Anda di halaman 1dari 9

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.

Luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan


derajat cacat yang relative tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk
penanganannya pun tinggi.
Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar setiap tahunnya. Dari angka tersebut 112.000
penderita luka bakar membutuhkan tindakan emergency, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di
Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta indsutri,
angka penderita luka bakar tersebut makin meningkat.
Luka bakar menyebabkan kehilangan integritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka
bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentuka oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada
dalam, luas, dan letak. Selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan
factor yang sangat mempengaruhi prognosis (R. Sjamsuhidajat, 2010).
B.       TUJUAN PENULISAN
a.       Tujuan Umum
Mampu menjelaskan tentang penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan masalah gangguan sistem integumen
(combustio)
b.      Tujuan Khusus
1)      Menjelaskan konsep dasar medis pada pasien dengan luka bakar mulai dari definisi, etiologi, klasifikasi,
patofisiologis, manifestasi, pemeriksaan diagostik, dan penatalaksanaan medik
2)      Menganalisa data serta merumuskan diagnosa pada klien dengan luka bakar dan membuat patways luka bakar
3)      Membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar

D.      DEFINISI LUKA BAKAR


Menurut Arif Mutaqqin (2011) Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk luka-luka lainnya karena luka
tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (escar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama.
Menurut Sunita Almatsia, (2004) Luka bakar adalah kerusakan jaringan permukaan tubuh yang disebabkan oleh suhu
tinggi yang menimbulkan reaksi pada seluruh sistem metabolisme. Sedangkan menurut Pierce dan Neil, (2006) Luka
bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma suhu atau termal.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa luka bakar merupakan respon kulit terhadap suatu
rangsangan dari luar berupa suhu panas yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan sitem metabolisme tubuh.
E.       ETIOLOGI LUKA BAKAR
Menurut Arif Mutaqqin (2011) Penyebabnya luka bakar dapat dibagi dalam beberapa jenis, meliputi hal-hal berikut ini.
a.       Panas basah (luka bakar) yang disebabkan oleh air panas (misalnya: teko atau minuman).
b.      Luka bakar dari lemak panas akibat memasak lemak.
c.       Luka bakar akibat api unggun, alat pemanggang, dan api yag disebabkan oleh merokok di tempat tidur.
d.      Benda panas (misalnya radiator).
e.       Radiasi (misalnya terbakar sinar matahari).
f.       Luka bakar listrik akibat buruknya pemeliharaan peralatan listrik.
g.      Luka bakar akibat zat kimia, disebabkan oleh zat asam dan basa yang sering menghasilkan kerusakan kulit yang
luas.

F.       PATOFISIOLOGI
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025m 2 pada dewasa. Bila kulit terbakar akan terjadi peningkatan
permeabilitas karena rusaknya pembuluh darah kapiler, dan area-area sekitarnya. Sehingga terjadi kebocoran cairan
intrakapiler ke intertisial sehingga menimbulkan udem dan bula yang mengandung banyak elektrolit.
Kulit terbakar juga berakibat kurangnya cairan intravaskuler. Bila kulit terbakar > 20% dapat terjadi syok hipovolemik
dengan gejala: gelisah, pucat, akral dingin, berkeringat, nadi kecil, cepat, TD menurun, produksi urin berkurang dan
setelah 8 jam dapat terjadi pembengkakan. Saat pembuluh darah kapiler terpajan suhu tinggi, sel darah ikut rusak
sehingga berpotensi anemia. Sedangkan bila luka bakar terjadi di wajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas
karena asap, gas, atau uap panas yang terhirup, oedema laring menyebabkan hambatan jalan napas yang
mengakibatkan sesak napas, takipnea, stridor, suara parau, dan dahak bewarna gelap. Selain itu dapat juga terjadi
keracunan gas CO2, karena hemoglobin tidak mampu mengikat O 2 ditandai dengan lemas, binggung, pusing, mual,
muntah dan berakibat koma bahkan meninggal dunia.
Luka bakar yang tidak steril mudah terkontaminasi dan beresiko terkena infeksi kuman gram (+) dan (-) contohnya
pseudomonas aeruginosa di tandai dengan warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Infeksi ysng tidak dalam (non
invasif) ditandai dengan keropeng dan nanah. Infeksi invasif ditandai dengan keropeng yang kering, dan jaringan
nekrotik.
Bila luka bakar derajat I dan II sembuh dapat meninggalkan jaringan parut. Sedangkan pada luka bakar derajat III akan
mengalami kontraktur. Pada luka bakar berat akan dapat ditemukan ileus paralitik dan stress pada luka bakar berat ini
akan mudah mengalami tukak di mukosa lambung “tukak Curling” dan apabila ini berlanjut kan menimbulkan ulcus akibat
nekrosis mukosa lambung. Kecacatan pada luka bakar hebat terutama pada wajah beresiko mengalami beban jiwa yang
menimbulkan gangguan jiwa yang disebut schizophrenia.

