LATAR BELAKANG
3. Komunikasi Mata
Pesan-pesan yang dikomunikasikan oleh mata bervariasi bergantung pada durasi,
arah, dan kualitas dari perilaku mata. Bila kontak mata terjadi lebih singkat, kita dapat
mengira orang ini tidak berminat, rnalu, atau sibuk. Bila waktu yang patut dilampaui, kita
umumnya menganggap hal ini menunjukkan minat yang berlebihan. Di antara periset-periset
lain,Mark Knapp (1978) mengemukakan empat fungsi komunikasi mata:
a. Mencari Umpan Balik
Kita seringkali menggunakan mata kita untuk mencari umpan balik dari orang lain.
Dalam berbicara dengan seseorang, kita memandangnya dengan sungguh-sungguh, seakan-
akan mengatakan, “Nah, bagaimana pendapat anda?” Seperti mungkin anda duga, pendengar
memandang pembicara lebih banyak ketimbang pembicara memandang pendengar.
b. Menginformasikan Pihak Lain untuk Berbicara
Fungsi kedua adalah menginformasikan pihak lain bahwa saluran komunikasi telah
terbuka dan bahwa ia sekarang dapat berbicara. Kita melihat ini dengan jelas di ruang kuliah,
ketika dosen mengajukan pertanyaan dan kemudian menatap salah seorang mahasiswa.
Tanpa mengatakan apa-apa, dosen ini jelas mengharapkan mahasiswa tersebut untuk
menjawab pertanyaannya.
c. Mengisyaratkan Sifat Hubungan
Fungsi ketiga adalah mengisyaratkan sifat hubungan antara dua orang -misalnya,
hubungan positif yang ditandai dengan pandangan terfokus yang penuh perhatian, atau
hubungan negatif yang ditandai dengan penghindaran kontak mata. Kita juga dapat
mengisyaratkan tata hubungan status dengan mata kita. Ini khususnya menarik karena
gerakan mata yang sama mungkin mengisyaratkan subordinasi atau superioritas. Seorang
atasan, misalnya, mungkin menatap bawahannya atau tidak mau melihatnya langsung.
Demikian pula, bawahan mungkin menatap langsung atasannya atau barangkali hanya
menatap lantai.
d. Mengkompensasi Bertambahnya Jarak Fisik
Akhimya, gerakan mata dapat mengkompensasi bertambah jauhnya jarak fisik. Dengan
melakukan kontak mata, kita secara psikologis mengatasi jarak fisik yang memisahkan kita.
Bila kita menangkap pandangan mata seseorang dalam sebuah pesta, misalnya, secara
psikologis kita menjadi dekat meskipun secara fisik jarak di antara kita jauh. Tidaklah
mengherankan, kontak mata dan ekspresi lain yang menunjukkan kedekatan psikologis,
seperti pengungkapan-diri, berhubungan secara positif; jika yang satu meningkat, begitu juga
yang lain.
e. Fungsi Penghindaran Kontak Mata
Ahli sosiologi, Erving Goffman, dalam Interaction Ritual (1967), mengatakan bahwa
mata adalah “pengganggu yang hebat.” Bila kita menghindari kontak mata atau mengalihkan
pandangan kita, kita membantu orang lain menjaga privasi (privacy) mereka. Kita sering
melakukan hal ini bila ada pasangan yang bertengkar di muka umum. Kita mengalihkan
pandangan dari mereka (meskipun mungkin mata kita terbuka lebar) seakan-akan
mengatakan, “Kami tidak ingin mencampuri; kami menghormati hak anda.” Goffman
menamai perilaku iniinatensi masyarakat (civil innatention). Penghindaran kontak mata
dapat mengisyaratkan ketiadaan minat-terhadap seseorang, pembicaraan, atau rangsangan
visual tertentu. Adakalanya, seperti burung unta, kita menyembunyikan mata kita untuk
menghindari rangsangan yang tidak menyenangkan. Perhatikanlah, misalnya, betapa cepat
orang menutup mata mereka bila menghadapi hal yang sangat tidak menyenangkan.
4. Komunikasi Ruang
a. Proksemik/komunikasi jarak
Yaitu jarak yang Anda gunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga
tempat atau lokasi posisi Anda berada.
