Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SEPSIS

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. H. SOEMARNO SOSROADMODJO


KUALA KAPUAS

OLEH :

SLAMAT RAHMADI NOOR, S.KEP

NIM. 20.300.0128

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA

TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SEPSIS

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. H. SOEMARNO SOSROADMODJO


KUALA KAPUAS

OLEH :

SLAMAT RAHMADI NOOR, S.KEP

NIM. 20.300.0128

Banjar,

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Jika ada CI)

(Agustina Lestari, S.Kep., Ners., M.Kep) (.....................................)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SEPSIS DI RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH Dr. H. SOEMARNO SOSROADMODJO KUALA KAPUAS

1 Konsep Sepsis
a. Definisi

Sepsis adalah suatu respon sistemik terhadap infeksi.Pada sepsis


gejala klinis yang terdapat pada SIRS diikuti oleh adanya bukti
infeksi.Terminologi sepsis masih membingungkan karena penggunaan
yang tidak tepat dan berbagai macam definisi yang meyebabkan
kebingungan pada literatur medis.saat ini telah dibuat standardisasi
terminologi infeksi, bakteriemia, sepsis, dan septik syok sebagai
usahauntuk meningkatkan kemampuan untuk mendiagnosis,
mengobati, danmembuat formulasi untuk prognosa dari infeksi ini.
Dalam terminologi yangbaru, sepsis mewakili subgrup dalam
“Systemic Inflamatory Response Syndrome” (SIRS) (Gordon MC
1997, Wheeler AP 2004).

Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh


berbagai macam organisme yang infeksius; bakteri gram negatif,
bakteri gram positif, fungi, parasit, dan virus. Tidak semua individu
yang mengalami infeksi menjadi sepsis, dan terdapat suatu rangkaian
dari beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir menjadi
bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik syok (Norwitz,2010).

Definisi berikut ini dibuat pada konsensus konfrensi dari Members of


the American College of Chest Physician/Society of Critical Care
Medicine Consensus Confrence Committee. American College of
Chest Physician/Society of Critical Care Medicine Consensus
Confrence untuk berbagai macam manifestasi infeksi.

1) Infeksi : Fenomena mikroba dengan karakteristik adanya respon


inflamasi karena adanya mikroorganisme atau invasi dari jaringan
host yang steril oleh organisme ini.
2) Bakteriemia : Terdapatnya bakteri yang viabel pada darah.
3) Sepsis (simpel) : Respon sistemik terhadap infeksi dengan
manifestasi dua atau lebih dari keadaan berikut ini:
a) Septik syok temperatur lebih dari 380C atau kurang dari 360C
b) Peningkatan denyut jantung lebih dari 90 kali per menit;
c) Takipnu, pernafasan lebih dari 20 kali per menit atau PaCo2
kurang dari 32 mmHg.
d) Perubahan hitung lekosit, yaitu lekosit lebih dari
12.000/mm3atau kurang dari 4000/mm3 , atau terdapatnya
lebih dari 10% netrofil imatur.
4) Sepsis (berat) : Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ,
hipoperfusi, atau hipotensi. Hipoperfusi dan abnormalitas perfusi
dapat termasuk, tetapi tidak terbatas pada laktat asidosis, oliguria,
atau perubahan status mental akut.
5) Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) keadaan dimana
ditemukan disfungsi dari beberapa organ.

b. Etiologi
Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus).
Infeksi bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus,
pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic
fever, herpes viruses), protozoa (malaria falciparum). Sedangkan pada
kultur yang sering ditemukan adalah pseudomonas, disusul oleh
stapilokokus dan pneumokokus. Shock sepsis yang terjadi karena
infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram positif
adalah 5-15% dari kasus (Root, 1991).

Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-) yang memproduksi


endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+)
memproduksi eksotoksin yang merupakan komponen utama membran
terluar dari bakteri menghasilkan berbagai produk yang dapat
menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan
mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap sepsis
adalah lipopolisakarida (LPS).

LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada


penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung
jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. LPS endotoksin gram (-)
dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak, dia dapat langsung
mengaktifkan sistme imun selular dan humoral, yang dapat
menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS sendiri tidak
mempunyai sifat toksik tetapi merangsang pengeluaran mediator
inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag
mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor
necrosis factor /TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang
merupakan mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada
penderita immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis.

Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus
syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif,
terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri
gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau
mikroorganisme campuran lainnya. Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di
bagian manapun dari tubuh.Daerah infeksi yang paling sering
menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan
panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1) Infeksi paru-paru (pneumonia)
2) Flu (influenza)
3) Appendisitis
4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus
urinarius)
6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau
kateter telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7) Infeksi pasca operasi
8) Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.

c. Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sepsis
menurut beberapa penelitian adalah sebagai berikut:
1) Umur - Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65
tahun
2) Pemasangan alat invasive - Venous catheter - Arterial lines -
Pulmonary artery catheters - Endotracheal tube - Tracheostomy
tubes - Intracranial monitoring catheters - Urinary catheter
3) Prosedur invasive - Cystoscopic - Pembedahan
4) Medikasi/Therapeutic Regimens - Terapi radiasi - Corticosteroids -
Oncologic chemotherapy - Immunosuppressive drugs - Extensive
antibiotic use
5) Underlying Conditions - Poor state of health - Malnutrition -
Chronic Alcoholism - Pregnancy - Diabetes Melitus - Cancer -
Major organ disease – cardiac, hepatic, or renal dysfunction

d. Manifestasi klinis
1) Manifestasi Kardiovaskular
a) Perubahan sirkulasi Karakteristik hemodinamik utama dari
syok septic adalah rendahnya tahanan vaskular sitemik
(TVS) ,sebagian besar karena vasodilatasi yang terjadi
Sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator
( prostaglandin, kinin, histamine dan endorphin). Mediator-
mediator yang sama tersebut juga dapat menyebabkan
meningkatnya permeabelitas kapiler, mengakibatkan
berkurangnya volume intravascular menembus membrane
yang bocor, dengan demikian mengurangi volume sirkulasi
yang efektif. Dalam berespon terhadap penurunan TVS dan
volume yang bersirkulasi, curah jantung (CJ), biasanya tinggi
tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi
jaringan dan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi
sebagian dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat.
Dalam hubungnnya dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah,
terjadi maldistribusi aliran darah. Mediator-mediator vasoaktif
yang dilepaskan oleh sistemik menyebabkan vasodilatasi
tertentu dan vasokonstriksi dari jaringan vascular tertentu,
mengarah pada aliran yang tidak mencukupi ke beberapa
jaringan sedangkan jaringan lainnya menerima aliran yang
berlebihan. Selain itu terjadi respon inflamasi massif pada
jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler karena adanya
agregasi leukosit dan penimbunan fibrin, dan berakibat
kerusakan organ dan endotel yang tidak dapat pulih.
b) Perubahan miokardial Kinerja miokardial mengalami
gangguan, dalam bentuk penurunan fraksi ejeksi ventricular
dan juga gangguan kontraktilitas. Factor depresan miokardial,
yang berasal dari jaringan pankreatik iskemik, adalah salah
satu penyebabnya. Terganggunya fungsi jantung juga
diakibatkan oleh keadaan metabolic abnormal yang
diakibatkan oleh syok, yaitu adanya asidosis laktat, yang
menurunkan responsivitas terhadap katekolamin. Dua bentuk
pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok septic.
Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi
dan TVS yang rendah, kondisi ini disebut dengan syok
hiperdinamik. Bentuk kedua ditandai dengan curah jantung
yang rendah dan peningkatan TVS disebut sebagai syok
hipodinamik.
2) Manifestasi Hematologi
Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena
sepsis melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen
dapat menunjang respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan
yang lebih buruk ketimbang melindungi.

Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine.


Histamine merangsang vasodilatasi dan meningkatnya
permeabelitas kapiler. Proses ini selanjutnya menyebabkan
perubahan sirkulasi dalam volume serta timbulnya edema
interstisial.

Abnormalitas platelet juga terjadi pada syok septic karena


endotoksin secara tidak langsung menyebabkan agregasi platelet
dan selanjutnya pelepasan lebih banyak bahan-bahan vasoaktif
(serotonin, tromboksan A). platelet teragregasi yang bersirkulasi
telah diidentifikasi pada mikrovaskular, menyebabkan sumbatan
aliran darah dan melemahnya metabolism selular. Selain itu
endotoksin juga mengaktivasi system koagulasi, dan selanjutnya
dengan menipisnya factor-faktor penggumpalan, koagulapati
berpotensi untuk menjadi koagulasi intravaskular disemanata.
3) Manifestasi Metabolik
Gangguan metabolic yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh
menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan
glukosa, protein, dan lemak sebagai sumber energy. Hiperglikemia
sering dijumpai pada pada awal syok karena peningkatan
glukoneogenesis dan resisten insulin, yang menghalangi ambilan
glukosa ke dalam sel. Dalam berkembangnya syok, terjadi
hipoglikemia karena persedian glikogen menipis dan suplai protein
dan lemak perifer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolic tubuh.

Pemecahan protein terjadi pada syok septic, ditunjukkan oleh


tingginya eksresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi
asam-asam amino, yang sebagian digunakan untuk oksidasi dsan
sebagian lain dibawa ke hepar untuk digunakan pada proses
glukoneogenesis. Pada syok tahap akhir, hepar tidak mampu
menggunakan asam-asam amino karena disfungsi metaboliknya,
dan selanjutnya asam amino tersebut terakumulasi dalam darah.

Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah


untuk menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi,
metabolism lipid menghasilkan keton, yang kemudian digunakan
pada siklus kreb (metabolism oksidatif), dengan demikian
menyebabkan pembentukan laktat.

Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel


menjadi kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan
timbulnya kegagalan banyak organ Pada keadaan multiple organ
failure terjadi koagulasi, respiratory distress syndrome, payah
ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi susunan saraf
pusat seperti terlihat pada tabel 3 (Dobb, 1991).

