OLEH :
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
III.1 Kesimpulan.................................................................................15
III.2 Saran..........................................................................................15
...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
I.2 Tujuan Pelaksanaan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
1. Menambah pengetahuan kepada masyarakat pada umumnya dan
kepada mahasiswa tentang sejarah HAM di Indonesia.
2. Mengetahui hubungan antara HAM dengan Pancasila.
3. Mengetahui contoh-contoh pelanggaran HAM
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Berikut sejarah penegakan HAM di Indonesia.
1. Pada Masa Prakemerdekaan
Pemikiran modern tentang HAM di Indonesia baru muncul pada
abad ke-19. Orang Indonesia pertama yang secara jelas
mengungkapkan pemikiran mengenai HAM adalah Raden Ajeng
Kartini. Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya
40 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan.
2. Pada Masa Kemerdekaan
Pada masa orde lama
Gagasan mengenai perlunya HAM selanjutnya berkembang
dalam sidang BPUPKI. Tokoh yang gigih membela agar HAM diatur
secara luas dalam UUD 1945 dalam sidang itu adalah Mohammad
Hatta dan Mohammad Sukiman. Tetapi, upaya mereka kurang
berhasil. Hanya sedikit nilai-nilai HAM yang diatur dalam UUD 1945.
Sementara itu, secara menyeluruh HAM diatur dalam Konstitusi RIS
dan UUDS 1950.
Pada masa orde baru
Pelanggaran HAM pada masa orde baru mencapai puncaknya.
Ini terjadi terutama karena HAM dianggap sebagai paham liberal
(Barat) yang bertentangan dengan budaya timur dan Pancasila.
Karena itu, HAM hanya diakui secara sangat minimal. Komisi Hak
Asasi Manusia dibentuk pada tahun 1993. Namun, komisi tersebut
tidak dapat berfungsi dengan baik karena kondisi politik. Berbagai
pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula berbagai
pelanggaran HAM berat. Hal itu akhirnya mendorong munculnya
gerakan reformasi untuk mengakhiri kekuasaan orde baru.
3. Pada Masa Reformasi
Masalah penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah
menjadi tekad dan komitmen yang kuat dari segenap komponen
bangsa terutama pada era reformasi sekarang ini. Kemajuan itu
ditandai dengan membaiknya iklim kebebasan dan lahirnya berbagai
4
dokumen HAM yang lebih baik. Dokumen itu meliputi UUD 1945 hasil
amendemen, Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU
No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
5
hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini
dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan
lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran
ataupun kedudukan lain. Selanjutnya, tidak akan diadakan
pembedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan
internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal,
baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah
perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan
yang lain).
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap
warga negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta serta
memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan
dan perlindungan undang-undang. Sila Kedua, mengamanatkan
adanya persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan
kewajiban antara sesama manusia sebagaimana tercantum dalam
Deklarasi HAM PBB yang melarang adanya diskriminasi. Pasal 7
(Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan
hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas
perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang
bertentangan dengan Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang
mengarah pada diskriminasi semacam ini).
3. Sila Persatuan Indonesia
Sila ini mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga
Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau
golongan, hal ini sesuai dengan Prinsip HAM dimana hendaknya
sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat
persaudaraan. Pasal 1 (Semua orang dilahirkan merdeka dan
mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal
6
dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam
persaudaraan).
4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan dan Perwakilan
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan dicerminkan dalam kehidupan
pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis.
Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat
yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun intervensi
yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat. Inti dari sila ini
adalah musyawarah dan mufakat dalam setiap penyelesaian masalah
dan pengambilan keputusan sehingga setiap orang tidak dibenarkan
untuk mengambil tindakan sendiri, atas inisiatif sendiri yang dapat
mengganggu kebebasan orang lain. Hal ini sesuai pula dengan
Deklarasi HAM.
5. Sila Keadalian Bagi seluruh Rakyat Indonesia
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengakui hak milik
perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta
memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat. Asas
keadilan dalam HAM tercermin dalam sila ini, dimana keadilan disini
ditujukan bagi kepentingan umum tidak ada pembedaan atau
diskriminasi antar individu. (DP, berbagai sumber)
7
dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh
negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang
bersangkutan dalam tata hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12
tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU
ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah :
1. Setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi
WNI
2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan
ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan
ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal
sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang
WNI
6. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
7. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui
oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu
dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
8. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada
waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui
10. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah
dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya.
11. Anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan
ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut
8
dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang
bersangkutan.
12. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia
sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi :
1. Anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18
tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing.
2. Anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah
sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan.
3. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh
kewarganegaraan Indonesia
4. Anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara
sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang
termasuk dalam situasi sebagai berikut:
1. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau
ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia.
2. Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang
diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai
anak oleh warga negara Indonesia
Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di
atas, dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia
melalui proses pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara
sah dengan warga negara Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara
Republik Indonesia sedikitnya lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun
tidak berturut-turut dapat menyampaikan pernyataan menjadi warga
9
negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak mengakibatkan
kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU
Kewarganegaraan tahun 2006 memperbolehkan dwikewarganegaraan
secara terbatas, yaitu untuk anak yang berusia sampai 18 tahun dan
belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan lebih lanjut mengenai hal
ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007.
Dari UU ini terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia
menganut asas kewarganegaraan ius sanguinis, ditambah dengan ius soli
terbatas (lihat poin 8-10) dan kewarganegaraan ganda terbatas (poin 11).
10
Dalam Hubungan anatar Negara seseorang dapat pindah tempat
dan beardomisili di Negara lain. Apabila seseorang atau keluarga yang
bertempat tinggal di negeri lain melahirkan anak, maka status
kewarganegaraan anak ini tergantung Negara tempat kelahirannya dan
yang berlaku di Negara orang tuanya. Perbedaan asas yang dianut oleh
Negara yang lain, misalnya Negara A menganut asas ius sanguinis
sedangkan Negara B menganut asas ius soli, hal ini dapat menimbulkan
status bipatride atau apatride pada anak tersebut.
Apatride adalah tanpa kewarganegaraan yang timbul apabila
penurut peraturan kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai
warga Negara dari Negara manapun.
Misalnya Agus dan ira adalah suami istri yang berstatus Negara B
yang berasal dari ius soli. Mereka berdomisili di Negara A yang
berasas ius sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka Budi, menurut
Negara A, Budi tidak diakui sebagai warga negaranya, karena
orangtuanya bukan warga negaranya. Begitupula menurut Negara B,
Budi tidak diakui sebagai warga negaranya, karena lahir di wilayah
Negara lain. Dengan demikian Budi tiak mempunyai
kewarganegaraan atau apatride.
Bipatride adalah dwi kewarganegaraan, yang timbul apabila
penurut peraturan dari dua Negara terkait seorang dianggap sebagai
warga Negara kedua Negara itu.
Misalnya Adi dan Ani adalah suami isteri yang berstatus warga
Negara A, namun mereka berdomisili di Negara B. Negara A
menganut asas ius sanguinis dan Negara B menganut asas ius soli.
Kemudian lahirlah anak mereka, Dani. Menurut Negara A yang
menganut asas ius sanguinis, Dani adalah warga Negaranya karena
mengikuti kewarganegaraan orang tuanya. Menurut Negara B yang
menganut asas ius soli, Dani juga warga Negaranya, karena tempat
11
kelahirannya adalah di Negara B. dengan demikian Dani mempunyai
status dua kewarganegaraan atau bipatride.
12
disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan
hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku.Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat
ditemukan pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di
belahan dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah
maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok. Kasus
pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
Pembunuhan masal (genisida).
Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan.
Penyiksaan.
Penghilangan orang secara paksa.
Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
Pemukulan
Penganiayaan
Pencemaran nama baik
Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
Menghilangkan nyawa orang lain
Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan
berbuat baik, dan keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah
yang menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti
membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain.
Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara
aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat.
Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan
masyarakat. Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia,
13
ada beberapa peristiiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang
terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan
masyarakat Indonesia, seperti :
a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga
sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam
peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan
korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.
b. Kasus Ambon (1999)
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang
merambat kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana
telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak
korban.
14
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Hak Asasi Manusia atau sering disebut dengan HAM adalah hak
yang sudah dimiliki manusia sejak masih dalam kandungan yang bersifat
kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia
tidak dapat direbut atau diirampas oleh siapapun. Setiap manusia atau
individu mempunyai hak yang sama, tidak ada yang dibeda-bedakan.
Selain itu manusia juga sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup
sendiri tetapi hidup dalam sebuah kelompok. Sebagai makhluk social,
selain mempunyai hak asasi juga mempunyai kewajiban sebagai
warganegara, maka sudah seharusnya dipatuhi dan dijalankan.
III.2 Saran
Sebaiknya setiap manusia itu harus menghormati, menghargai hak
asasi oranglain karena hak mereka itu sama, bukan saling menyalahkan
karena sebuah perbedaan. Dan kewajiban sebagai warganegara
hendaknya dijalankan tidak hanya menuntut hak saja tapi melalaikan
kewajiban karena itu merugikan oranglain, padahal manusia itu makhlukk
social yang tidak bisa hidup sendiri.
15
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adne4112/w3_5_5_4.htm (diakses
tanggal 05 Oktober 2014)
http://yogifatori.wordpress.com/2011/10/13/pengertian-apatride-bipatride-
dan-multipatride/ (diakses tanggal 05 Oktober 2014)
http://www.pusakaindonesia.org/pancasila-memayungi-hak-asasi-
manusia-ham/ (diakses tanggal 05 Oktober 2014)
http://www.zonasiswa.com/2014/07/sejarah-hak-asasi-manusia-ham.html
(diakses tanggal 05 Oktober 2014)
16