1) Intim (0-45cm)
2) Personal (75-120cm)
b. Teritorial
5. Diam
a. Memberi kesempatan berpikir
b. Menyakiti
d. Mencegah komunikasi
e. Mengkomunikasikan perasaan
6. Paralanguage
Merupakan suara-suara/vokal nonverbal yang merupakan aspek-aspek dari percakapan,
seperti kecepatan berbicara: volume, ritme; bentuk-bentuk vokal: tertawa, pekikan, rintihan,
uh, ahh, dan sebagainya.
7. Komunikasi Temporal (Waktu)
a. Menujukkan status
b. Waktu dan kesesuaian
1. Sentuhan (haptics)
Diasumsikan bahwa setiap rangsangan indera melalui kulit mengkomunikasikan
makna. Makna yang diterima dari suatu sentuhan sangat bergantung tidak hanya pada sifat
sentuhan, tetapi juga pada situasi dan hubungan antar individu.
Kebudayaan kita dilabeli sebagai kebudayaan nonkontak, yang mengindikasi bahwa
kita cenderung menjadi sangat membatasi tentang siapa menyentuh siapa. Beberapa sentuhan
dinilai terutama dalam hubungan dengan potensi yang menimbulkan gairah seksual.
Contoh:
Bentuk komunikasi non-verbal yang berupa sentuhan dalam kebudayaan Sunda,
antara lain:
a. Setiap bertemu dengan orang yang lebih tua, terutama keluarga, biasanya orang yang lebih
muda mencium tangan orang yang lebih tua sebagai ungkapan rasa hormat.
b. Ketika bertemu dengan kerabat atau teman yang seusia, jika sesama jenis kelamin, biasanya
berjabat tangan dan berpelukan atau mencium pipi kanan-kiri. Jika berlainan jenis kelamin,
hanya berjabat tangan saja.
c. Dalam hubungan suami dan istri, istri biasanya mencium tangan suaminya sebagai tanda
hormat.
d. Dalam upacara perkawinan, ada satu ritual injak telur yang dilakukan oleh suami, sang istri
kemudian akan mencucikan kaki suaminya sebagai simbol pengabdiannya pada sang suami.
e. Dalam hubungan orang tua dan anak, orang tua biasanya mencium kening anaknya setelah
si anak mencium tangan orang tuanya, biasanya dilakukan ketika selesai sembahyang
berjamaah atau ketika akan pergi meninggalkan rumah untuk beraktivitas.
3. Kinesik (kinesics)
Terdapat beberapa jenis kinesik, antra lain:
(1) Ekspresi wajah
Ekspresi wajah dan kontak mata dianggap sebagai kunci penting dalam menentukan
kepribadian dan kondisi emosi seseorang. Kita cenderung menentukan atau menduga
perasaan atau emosi seseorang apakah dia senang, berbohong, berbicara benar, atau sedang
frustasi dengan memperhatikan ekspresi wajahnya, termasuk dengan melihat matanya atau
melalui kontak mata. Jika orang tua saya sudah memasang wajah cemberut, itu artinya
mereka sedang marah. Ekspresi wajah yang sumeringah itu menandakan sedang senang atau
bahagia.
(2) Kontak mata
Biasanya perilaku saling menatap ditemukan dalam interaksi sesama perempuan
daripada antara sesama laki-laki. Informasi visual berperan secara sangat lebih nyata pada
perempuan dalam kehidupan sosial mereka dibanding laki-laki, aktivitas visual perempuan
lebih sensitif terhadap kondisi yang situasional dibanding laki-laki. Contoh kontak mata yang
dilakukan, ketika bertamu ke rumah orang, ibu saya selalu mengajarkan agar saya harus
berlaku sopan. Dengan tidak boleh mengambil makanan suguhan, kaki tidak boleh naik ke
kursi, dan sebagainya. Apabila saya berlaku tidak sopan, maka ibu saya akan melototi saya,
yang artinya “tidak boleh begitu”. Selain itu, apabila ada tamu ibu atau ayah saya yang
datang ke rumah, saya tidak diperkenankan untuk menimbrung di ruang tamu. Apabila saya
tetap berada di ruang tamu, maka ibu saya memelototi saya, yang artinya saya harus pergi
dari ruang tamu dan tidak boleh menimbrung.
Hubungan antara komunikasi nonverbal dan kebudayaan sangat erat karena keduanya
dipelajari, diwariskan dan melibatkan pengertian-pengertian yang harus dimiliki bersama.
Dilihat dari segi ini, dapat dimengerti mengapa komunikasi nonverbal dan kebudayaan tidak
dapat dipisahkan satu sama lain.