Pada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah banyak


disfungsi organ akanmeningkatkan angka mortalitas akibat sepsis.
Pada susunan saraf pusat karena terganggunya permeabelitas
kapiler menyebabkan terjadinya odem otak peninggian tekanan
intrakranial akan menyebabkan terjadinya destruksi seluler atau
nekrosis jaringan otak (Plum, 1983). Tetapi defisit neurologik
fokal dapat terjadi akibatmeningkatnya aggregasi platelet dan
eritrosit sehingga menyumbat aliran darah serebral. Sedangkan
DIC dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan intra serebral.
4) Manifestasi Pulmonal
Endotoxin mempengaruhi paru-paru baik langsung maupun tidak
langsung. Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi,
mengakibatkan hipertensi pulmonal dan peningkatan kerja
pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan menginviltrasi jaringan
pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air
ekstravaskular paru-paru (edema pulmonal). Neutrofil yang
teraktivasi menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah
integritas sel-sel parenkim pulmonal, mengakibatkan peningkatan
permeabelitas. Dengan terkumpulnya cairan di interstisium,
komplians paru berkurang, terjadinya gangguan pertukaran gas dan
terjadi hipoksemia.

e. Pemeriksaan Penunjang
1) Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi
organisme penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-
obatan yang paling efektif. Ujung jalur kateterintravaskuler
mungkin diperlukan untuk memindahkan dan memelihara jika
tidak diketahui cara memasukannya.
2) SDP : Ht mungkinmeningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi
sebelumnya, dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 –
30.000) dengan peningkatan pita (berpiondah ke kiri) yang
mempublikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
3) Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi
dan menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan
fungsi ginjal.
4) Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan
(trombositopenia) dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT
mungkin memanjang mengindentifikasikan koagulopati yang
diasosiasikan dengan iskemia hati atau sirkulasi toksin atau status
syok.
5) Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati,
syok.
6) Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan
glukoneogenesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon
dari perubahan selulaer dalam metabolisme.
7) BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan
dehidrasi, ketidakseimbangan / gagalan hati.
8) GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi
sebelumnya dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan
asidosis metabolic terjadi karena kegagalan
mekanismekompensasi.
9) Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali
muncul protein dan SDM.
10) Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang
mengindentifikasikan udara bebas didalam abdomen dapat
menunjukan infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
11) EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T
dan disritmia yang menyerupai infark miokard.

f. Penatalaksanaan
Rapid Assessment
1) Immediate Question
a) Survey Primer
Cek Airway, Breathing, Circulation
- Airway: clear
- Breathing:
Tidak terdapat masalah pada fase awal syok septik
Gangguan pada breathing ditemukan bila ada gangguan
lanjut setelah adanya gagal sirkulasi. Biasanya ditemukan
pada suara nafas crackles (+), Respirasi rate > 30 x/menit.
Pernafasan kusmaul.
- Circulation:
Gangguan sirkulasi jelas tampak terlihat pada fase awal
(hiperdinamik): akral teraba hangat karena suhu tubuh yang
meningkat.

Pada fase lanjut yaitu fase hipodinamik ditandai dengan


penurunan tekanan darah/hipotensi, penurunan perfusi ke
jaringan ditandai dengan akral yang dingin, CRT lebih dari
2 detik, urin output < 2 cc/kgbb/jam. Nadi teraba lemah
dengan frekuensi > 100 x/menit
b) Bagaimana status mental dan vital sign ?
Status mental pasien pada fase awal masih baik perlahan terjadi
penurunan status mental seiring dengan gangguan sirkulasi
yang semakin berat. Vital sign pada fase hiperdinamik terdapat
peningkatan suhu, tekanan darah masih tergolong pada rentang
normal, nadi cepat >100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi
penurunan suhu tubuh < 37 C, tekanan darah dan nadi semakin
lemah dan cepat.
c) Bagaimana tanda dan gejala secara umum ?
Hipertherma/hipotermia, takikardia, takipnea, hiperperfusi
perifer (hangat), hipotensi, ekstremitas dingin, bingung, crt > 2
detik, penurunan urin output
d) Riwayat penyakit ?
1) Pulmonal. batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik,
produksi sputum, hemoptysis
2) Genitourinary. Disuria, frekuensi, urgensi,hematuri, nyeri
abdomen,muntah, riwayat penggunaan katete folley,
riwayat penyakit prostat, riwayat nyeri panggul, nyeri
perineal atau testicular, aborsi.
3) CNS. Sakit kepala, meningismus, kebingungan, koma,
riwayat autitis media / sinusitis.
4) GI/Intra abdomen. Nyeri abdomen, muntah, anoreksia,
jaundice,
5) Kulit. Luka bakar, injuri karena trauma, cellulitis, abses,
ulkus dekubitus, riwayat drakius,
6) Cardiovaskular. Nyeri dada, emboli perifer, perdarahan,
kelainan congenital.
7) Muskuloskeletal. Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat
pada daerah persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma
terutama fraktur terbuka, riwayat pembedahan,
e) Riwayat penyakit masa lalu?
Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV, diabetes, gangguan
autoimun, kanker).
f) Medikasi?
Obat-obatan imunosupresi (corticosteroids, kemoterapi).
2) Database
a) Poin utama pengkajian fisik
- Mental Status
- Vital sign
- Kulit. Eteki, luka terinfeksi, cellulitis.
- Heent. Sinusitis, otitis media
- Leher. Lympha denopathy, nuchal rigidity
- Suara paru. Wheezing, rhonchi, rales, takipnea, ards, batuk,
- Suara jantung. Takikardi, murmur.
- Abdomen. Abdominal tenderness
- Genitourinary. Suprapubik atau panggul tenderness,
pendarahan/ discharge vagina.
- Muskuloskeletal. Vocal redness, swelling, tenderness,
krepitasi.
- Neurologic. Perubahan status mental ; kebingungan,
delirium, koma.
3) Laboratory data
a) Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC.
b) Urin. Kultur.
c) CSF. Kultur,
d) Sputum. Kultur.
e) Drainase luka. Kultur.
4) Radiographic dan pengkajian diagnosis lainnya

