Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan adanya instalasi kesehatan seperti puskesmas sangatlah membantu
menjaga kesehatan masyarakat, tetapi sejalan denngan perubahan puskesmas
harus mampu mengelola alat kesehatan, obat – obatan dengan baik.
Dalam UU No. 36 th 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa sehat
adalah keadaan sejahtra dari badan, jiwa yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis yang memiliki arti sehat bukan hanya sehat
jasmani tetapi juga rohani Kesehatan merupakan salah satu investasi termahal
dalam hidup dan juga merupakan suatu anugerah dari Tuhan yang tak ternilai
harganya. Sebanyak apapun harta yang dimiliki oleh seseorang tentu tidak akan
ada artinya apa bila orang tersebut tidak mempunyai tubuh yang sehat. Menjaga
kesehatan itu perlu agar tubuh selalu sehat jasmani dan rohani akan tetapi tidak
selamanya seseorang tersebut selalu berada dalam keadaan sehat, ada kalanya
seseorang harus terjatuh sakit. Berbagai cara dilakukan agar seseorang dapat
kembali menjadi sehat salah satu cara yang dilakukan masyarakat pada umumnya
adalah dengan memeriksakan diri ke tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti
puskesmas.
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan  pusat pengembangan kesehatan masyarakat, membina peran serta
masyarakat, memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Oleh karena itu
puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan
kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Puskesmas tersebar hampir di
berbagai daerah biasanya selalu ada di tiap kecamatan dengan jangkauan luas
daerah operasional yang sesuai.
Puskesmas menyelenggarakan upaya yang bersifat menyeluruh, terpadu,
merata dapat di terima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif
masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan

4
teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat di pikul oleh pemerintah dan
masyarakat.
Dalam sarana kesehatan puskesmas, farmasi merupakan salah satu faktor
penting dalam menunjang pelayanan kesehatan. Profesi Farmasi  saat ini telah
mengalami perkembangan yaitu dari orientasi pada obat berubah menjadi orientasi
pada pasien bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi farmasi
dalam pekerjaan kefarmasian untuk mencapai tujuan akhir yaitu peningkatan
kualitas hidup pasien.
Pengalaman belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa didik
untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan pendidikan yang dapat diperoleh
melalui pendidikan di kelas, laboratorium maupun lapangan. Untuk mencapai
pengalaman belajar , pada tatanan yang nyata dan komprehensif sehingga siswa
dapat lebih siap dan mandiri, maka di laksanakan pengantar praktek kerja
lapangan pada siswa SMK Kesehatan Putra Borneo Nunukan. Dengan adanya
pengantar praktek kerja lapangan para siswa dapat mengetahui langsung kondisi
dan situasi pada dunia kerja, sehingga mampu belajar menghadapi berbagai
tantangan dalam dunia kerja dan belajar untuk menganalisis suatu gejala dan
masalah agar kelak dapat diaplikasikan langsung pada pasien dengan diberi
bimbingan dan pengarahan
1.2 Maksud dan Tujuan PKL 
1.2.1 Maksud
Maksud dilaksanakannya praktek kerja lapangan adalah untuk
mengaplikasikan praktek mahasiswa diluar kampus. Dan juga agar mahasiswa
mengetahui bagaimana praktek sesungguhnya di tempat kerja atau intansi terkait.  
1.2.2 Tujuan 
1. Sebagai pembanding antara teori yang diberikan selama proses pendidikan
dengan praktek yang diperoleh di lapangan.
2. Dapat meningkatkan pribadi mahasiswa dalam melaksanakan tugas
Magang yang telah diberikan

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Puskesmas
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) merupakan kesatuan
organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang
bersifat meneyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan terjangkau oleh
masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat mengunakan hasil
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya
yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat luas guna mencapai
derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
perorangan (Depkes RI, 2007).
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan diwilayah kerja (Depkes RI, 2007).
2.2 Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh
puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan
nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi orang yang bertempat tinggal diwilayah kerja puskesmas agar
terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Sarlin, 2013).
2.3 Fungsi Puskesmas
Puskesmas memiliki wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan atau
sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan
geografi dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan
dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Untuk perluasan jangkauan
pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit
pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut puskesmas
pembantu dan puskesmas keliling. Khusus untuk kota besar dengan jumlah
penduduk satu juta jiwa atau lebih, wilayah kerja puskesmas dapat meliputi
satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk

6
150.000 jiwa atau lebih, merupakan puskesmas Pembina yang berfungsi
sebagai pusat rujukan bagi puskesmas kelurahan dan juga mempunyai
fungsi koordinasi (Sarlin, 2013).
Menurut Azis (2005), fungsi puskesmas yaitu: pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan yang berarti puskesmas selalu
berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan
lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya,
sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.
Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak
kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah
kerjanya.
Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan
puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Pusat pemberdayaan masyarakat berarti puskesmas
selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan
masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan
kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat,
berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan
memantau pelaksanaan program kesehatan (Azis, 2005).
Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini
diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya
sosial budaya masyarakat setempat. Pusat pelayanan kesehatan strata
pertama berarti puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi
tanggungjawab puskesmas meliputi: Pelayanan kesehatan perorangan
adalah pelayanan yang bersifat pribadi (privat goods) dengan tujuan utama
menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa
mengabaikan pemeliharan kesehatan dan pencegahan penyakit (Azis, 2005).

7
Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk
puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. Pelayanan kesehatan
masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan
tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat disebut antara lain adalah
promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana,
kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat
lainnya (Azis, 2005).
Menurut Jamil (2006), ada beberapa proses dalam melaksanakan
fungsi tersebut yaitu merangsang masyarakat termasuk swasta untuk
melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri,
memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan
menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien, memberikan
bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun
rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut
tidak menimbulkan ketergantungan memberikan pelayanan kesehatan
langsung kepada masyarakat, bekerja sama dengan sektorsektor yang
bersangkutan dalam melaksanakan program puskesmas.
2.4 Peran Puskesmas
Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi
pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan
jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran
tersebut ditunjukkan dalam bentuk ke ikutsertaan dalam menentukan
kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis,
tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan
pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut
berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan
pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu (Jamil, 2006).
2.5 Sejarah Puskesmas

8
Sejarah dan perkembangan puskesmas di Indonesia mulai dari
didirikannya berbagai institusi kesehatan seperti balai pengobatan, balai
kesejahteraan ibu dan anak, serta diselenggarakannya berbagai upaya upaya
kesehatan seperti usaha hygiene dan sanitasi lingkungan yang masing-
masing berjalan sendiri-sendiri (Anjarwati, 2010).
Penggunaan istilah puskesmas pertama kali dimuat pada Master
Plan of Operation for Strenghtening National Health Service
inIndonesia tahun 1969. Dalam dokumen tersebut disebutkan puskesmas
terdiri dari 3 tipe puskesmas (tipe A, tipe B, tipe C). Kemudian dalam
Rapat Kerja Kesehatan Nasional (RaKerKesNas) ke III tahun 1970
menetapkan hanya ada satu tipe puskesmas dengan 6 kegiatan pokok.
Perkembangan selanjutnya lebih mengarah pada penambahan kegiatan
pokok seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kemampuan pemerintah serta keinginan program ditingkat pusat, sehingga
kegiatan berkembang menjadi 18 kegiatan pokok, bahkan DKI
Jakarta mengembangkan menjadi 21 kegiatan pokok (Anjarwati, 2010).
Melalui RaKerKesNas tersebut timbul gagasan untuk menyatukan
semua pelayanan kesehatan tingkat pertama ke dalam suatu organisasi yang
dipercaya dan diberi nama Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), dan
puskesmas waktu itu dibedakan menjadi (Anjarwati, 2010).
a. Puskesmas Tingkat Desa
b. Puskesmas Tingkat Kecamatan
c. Puskesmas Tingkat Kawedanan
2.6 Kegiatan Pokok Puskesmas
Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbeda-
beda,maka kegiatan pokok yang dapat dilaksanakan oleh sebuah puskesmas
akan berbeda pula. Namun demikian kegiatan pokok puskesmas harus
dilaksanakan adalah sebagai berikut (Anjarwati, 2010).
a.    Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
b.     Keluarga Berencana (KB)
c.     Usaha Peningkatan Gizi (UPG)

9
d.     Kesehatan Lingkungan (KL)
e.     Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P3M)
f.      Pengobatan Termasuk Pelayanan Darurat karena Kecelakaan
g.     Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM)
2.7 Puskesmas Pembantu
Puskesmas pembantu adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana
dan berfungsi menunjang dan membantu memperluas jangkauan Puskesmas
dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Puskesmas dalam
ruang lingkup wilayah yang lebih kecil serta jenis dan kompetensi
pelayanan yang disesuaikan dengan kemampuan tenaga dan sarana yang
tersedia (Hartono, 2010).
Kondisi Puskesmas pembantu adalah informasi mengenai jumlah
Puskesmas pembantu yang dimiliki oleh Puskesmas, dengan rincian sebagai
berikut (Hartono, 2010).
1. Baik; apabila bangunan pustu yang bersangkutan dalam kondisi baik
atau tidak mengalami kerusakan.
2. Rusak ringan; apabila bangunan pustu yang bersangkutan terjadi
kerusakan pada komponen pintu, jendela, kaca, penggantung, pengunci,
cat, dan sebagainya.
3. Rusak berat; apabila bangunan pustu yang bersangkutan terjadi
kerusakan pada komponen pokok dari bangunan seperti pilar, pondasi,
sloope, ring baik.
4. Rusak total; apabila bangunan pustu yang bersangkutan sudah tidak
dapat digunakan/dimanfaatkan lagi
2.8 Pengelolaan Obat di Puskesmas
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan pelaksanaan upaya
kesehatan dari pemerintah, yang berperan dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat
pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan
perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat, pusat penggerak

10
pembangunan berwawasan kesehatan dan pusat pemberdayaan masyarakat.
Ruang lingkup kegiatan pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi
Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan
farmasi klinik di dukung dengan adanya sarana prasarana dan sumber daya
manusia (Permenkes, 2014)
Manajemen pengelolaan sediaan farmasi di gudang meliputi
perencanaan obat, pengadaan obat, penyimpanan obat dan pendistribusian
obat, gudang penyimpanan obat di puskesmas dan rumah sakit di Indonesia
diketahui masih kurang untuk memenuhi persyaratan penyimpanan seperti
tidak menggunakan sistem FIFO dan FEFO, kartu stok yang belum
memadai, dan tidak menggunakan sistem penataan alfabetis. Pengelolaan
obat pada tahap penyimpanan merupakan bagian penting dalam
menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga mutu
obat-obatan, memudahkan pencarian dan pengawasan, menjaga
kelangsungan persediaan, mengurangi resiko kerusakan dan kehilangan,
mengoptimalkan persediaan, serta memberikan informasi kebutuhan obat
yang akan datang (Sarlin, 2013).
Kegiatan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
(Sarlin, 2013).
1. Perencanaan
Menurut Permenkes Nomor 30 tahun 2014 Perencanaan yakni
kegiatan seleksi obat dalam menentukan jumlah dan jenis obat dalam
memenuhi kebutuhan sediaan farmasi di puskesmas dengan pemilihan
yang tepat agar tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, serta efisien.
Perencanaan obat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
peningkatan efisisensi penggunaan obat, peningkatan penggunaan obat
secara rasional, dan perkiraan jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan.
2. Permintaan
Permintaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan obat
yang sudah direncanakan dengan mengajukan permintaan kepada Dinas

11
Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai peraturan dan kebijakan pemerintah
setempat.
3. Penerimaan
Penerimaan obat adalah kegiatan menerima obat dari Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang sudah diajukan
oleh puskesmas menurut Permenkes 2014. Pada kegiatan penerimaan
obat harus menjamin jumlah, mutu, waktu penyerahan, spesifikasi,
kesesuaian jenis dan harga yang tertera pada pesanan.
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengaturan obat agar terhindar
dari kerusakan fisik maupun kimia, agar aman dan mutunya terjamin.
Penyimpanan obat harus mempertimbangkan berbagai hal yaitu bentuk
dan jenis sediaan, mudah atau tidaknya meledak/terbakar, stabilitas, dan
narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus (Permenkes,
2014).
A. Kegiatan penyimpanan obat meliputi:
1. Perencanaan/persiapan dan pengembangan ruang-ruang
penyimpanan (storage space)
2. Penyelenggaraan tata laksana penyimpanan (storage procedure)
3. Perencanaan/penyimpanan dan pengoperasian alat-alat
pembantu pengaturan barang (material handling equipment)
4. Tindakan-tindakan keamanaan dan keselamatan
B. Tujuan dari penyimpanan obat menurut Dikes (2015) yakni :
1. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
2. Memudahkan pencarian dan pengawasan sediaan
3. Memelihara mutu sediaan farmasi
4. Menjaga ketersediaan
C. Menurut Depkes RI (2004) tujuan penyimpanan yaitu :
1. Aman, yakni barang/ obat yang di simpan tetap aman dari
kehilangan dan kerusakan; (1) Kehilangan yang berarti dicuri,
dimakan hama atau hilang sendiri (tumpah, menguap), (2)