Banyak perilaku nonverbal dipelajari secara kultural. Sebagaimana aspek verbal,
komunikasi nonverbal juga tergantung atau ditentukan oleh kebudayaan, yaitu :
1. Kebudayaan menentukan perilaku-perilaku nonverbal yang mewakili atau melambangkan
pemikiran, perasaan, keadaan tertentu dari komunikator.
2. Kebudayaan menentukan kapan waktu yang tepat atau layak untuk mengkomunikasikan
pemikiran, perasaan, keadaan internal. Jadi walaupun perilaku-perilaku yang memperlihatkan
emosi ini banyak yang bersifat universal, tetapi ada perbedaan-perbedaan kebudayaan dalam
menentukan kapan, oleh siapa dan dimana emosi-emosi itu dapat diperlihatkan.
3. Pengenalan dan pemahaman tentang pengaruh kebudayaan pada interaksi nonverbal
merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam Komunikasi Antar Budaya, karena: Dengan
mengerti pola-pola dasar pengetahuan nonverbal dalam suatu kebudayaan, kita dapat
mengetahui sikap-sikap dasar dari kebudayaan tersebut. Misalnya dengan memperhatikan
tindak tanduk para pegawai pria Jepang dalam membuat pertemuan-pertemuan di restoran
pada malam hari, seseorang dapat mempelajari sedikit tentang sikap mereka terhadap
pekerjaan dan wanita.
4. Pola-pola perilaku nonverbal dapat memberikan informasi tentang sistem nilai suatu
kebudayaan. Misalnya : tentang konsep waktu kebudayaan dengan orientasi pada “doing”
(aktif melakukan sesuatu) seperti Amerika Serikat akan cenderung untuk menganggap situasi
tanpa kata-kata sebagai membuang-buang waktu. Bagi kebudayaan dengan orientasi pada
“being” (keberadaan), suasana hening dalam pembicaraan mempunyai nilai positif, karena
penting untuk pemahaman diri dan kesadaran akan keadaan.
5. Pengetahuan tentang perilaku nonverbal dapat membantu untuk menekan rasa
etnosentrisme. Misalnya : seseorang mungkin akan lebih memahami penggunaan jarak ruang
oleh orang lain, jika orang tersebut sadar akan karakteristik-karakteristik kebudayaan yang
mendasarinya, yang mencerminkan sesuatu tentang si pengguna dan kebudayaannya.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_nonverbal
https://aswantd.wordpress.com/2010/05/03/persamaan-dan-perbedaan-gender-dalam-
komunikasi/
http://safrizalds.blogspot.co.id/
2.1. FUNGSI KOMUNIKASI NONVERBAL
Dilihat dari fungsinya, perilaku nonverbal mempunyai beberapa fungsi. Paul Ekman
menjelaskan 5 fungsi pesan nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata,
yakni ebagai berikut:
Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan symbol yang memiliki kesetaraan dengan
symbol verbal.
Penyesuaian. Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan.
Itu merupakan respon tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi
kecemasan.
Lebih jauh lagi, dalam hubungannya dengan perilaku verbal, perilaku nonverbal
Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal, jadi berdiri sendiri, misalnya anda
menggoyangkan tangan anda dengan telapak tangan mengarah kedepan (sebagai pengganti
kata “tidak”) ketika seorang pengamen mendatangi mobil anda.
Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya anda sebagai mahasiswa
mengenakan jaket, atau membereskan buku-buku, atau melihat jam tangan menjelang kuliah
berakhir, sehingga dosen segara menutup kuliahnya.
Perilaku noverbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku verbal. Misalnya,
seorang suami mengtakan “bagus!” ketika dimintai komentar pleh istrinya mengenai gaun
yang dibelinya, seraya terus membaca surat kabar atau menonton televisi.
Secara garis besar Larry A. Samovar dan Richard E. Porter membagi pesan-pesan
nonverbal menjadi dua kategori besar, yakni: pertama, perilaku yang terdiri dari penampilan
dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan,
dan parabahasa; kedua, ruang, waktu, dan diam. Klasifikasi Samovar dan Porter ini sejajar
dengan klasifikasi Jhon R. Wenburg dan William W. Wilmot, yakni isyrat-isyarat nonverbal
perilaku (behavioral) dan isyarat-isyarat nonverbal bersifat public seperti ukuran ruangan dan
factor-faktor situasional lainnya.