E.       MANIFESTASI KLINIK
Dalam manifestasi klinis luka bakar digolongkan dalam pengklasifikasian.Menurut Sunita Almatsia, (2004)
pengklasifikasian luka bakar adalah sebagai berikut:
a.       Kedalaman Luka Bakar
Pengaruh panas terhadap tubuh, di kenal dengan “derajat luka bakar” I sampai dengan III
1)      Derajat I
Adalah luka bakar dimana terjadi kematian pada lapisan atas epidermis kulit disertai dengan pelebaran pembuluh darah
sehingga kulit tampak kemerah-merahan
2)      Derajat II
Adalah derajat luka bakar dimana terjadi kerusakan epidermis dan dermis sedangkan pembuluh darah dibawah kulit
menumpuk dan mengeras. Selain timbul warna kemerah-merahan pada kulit juga timbul gelembung-gelembung pada
luka.
3)      Derajat III
Adalah derajat luka bakar dimana terjadi kerusakan seluruh epitel kulit (epidermis, dermis, kutis) dan otot pembuluh
darah mengalami nombisit.
b.      Luasnya Luka Bakar
Menurut Sunita Almatsia, (2004) Luasnya luka bakar merupakan luasnya permukaan tubuh yang terkena panas. Luka
bakar dinyatakan dalam persen luas tubuh untuk dewasa, perkiraan luas tubuh yang terkena didasarkan pada bagian
tubuh yang t yang terkena menurut “rumus 9” (rule of nine) yang dikembangkanwalace (1940), yaitu:
1)        Kepala 9 %
2)        Tubuh bagian depan 18%
3)        Tubuh bagian belakang 18%
4)        Ekstremitas atas 18%
5)        Ekstremitas kanan 18%
6)        Ekstremitas kiri 18%
7)        Organ genital 1%
Total 100%
F.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Marylin E. Doenges, (2000) Pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan pada pasien dengan luka bakar
adalah:
a.       LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b.      Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Initerutama penting untuk memeriksa kalium
terdapat peningkatan dalam 24 jampertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
c.       Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
d.      BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e.       Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan
penuh luas.
f.       Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g.      Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
h.      Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
i.        complete blood cell count (CBC)
j.        blood urea nitrogen (BUN),
k.      serum glucose
l.        elektrolit
m.    arterial blood gases
n.      serum protein
o.      albumin
p.      urine cultures
q.      urinalysis
r.        pembekuan darah
s.       pemeriksaan servikal
t.        kultur luka
G.      PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut R. Sjamsuhidajat, (2010) Penatalaksanaan medis pada penderita luka bakar sebagai berikut:
a.         Mematikan sumber api
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada seluruh tubuh (menyelimuti, menutup bagian yang terbakar,
berguling, menjatuhkan diri ke air).
b.         Merendam atau mengaliri luka
Setelah sumber panas hilang adalah dengan merendam luka bakar dalam air atau menyiram dengan air mengalir selama
kurang lebih 15 menit. Pada luka bakar ringan tujuan ini adalah untuk menghentikan proses koagulasi protein sel jaringan
dan menurunkan suhu jaringan agar memperkecil derajat luka dan mencegah infeksi sehingga sel-sel epitel mampu
berfoliferasi.
c.         Rujuk ke Rumah Sakit
Pada luka bakar dalam pasien harus segera di bawa ker Rumah Sakit yang memiliki unit luka bakar dan selama
perjalanan pasien sudah terpasang infus.
d.        Resusitasi
Pada luka bakar berat penanganannya sama seperti diatas . namun bila terjadi syok segera di lakukan resusitasi ABC.
1)      Airway Management
a)      Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu pada pasien tidak sadar.
b)      Lindungi jalan napas dengan nasofarigeal.
c)      Pembedahan (krikotiroldotomi) bila indikasi trauma silafasial/gagal intubasi.
2)      Breathing/Pernapasan
a)      Berikan supplement O2.
b)      Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding toraks.
c)      Pantau oksimetri nadi dan observasi.
3)      Circulation
a)      Nilai frekuensi nadi dan karakternya
b)      Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit.
c)      Perawatan lokal
Untuk luka bakar derajat I dan II bias dilakukan perawatan lokal yaitu dengan pemberian obat topical seperti salep
antiseptic contoh golongan:silver sulfadiazine, moist exposure burn ointment, ataupun yodium providon.
4)      Pemberian cairan intravena
Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias menggunakan rumus yang di rekomendasikan oleh
Envans, yaitu:
  

