Noor Zairin. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika. 2017.
FAKTOR RISIKO
1. Usia diatas 40 tahun dan jenis kelamin yang lebih dominan pada pria
Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi daripada wanita, yang
meningkatkan resiko mereka terserang artritis gout. Perkembangan artritis gout
sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun
angka kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60
tahun. Prevalensi artritis gout pada pria meningkat dengan bertambahnya usia dan
mencapai puncak antara usia 75 dan 84 tahun (Weaver, 2008).
Wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout setelah menopause, kemudian
resiko mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan penurunan level estrogen karena
estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan artritis gout jarang pada
wanita muda (Roddy dan Doherty, 2010)
2. Medikasi seperti penggunaan obat diuretik
Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko yang signifikan untuk
perkembangan artritis gout. Obat diuretikdapat menyebabkan peningkatan reabsorpsi
asam urat dalam ginjal, sehingga menyebabkan hiperurisemia. Dosis rendah aspirin,
umumnya diresepkan untuk kardioprotektif, juga meningkatkan kadar asam urat
sedikit pada pasien usia lanjut. Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang
memakai pirazinamid, etambutol, dan niasin (Weaver, 2008).
3. Obesitas
Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secarasignifikan dengan resiko artritis
gout. Resiko artritis gout sangat rendah untuk pria dengan indeks massa tubuh antara
21 dan 22 tetapi meningkat tiga kali lipat untuk pria yang indeks massa tubuh 35 atau
lebih (Weaver, 2008). Obesitas berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin. Insulin
diduga meningkatkan reabsorpsi asam urat pada ginjal melalui urate anion exchanger
transporter-1 (URAT1) atau melalui sodium dependent anion cotransporter pada
brush border yang terletak pada membran ginjal bagian tubulus proksimal. Dengan
adanya resistensi insulin akan mengakibatkan gangguan pada proses fosforilasi
oksidatif sehingga kadar adenosin tubuh meningkat. Peningkatan konsentrasi
adenosin mengakibatkan terjadinya retensi sodium, asam urat dan air oleh ginjal
4. Konsumsi purin dan alkohol.
Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta makanan laut (terutama kerang
dan beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko artritis gout. Sayuran yang banyak
mengandung purin, yang sebelumnya dieliminasi dalam diet rendah purin, tidak
ditemukan memiliki hubungan dengan terjadinya hiperurisemia dan tidak
meningkatkan resiko artritis gout (Weaver, 2008). Mekanisme biologi yang
menjelaskan hubungan antara konsumsi alkohol dengan resiko terjadinya serangan
gout yakni, alkohol dapat mempercepat proses pemecahan adenosin trifosfat dan
produksi asam urat. Metabolisme etanol menjadi acetyl CoA menjadi adenin
nukleotida meningkatkan terbentuknya adenosin monofosfatyang merupakan
prekursor pembentuk asam urat. Alkohol juga dapat meningkatkan asam laktat pada
darah yang menghambat eksresi asam urat (Doherty, 2009). Alasan lain yang
menjelaskan hubungan alkohol dengan artritis gout adalah alkohol memiliki
kandungan purin yang tinggi sehingga mengakibatkan over produksi asam urat dalam
tubuh.
Tatalaksana optimal untuk penyakit gout membutuhkan tatalaksana farmakologi maupun non
farmakologi. Tatalaksana non farmakologi meliputi edukasi pasien, perubahan gaya hidup
dan tatalaksana terhadap penyakit komorbid antara lain hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
mellitus.
Komplikasi dari artritis gout meliputi severe degenerative arthritis, infeksi sekunder, batu
ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, kemokin, protease, dan oksidan yang berperan dalam
proses inflamasi akut juga berperan pada proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan
sinovitis kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi tulang. Kristal monosodium urat dapat
mengaktifkan kondrosit untuk mengeluarkan IL-1, merangsang sintesis nitric oxide dan
matriks metaloproteinase yang nantinya menyebabkan dekstruksi kartilago. Kristal
monosodium urat mengaktivasi osteoblas sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan
fungsi anabolik yang nantinya berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang.
Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan peningkatan resiko terjadinya batu ginjal.
Penderita dengan artritis gout membentuk batu ginjal karena urin memilki pH rendah yang
mendukung terjadinya asam urat yang tidak terlarut. Luka kronis pada kartilago intraartikular
dapat mengakibatkan sendi lebih mudah terserang infeksi. Tofus yang mengering dapat
menjadi infeksi karena penumpukan bakteri. Tofus artritis goutk ronis yang tidak diobati
dapat mengakibatkan kerusakan pada sendi. Deposit dari kristal monosodium urat di ginjal
dapat mengakibatkan inflamasi dan fibrosis, dan menurunkan fungsi ginjal (Rothschild,
2013).
Rotschild, BM. Gout and Pseudogout. [diakses 7 November 2020]. Tersedia pada
http://www.emedicine. medscape. com/article/329958-author