Tata Laksana Syok Septik

Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic,


dengan pemberian terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung,
preload, afterload dan kontraktilitas dengan oxygen delivery dan
demand. Protocol tersebut mencakup pemberian cairan kristaloid dan
koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral
(CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65
mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP > 90
mmHg berikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral
(Scv O2), bila ScvO2 < 65 mmHg, atau frekuensi jantung
>120x/menit.

Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac
Life Support (ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS),
meliputi 9 tahap sebagai berikut :

Stages ABC: Immediate Stabilization

Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan


patensi dan keadekuatan jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan
ventilasi. manajemen Penanganan hipotensi pertama kali adalah
dengan resusitasi volume secara agresif, baik dengan kristaloid
isotonik, atau dalam kombinasi dengan koloid. Jangan mengganggu
denyut jantung: karena takikardia adalah manuver kompensasi.

Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan


menggunakan ventilasi mekanik. Hal ini biasanya membutuhkan
intubasi endotrakeal dan ventilator. Tujuan dari semua upaya resusitasi
adalah untuk menjaga pengiriman oksigen tetap adekuat. Indikasi
untuk intubasi dan ventilasi mekanik adalah: kegagalan jalan napas,
adanya perubahan status mental, kegagalan ventilasi dan kegagalan
untuk oksigenasi. Pada sepsis, oksigen tambahan hampir selalu
diperlukan. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan
oksigen oleh otot-otot pernafasan,bronkokonstriksi dan asidosis;
penggunaan ventilasi mekanis bertujuan untuk mengatasi hal tersebut.

Stage C: re-establishing the circulation

Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi


extravascation patologis dan sirkulasi volume karena kebocoran
kapiler luas. Upaya pernafasan awal adalah upaya untuk memperbaiki
hipovolemia absolut dan relatif dengan mengisi pohon vaskular. Ada
bukti yang bagus bahwa tujuan awal diarahkan resusitasi volume
agresif meningkatkan hasil pada sepsis.

Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat


ringer. Pemberian cairan dalam jumlah besar dapat menimbulkan
redistribusi ke interstisial (ekstravaskular) sehingga pasien dapat
menjadi sangat edematous . Pemberian resusitasi kristaloid dapat
berhubungan dengan acidemia, karena hyperchloremia (disebut
"asidosis dilutional"). Cairan Ringerlaktat tidak aman diberikan pada
pasien dengan gangguan fungsi hati parah.

Step D = Detective work - history, physical, immediate


investigation

Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur


sejauh mana sepsis: suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan
budaya. Pemilihan antimikroba ditentukan oleh sumber infeksi dan
perkiraan terbaik dari organisme yang terlibat.

Step E = Step E: Empiric Therapy – Antibiotics and Activated


Protein C

Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:

1) Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap


mikroba)
2) Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan
obat immunosuppressive ), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.
3) Ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel
klinis pasien diperlakukan
4) Pemberian activated protein C bila ada indikasiActivated protein C
memodulasi inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan
mengurangi kematian. Activated protein C (drotrecogin alfa)
merupakan protein endogen yang mempromosikan fibrinolisis dan
menghambat trombosis dan inflamasi.

Step F = Find and control the source of infection

Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten:


Anda harus menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini
merupakan pekerjaan detektif yang lebih luas.Pada tahap awal detektif,
serangkaian kultur dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan sumber
infeksi. Pemeriksaan fisik lebih lanjut perlu dilakukan, yang biasanya
akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic lain yang lebih mahal-
luas mungkin perlu dilakukan, seperti tomografi terkomputerisasi.
Dengan cara ini 95 % dari 100 sumber dapat dilokalisasi dan
dikendalikan.

Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial


translocation

1) Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial


translokasi
2) Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi
melibatkan restorasi aliran darah splanknik dan gizi lumen usus.
3) Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus
membutuhkan oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus
tetap utuh. Keberadaan lapisan ini penting sebagai penghalang
terhadap translokasi bakteri
a) Pemberian nutrisi enteral mempertahankan hal tersebut.
Strategi perlindungan telah muncul: menggabungkan
vasodilator splanknik, seperti dobutamine, dengan makan
Immunonutrition
b) Strategi terkini tentang pemberian nutrisi enteral yaitu dengan
menggabungkan glutamin, omega-3 asam lemak, arginin dan
ribonucleotides dan zat makan konvensional. Ada beberapa
bukti bahwa formula ini dapat mengurangi risiko infeksi.

Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and


prevention of organ failure

1) Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ


2) Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ
3) Menggunakan pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel.
Pengukuran tekanan darah langsung (menggunakan jalur arteri)
adalah penting untuk membimbing terapi, dan ada hubungan yang
kuat antara pemulihan tekanan darah dan output urin. Tekanan vena
sentral berguna untuk memantau status volume, tapi nilai kecil
dalam hal perfusi organ. Analisa gas darah, pH, defisit dasar dan
laktat serum adalah panduan yang berguna dari semua perfusi tubuh
dan metabolisme anaerobik. Selama proses resusitasi, harus
bertahap mengurangi asidosisnya dan defisit dasar dari laktat dalam
serum.

Step I = IatrogenicIatrogenic injuries and complications

Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien, kontrol


gula darah dan monitor adanya adrenal insufisiensi.Pasien sakit kritis di
unit perawatan intensif memiliki kondisi yang rentan terhadap sumber
infeksi . Tim kesehatan harus berupaya untuk melakukan tindakan yang
akan memperburuk kondisi pasien, misalkan trombosis vena dalam
(DVT), luka tekanan. Selain itu, penggunaan endotrakealtube dapat
menjadi jalan bagi organisme untuk menginfeksi paru-paru.
Penggunaan neuromuscular blocking agents dan steroids dapat menjadi
factor predisposisi terjadinya polymiopati. Semua intervensi yang
diberikan dapat memberikan efek komplikasi pada pasien. Pemasangan
central line dapat menimbulkan pneumothoraks, emboli udara.
Sehingga perlu dikaji betul manfaat dari semua intervensi yang
dilakukan.

Step J = Justify your therapeutic plan

1) Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang


sudah dilakukan
2) Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien
sudah stabil dan sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak
mungkin bahwa kateter arteri paru-paru akan terus menjadi manfaat,
bahkan dapat memberikan risiko negatif. Spektrum terapi
antimikroba harus dipersempit, sesuai dengan hasil laboratorium.
Secara agresif upaya untuk melakukan penyapihan penggunaan
vasopressor dan ventilasi mekanik harus dilakukan. Jika pasien
tidak melakukan perbaikan secara klinis, Anda harus
mempertanyakan mengenai sumber kontrol lain yang belum
teridentifikasi

Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the


source? Are there secondary sources of infection/inflammation
1) Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah
menguasai sumber infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder
infeksi / peradangan.
2) Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-
hal yang harus diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau
jika tanda-tanda infeksi baru muncul , jumlah sel darah putih
meningkat . Ingatlah infeksi baru cenderung datang dari pernapasan,
saluran kemih. Saluran cerna tidak boleh dilupakan karena dapat
beresiko terjadinyakolesistitis, perforasi tukak lambung.

Step MN = Metabolic and Neuroendocrine control. Tight control of


blood sugar. Address adrenal insufficiency. Think about early
aggressive dialysis in renal failure

Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan


dialisa bila ditemukan adanya gagal ginjal akut. Sepsis adalah penyakit
multisistem dipengaruhi oleh respon neuroendokrin. Hiperglikemia
tidak dapat dihindari dan ada bukti yang bagus bahwa kontrol gula
darah meningkatkan harapan hidup.

g. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian Pendekatan ABCD
Airway
a) Yakinkan kepatenan jalan napas
b) Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau
nasopharyngeal)
c) Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU

Breathing

a) Kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan


gejala yang signifikan
b) Kaji saturasi oksigen
c) Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
d) Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
e) Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
f) Periksa foto thorak
Circulation

a) Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda


signifikan
b) Monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
c) Periksa waktu pengisian kapiler
d) Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
e) Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
f) Pasang kateter
g) Lakukan pemeriksaan darah lengkap
h) Siapkan untuk pemeriksaan kultur
i) Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau
temperature kurang dari 36℃
j) Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
k) Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

Disability

Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis


padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji
tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.

Exposure

Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

Tanda ancaman terhadap kehidupan

Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan


kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman
terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun
indikasinya sebagai berikut:

a) Penurunan fungsi ginjal


b) Penurunan fungsi jantung
c) Hyposia
d) Asidosis
e) Gangguan pembekuan
f) Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal
oedema pulmonal.
2) Pengkajian Umum
a) Aktifitas: Gejala : Malaise
b) Sirkulasi Tanda :
- Tekanan darah normal atau sedikit dibawah normal (selama
hasil curah jantung tetap meningkat).
- Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik):
lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok).
- Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat
mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis atau
ketidak seimbangan elektrolit.
- Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat,
lembab, burik (vasokontriksi).
c) Eliminasi Gejala : Diare
d) Makanan/Cairan Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah: Penurunan
haluaran, konsentrasi urine, perkembangan ke arah
oliguri,anuria.
e) Nyeri/Kenyamanan: Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit atau
ketidak nyamanan, urtikaria,pruritus.
f) Pernafasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan,
penggunaan kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.
Suhu : umumnya meningkat (37,9°C atau lebih) tetapi mungkin
normal pada lansia atau mengganggu pasien, kadang subnormal.
Luka yang sulit atau lama sembuh, drainase purulen, lokalisasi
eritema.
Ruam eritema macular
g) Seksualitas
Gejala : Pruritus perineal.
Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen.
h) Pendidikan kesehatan
Gejala : Masalah kesehatan kronis atau melemah, misalnya hati,
ginjal, sakit jantung, kanker, DM, kecanduan alcohol.
Riwayat splenektomi: Baru saja menjalani operasi / prosedur
invasive, luka traumatic. Penggunaan antibiotic ( baru saja atau
jangka panjang ).
3) Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS: Pasien atau keluarga pasien Infasi mikroba Risiko Infeksi
mengatakan pasien menderita sakit
kronis, demam Pelepasan endotoksin atau
DO (f.risiko): eksotoksin
- adanya penyakit kronis
- penekanan sistem imun Respon sistemik tubuh terhadap
- pertahanan primer yang tidak infeksi
adekuat (luka, trauma jaringan
kulit) SEPSIS
- pertahanan sekunder inadekuat
(Hb turun, leukopenia) Stimulasi sel imun tubuh
- prosedur infasif
- malnutris produksi sitokin proinflamasi
berlebih

Risiko infeksi
DS : Perubahan sensasi Infasi mikroba Ketidakefektifan perfusi
DO : jaringan perifer
- TD turun/hipotensi Pelepasan endotoksin atau
- RR meningkat eksotoksin
- CRT >2 detik
- akral ekstremitas dingin Respon sistemik tubuh terhadap
- kulit pucat infeksi
- edema ekstremitas
- nadi lemah SEPSIS

Efek berbagai mediator inflamasi


(protaglandin, kinin, histamin)

respon inflamasi masif di jaringan


vaskuler
agregasi leukosit dan penimbunan
fibrin

penyumbatan kapiler

Ketidakefektifan perfusi jaringan


perifer
DS:- Infasi mikroba Risiko syok
DO (f.risiko):
- hipotensi Pelepasan endotoksin atau
- hipovolemia eksotoksin
- hipoksemia
- hipoksia Respon sistemik tubuh terhadap
- infeksi infeksi
- sepsis
SEPSIS

Efek berbagai mediator inflamasi


(protaglandin, kinin, histamin)

Vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas kapiler

Volume intravaskuler

Volume sirkulasi efektif

TVS

CO meningkat u/ kompensasi

Asedemia laktat

responsivitas terhadap katekolamin


fs. jantung terganggu (fraksi ejeksi
ventrikel turun, gangguan
kontraktilitas)

risiko syok
DS : - Infaksi Mikroba Gangguan pertukaran gas
DO:
- Pernafasan abnormal Pelepasan endotoksin atau
(kecepatan, irama, kedalaman) eksotoksin
- Warna kulit abnormal (pucat,
kehitaman) Respon sistemik tubuh terhadap
- hiperkapnia infeksi
- hipoksemia
- hipoksia SEPSIS
- takikardi
neutrofil teraktivasi

