Anda di halaman 1dari 39

SISTEM SARAF

MAKALAH
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fisiologi Hewan
yang dibimbing oleh HaslindaYusti Agustina, S.Si. M.Pd

Oleh
Kelompok 2

Ahmad Khoirofi Arozak (17208153061)


PutriPramita Sari (17208153040)
Triawati (17208153066)

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
Maret 2017
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas pertama kali diucapan selain ucapan syukur kepada
ALLAH SWT dengan ucapan Alhamdulillahirrabil’aalamin yang mana kita telah
diberi nikmat yang luar biasa. Dan dengan petunjuknya kita dapat menyelesaikan
makalah sesuai dengan waktunya. Shalawat serta salam tidak lupa kami ucapkan
kepada baginda nabi Muhammad SAW serta para keluarga, sahabat, tabi’in dan
para pengikutnya. Dan dengan itu kita selalu menantikan syafa’atnya kelak di hari
pembalasan.
Di kesempatan yang sangat baik ini kami menyusun sebuah makalah yang
berjudul “SISTEM SARAF”. Sebelumnya kami ucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor IAIN Tulungagung Dr. Maftukhin, M.Ag yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk belajar di kampus tercinta ini.
2. Dosen mata kuliah fisiologi hewan Ibu HaslindaYusti Agustina, S.Si.
M.Pd yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk
menyusun sebuah makalah tentang sistem saraf ini.
3. Dan tidak lupa juga kepada teman-teman yang ikut membantu dalam
pembuatan makalah ini. Dengan amanat itu kami akan memberikan hasil
yang terbaik untuk makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak untuk mengevaluasi makalah ini.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semuanya.

Tulungagung, Maret 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Struktur dan Macam Sel Saraf............................................................3
B. Sistem Saraf Pada Invertebrata...........................................................4
C. Sistem Saraf Pada Vertebrata.............................................................6
D. Sel-Sel Glial Dan Pelindung Sistem Saraf Pusat................................9
E. Rangkaian Neuron..............................................................................11
F. Sistem Syaraf Pusat............................................................................12
G. System Saraf Tepi...............................................................................16
H. Perpindahan Impuls Melintasi Sinaps................................................18
I. Pengelompokan Dan Fisiologi Reseptor.............................................23
J. Efektor Dan Cara Kerjanya................................................................32

BAB III PENUTUP


Kesimpulan........................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu sifat makhluk hidup adalah irritabilitas, yaitu kemampuannya
untuk merespon stimuli (yang biasanya merupakan suatu perubahan
lingkungan). Pada hewan, respon terhadap stimuli melibatkan tiga proses: 1)
menerima stimulus, 2) menghantarkan implus. 3) respon oleh efektor.
Semua kelompok hewan yang derajatnya diatas bunga karang (sponges)
memiliki beberapa bentuk sistem saraf, meskipun pada beberapa kelompok
hewan sistem sarafnya sangat primitive. Pada tentakel beberapa Coelenterata,
ditemukan suatu tipe jalur saraf yang mungkin paling sederhana, yang terdiri
dari satu susunan dua sel khusus, yaitu sel reseptor-konduktor dan satu sel
efektor. Jalur yang demikian yang memungkinkan suatu kemungkinan suatu
gerakan yang kurang fleksibel, sebab tidak ada jalur alternatif impuls untuk
menyebar, dan ketiadaan interkoneksi antar jalur ini dengan bagian saraf yang
lain. Kebanyakan jalur saraf (dan bahkan pada Coelenterata) paling tidak
terdiri atas tiga sel berbeda: sel reseptor yang khusus menerima stimulus, sel
efektor (sering merupakan sel otot) yang khusus memberikan respon. Jalur
yang lebih kompleks mungkin melibatkan sejumlah sel konduktor tambahan
yang terletak antara reseptor dan efektor. Bila suatu jalur memiliki beberapa
konduktor, maka respon dapat lebih fleksibel, sebab lebih dari satu jalur dapat
dilalui impuls yang datang dari reseptor, sehingga satu atau lebih efektor dapat
diaktifkan. Secara umum semakin bayak sel-sel konduktor pada suatu jalur,
maka respon dapat lebih fleksibel.1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana struktur dan macam sel saraf (neuron)?
2. Bagaimana sistem saraf pada invertebrata?
3. Bagaimana sistem saraf pada vertebrata?
4. Apa itu sel-sel glial dan pelindung sistem saraf pusat?
5. Bagaimana rangkaian neuron?
6. Bagaimana sistem syaraf pusat?
1
Soewolo, Pengantar Fisiologi Hewan, (Jakarta: Derektorat Jendral Pendidikan tinggi
Departemen Nasional, 2000), hal. 241-242.