Luas luka dalam persen x BB(kg) = mL NaCl /24 jam


Luas luka dalam persen x BB (kg) = mL Plasma/24 jam
2000 cc gluksosa 5%/24 jam

  Separuh jumlah 1+2+3 diberikan 8 jam pertama


sisanya 16 jam berikutnya.
Hari kedua diberikan setengah dari jumlah cairan hari pertama.
Hari ketiga diberikan setengah dari jumlah cairan hari kedua.
Penderita mula-mula dipuasakan karena keadaan syok menyebabkan peristaltik usus terhambat. Dan di berikan minum
setelah fungsi usus normal kembali. Jika diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderita dapat minum tanpa
kesulitan, infuse dapat dikurangi, bahkan dihentikan.
d)     Pemberian obat-obatan
Pemberian obat seperti antibiotic spectrum luas bertujuan untuk mencegah infeksi terhadap pseudomonas yang dipakai
adalah golongan aminoglikosida. untuk mengatasi nyeri diberikan opiate dalam dosis rendah melalui intravena.

e)      Nutrisi
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase
katabolisme, yaitu sebanyak 2.500-3.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A.      PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh, semua data atau informasi
klien yang di butuhkan dikumpulkan untuk menentukan masalah keperawatan pengkajian pada klien bronkitis.
Menurut Arif Mutaqqin (2011) Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan luka bakar adalah sebagai berikut:
a.       Fase darurat luka bakar
1)      Perawatan menginventaris data-data melalui petugas luar rumah sakit (petugas penyelamat atau petugas gawat
darurat)
2)      Bila pasien mampu berbicara lakukan pertanyaan tentang proses dan mekanisme cedera secara ringkas dan cepat.
b.      Tanda-Tanda Vital (TTV)
1)      Melakukan pemeriksaan secara sering.
2)      Status respirasi, suhu dipantau ketat.
3)      Denyut nadi apikal, karotid, dan femoral dievaluasi.
4)      Pemantauan jantung dilakukan bila memiliki riwayat penyakit jantung.
c.       Riwayat Kesehatan
1)      Riwayat luka bakar.
2)      Riwayat alergi.
3)      Riwayat imunisasi tetanus.
4)      Riwayat medis serta bedah masa lalu.
d.      Intake dan Output
1)      Dipantau dengan cermat dan diukur tiap satu jam.
2)      Mencatat jumlah urine yang pertama kali keluar ketuka dipasang kateter untuk menentukan fungsi ginjal dan status
cairan sebelum pasien mengalami luka bakar. Urine kemerahan menunjukkan adanya hemokromogen dan mioglobulin
karena kerusakan otot.
e.       Pengkajian Fisik
1)      Head to toe.
2)      Berfokus pada tanda dan gejala, cedera atau komplikasi yang timbul.
f.       Pengkajian Luas Bakar
1)      Mengidentifikasi daerah-daerah luka bakar terutama derajat II dan III.
2)      Ukuran , warna, bau, eskar, eksudat, pembentukkan abses, perdarahan, pertumbuhan epitel, penampakkan jaringan
granulasi pada luka bakar.
g.      Pengkajian Neurologik
1)      Berfokus pada tingkat kesadaran
2)      status fisiologik
3)      tingkat nyeri
4)      kecemasan
5)      perilaku
6)      pemahaman pasien dan keluarga terhadap cedera serta penanganannya.
B.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa adalah masalah keperawatan yang actual (yang sudah terjadi) dan potensial (kemungkinan akan terjadi) yang
dapat di tangani dengan intervensi keperawatan.
Menurut Nanda, (2009) maka yang mungkin timbul pada penderita luka bakar adalah:
1.         Risiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d. edema dan efek dari inhalasi asap.
2.         Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat
evaporasi dari daerah luka bakar.
3.         Nyeri b.d hipoksia jaringan, cedera jaringan, serta saraf dan dampak emosional dari luka bakar.
4.         Risiko tinggi infeksi b.d. hilangannya barier kulit dan terganggunya respon imun.
5.         Gangguan intergritas kulit b.d. luka bakar terbuka.