infiltrasi di jar. pulmonal dan


vaskuler

akumulasi cairan ekstravaskuler di


paru

edema pulmonal

kompliance paru

gg. pertukaran gas

4) Rencana Intervensi Keperawatan

No Dx. Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Risiko syok Tujuan: NIC: shock management
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV, tekanan darah
keperawatan selama 1x24 jam ortostatik, status mental dan urine
diharapkan klien dapat terhindar dari output
risiko syok 2. Monitor nilai laboratorium sebagai
NOC: Risk Control: Shock Prevention bukti terjadinya perfusi jaringan
Kriteria Hasil: yang inadekuat (misalnya
- Tekanan darah DBN (110- peningkatan kadar asam laktat,
130/70-90 mmHg) penurunan pH arteri)
- Nadi DBN (70-90x/menit) 3. Berikan cairan IV kristaloid sesuai
- RR DBN (16-20 x/menit) dengan kebutuhan (NaCl 0,9%;
- Suhu DBN (36,5-37,50C) RL; D5%W)
- Hb DBN (12 – 18 gr/dL) 4. Berikan medikasi vasoaktif
- CRT < 3 detik 5. Berikan terapi oksigen dan
ventilasi mekanik
6. Monitor trend hemodinamik
7. Monitor frekuensi jantung fetal
(bradikardia bila HR 160 kali per
menit) berlangsung lebih lama dari
10 menit
8. Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan AGD dan monitor
oksigenasi jaringan
9. Dapatkan patensi akses vena
10. Berikan cairan untuk
mempertahankan tekanan daarah
atau cardiac output
11. Monitor penentu pengiriman
oksigen ke jaringan (SaPO2, level
Hb, cardiac output)
12. Catat bila terjadi bradicardia atau
penurunan tekanan darah, atau
abnormalitas tekanan arteri
sistemik yang rendah misalnya
pucat, cyanosis atau diaphoresis
13. Monitor tanda dan gejala gagal
nafas (rendahnya PaO2,
peningkatan PCO2, kelumpuhan
otot pernafasan)
14. Monitor kadar glukosa darah dan
tangani bila ada abnormalitas
15. Monitor koagulasi dan complete
blood count dengan WBC
differential
16. Monitor status cairan meliputi
intake dan output
17. Monitor fungsi ginjal (nilai BUN
dan creatinin)
18. Lakukan pemasangan kateter
urinaria
19. Lakukan pemasangan NGT dan
monitor residu lambung
20. Atur posisi pasien untuk
mengoptimalkan perfusi
21. Berikan dukungan emosional
kepada keluarga
22. Berikan harapan yang realistic
kepada keluarga
2. Risiko infeksi Tujuan: NIC: Infection Control
Setelah dilakukan tindakan 1. Instruksikan pengunjung untuk
keperawatan selama 1x24 jam mencuci tangan saat memasuki dan
diharapkan klien dapat terhindar dari keluar dari ruangan pasien
risiko infeksi 2. Gunakan sarung tangan dalam
NOC: Risk Control: Infectious Process setiap tindakan pada pasien
Kriteria Hasil: 3. Kolaborasi dengan tenaga medis
- Suhu DBN (36,5-37,50C) pemberian terapi antibiotic
- Jumlah leukosit DBN 4. Monitor kerentanan terhadap
- tidak terdapat tanda-tanda infeksi
infeksi yang semakin
memburuk
3. Gangguan Tujuan: NIC: Acid Base management,
pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Respiratory Monitoring
keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji pola pernapasan pasien
diharapkan kondisi klinis klien terkait Monitor TTV
pertukaran gas membaik 2. Kaji terhadap tanda dan gejala
NOC: Respiratory Status: Gas hipoksia dan hiperkapnia
Exchange 3. Kaji TD, nadi apikal dan tingkat
Kriteria Hasil: kesadaran setiap jam, laporkan
- Pernafasan normal (kecepatan, perubahan tingkat kesadaran.
irama, kedalaman) 4. Pantau dan catat pemeriksaan gas
- Warna kulit normal (tidak darah, kaji adanya kecenderungan
pucat/kehitaman) kenaikan dalam PaCO2 atau
- RR DBN penurunan dalam PaO2
- Hb DBN 5. Bantu dengan pemberian ventilasi
- Nadi DBN mekanik sesuai indikasi, kaji
- BGA normal perlunya CPAP atau PEEP.
6. Auskultasi dada untuk
mendengarkan bunyi nafas setiap
jam
7. Tinjau kembali pemeriksaan sinar
X dada harian, perhatikan
peningkatan atau penyimpangan
8. Pantau irama jantung
9. Berikan cairan parenteral sesuai
hasil kolaborasi
10. Berikan obat-obatan sesuai
pesanan: bronkodilator, antibiotik,
steroid.
11. Evaluasi AKS dalam hubungannya
dengan penurunan kebutuhan
oksigen.
4. Ketidakefektifan Tujuan: NIC: Circulation Care
perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian komprehensif
perifer keperawatan selama 3x24 jam terhadap sirkulasi perifer
diharapkan perfusi jaringan perifer 2. Pantau tingkat ketidaknyamanan
klien meningkat atau nyeri saat melakukan latihan
NOC: Circulation Status fisik
Kriteria Hasil: 3. Pantau status cairan termasuk
- TD DBN asupan dan haluaran
- RR DBN 4. Pantau perbedaan ketajaman atau
- CRT < 3 detik ketumpulan, panas atau dingin
- akral ekstremitas hangat 5. Pantau parestesia, kebas,
- warna kulit tidak pucat kesemutan, hiperestesia dan
- ekstremitas tidak edema hipoestesia
- kekuatan nadi normal 6. Pantau tromboflebitis dan
thrombosis vena profunda
7. Anjurkan pasien atau keluarga
untuk memantau posisi bagian
tubuh saat pasien mandi, duduk,
berbaring atau mengubah posisi
8. Ajarkan pasien atau keluarga untuk
memeriksa kulit setiap hari untuk
mengetahui perubahan integritas
kulit
5) Implementasi dan Evaluasi