1
7. Bagaimana system saraf tepi?
8. Bagaimana perpindahan impuls melintasi sinaps?
9. Bagaimana pengelompokan dan fisiologi reseptor?
10. Bagaimana efektor dan cara kerjanya?
C. Tujuan
1. Untuk memahami struktur dan macam sel saraf (neuron).
2. Untuk memahami sistem saraf pada invertebrata
3. Untuk memahami sistem saraf pada vertebrata
4. Untuk memahami sel-sel glial dan pelindung sistem saraf pusat
5. Untuk memahami rangkaian neuron
6. Untuk memahami sistem syaraf pusat
7. Untuk memahami system saraf tepi
8. Untuk memahami perpindahan impuls melintasi sinaps
9. Untuk memahami pengelompokan dan fisiologi reseptor
10. Untuk memahami efektor dan cara kerjanya

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Struktur dan Macam Sel Saraf (Neuron)


Neuron merupakan sel fungsional pada sistem saraf yang bekerja dengan
cara menghasilkan potensial aksi dan menjalarkan impuls dari satu sel ke sel
berikutnya. Pembentukan potensial aksi merupakan cara yang dilakukan sel
saraf dalam memindahkan informasi. Pembentukan potensial aksi juga
merupakan cara yang dilakukan oleh sistem saraf dalam melaksanakan fungsi
kendali dan koordinasi tubuh.
Saraf merupakan salah satu komponen sistem koordinasi pada tubuh hewan.
Sistem saraf dapat dilukiskan sebagai kumpulan neuron yang diorganisasikan
sedemikian rupa sehingga mampu mengkoordinasikan berbagai aktivitas tubuh.
Organisasi sistem saraf pada hewan sangat bervariasi tergantung pada tingkat
perkembangan tubuh masing-masing hewan. Hewan dengan tingkat
perkembangan tubuh sederhana memiliki susunan organisasi sistem saraf yang
sederhana juga. Sebaliknya hewan dengan tingkat perkembangan yang sudah
maju memiliki susunan organisasi sistem saraf yang lebih kompleks.2
Suatu sel saraf (neuron) secara umum terdiri atas:
1) Badan sel yaitu bagian sel saraf yang membesar dan mengandug inti
2) Satu atau lebih tonjolan (cabang) yang keluar dari badan sel yang dibedakan
menjadi dendrit (tonjolan yang membawa impuls ke badan sel) dan akson
(tonjolan yang membawa impuls ke badan sel).

Gambar 1. Struktur Sistem Saraf

2
Wiwi Isnaeni, Fisiologi Hewan, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hal. 62.

3
Berdasarkan fungsinya sel saraf membawa impuls dari reseptor disebut sel
saraf sensorik, yang membawa impuls ke efektor disebut sel saraf motorik,
dan saraf yang menghubungkan sel saraf sensorik dan sel saraf motorik disebut
sel saraf interneuron (sel saraf penghubung).
Suatu persambungan antara dua neuron disebut sinaps. Kedua unjung
neuron biasanya tidak melekat langsung satu dengan yang lain tetapi masih
dipisahkan oleh suatu celah sempit, yang disebut dengan celah sinaps. Neuron
yang terletak sebelum sinaps disebut neuron prasinaps, dan neuron setelah
sinaps disebut neuron pascasinaps.

Gambar 2. Susunan Khas Neuron Sensorik, Motorik


dan Intermeuron Pada Hewan
B. Sistem Saraf Pada Invertebrata
a. Sistem Saraf pada Hewan Simetri Radial
Organisasi sistem saraf yang paling sederhana dijumpai pada Hydra
(suatu Coelenterata), yang terdiri atas sel-sel reseptor-konduktor, dan sel-sel
efektor. Sel-sel konduktor tidak membentuk jalur tunggal, tetapi saling
terjalin membentuk suatu jala saraf yang menyebar keseluruh tubuh.
Organisasi sistem saraf demikian disebut sistem saraf jala atau sistem saraf
difus. Pada sistem saraf jala seperti ini, belum ada pusat pengontrol. Impuls
menyebar keseluruh arah melelui sebagian besar serabut (beberapa serabut
hanya satu arah). Impuls menyebar secara lambat dari daerah yang
mendapat rangsang ke daerah yang berdekatan. Makin kuat stimulus,
penyebaran impuls makin jauh. Reaksi sangat terbatas pada kontraksi lokal.
Suatu sistem seperti ini yang tidak ada koordinasi terhadap reaksi kompleks,
hanya menghasilkan suatu gerakan yang terbatas.

4
Gambar 3. Sistem Saraf Jala Pada Hydra
b. Sistem saraf pada Hewan Simetri Bilateral
Kecenderungan utama pada evolusi sistem saraf pada hewan simetri
bilateral dapat dilihat misalnya pada cacing pipih:
1. Sistem saraf menjadi lebih tersentralisasi oleh terbentuknya korda saraf
longitudinal utama. Korda sebagai sistem saraf pusat dialaui oleh sebagian
besar jalur antara reseptor dan efektor, dan sebagian besar badan sel saraf
berada dalam korda atau berdekatan dengan korda.
2. Konduksi impuls saraf menjadi terbatas pada satu arah saja, serabut saraf
sensoris hanya mengkonduksi impuls menuju sistem saraf pusat (serabut
aferen), dan serabut motor mengkonduksikan impuls meninggalkan sistem
saraf pusat (serabut aferen).
3. Lintasan saraf didalam sistem saraf pusat menjadi sangat kompleks
dengan adanya saraf penghubung (interneuron) yang sangat banyak; suatu
perkembangan yang meninggalkan fleksibelitas respon.
4. Peningakatan perkembangan ujung korda longitudinal mengarah pada
terbentuknya otak yeng menjadi semakin dominan.
5. Jumlah dan kekompleksan organ-organ sensori menjadi meningkat
Kecenderungan ini belum nampak jelas pada kebanyakan cacing pipih
primitive; cacing pipih semacam ini hanya memiliki saraf jala yang sangat
mirip pada Hydra. Pada cacing yang agak maju, sudah nampak adanya
permulaan kondensasi dari korda longitudinal utama dalam jala sarafnya ,
namun jumlahnya masih banyak, umumnya sekitar 8 korda longitudinal
yang tersebar di daerah ventral, dersal, dan lateral tubuhnya. Pada cacing
pipih yang agak maju lagi, telah menunjukkan adanya reduksi jumlah korda