C.      RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah di tetapkan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.
Menurut Arif Muttaqin, (2011) Intervensi untuk klien dengan gangguan luka bakar adalah sebagai berikut:
a.       Risiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d. edema dan efek dari inhalasi asap.
1)      Tujuan
Dalam waktu 1x 24 jam kebersihan jalan pasien tetap optimal
2)      Kriteria Hasil
a)      Jalan napas bersih, tidak ada obstruksi
b)      Suara napas normal tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor.
c)      Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
Intervensi
1.      Kaji dan monitor jalan napas
Rasional:
Deteksi awal untuk interprestasi selanjutnya.
2.      Tempatkan pasien di bagian resusitasi
Rasional:
Memudahkan melakukan monitoring status kardiorespirasi dan intervensi kedaruratan.
3.      Beri oksigen 4 liter/menit dengan kanul atau sungkup
Rasional:
Membantu meningkatkan paO2 di cairan otak yang akan mempengaruhi pengaturab pernapasan,
4.      Lakukan tindakkan kedaruratan jalan napas agresif.
Rasional:
Tindakkan ini termasuk membalikkan tubuh pasien, mendorong pasien bernapas dalam, mengeluarkan timbunan sekret
melalui penghisapan trakea.
Pengaturan posisi tubuh pasien dapat mengurangi kerja pernapasan, meningkatkan ekspansi dada yang maksimal, dan
pemberian oksigen yang dilembabkan dapat menurunkan stres metabolik dan oksigenasi jaringan adekuat.
5.      Bersihkan jalan napas dengan suctioning bila kemampuan mengeluarkan sekret tidak efektif.
Rasional:
Pernapasan menjadi adekuat bila jalan napas bersih
6.      Intruksikan pasien untuk napas dalam dan batuk efektif
Rasional:
Pernapasan diafragma dapat meningkatkan ekspansi paru sehingga pasien dapat melakuan inspirasi maksimal. Batuk
efektif melonggarkan mukus.
7.      Evaluasi dan monitor keberhasilan intervensi bersihan jalan napas.
Rasional:
Memantau status respirasi dan keberhasilan bersihan jalan napas
b.      Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat
evaporasi dari daerah luka bakar.
1)             Tujuan
Dalam waktu 1x 24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2)             Kriteria Hasil yang di harapkan
a)      Pasien tidak mengeluh pusing, TTV batas normal, kesadaran potimal, urine > 600ml/hari.
b)      Keluhan diare, mual, muntah berkurang.
c)      Hasil lab: nilai elektrolit dan analisis gas darah normal.
intervensi
1.       Identifikasi faktor penyebab, spesifikasi luka, luas luka bakar, kedalaman luka bakar, dan riwayat penyakit lain.
Rasional:
Sebagai parameter dalam menentukan intervensi kedaruratan.
2.       Kaji status dehidrasi.
Rasional:
Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan sesuai dengan derajat dehidrasi dari individu.
3.       Lakukan pemasangan IVFD (intravenous fluid drops).
Kompensasi awal hidrasi cairan di gunakan untuk mencegah syok hipovolemik.
4.       Kaji penurunan kadar peurunan elektrolit
Rasional:
Mendeteksi kondisi hiponatremi dan hipokalemi sekunder dari hilangnya elektrolit dari plasma.
c.       Nyeri b.d hipoksia jaringan, cedera jaringan, serta saraf dan dampak emosional dari luka bakar.
1)      Tujuan :
Dalam waktu 1x 24 jam nyeri berkurang.
2)      Kriteria hasil yang di harapkan :
Secara subyektif melaporkan nyaeri berkurang.
Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
Intervensi :
1.       kaji nyeri dengan pendekatan PQRST.
Rasional:
Parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi kberhasilan intervensi
manajement nyeri.
2.       Atur posisi fisiologis.
Rasional:
Meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang mengalami peradangan.
3.       Istirahatkan klien.
Rasional:
Meningkatkan suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan.
4.       Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam.
Rasional:
Menurunkan nyeri sekunder dari peradangan.
5.       Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional:
Memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks cerebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
6.       Kalaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik preparat morfinAjarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
Rasional:
Memblok lintasan nyeri sehingga menurunkan nyeri.
d.      Resiko tinggi infeksi b.d hilangnya barier kulit dan tergangguanya respon imun.
1)      Tujuan :
Dalam waktu 7x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.
2)      Kriteria Evaluasi
lesi luka bakar mulai menutup pada hari ke-7 minimal o,5 cm tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada
area lesi.
Leukosit dalam batas norma TTV dalam batas normal.
Intervensi :
1.       Kaji derajat, kondisi kedalaman, luasnya lesi luka bakar, serta apakah adanya advice dokter dalam perawatan luka.
Rasional:
Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
2.       Lakukan perawatan steril setiap hari
Rasional:
Menurunkan kontak kuman ke dalam lesi
3.       Pantau ketat TTV ( respiratori,  renal, atau gastrointestinal)
Rasional:
Mampu mendeteksi dengan cepat mulainya suatu infeksi.
4.       Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering
Rasional:
Menghindari kontaminasi
5.       Kalaborasi penggunaan antibiotik
Rasional:
Mencegah aktivasi yang masuk
3)      Gangguan integritas kulit b/d luka bakar terbuka.
a)      Tujuan :
Dalam 1x 24 ja, integritas kulit membaik secara optimal.
b)      Kriteria Hasil:
Pertumbuhan jaringan membaik dan lesi psoriasis berkurang.
Intervensi
1.         Kaji kerusakan jaringan kulit yang terjadi pada klien.
Rasional
Data dasar untuk memberikan informasi intervensi perawatan yang akan digunakan
2.         Lakukan perawatan luka terbuka
Rasiomal:
Kadang-kadang luka bakar dibiarkan terbuka agar terkena udara. Dengan tetap mempertahankan lingkungan poasien
tetap bersih dan tetap membatasi infeksi luka bakar.
3.         Lakukan komunikasi efektif
Rasional:
komunikasi yang akbrab dan kerja sama antar pasien menghasilkan perawatan luka yang optimal.
4.         Lakukan perawatan luka tertutup.
Rasional
mencegah infeksi dan mempercepat proses perbaikan kulit