12
Kerusakan yang diakibatkan barang sediaan rusak sendiri atau
sediaan merusak lingkungan (polusi)
2. Awet, yakni warna, bau, sifat, ukuran, dan fungsinya tidak
berubah
3. Tepat, saat permintaan barang, barang yang diserahkan
memenuhi lima tepat, yaitu tepat barang,kondisi, jumlah, waktu
dan harganya.
4. Menghindari dari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
D. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas penyimpanan
obat harus mempertimbangkan hal-hal berikut :
1. Bentuk dan jenis sediaan
2. Stabilitas suhu, cahaya dan kelembaban
3. Mudah atau tidaknya meledak/terbakar
4. Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus
E. Prosedur Sistem Penyimpanan obat menurut Anjarwati (2010)
yakni :
1. Obat disusun berdasarkan abjad ( alfabetis ), persamaan bentuk
(obat kering atau cair) dan cara pemberian obat (luar, oral, dan
suntikan)
2. Penyusunan obat berdasarkan frekuensi penggunaan ; (1) FIFO
(First In First Out) obat yang datang pertama akan kadaluarsa
lebih awal, maka dari itu obat lama harus diletakkan dan disusun
paling depan dan obat baru diletakkan paling belakang. (2)
FEFO (First Expired First Out) obat yang lebih awal kadaluarsa
harus dikeluarkan lebih dahulu.
3. Obat disusun berdasarkan volume ; (1) Barang yang jumlah
sedikit harus diberi perhatian/tanda khusus agar mudah
ditemukan kembali. (2) Barang yang jumlahnya banyak
ditempatkan sedemikian rupa agar tidak terpisah, sehingga
mudah pengawasan dan penanganannya.

13
4. Penyimpanan obat harus diberikan tempat yang layak agar
sediaan tidak mudah rusak, bila sediaan rusak maka akan
menurunkan mutu obat dan memberikan pengaruh buruk pada
pengguna obat.
F. Menurut Depkes RI Tahun 2016 ketentuan mengenai sarana
penyimpanan obat antara lain :
1. Gudang atau tempat penyimpanan Luas gudang penyimpanan
(minimal 3 x 4 m2), ruangan harus kering tidak lembab.
Terdapat ventilasi agar cahaya dapat masuk dan terjadi
perputaran udara hingga ruangan tidak lembab ataupun panas.
Lantai harus di tegel/semen yang tidak memungkinkan
bertumpuknya debu dan kotoran, jangan ada lantai yang
bersudut dan sebisa mungkin dinding gudang dibuat licin agar
debu tidak menempel. Lemari untuk narkotika dan psikotropika
harus selalu terkunci dan memiliki kunci ganda. Sebaiknya
gudang penyimpanan sediaan diberi pengukur suhu ruangan.
2. Kondisi Penyimpanan
Untuk menghindari udara lembab maka perlu dilakukan :
1) Terdapat ventilasi pada ruangan atau jendela dibuka
2) Pasang kipas angin atau AC, dikarenakan semakin panas
udara di dalam ruanagan maka semakin lembab ruangan
tersebut
3) Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet/kapsul
4) Jangan sampai terdapat kebocoran pada atap
G. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran sediaan obat di
gudang, Anjarwati (2010) membagi 3 tipe sistem tata ruang
penyimpanan obat sistem arah garis lurus, arus U, dan arus L.
1) Arah garis lurus
Menggunakan sistem ini proses pengambilan dan
penyimpanan barang relatif cepat. Sediaan yang lama keluar
akan disimpan berjauhan dengan pintu keluar, sedangkan barang

14
yang cepat keluar/sering dibutuhkan akan diletakkan di dekat
pintu keluar agar mudah dalam pengambilannya.
2) Arus U
Sistem pengambilan dan penyimpanan dengan arus U,
apabila posisi gudang berkelok-kelok maka barang yang lama
keluar akan diletakkan di dekat pintu penerimaan barang,
sedangkan untuk barang yang cepat keluar diletakkan di dekat
pintu keluar
3) Arus L
Lokasi gudang dengan tipe arus L tidak berbelok-belok
dan pengambilan mudah terjangkau. Barang yang sering
dibutuhkan/cepat keluar harus diletakkan didekat pintu keluar,
sedangkan untuk barang yang lama pengeluarannya diletakkan
dekat pintu masuk Indikator penyimpanan obat bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi obat, mempertahankan kualitas obat,
mengoptimalkan manajemen persediaan serta memberikan
informasi kebutuhan obat yang akan datang (Quick et al, 1997).
Indikator penyimpanan obat terbagi sebagai berikut
Anjarwati (2010):
i. Persentase kecocokan antara barang dan stok komputer atau
kartu stok
ii. Turn Over Ratio (TOR)
iii. Sistem penataan gudang
iv. Persentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak
v. Persentase stok mati
vi. Persentase nilai stok akhir obat
5. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat
secara teratur dan merata untuk memenuhi kebutuhan sub unit farmasi
puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat. Sistem
distribusi yang baik harus: menjamin kesinambungan penyaluran atau

15
penyerahan, mempertahankan mutu, meminimalkan kehilangan,
kerusakan, dan kadaluarasa, menjaga tetelitian pencatatan, menggunakan
metode distribusi yang efisien, dengan memperhatikan peraturan
perundangan dan ketentuan lain yang berlaku, menggunakan sistem
informasi manajemen (Hartono, 2010).
6. Pengendalian
Menurut Kemenkes (2007) pengendalian merupakan kegiatan
untuk tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan program yang
sudah ditetapkan agar tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan obat di puskesmas. Pengendalian persediaan
adalah upaya untuk mempertahankan persediaan pada waktu tertentu
dengan mengendalikan arus barang yang masuk melalui peraturan sistem
pesanan/pengadaan (schedule inventory dan perpetual inventory),
penyimpanan dan pengeluaran untuk memastikan persediaan efektif dan
efisiensi atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan,
kerusakan, kedaluarsa dan kehilangan serta pengembalian pesanan
sediaan farmasi (Hartono, 2010).
7. Pencatatan, Pelaporan dan Pengarsipan
Pencatatan, pelaporan, pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan
penatalaksanaan obat secara tertib, yang diterima, disimpan,
didistribusikan, dan digunakan di puskesmas. Adapun tujuan dari
pencatatan, pelaporan, pengarsipan yaitu bukti pengelolaan telah
dilakukan, sumber data untuk pembuatan laporan, sumber data untuk
melakukan pengaturan dan pengendalian. Kegiatan pencatatan dan
pelaporan meliputi (Hartono, 2010).
a. Pencatatan Penerimaan Obat
i. Formulir Penerimaan Obat ; Merupakan dokumen pencatatan
mengenai datangnya obat berdasarkan pemberitahuan dari panitia
pembelian
ii. Buku harian penerimaan barang ; Dokumen yang memuat catatan
mengenai data obat/dokumen obat harian

16
b. Pencatatan Penyimpanan Kartu persediaan obat/barang
c. Pencatatan Pengeluaran
Buku harian pengeluaran barang ; Dokumen yang memuat catatan
pengeluaran baik tentang data obat, maupun dokumen catatan obat
d. Pelaporan
Laporan mutasi barang ; Laporan berkala mengenai mutasi barang
dilakukan triwulan, persemester ataupun pertahun.
8. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dilakukan secara
periodik bertujuan untuk memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan
obat, mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan obat agar tetap menjaga kualitas maupun pemerataan
pelayanan, dan memberikan penilaian terhadap tercapainya kinerja
pengelolaan (Hartono, 2010).

17
BAB III
TINJAUAN TEMPAT MAGANG

3.1 Profil Puskesmas Kota Gorontalo


Wilayah
a. Batas wilayah puskesmas kota Gorontalo
Utara : Puskesmas Kota Utara
Selatan : Puskesmas Kota Selatan
Timur : Puskesmas Kota Utara
Barat : Puskesmas Dungingi dan Kota
Barat
b. Jumlah wilayah kelurahan
1. Kelurahan Biawu
2. Kelurahan Biawao
3. Kelurahan Limba B
4. Kelurahan Limba U I
5. Kelurahan Limba U II
c. Komunikasi
Komunikasi dipuskesmas menggunakan koneksi internet dan
telepon

18
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Sumber Daya Manusia
Menurut Permenkes Nomor 74 Tahun 2016 Apoteker adalah sarjana farmasi
yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus
dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab,
yaitu Ibu Rathiana K. Abdussamad.,S.Si.,Apt yang dapat dibantu oleh 4 Tenaga
Teknis Kefarmasian orang yaitu Ibu Anisa Musdaliva Achmad S.farm, Sri
Nirmala Arkani. A.Md.Farm, Jumiana A.Md.Farm, Sri Wahyuni Abdullah
A.Md.Farm, dan dibantu oleh 1 orang administrasi Ibu Zein Sumolang. Jumlah
kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien,
baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan pengembangan
Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di Puskesmas bila
memungkinkan diupayakan 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien
perhari. Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat
izin praktik untuk melaksanakan Pelayanan Kefarmasian di fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk Puskesmas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Setiap tahun dapat dilakukan penilaian kinerja tenaga kefarmasian
yang disampaikan kepada yang bersangkutan dan didokumentasikan secara
rahasia. Hasil penilaian kinerja ini akan digunakan sebagai pertimbangan untuk
memberikan penghargaan dan sanksi (reward and punishment). Semua tenaga
kefarmasian di Puskesmas harus selalu meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dan perilaku dalam rangka menjaga dan meningkatkan kompetensinya. Upaya
peningkatan kompetensi tenaga kefarmasian dapat dilakukan melalui
pengembangan profesional berkelanjutan

19
4.2 Pengertian Puskesmas
Menurut Permenkes No.74 Tahun 2016, puskesmas merupakan fasilitas
pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep
kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas
pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas.
Pelayanan kefarmasian di puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan kefarmasian
di puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok puskesmas, yaitu sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi
pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Puskesmas merupakan unit pelaksanaan teknis dinas kesehatan Kabupaten
atau Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan
disuatu wilayah kerja. Puskesmas Kota Selatan terletak di Jl. Moh. Yamin, Limba
B Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Puskesmas Kota Selatan memiliki
tempat ruangan farmasi yang luas dan memiliki fasilitas yang cukup memadai.
Misalnya terdapat meja untuk melakukan peracikan dan penyiapan obat,
pendinginan ruangan yang alat pengukur suhu rak obat, penyimpanan obat.
Terdapat 2 tempat penyimpanan obat di puskesmas Kota Selatan yaitu di
gudang dan di apotek farmasi. Gudang obat puskesmas merupakan tempat yang
digunakan untuk menyimpan semua perbekalan farmasi untuk kegiatan yang
dilakukan di Puskesmas. Ruangan gudang obat di puskesmas Kota Selatan sudah
memenuhi persyaratan Depkes RI tahun 2003 yaitu ruangan cukup luas minimal
3x4 meter, ruangan kering dan lembab, ada ventilasi agar ada aliran udara dan
tidak lembab atau panas, perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus
mempunyai perlindungan untuk menghindarkan adanya cahaya langsung, lantai

20
dibuat dari semen, dinding dibuat licin, hindari pembuatan sudut lantai dan
dinding yang tajam, dan digunakan khusus untuk penyimpanan obat (Depkes RI,
2003).
Pada gudang tempat penyimpanan obat terdapat lemari penyimpanan untuk
sediaan padat dan cair, penyimpanan alat-alat kesehatan, penyimpanan bahan
medis habis pakai, dan lemari khusus untuk penyimpanan obat psikotripika.
Lemari khusus yang digunakan untuk menyimpan obat psikotropika adalah
mempunyai lemari 2 pintu yang kuncinya dipegang oleh apoteker penanggung
jawab atau yang dipercaya oleh apoteker penanggung jawab.
Vaksin disimpan pada lemari yang dingin disimpan pada suhu tertentu,
yakni pada suhu 2 s.d 8ºC untuk vaksin sensitif beku (tidak boleh beku), dan pada
suhu -15 s.d -25 ºC untuk vaksin yang sensitif panas. Sekarang, hanya vaksin
polio yang masih memerlukan tempat penyimpanan dengan suhu dibawah 0°C.
Kegiatan PKL di puskesmas meliputi penataan obat, Penataan obat di unit
farmasi terbilang cukup baik karena obat disusun sesuai dengan jenis sediaan,
seperti obat dengan bentuk tablet diletakkan pada setiap bagian laci lemari lalu
disusun sesuai dengan golongan dan indikasi dari masing-masing obat, sediaan
salep dan krim dikelompokkan dan diletakkan pada bagian lemari yang lainnya
sesuai dalam box terpisah, sedangkan sirup di letakan di lemari tersendiri, dan
disusun secara alphabet dengan sistem FEFO. Sistem FEFO (First Expired First
OutI) yaitu masa kadaluawarsanya lebih awal yang dikeluarkan lebih dahulu
((Depkes RI, 2007).
Pada saat kegiatan PKL di PKM Kota Selatan kami juga mendapat
pengetahuan tentang bagaimana kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis habis
pakai, meliputi:
1. Perencanaan
Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis
dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan
pelayanan kesehatan di Puskesmas. Di Puskesmas Kota Selatan, menggunakan
metode pola penyakit. Contohnya, seperti saat memasuki bulan puasa, stok
obat maag dilebihkan.

21
2. Pengadaan
Pengadaan obat di Puskesmas Kota Selatan yaitu dengan cara membuat
Laporan Pemakaian Obat dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO), selanjutnya
Instalasi Farmasi Kota Gorontalo akan melakukan kompilasi dan analisa
terhadap kebutuhan Puskesmas dengan menyesuaikan pada anggaran yang
tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan obat.
3. Permintaan
Tujuan permintaan perbekalan farmasi adalah untuk memenuhi kebutuhan
sediaan farmasi di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang
telah dibuat. Pada Puskesmas Kota Selatan mengajukan permintaan kepada
Dinas Kesehatan Kota Gorontalo di bagian farmamin dan SDK (sumber daya
kefarmasian) dengan format LPLPO (Laporan Pemakaian Obat dan Lembar
Permintaan Obat).
4. Penerimaan
Penerimaan obat adalah kegiatan menerima obat dari Instalasi Farmasi
Kota Gorontalo sesuai dengan permintaan yang sudah diajukan oleh PKM Kota
Selatan. Petugas puskesmas menerima obat dengan memeriksa jumlah, tanggal
kadaluarsa, no. Batch, dan kondisi obat.
5. Penyimpanan
Proses penyimpanan obat di PKM Kota Selatan yaitu, disimpan di ruangan
gudang obat. Petugas mengelompokkan sediaan obat sesuai dengan bentuk
sediaannya.
6. Pendistribusian
Proses pendistribusian obat di PKM Kota Selatan dilakukan di gudang
obat dengan menggunakan kartu stok obat. Contohnya, pada saat permintaan
BMHP (bahan medis habis pakai) dari UGD, petugas langsung mencatat
permintaan di kartu stok obat.

7. Pencatatan atau Pelaporan

22
Pencatatan atau pelaporan di PKM Kota Selatan, petugas farmasi
melakukan semua pencatatan jika ada obat atau BMHP yang keluar.
Contohnya yaitu, buku amprahan obat dan kartu stok obat.
4.3 Pelayanan Resep
Selanjutnya pada pelayanan obat dimulai dengan penerimaan resep dari
pasien. Setelah resep diterima petugas unit farmasi memberikan penomoran resep
pada pasien, penomoran resep dibagi 2 yaitu pemeriksaan umum dan khusus.
pemeriksaan umum kriterianya yaitu usia >5 tahun dan usia <60 tahun berwarna
biru. Sedangkan untuk pemeriksaan khusus kriterianya terdiri dari ibu hamil,
balita (<5 tahun), Lansia (>60 tahun) dan Disabilitas berwarna merah, fungsinya
yaitu untuk pasien yang memerlukan perlakuan khusus yang harus cepat
ditangani.
4.3.1 Pelayanan resep non racikan
a. Skrinning resep
Pada resep ini (terlampir) terdapat :
1. Skrining Administrasi
kop resep yaitu puskesmas kota selatan, nama jalan yaitu Jl. Moh.
Yamin Kel. Limba B Kec. Kota Selatan, Nama Dokter, Tanggal, Paraf
Dokter, Nama Pasien, Umur, Alamat
2. Skrining Farmasetik
Ibuprofen 400 mg tab 10
Diminum 3x1 tiap 8 jam
Metformin 500 mg tab 10
Diminum 3x1 tiap 8 jam
Simvastatin 20 mg tab 10
Diminum 1x1 tiap 24 jam
Allupurinol 100 mg tab 10
Diminum 1x1 tiap 24 jam
Untuk skrining farmasetik sudah sesuai dengan aturan pakai dan
jumlah yang diminta
3. Skrining Klinis

23
Tidak ada interaksi untuk ke 4 obat diatas
b. Penyiapan obat
Mengambil obat yang diminta pada resep. Pada resep ini obat yang
diminta semuanya ada dan diberikan sesuai yang diminta
c. Pelabelan
Diberikan etiket sesuai sediaan
d. Penyerah obat
Obat diberikan kepada pasien, serta menjelaskan informasi seputar obat
yang diberikan seperti, nama pasien, indikasi obat, aturan pakai, dan efek
samping.
4.3.2 Pelayanan resep racikan
a. Skrining resep
Pada resep ini (terlampir) terdapat :
1. Skrining Administrasi
kop resep yaitu puskesmas kota selatan, nama jalan yaitu Jl. Moh.
Yamin Kel. Limba B Kec. Kota Selatan, Nama Dokter, Tanggal, Paraf
Dokter, Nama Pasien, Umur, Alamat
2. Skrining Farmasetik
R/ GG mg tab 2
Ctm tab 2 ½ tab
BC 2 tab
Dibuat dalam 15 bungkus diminum 3x1 tiap 8 jam
R/ Amoxilin 500 mg 3 1/5 tab
Dibuat dalam 15 bungkus diminum 3x1 tiap 8 jam
Salep Oxytetracycline
Untuk skrining farmasetik sudah sesuai dengan aturan pakai dan
jumlah yang diminta.
3. Skrining Klinis
Tidak terdapat interaksi obat
b. Penyiapan obat

24
Mengambil obat yang diminta pada resep. Pada resep ini obat yang
diminta tidak semuanya ada salah satu obat salep tidak ada jadi harus
dikonfirmasi ke dokter yang memberikan resep apa bisa diganti atau tidak.
c. Pelabelan
Diberikan etiket sesuai sediaan
d. Penyerah obat
Obat diberikan kepada pasien, serta menjelaskan informasi seputar obat
yang diberikan.
Pada dua resep diatas, resep non racikan tidak terdapat masalah,
sedangkan pada resep racikan salep yang diresepkan oleh dokter yaitu
oxytetracycline tidak terdapat diapotik, pihak apotik langsung mengkonfirmasi
kepada dokter yang memberikan resep dan menyarankan agar salep
oxytetracycline bisa diganti dengan salep gentamisin. Kemudian petugas
memberikan kepada apoteker untuk dilakukan pengecekan terhadap kelengkapan
resep, diantaranya tanggal dan penulisan resep,nama dokter, nama dan umur
pasien, nama obat, dosis dan aturan pakai dar resep tersebut, menurut WHO tahun
2010 beberapa unsur dalam penulisan resep dokter yaitu inscripto (identitas
dokter) berupa nama, alamat, dan nomor izin praktek, superscription yaitu tanda
R/, Prescripto yaitu inti resep berupa nama setiap jenis bahan obat dan jumlah
obat, Subscripto yaitu perintah pembuatan sediaan obat yang dikehendaki,
signature yaitu aturan pakai, tanda tangan atau paraf dokter dan identitas pasien.
Setelah diperiksa kelengkapan resep petugas mengambilan resep untuk
disiapakan. Untuk resep non racikan obat langsung diambil dan dikemas ke dalam
katong kecil dan diberi etiket, sedangkan untuk resep racikan obat yang telah
diambil dicek terlebih dahulu kemudian digerus dan diberi etiket kemudian obat
diserahkan. Menurut Permenkes RI 2016, waktu tunggu obat sesuai dengan
standar yang ditetapkan yaitu 30 menit untuk obat non racikan dan 60 menit untuk
obat racikan.
Selanjutnya dilakukan penyerahan obat oleh apoteker melalui loket
penyerahan dengan mengecek obat untuk terakhir kalinya mengenai kesesuaian
obat yang akan diberikan kepada pasien sesuai dengan yang ada di resep.

25
Pengecekan meliputi nama dan umur pasien, jenis dan jumlah obat. Apoteker juga
memastikan bahwa obat yang diterima oleh pasien sesuai dengan nama dan umur
penerima obat, serta memberikan keterangan mengenai waktu penggunaan dan
cara menggunakan obat.
Berdasarkan kegiatan Praktek Kerja Lapangan di Puskesmas Kota Selatan
keterampilan mahasiwa dapat dikembangkan dalam pelayanan resep, diberikan
kesempatan untuk melayani resep mulai dari penerimaan sampai penyerahan
sesuai dengan prosedur alur palayan resep, namun tetap dalam pengawasan.
Adapun masalah-masalah yang pernah kami hadapi selama magang dipuskesmas
kota selatan adalah salah satu diantara kami salah memberikan obat kepasien/obat
pasien tertukar, cara mengatasinya adalah dengan menelfon pasien meskipun
sempat pasien marah-marah kemudian menjelaskan secara baik-baik kepada
pasien.
Kemudian kami juga pernah bertemu pasien yang tidak sabar menunggu
obat dan marah” dikarenakan obatnya lama, sementara obatnya adalah obat
racikan yang membutuhkan waktu cukup lama dimana menurut (Permenkes RI,
2016) Standar waktu tunggu pelayanan resep non racikan menurut SPM adalah
≤30 menit, dan standar waktu tunggu untuk resep non racikan adalah ≤20 menit. Cara
mengatasinya adalah dengan berkomunikasi dan menjelaskan secara baik-baik
kepada pasien.
Terdapat beberapa perbedaan antara teori dengan praktek dilapangan.
Teori tidak dapat diaplikasikan secara sempurna dikarenakan keterbatasan tenaga
kefarmasian dan waktu pelayanan, melainkan disesuaikan dengan situasi dengan
kondisi yang ada. Serta mahasiswa juga dapat berkomunikasi yang baik kepada
pasien agar pemberian informasi obat dapat dipahami dan dimengerti oleh pasien.
Keterampilan berkomunikasi sangat bermanfaat sehingga mahasisa siap
menghadapi berbagai karakteristik pasien yang berbeda-beda.

26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan
pusat pengembangan kesehatan masyarakat, yang juga membina peran serta
masyarakat di wilayah kerjanya Instalasi puskesmas merupakan unit pelaksanaan
fungsional yang bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pelayanan farmasi
secara menyeluruh dipuskesmas dalam ruang lingkup produk. Pelayanan farmsi,
puskesmas merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Puskesmas yang
memberikan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kerasionalan penggunaan
perbekalan farmasi dengan tujuan untuk meningkatakan kualitas hidup pasien atau
masyarakat. Kegiatan pelayanan farmasi Pengelolaan obat dan perbekalan
farmasi   Pelayanan pharmaceutical care, pelayanan apotek Pendidkan,
pembangunan SDM , Apotek puskesmas merupakan tempat sarana pelayanan obat
dimana pasien mendapatkan obat sesuai dengan resep dokter.
5.2 Saran
1. Puskesmas harus lebih memfokuskan pada peningkatan pelayanan
kesehatan dan pengolaan system kesehatan yamh menyeluruh
2. Melakukan perbaikan terhadap sarana dan prsarana puskesmas demi
terpenuhnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan.
3. Mensosialisasikan program-program puskesmas kepada masyarakat untuk
mengubah citra puskesmas yang sudah dinilai buruk oleh masyarakat.

27

Anda mungkin juga menyukai