5
longitudinal, dan yang sangat maju tinggal memiliki dua saja, yang
keduanya terletak di daerah ventral tubuhnya.
Pada cacing pipih dengan perkembangan korda longitudinal yang sangat
primitif, belum menunjukkan adanya struktur yang disebut otak. Para ahli
biologi bersepakat memberi nama “otak” pada pembengkakan kecil pada
ujung anterior korda longitudinal. Pada cacing pipih yang lebih maju
ditandai dengan adanya suatu perkembangan otak yang lebih baik.
Pada Annelida dan Arthropoda terlihat adanya perkembangan sistem
saraf pusat yang lebih maju, yang berupa sepasag korda longitudinal pada
daerah ventral tubuhnya. Dalam korda logitudinal hewan ini, badan-badan
sel saraf membentuk massa yang dinamakan ganglion, sepasang pada setiap
segmen, yang dihubungkan oleh berkas serabut yang berjalan longitudinal
dan horizontal, sehingga memberikan gambaran seperti tanah liat. Ganglia
yang terletak dalam kepala disebut “otak”. Otak ini kecil, namun bila
dibandingkan dengan ganglia segmen, nampak lebih besar dan lebih
dominan, tetapi terbatas bila dibandingkan dengan otak vertebrata.
Sistem saraf pusat (korda spinalis dan otak) pada Vertebrata berbeda
dalam berbagai hal dari yang terdapat pada Annelida dan Arthropoda :
1. Korda spinalis dan Vertebrata adalah tunggal, terletak dorsalis, dan
terbentuk pada embrio sebagai pembuluh dengan lubang sntral kanal,
yang terus ada sampai dewasa.
2. Korda spinalis Vertebrata tidak begitu jelas terorganisasi menjadi suatu
rangkaian berbagai ganglia dan traktus penghubung.
3. Meskipun banyak fungsi koordinasi pada Vertebrata masih tetap
dipegang oleh korda spinalis, namun pada Vertebrata telah
berkembang baik suatu otak yang jauh lebih dominan daripada “otak”
Annelida dan Arthropoda.
C. Sistem Saraf pada Vertebrata
a. Organisasi Sistem Saraf
Sistem saraf pada Vertebrata terdiri dari dua bagian utama: 1) Sistem
saraf pusat, yang terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang (korda
spinalis), dan 2) Sistem saraf tepi yang terdiri atas sistem saraf aferen dan

6
saraf eferen. Sistem saraf eferen dibagi menjadi sistem saraf somatic dan
sistem saraf otonom, sedangkan sistem saraf otonom terdiri atas sistem
saraf simpatetik. Dan sistem saraf parasimpatetik.

Gambar 4. Organisasi Sistem Saraf Vertebrata


Sistem saraf pusat merupakan pusat koordinasi, yang mengkoordinir
semua informasi saraf yang kelur masuk. Sistem saraf tepi merupakan
sistem saraf yang terdiri dari serabut-serabut saraf yang keluar dari sistem
saraf pusat. Serabut saraf aferen adalah serabut saraf yang membawa impuls
dari sistem saraf pusat ke efektor.
Sistem saraf somatic tersusun atas serabut saraf motorik yang
menginervasi otot-otot rangka, sedangkan sistem saraf otonom tersusun atas
serabut saraf yang menginervasi otot-otot polos, otot jantung, dan kelenjar-
kelejar
b. Klasifikasi Sel Saraf (Neuron)
1. Klasifikasi Berdasarkan Strukturnya
Setiap sel saraf (neuron) terdiri atas 3 bagian: 1) badan sel, 2) dendrit,
dan 3) akson. Dendrit adalah tonjlan (cabang) dan badan sel yang
membawa impuls ke badan sel, sedangkan akson adalah tonjolan dari
badan sel yang membawa impuls keluar dari badan sel. Berdasarkan
strukturnya neuron dibedakan menjadi tiga macam:
1) neuron unipolar, adalah neuron yang hanya memiliki satu tonjolan
keluar dari badan sel, yang dianggap sebagai akson.
2) neuron bipolar, adalah neuron yang memiliki dua tonjolan keluar dari
badan sel. Satu sebagai dendrite dan yang satunya sebagai akson.

7
3) neuron multipolar. Adalah neuron yang memiliki banyak tonjolan
yang keluar dari badan sel. Beberapa tonjolan sebagai dendrite dan
hanya satu sebagai akson.