Dx. Kep Tanggal dan Implementasi Evaluasi


Jam
Risiko syok 1. Memonitor TTV, tekanan darah S:
ortostatik, status mental dan urine O:
output - Tekanan darah DBN
2. Memonitor nilai laboratorium (110-130/70-90 mmHg)
sebagai bukti terjadinya perfusi - Nadi DBN (70-
jaringan yang inadekuat (misalnya 90x/menit)
peningkatan kadar asam laktat, - RR DBN (16-20 x/menit)
penurunan pH arteri) - Suhu DBN (36,5-
3. Memberikan cairan IV kristaloid 37,50C)
sesuai dengan kebutuhan (NaCl - Hb DBN (12 – 18 gr/dL)
0,9%; RL; D5%W) - CRT < 3 detik
4. Memberikan medikasi vasoaktif A: Masalah teratasi
5. Memberikan terapi oksigen dan P: Lanjutkan intervensi
ventilasi mekanik berikutnya, pertahankan kondisi
6. Memonitor trend hemodinamik klinis pasien
7. Memoonitor frekuensi jantung fetal
(bradikardia bila HR 160 kali per
menit) berlangsung lebih lama dari
10 menit
8. Mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan AGD dan monitor
oksigenasi jaringan
9. Mendapatkan patensi akses vena
10. Memberikan cairan untuk
mempertahankan tekanan daarah
atau cardiac output
11. Memonitor penentu pengiriman
oksigen ke jaringan (SaPO2, level
Hb, cardiac output)
12. Mencatat bila terjadi bradicardia
atau penurunan tekanan darah, atau
abnormalitas tekanan arteri
sistemik yang rendah misalnya
pucat, cyanosis atau diaphoresis
13. Memonitor tanda dan gejala gagal
nafas (rendahnya PaO2,
peningkatan PCO2, kelumpuhan
otot pernafasan)
14. Memonitor kadar glukosa darah
dan tangani bila ada abnormalitas
15. Memonitor koagulasi dan complete
blood count dengan WBC
differential
16. Memonitor status cairan meliputi
intake dan output
17. Memonitor fungsi ginjal (nilai
BUN dan creatinin)
18. Melakukan pemasangan kateter
urinaria
19. Melakukan pemasangan NGT dan
monitor residu lambung
20. Mengatur posisi pasien untuk
mengoptimalkan perfusi
21. Memberikan dukungan emosional
kepada keluarga
Risiko infeksi 1. Menginstruksikan pengunjung S:
untuk mencuci tangan saat O:
memasuki dan keluar dari ruangan - Suhu DBN (36,5-
pasien 37,50C)
2. Menggunakan sarung tangan dalam - Jumlah leukosit DBN
setiap tindakan pada pasien - tidak terdapat tanda-
3. Berkolaborasi dengan tenaga medis tanda infeksi yang
pemberian terapi antibiotic semakin memburuk
4. Memonitor kerentanan terhadap A: Masalah teratasi
infeksi P: Lanjutkan intervensi
berikutnya, pertahankan kondisi
klinis pasien
Gangguan 1. Mengkaji pola pernapasan pasien S:
pertukaran gas Monitor TTV O:
2. Mengkaji terhadap tanda dan gejala - Pernafasan normal
hipoksia dan hiperkapnia (kecepatan, irama,
3. Mengkaji TD, nadi apikal dan kedalaman)
tingkat kesadaran setiap jam, - Warna kulit normal
laporkan perubahan tingkat (tidak pucat/kehitaman)
kesadaran. - RR DBN
4. Memantau dan catat pemeriksaan - Hb DBN
gas darah, kaji adanya - Nadi DBN
kecenderungan kenaikan dalam - BGA normal
PaCO2 atau penurunan dalam A: Masalah teratasi
PaO2 P: Lanjutkan intervensi
5. Membantu dengan pemberian berikutnya, pertahankan kondisi
ventilasi mekanik sesuai indikasi, klinis pasien
kaji perlunya CPAP atau PEEP.
6. Melakukan auskultasi dada untuk
mendengarkan bunyi nafas setiap
jam
7. Meninjau kembali pemeriksaan
sinar X dada harian, perhatikan
peningkatan atau penyimpangan
8. Memantau irama jantung
9. Memberikan cairan parenteral
sesuai hasil kolaborasi
10. Memberikan obat-obatan sesuai
pesanan: bronkodilator, antibiotik,
steroid.
11. Mengevaluasi AKS dalam
hubungannya dengan penurunan
kebutuhan oksigen.
Ketidakefektifan 1. Melakukan pengkajian S:
perfusi jaringan komprehensif terhadap sirkulasi O:
perifer perifer - TD DBN
2. Memantau tingkat - RR DBN
ketidaknyamanan atau nyeri saat - CRT < 3 detik
melakukan latihan fisik - akral ekstremitas hangat
3. Memantau status cairan termasuk - warna kulit tidak pucat
asupan dan haluaran - ekstremitas tidak edema
4. Memantau perbedaan ketajaman - kekuatan nadi normal
atau ketumpulan, panas atau dingin A: Masalah teratasi
5. Memantau parestesia, kebas, P: Lanjutkan intervensi
kesemutan, hiperestesia dan berikutnya, pertahankan kondisi
hipoestesia klinis pasien
6. Memantau tromboflebitis dan
thrombosis vena profunda
7. Menganjurkan pasien atau keluarga
untuk memantau posisi bagian
tubuh saat pasien mandi, duduk,
berbaring atau mengubah posisi
8. Mengajarkan pasien atau keluarga
untuk memeriksa kulit setiap hari
untuk mengetahui perubahan
integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA

Dolan’s, 2007. Critical care nursing clinical management through the


nursing process. Davis Company, USA.
Emergency Nurses association, 2005. Manual of emergency care. Mosby, st
Louis.
Hudak galo, 2008. keperawatan Kritis pendekatan holistik edisi IV. EGC,
Jakarta.
Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2006. Critical care nursing
diagnosis and management. Mosby, USA.
Monahan, Sand, Neighbors, 2007. Phipps Medical surgical nursing. Mosby,
St Louis.
Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia, 2006. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. PDSPDI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai