Disusun Oleh :
183203062
FAKULTAS KESEHATAN
YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
( ) ( ) ( )
PENDAHULUAN
A. Pengertian DHF
DHF adalah penyakit yang ditandai dengan demam tinggi mendadak dan
tanpa sebab, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari (Kemenkes RI, 2013).
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemoragic Fever (DHF)
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada
demam berdarah dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh (Sudoyo dkk., 2009).
Dangue Hemoragic Fever (DHF) adalah demam tinggi disertai perdarahan
bawah kulit, selaput hidung dan lambung disebabkan oleh virus yang ditularkan
melalui nyamuk Aedes aegypty, yang dapat mengakibatkan kematian, serta
seringkali mengakibatkan wabah (Sunaryo, 2008)
B. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang temasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Dikenal 4 serotipe virus dengue
yang saling tidak mempunyai imunitas silang. Serotipe virus dengue tersebut
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan
demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak (Depkes RI, 2011;
Sudoyo dkk., 2009)
C. Pathofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah
peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke
dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan
penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume plasma menurun lebih dari
20%, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus
dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti
dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon
imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin
dan anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM,
pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder
kadar antibodi yang telah ada jadi meningkat Antibodi terhadap virus dengue
dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu
pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar
IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer
antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder
antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnose dini infeksi
primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibody IgM setelah hari
sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan
adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat (Candra, 2010).
D. Pathway
Menurut (WHO & Depkes RI, 2005)
Virus dengue
Viremia
Anoreksia, muntah
Manifestasi
perdarahan
Risiko perdarahan Efusi pleura, asites,
Ketidakseimbangan
hemokonsentrasi
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh kehilangan
Perubahan perfusi
jaringan perifer
hipovolemia
Risiko kekurangan
volume cairan
Risiko syok
hipovolemia
syok kematian
E. Klasifikasi DHF
Klasifikasi DHF menurut WHO ada 4 derajat, yaitu :
Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan (Uji tourniquet
positif).
Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.
Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah. Tekanan darah menurun ( 20
mmHg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi)
Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur.
H. Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan uji tourniquet atau rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita
DHF. Uji rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk
mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika
terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian
depan termasuk lipatan siku (Kemenkes RI, 2011).
2. Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi
kebocoran atau perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan
keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar
hemoglobin >14 gr/100 ml (Gandasoebrata,2008).
3. Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi,
yang merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan
ini lebih dari 20%.
(Gandasoebrata,2008).
4. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien
didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu diakukan
pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau
menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /µl atau kurang dari 1-2
trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang
pada pemeriksaan hapusan darah tepi. (Gandasoebrata,2008)
5. Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai
lekopenia ringan. (Gandasoebrata,2008)
6. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup
kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit
dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan
menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan dan
pembekuan menjadi memanjang. (Gandasoebrata,2008)
7. Pemeriksaan Clothing time (CT )
Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan
hemostatis.. (Gandasoebrata,2008).
8. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)
Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit plasma
biru ≥ 4 % dengan berbagai macam bentuk : monositoid, plasmositoid dan
blastoid. Terdapat limfosit Monositoid mempunyai hubungan dengan DHF
derajat penyakit II dan IgG positif, dan limfosit non monositoid (plasmositoid
dan blastoid) dengan derajat penyakit I dan IgM positif.
(Gandasoebrata,2008).
9. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot
Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM
positif menandakan infeksi primer. Tes ini mempunyai kelemahan karena
sensitifitas pada infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer lebih
rendah, dan harganya relatif lebih mahal (Gandasoebrata,2008).
Tindakan Medis
Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat
simtomatis dan suportif.
1. Belum atau tanpa renjatan: Grade I dan II
I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Umur, jenis kelamin, tempat tinggal bisa menjadi indicator terjadinya DHF
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang
Panas tinggi, nyeri otot, dan pegal, ruam, malaise, muntah, mual, sakit kepala,
sakit pada saat menelan, lemah, nyeri pada efigastrik, penurunan nafsu
makan,perdarahan spontan.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Pernah menderita yang sama atau tidak
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dan
adanya penyakit herediter (keturunan).
6. Pemeriksaan fisik
a. System pernapasan
Sesak, epistaksia, napas dangkal, pergerakan dinding dada, perkusi,
auskultasi
b. System cardivaskular
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositipeni.
Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat (tachycardia),
penurunan tekanan darah (hipotensi), cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari-jari.
Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
c. System neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada grade III pasien
gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi
DSS
d. System perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah
e. System pencernaan
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri
tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati
(hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa diserta dengan ikterus,
abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat
menelan, dapat muntah darah (hematemesis), berak darah (melena).
f. System integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam
makulopapular, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi
bintik merah seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit (petikie), pada
grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
J. Diagnosis Keperawatan
1. Hipertermia b.d penyakit
2. Risiko kekurangan volume cairan dengan factor risiko kehilangan cairan aktif
3. Risiko perdarahan dengan factor risiko koagulopati inheren: trombositopenia
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekuat
Daftar Pustaka
Candra, A. Demam berdarah dengue: epidemiologi, patogenesis, dan faktor risiko
penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119
WHO & Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit. Jakarta: EGC