PEMERIKSAAN FISIK
TBM Bumi Gora, TBM Vertex
1. DEFINISI
Pemeriksaan fisik umum merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan dokter saat
pertama kali melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. KEADAAN UMUM
2.1. Keadaan Umum
General assessment atau penilaian umum (atau general survey) adalah
penilaian terhadap pasien secara utuh dan cepat, mencakup fisik pasien, sikap,
mobilitas dan beberapa parameter fisik (misalnya tinggi, berat badan dan
tanda-tanda vital). Penilaian umum memberikan gambaran/kesan mengenai
status kesehatan pasien.
Hal- hal yang dapat di nilai pada keadaan umum2 :
a. Akut atau tidaknya penyakit
b. Status gizi dan habitus (Habitus atletikus : pasien dengan berat badan dan
bentuk badan yang ideal, Habitus astenikus : pasien yang kurus, dan
Habitus piknikus : pasien yang genuk). Keadaan gizi pasien juga harus
dinilai, apakah kurang, cukup, atau berlebih.
c. Deformitas dan lesi pada sekilas pandang (warna kulit, deformitas yang
mencolok atau luka-luka dan memar).
d. Respon mimik wajah terhadap berat penyakit (tampak kesakitan atau
menyeringai).
e. Mobilitas penderita secara umum dan posisi tubuh (apakah penderita
terbaring lemas atau berlarian kesana kemari di tempat periksa).
f. Kesan dari keadaan hidrasi (kulit kering atau bibir kering juga bisa
menandakan adanya kekurangan cairan).
g. Aspek khusus dari keadaan umum (adanya bau-bauan dan penilaian
terhadap produk dan cairan tubuh yang mungkin bisa terlihat).
h. Struktur tubuh. Kedua sisi tubuh pasien harus terlihat dan bergerak sama.
Tingkat kesadaran
Pasien harus waspada dan sadar akan waktu, tempat dan orang.
a. Penilaian Kualitas Tingkat Kesadaran
ü Compos mentis :Baik/sempurna
ü Apatis :Perhatian berkurang
ü Somnolens :Mudah tertidur walaupun sedang diajak berbicara
ü Sopor/Delirium :Dengan rangsangan kuat masih memberi respon
gerakan
ü Sopor comatous :Hanya tinggal reflek kornea
ü Coma :Tidak memberi respon sama sekali
b. Penilaian Kuantitatif Tingkat Kesadaran
c. Kriteria :
ü Compos Mentis : 15
ü Mild Head Injury : GCS score of 13 to 15
ü Moderate Head Injury : GCS score of 9 to 12
ü Severe Head Injury : GCS score of 8 or less
ü Coma : No eye opening, no ability to follow
commands, no word verbalizations (3-8)
Tanda-tanda vital
Pengukuran tanda-tanda vital memberikan informasi yang berharga terutama
mengenai status kesehatn pasien secara umum. Tanda-tanda vital meliputi :
temperatur/suhu tubuh, denyut nadi, laju pernafasan/respirasi, dan tekanan
darah.
a. Temperatur/Suhu Tubuh
Pengukuran suhu tubuh dapat menggambarkan tingkat keparahan penyakit
(misalnya, infeksi). Rentang suhu tubuh normal untuk dewasa adalah 36,4-
37,2°C (97,5 – 99,0 °F). Hiperpireksia adalah peningkatan suhu yang
ekstrim di atas 41,1°C. Sedangkan hipotermia adalah suhu rendah dibawah
normal. Suhu tubuh normal dapat dipengaruhi oleh ritme biologis, hormon-
hormon, olahraga dan usia.
ü Rute Oral
Rute ini merupakan rute pengukuran suhu tubuh yang akurat dan
mudah dilakukan pada pasien yang sadar. Temperatur tubuh pada
dewasa yang diukur melalui rute oral adalah 37°C (98,6 °F). Namun,
pengukuran suhu oral tidak dianjurkan pada kondisi pasien tidak sadar,
gelisah, atau tidak dapat menutup mulutnya. Untuk mengukur suhu
oral menggunakan termometer kaca :
Guncangkan termometer sampai air raksa turun hingga 35°C
(96°F) atau kurang.
Letakkan ujung termometer di bawah lidah, dan minta pasien untuk
merapatkan kedua bibirnya.
Tunggu selama 3-5 menit, kemudian baca hasilnya pada
termometer
ü Rute Rektal
Rute rektal merupakan cara paling akurat untuk mengukur temperatur
tubuh. Dengan cara ini, suhu tubuh dewasa yang terukur normalnya
adalah 37,5°C (99,5 °F) ; 0,5°C (1°F) lebih tinggi daripada rute oral.
Rute rektal merupakan rute pilihan untuk pasien bayi, pasien yang
bingung, koma, atau tidak dapat menutup mulut karena intubasi,
mandibulanya dikawat, bedah facial, dan sebagainya. Untuk
mengukur suhu rektal :
Minta pasien berbaring miring dengan sendi paha difleksikan
Lumasi ujung termometer dan masukkan sedalam 3-4 cm ke dalam
saluran anus dengan arah menuu umbilikus .
Cabut ujung termometer setelah didiamkan selama 3 menit,
kemudian baca hasil pengukuran.
ü Rute Axilla
Rute axilla digunakan hanya jika rute oraldan rectal tidak dapat
dilakukan. Suhu tubuh dewasa yang diukur melalui rute axilla adalah
36,5°C (97,7°F), yang berarti 0,5°C lebih renadah daripada rute oral.
Untuk mengukur suhu axilla :
Letakkan termometer di ketiak di tengah axilla.
Termometer dijepit di bawah lengan pasien.
Lipat lengan pasien ke dadanya agar termometer tetap di tempatnya.
Biarkan termometer selama 5 menit padaanak-anak dan 10 menit
pada pasien dewasa.
ü Rute Timpani
Termometer untuk rute timpani mempunyai ujung probe yang
diletakkan ke dalam telinga. Termometer ini memiliki sensor
inframerah yang mendeteksi suhu darah yang mengalir melalui
gendang telinga. Metode ini tidak invasif, cepat dan efisien. Untuk
mengukur suhu tubuh melalui rute timpani ini:
Pasang penutup disposable yang baru pada ujung probe
Letakkan probe ke dalam kanal telinga pasien
Hati-hati jangan memaksa probe dan jangan menutup kanal.
Hidupkan alat dengan memencet tombol.
Baca angka yang muncul dalam 2-3 detik.
b. Denyut Nadi
Denyut nadi dapat diraba/palpasi untuk menilai kecepatan jantung, ritme
dan fungsinya. Denyut nadi radialis paling sering digunakan untuk menilai
denyut jantung karena mudah diakses. Hitung denyut nadi dalam 1 menit
lalu nilai kecepatan dan ritme denyut nadi. Jika kecepatan denyut nadi
melebihi normal maka disebut takikardi sedangkan kurang dari normal
disebut bradikardi. Ritme denyut nadi yang tetap dan rata (normal) adalah
teratur, jika tidak teratur disebut aritmia.
d. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan darah ketika mendorong dinding arteri.
Tekanan darah mempunyai dua komponen: sitolik dan diastolik.
Pengukuran tekanan darah paling sering dilakukan pada lengan saat pasien
duduk, lengan yang umum digunakan adalah lengan kanan. Tekanan darah
yang diukur saat supinasi cenderung lebih rendah dibanding saat duduk.
Tekanan darah sistolik menggambarkan tekanan maksimum pada arteri
ketika kontraksi ventrikel kiri (atau sistol), dan diatur oleh volume stroke
(atau volume darah yang dipompa keluar pada setiap denyut jantung).
Tekanan darah diastolik adalah tekanan saat istirahat yaitu tekanan dari
darah antar kontraksi ventrikel.
Tabel 4. Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa usia >18 tahun
Hipertensi
Stage 1 140-‐‑159 90-‐‑99
Stage 2
>160 >100
Mengurangi konsumsi
Asupan natrium tidak lebih 2-‐‑8 mmHg
natrium dari makanan
dari 100
mmol/hari (2,4 g natrium
atau 6 g NaCl)
Aktivitas fisik
Aktivitas fisik aerobik 4-‐‑9 mmHg
teratur misalnya jalan cepat
(paling sedikit 30 menit per
hari, hampir setiap hari)
Membatasi konsumsi
Alcohol tidak lebih dari 2
alkohol 2-‐‑4 mmHg
kali minum per hari untuk
laki-‐‑laki dan tidak lebih dari
1 kali minum sehari untuk
perempuan dan individu
yang
ringan berat badannya.
Pemeriksaan Regional
a. Kulit
Inspeksi
ü Warna kulit (palor, sianosis, hiperemis, ikterik)
ü Lesi & trauma : perhatikan lokasi, distribusi, susunan, tipe, dan
warnanya
Palpasi
ü Tugor (hidrasi)
ü Kelembaban
ü Suhu (hangat / dingin)
ü Tekstur (kasar / halus)
ü Ketebalan (tebal /tipis)
ü Mobilitas dan edema
b. Kepala
Lakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada :
ü Rambut (kuantitas, penyebaran, tekstur)
ü Kulit kepala(Benjolan / lesi)
ü Tulang tenggorak (ukuran) : hidrosefalus, normosefalus, dan lain –
lain.
ü Wajah (simetris & ekspresi wajah): paralisis wajah, emosi, edema dsb
c. Mata
ü Uji ketajaman penglihatan (visus) dan skrining lapang pandang.
Lakukan pemeriksaan pada mata kiri dan kanan satu persatu
menggunakan optotype snellen yang dipasang pada jarak 6 meter dari
penderita.
ü Posisi dan kesejajaran mata : simetris kanan & kiri. Nilai adanya
strabismus (juling) atau tidak.
ü Observasi kelopak mata: lagophtalmus (tidak mampu menutup mata
dengan sempurna), ptosis (tidak bisa membuka kelopak mata).
ü Inspeksi sklera, konjungtiva, kornea, iris, dan lensa.
ü Bandingkan kedua pupil dan lakukan tes reaksi terhadap cahaya
(langsung dan tidak langsung).
ü Dengan oftalmoskop, lakukan inspeksi fundus okuli
d. Telinga
Inspeksi : aurikel, kanalis auditorius, dan membran timpani.
Periksa ketajaman pendengaran: Jika ketajaman berkurang, periksa
lateralisasi (tes Weber) dan bandingkan hantaran udara dengan hantaran
tulang (tes Rinne)
e. Hidung dan Sinus
Lakukan pemeriksaan pada hidung bagian luar
Inspeksi
ü Mukosa nasalis, septum nasalis, dan konkha nasalis menggunakan
senter dan spekulum nasal
Palpasi
ü Memeriksa nyeri tekan pada sinus frontalis dan maksilaris
f. Tenggorok (mulut dan faring)
Inspeksi
ü Bibir, mukosa oral, gusi, gigi, lidah, palatum, tonsil, dan faring
g. Leher
Inspeksi
ü massa atau pulsasi abnormal pada leher.
Palpasi
ü kelenjar limfe servikal dan kelenjar tiroid: adanya deviasi trakea/
tidak. Nyeri tekan/ tidak. massa atau pulsasi abnormal pada leher.
Observasi untuk mengamati suara dan usaha pasien dalam bernafas
h. Punggung
Inspeksi dan palpasi tulang belakang dan otot punggung
i. Toraks anterior dan posterior serta paru
Inspeksi dan palpasi tulang belakang serta otot punggung sebelah atas.
j. Dada
Inspeksi
ü simetri, keterlambatan gerak dinding dada
Palpasi secara menyeluruh
Perkusi untuk menilai ketinggian suara pekak diafragma
Auskultasi
ü identifikasi bunyi normal dan tambahan
Palpasi
ü Palpasi ringan : menilai lesi pada permukaan atau dalam otot,
membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi
medium dan dalam.
ü Palpasi medium : menilai lesi medieval pada peritoneum , massa,
nyeri tekan.
ü Palpasi dalam : menilai organ dalam rongga tubuh (hepar, ginjal
dan lien) dan dapat dilakukan dengan satu atau dua
tangan
Perkusi
ü hepar, lien, dan daerah posterior pada sudut kostovertebralis (curiga
infeksi ginjal)
D. Auskultasi secara menyeluruh
n. Ekstremitas Bawah
Pasien berbaring
ü Sistem vaskuler perifer
Inspeksi : edema, perubahan warna kulit atau ulkus
Palpasi : denyut nadi femoralis, nadi poplitea, kelenjar limfe
inguinalis, gejala pitting edema
ü Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi : deformitas atau pembengkakan sendi
Palpasi sendi dan tindakan manuver, periksa range of movement
(ROM) : keterbatasan gerak
ü Sistem saraf
Periksa untuk menilai massa, tonus, dan kekuatan otot
Pemeriksaan sensorik dan refleks (fisiologis dan patologis)
Pasien berdiri
ü Sistem vaskular perifer
Inspeksi vena varikosa
ü Sistem muskuloskeletal
Pemeriksaan untuk menilai kelurusan tulang belakang dan ROM,
kelurusan tungkai dan kedua kaki.
ü Genitalia dan hernia pada laki-laki
Cara pemeriksaanya adalah dengan cara meminta pasien untuk melawan
tahanan aktif yang dilakukan oleh pemeriksa. Apabila otot terlalu lemah
untuk melawan tahanan, coba dengan menghilangkan tahanan gravitasi atau
coba dengan melawan gaya gravitasi, kemudian bila pasien masih belum
maupun untuk menggerakkan bagian tubuh coba deteksi adanya kontraksi
otot. Gangguan kelemahan otot disebut paresis, sedangkan tidak adanya
kekuatan otot sama sekali disebut paralisis (plegia). Pasien diminta untuk
p. Sistem saraf
ü Status mental
ü Nervus kranialis
ü Sistem motorik
Massa otot, tonus, dan kekuatan otot
Fungsi serebellum : gerakan silih berganti yang cepat, point-to-point
movements, finger-to-nose, dan lain – lain.
ü Sistem sensorik
Tes nyeri, suhu, sentuhan lembut, vibrasi, dan diskriminasi.
Bandingkan sisi kanan dan kiri serta proksimal dengan distal pada
tungkai.
ü Refleks : refleks fisiologis dan patologis
q. Pemeriksaan tambahan
Rectal toucher pada pria
ü Inspeksi daerah sakrokoksigeal dan perianal
ü Palpasi anus, rektum dan prostat
Genitalia dan rektum pada wanita
ü Periksa genitalia eksterna, vagina, dan serviks
ü Lakukan Pap smear, rektovagina, dan rektum
ü Palpasi uterus dan adneksa
3. REKAM MEDIS
3.1. Manfaat:
a. Pengobatan Pasien
Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan
dan menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan
tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien.
b. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Membuat rekam medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan
jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi
tenaga medis dan untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
c. Pendidikan dan Penelitian
Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis
penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat
untuk bahan informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di
bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.
d. Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan
pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan
tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
e. Statistik Kesehatan
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya
untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk
menentukan jumlah penderita pada penyakit-penyakit tertentu.
f. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat
dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.
ü Tindakan/pengobatan
ü Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
b. Rekam Medis Pasien Rawat Inap
Rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat :
ü Identitas pasien
ü Pemeriksaan
ü Diagnosis/masalah
ü Persetujuan tindakan medis (bila ada)
ü Tindakan/pengobatan
Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
3.3. Jenis rekam medis
a. Rekam medis konvensional
b. Rekam medis elektronik
3.4. Pengisian rekam medis secara umum
Pengisian rekam medis pasien harus lengkap dan akurat.
a. Pada identitas harus diisi lengkap meliputi :
ü Nama
ü Jenis kelamin
ü Tempat tanggal lahir
ü Umur
ü Alamat
ü Pekerjaan
ü Pendidikan
ü Golongan darah
ü Status pernikahan
ü Nama orang tua
ü Pekerjaan orang tua
ü Nama suami/istri
b. Pada anamnesis dituliskan :
ü Keluhan utama
ü RPS
ü RPD
ü Pada pasien bayi/anak ditambah :
DAFTAR PUSTAKA
1. Bickley, Lynn S, Peter. 2002. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat
Kesehatan. EGC. Jakarta
2. Anderson FD, Maloney JP. Taking blood pressurecorrectly: it's no off-the-cuff
matter. Nursing 1994;24:34-39.
3. American Pharmaceutical Association Comprehensive Weight Management
Protocol Panel. APhA drug treatment protocols: comprehensive weight
management in adults. J Am Pharm Assoc 2001;41:25-31.
4. Hidayat, Syamsu. 2006. Manual Rekam Medis. Konsil Kedokteran Indonesia.
Jakarta
5. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure. The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-
VII). NIH publication 03-5233. Bethesda, 2003.
6. National Heart, Lung, and Blood Institute. Clinical Guidelines on the
Identification, Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesi ty in Adul
ts. NIH publication 98-4083. Bethesda, 1998.
7. Teasdale G, Jennett B. Assessment of coma and impaired consciousness.
Lancet 1974; 81-84.
8. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII). NIH
Publication 03 5233. Bethesda, 2003
9. Perhimpunan Tim Bantuan Medis Mahasiswa Kedokteran Indonesia, 2015.
Kurikulum pendidikan dan pelatiahan.[pdf]. Available at:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved
=0ahUKEwioutCF9sXQAhXCsI8KHdjfBqEQFgggMAE&url=http%3A%2F%
2Fwww.ptbmmki.org%2Fwp-content%2Fuploads%2F2016%2F02%2FBUKU-
KURIKULUM-PTBMMKI-1.pdf&usg=AFQjCNE0qtrJxqCnCe8rPdbpiz9Y-
qadMA&cad=rja
10. Asmara GY, Priyambodo S, Karuniawaty TP. Keterampilan Medik
Pemeriksaan Fisik Umum. Edisi 1. Mataram: Laboratorium Keterampilan
Medik Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. 2015.
11. Lestari IA, Wardoyo EH. Keterampilan Medik Pemeriksaan Fisik Tanda Vital
Dan Rumple Leede. Edisi 1. Labo ratorium Keterampilan Medik Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram. 2015.