BAB IV
PENUTUP

A.                KESIMPULAN
Luka bakar  merupakan respon kulit terhadap suatu rangsangan dari luar berupa suhu panas yang mengakibatkan
kerusakan jaringan dan sitem metabolisme tubuh.
Respon luka bakar terhadap tubuh bergantung pada kondisi kedalaman dan luas luka nakar. Semakin luas cedera akan
mempengaruhi respons sistemik baik kardiovaskuler, pernapasan, kondisi cairan elektrolit, dan gastrointestinal.
Penanganan yang cepat dan tepat akan membantu memperkecil derajat luka. Perawatan luka bakar tertutup dan terbuka
membantu proses perbaikan luka. Keberhasilan perawatan luka bakar terbuka dilakukan dengan mempertahankan
lingkungan tetap bersih dan kondusif. Penggunaan APD saat perawatan sangat diperlukan. Para pengunjung dianjurkan
menggenakan hubah dan tidak menyentuh ranjang pasien atau memberikan makan melalui tangan pasien secara
langsung untuk meminimalkan terjadinya infeksi. Pasien yang sudah mulai stabil keadaanmya memerlukan fisioterapi
untuk mempelancar peredaran darah dan mencegah kekauan sendi.

B.                SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran :
Saran Untuk Perawat
a.         Diharapkan seorang Perawat agar dapat lebih profesional dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki
sehingga dapat melakuan penanganan luka bakar dengan cepat dan tepat.
b.         Diharapkan seorang perawat harus lebih terampil dan selalu siap   dalam memberikan pelayanan kesehatan
khususnya dalam mendiagnosis suatu masalah yang di hadapi pasiennya agar tindakan dan pengobatan cepat dan tepat
sesuai kebutuhan klien.
c.         Diharapkan seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya di perlukan adanya kerjasama antar tim dan
diperlukan ketersediaan prasarana yang memadai dalam meningkatkan mutu pelayanan asuhan pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta. Salemba Medika

DR. Sunita Almatsia, M.SC. 2004. Penuntun Diet. PT Gramedia Pustaka Utama

Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. At Glace Ilmu Bedah. Surabaya. Erlangga

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep Dengan Pendekatan Nanda Nic Noc. Yogyakarta. Nuha
Medika

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaandan Pendokumentasian
Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta

R. Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC

Nanda, 2009. Pedoman Diagnosa Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai