerah tersebut dengan air, kemudian gosokkan kristal kalium
1-2
yodida di atasnya dan dibiarkan satu sampai dua jam.
 BISMUT
Bila bismut dimakan maka akan terjadi pe- wamaan di gusi, dikenal
sebagai garis bismut dan disertai stomatitis. Krim pemutih yang
mengandung bismut dan merkuri dapat menyebabkan pigmentasi yang
berwarna abu-abu kecokelatan pada kelopak mata, lipatan nasolabial, dagu
dan pipi. 1
 EMAS
Kiriasis dapat disebabkan oleh pemberian emas yang berlebihan.
Pigmentasi berwama abu- abu atau nila pada kelopak mata dan wajah ,
1
dapat disebabkan pengobatan menggunakan emas secara parenteral.
 MERKURI
Penggunaan krim yang mengandung merkuri oksida dapat menyebabkan
warna cokelat abu-abu pada wajah dan leher. Dengan mikroskop elektron
dapat dibuktikan adanya granula merkuri pada kulit pemakai krim yang
mengandung merkuri. 1

21
2.7 PERUBAHAN WARNA KULIT KARENA OBAT
 Minosiklin
Pigmentasi terjadi setelah pemakaian mino- siklin dalam jangka lama,
terutama pada daerah terpajan sinar matahari dengan bentuk hiperpigmentasi
tipis atau pada daerah jaringan parut. Pada pemeriksaan histopatologik
ditemukan granula berwama cokelat kehitaman yang diduga mengandung besi
dan kalsium. 1
 Klorpromasin
Pigmentasi yang berwama biru keabuan pada daerah terpajan sinar
matahari dijumpai pada penderita yang mendapat klorpromasin dosis tinggi.
Kadang-kadang dijumpai katarak, opasitas pada komea, dan pigmentasi pada
konjunktiva. Secara mikroskop elektron dijumpai peningkatan melanin di
epidermis dan patikel padat pada makrofag perivaskular di dermis.
1
Penghentian pemberian klorpromasin akan menghilangkan pigmentasi ini.
 Klofazimin
Obat ini dipakai untuk pengobatan lepra dan dapat menimbulkan wama
kemerahan sampai cokelat pada kulit karena akumulasi obat. Ditemukan
pigmen cokelat dalam makrofag. 1
 Karoten
Karoten dapat menyebabkan warna kuning jingga pada kulit. Kadar
karoten dalam darah dapat menyebabkan warna kuning meningkat pada daerah
yang lapisan subkutannya tebal atau lemak subkutannya banyak . Karotenemia
dapat terjadi pada penderita hiperlipemia, diabetes mellitus, nefritis dan
hipotiroid. 1

22
2.8 HEMOKROMATOSIS
Hemokromatosis ditandai dengan adanya pigmentasi, diabetes melitus
dan hepatomegali, sering disertai dengan kelainan jantung, sirosis dan
hipogonad. Gejala klinisnya berupa pigmentasi menyeluruh dan terutama
pada wajah dan bagian ekstensor lengan dan punggung tangan serta daerah
genital. Pigmentasi karena deposit melanin atau besi, atau keduanya. Bila
disebabkan oleh melanin, terbentuk wama perunggu, dan bila disebabkan
oleh besi tampak wama abu-abu logam. Adanya pigmentasi pada mukosa
dijumpai pada 10% penderita. Adanya peningkatan kadar besi dalam
plasma dan peningkatan iron binding protein. Pengobatan dilakukan
dengan flebotomi, setiap minggu darah dikeluarkan sebanyak 500 ml
sampai kadar besi yang dikehendaki tercapai. 1-6

Gambar 8. Hemokromatosis.

2.9 KAROTENOSIS
Karotenosis adalah wama kuning yang terdapat pada kulit telapak kaki
dan telapak tangan, pada daerah nasolabial, lubang hidung, dahi dan dagu
disebabkan terlalu banyak makan wortel, jeruk, bayam, jagung, mentega,

23
telur, ubi, dan papaya. Karotenemiajuga terdapat pada penderita diabetes
melitus, karena makanan atau karena hiperlipidemia.
Penyakit ini sering menyerang anak-anak atau vegetarian. Kelebihan
karoten didapatkan dalam darah dan urin penderita. Pada pemeriksaan
histopatologi terlihat wama kuning pada epidermis dan stratum papilare.
7
Pengobatan dengan membatasi makanan yang mengandung karoten.

Gambar 9. Karotenosis.

24
2.10 VITILIGO
DEFINISI
Vitiligo merupakan gangguan pigmen yang ditandai secara klinis
oleh perkembangan bercak putih tanpa pigmen, secara mikroskopis
disebabkan tidak adanya melanosit, dan dapat meningkatan risiko
penyakit autoimun (misalnya, gangguan tiroid). Kejadian vitiligo
merupakan salah satuh kasus paling sering terjadi dari kasus dengan
pigmentasi kulit dimana sekitar 1% dari populasi dunia.
Vitiligo tidak menular. Hal ini tidak mengancam jiwa. Penyakit
ini dapat menyebabkan trauma psikologis yang luar biasa, terutama pada
orang dengan kulit berwarna. Patofisiologi lesi vitiligo, terjadi penurunan
atau tidak adanya melanosit fungsional di kulit. Banyak mekanisme
patofisiologi untuk vitiligo, diantaranya teori autoimun penghancuran
melanosit, cacat di struktur dan fungsi melanosit, paparan radikal bebas,
penurunan melanosit, metabolit autocytotoxic, rusaknya protein lipid
membran di melanosit, cacatnya faktor pertumbuhan melanosit,
perusakan neurokimia melanosit,dan etiologi virus.
Vitiligo menyebabkan hilangnya pigmen warna kulit. Kehilangan
pigmen dapat terjadi di mana saja di tubuh. Distribusi bercak putih dapat
di temukan pada wajah (periorificial), dorsa dari tangan, puting, aksila,
umbilikus, sacrum, inguinal, daerah anogenital, ekstremitas
(siku, lutut,pergelangan tangan, pergelangan kaki, tulang kering), tulang
prominences. Temuan terkait lainnya yaitu rambut putih rambut dan
rambut beruban prematur, alopecia areata, dan halo Nevi.
Vitiligo dapat di klasifikasikan menjadi lokalisata, generalisata
dan universalis. Lokalisata dapat di bedakan menjadi fokal vitiligo yaitu
dengan karakteristik satu bercak putih atau lebih satu bercak pada satu
area tubuh.Sesuai dengan distribusi saraf trigeminal. Segemntal
bermanifestasi sebagai satu bercak putih atau lebih pada dermatom,
paling sering terjadi pada anak, kadang sering disertai dengan rambut
menjadi putih. Mucosal dimana bercak putih hanya terdapat pada daerah
mukosa.

25
Vitiligo Generalisata dapat bermanifestasi sebagai vitiligo
acrofacial dimana bercak putih didapatkan pada ujung ujung jari dan di
tepi area bibir. Vulgaris ditandai dengan bercak yang tersebar dan
terdistribusikan secara luas pada tubuh. Mix atau campuran dimana
terjadi kombinasi dari vitiligo acrofacial dan vulgaris, atau segmental
vitiligo dan acrofacial atau dengan vitiligo vulgaris. Vitiligo universalis
merupakan manifestasi dari depigmentasi secara sempurna/ komplit atau
hampir komplit.
Pemeriksaan penunjang dermatopathology pada biopsi kulit, akan
Nampak melanosit benarbenar absen sepenuhnya pada kulit, tetapi pada
margin lesi, mungkin ada dapat di temukan melanosit. Pemeriksaan
dengan menggunakan lampu wood akan menunjukkan daerah
depigmentasi akan berwarna lebih cerah. Laboratorium Pemeriksaan tes
darah Darah untuk T4, TSH, glukosa, CBC, dan kortisol (di pasien
berisiko tinggi) dapat diindikasikan untuk menyingkirkan penyakit
autoimun. Beberapa penelitian mengungkapkan asosiasi disfungsi tiroid
(TD) dengan vitiligo telah memicu penelitian di seluruh dunia untuk
mengevaluasi pembenaran untuk skrining untuk TD pada pasien dengan
jenis vitiligo tertentu. Saat ini, anak-anak dengan vitiligo, terutama
perempuan dan yang memiliki kelainan vitiligo, telah dianjurkan untuk
setiap tahun untuk tes fungsi tiroid (TFTs) dan autoantibodi tiroid (TAA)
untuk membantu dalam diagnosis dini dan terapi TD.
Pengobatan vitiligo ditujukan untuk mengontrol perkembangan
penyakit dan untuk mencapai repigmentation pada lesi. dapat dibedakan
menjadi dua terapi yaitu terapi non pembedahan dan pembedahan.
Pada terapi non pembedahan diantaranya yaitu mengunakan
fototerapi yang dapat menginduksi repigmentation kosmetik dengan hasil
yang cukup memuaskan hingga 70% dari pasien. Terapi laser sangat
efektif pada lesi yang sedikit. dengan patch stabil. Fototerapi adalah salah
satu pilihan pengobatan yang paling dikenal dalam vitiligo.
Penatalaksanaan dengan sinar matahari ambien dikombinasikan dengan
tabir surya dapat membantu repigmentation, terutama pada daerah

26
kosmetik daerah seperti wajah atau tangan. Pada anak-anak dapat
digunakan fototerapi (narrowband UVB & PUVA). Pada beberapa
penelitian terbaru pengunaan fototerapi narrowband UVB sering juga di
kombinasikan dengan stem cell therapy, dilaporkan cukap memberikan
hasil yang memuaskan. Penggunaan steroid topikal ke daerah-daerah lesi
dilaporkan cukup berhasil, tetapi harus dihentikan jika ada tidak ada
perbaikan klinis setelah 2 bulan. Topikal tacrolimus 0,1% salep telah
dilaporkan keberhasilannya tanpa terapi sinar atau terapi steroid dan bisa
dicoba sebagai terapi tunggal atau digabungkan dengan terapi lainnya.
Pilihan terapi pembedahan mungkin menjadi pilihan jika terapi
tidak berhasil.Tujuan dari teknik berikut ini untuk meratakan warna kulit
Anda dengan mengembalikan warna. Diantaranya yaitu : Pencangkokan
kulit. Dalam prosedur ini, mengambil bagian yang sangat kecil dari kulit
normal, pigmentasi kulit dan menempelkan ke daerah-daerah yang telah
kehilangan pigmen. Prosedur ini kadangkadang digunakan jika vitiligo
memiliki patch kecil vitiligo. Risiko yang mungkin terjadi yaitu infeksi,
jaringan parut, dan kegagalan daerah untuk recolorisasi.
Tato (micropigmentation). Dalam teknik ini, dokter menggunakan
alat operasi khusus untuk menanamkan pigmen ke dalam kulit Anda. Hal
ini paling efektif di sekitar bibir, terutama pada orang dengan kulit lebih
gelap. Kerugian termasuk kesulitan mencocokkan warna kulit, dan
kecenderungan tato memudar. Juga, kerusakan kulit yang disebabkan
oleh tato dapat memicu patch lain pada vitiligo.

Gambar 10. Vitiligo.

27
BAB III
KESIMPULAN

Telah dibicarakan proses pigmentasi normal kulit, kelainan-kelainan


pigmentasi yang sering dijumpai, yang dapat menyebabkan gangguan kosmetik,
mulai dari gambaran kliniknya, patogenesis serta cara-cara pegobatannya.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Juanda, A . DKK (2013). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi Keenam.
Badan penerbit FKUI
2. Park HY, Yaar M. Biology of melanocytes. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, eds. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine, 9th ed, vol 2. New York: Mc Graw Hill, 2019: p. 2569-72.
3. PERDOSKI (2017). Panduan praktik klinis. PERDOSKI.
4. Elston OM, Berger TG, James WO. Melanocytic nevi and neoplasms. In:
Andrew's Diseases of the skin. 10111 ed., Philadelphia: W.B. Saunders Co;
2006. p 685-702.
5. Kang S, Sober, A.J. Disturbances of melanin pigmentation . In : Moschella
SL, Hurley HJ. Editor. Dermatology. 3'" ed, London : W.B . Saunders Co;
1992. p1421-74.
6. Leslie Baumanm, MD, “Cosmetic Dermatologi Principles and Practice”,
second edition, The Mc Graw-Hill Book Companies inc, 2009
7. Graham-Brown & burns, “Lecyure Notes On Dermatology, edisi kedelapan,
Jakarta 2005
8. Prof. Dr. R.S. Siregar, Sp.KK(K) “Saripati Penyakit Kulit”, Edisi dua, ECG,
2005
9. Bag/SMF Ilmu Kesehatan kulit dan kelamin FK UNAIR/RSU Dr Soetomo,
“Atlas Penyakit Kulit dan kelamin”, edisi kedua, cetakan ketiga, Airlangga
University Press, 2011.
10. Syarif M. Wasitaatmadya, Dermatologi Kosmetic, edisi kedua, FKUI, 2011

29

Anda mungkin juga menyukai