Gambar 5. Tipe Neuron Berdasarkan Strukturnya


2. Klasifikasi Berdasarkan Fungsinya
Berdasarkan fungsinya, sel saraf dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1) Neuron aferen, merupakann jenis neuron unipolar, yaitu suatu neuron
yang badan selnya hanya memiliki satu tonjolan saja. Pada ujung
perifernya, suatu neuron aferen memiliki suatu reseptor, badan selnya
terletak berdekatan dengan medulla spinalis, dan ujung aksonnya
bercabang-cabang dan bersinapsis dengna saraf penghubung yang
berada dalam sistem saraf pusat.
2) Neuron eferen, memiliki badan sel yang berada dalam sistem saraf
pusat. Aksonnya meninggalkan sistem saraf pusat menuju ke otot tau
kelenjar. Neuron efere umumnya merupakan jenis neuron multipolar.
3) Saraf penghubung (interneuron), seluruhnya terletak di dalam sistem
saraf pusat dan merupakan jenis neuron multipolar. Sekitar 99% dari
semua neuron termasuk jenis neuron ini. Saraf penghubung memiliki
dua fungsi utama: (1) sebagai pengintegrasi respon perifel ke
informasi perifel (terjadi pada gerak refleks), (2) melalui saraf
penghubung yang lain merupakan informasi ke otak.

8
D. Sel-Sel Glial dan Pelindung Sistem Saraf Pusat
a. Sel-Sel Glial
Sekitar 90% sel didalam sistem saraf pusat adalah bukan neuron, tetapi
sel-sel glial atau neuroglia. Meskipun jumlahnya besar, namun neuroglia
menempati hanya sekitar separuh dari volume otak sebab neuroglia tidak
bercabang-cabang seperti pada neuron.
Neuroglia tidak menghantarkan impuls seperti neuron. Fungsi neuroglia
adalah: 1) menjaga kelangsungan hidup sistem saraf pusat, 2) berperan
penting sebagai jaringan penunjang sistem saraf pusat, 3) membantu
menunjang neuron secara fisik dan metabolic. Ada 4 jenis utama sel glial:
1) Astrosit, mempunyai beberapa fungsi utama: 1. Sebagai “pelekat” utama
dari sistem saraf pusat, yaitu melekatkan neuron-neuron dalam hubungan
special yang tepat, 2. Penting dalam perbaikan kerusakan otak dan neuron,
3. Menunjang neuron secara metabolic, 4. Menghilangkan pengaruh K+
dari cairan ekstraseluler otak bila potensial aksi tinggi.
2) Oligodendrosit, membentuk insulasi sarung myelin akson dalam sistem
saraf pusat. Suatu oligodendrosit memiliki beberapa proyeksi yang
memanjang, masing-masing seperti gulungan jelu menyelubungi suatu
bagian dari suau akson sarf penghubung untuk membentuk segmen-
segmen myelin.
3) Sel ependimal, melapisi ruang-ruang dalam sistem saraf pusat (ventrikel
dan sentral kanal). Sel ependimal ventrikel mampu memproduksi cairan
serebrospinal.
4) Microglia, berfungsi sebagai pembersih sistem saraf pusat, sebab
microglia ini merupakan sel-sel fagositik yang dilepas oleh jaringan saraf
pusat. Sel-sel microglia dalam keadaan normal bersifat pasif, dan akan
menjadi aktif bila terjadi infeksi atau luka pada sistem saraf pusat.
Sel-sel glial masih memiliki kemampuan membelah diri, oleh Karen itu
kebanyakan tumor otak berasal dari sel-sel glial (gliomas), sedangkan sel-
sel saraf telah kehilangan kemampuannya untuk membelah diri.

9
b. Pelindung Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat mudah rusak, oleh karena itu perlu dilindungi dari
gangguan luar. Empat lapis pelindung saraf pusat adalah:
1) Tulang tengkorak melindungi otak, tulang belakang melindungi
sumsum tulang belakang, korda spinalis.
2) Meninges, suatu membrane pelindung dan pemberi makan kepada
sistem saraf pusat. Meninges terletak diantara tulang dan jaringan
saraf.
3) Cairan Ceresrospinal, berfungsi sebagai bantalan cair untuk
melindungi otak dan sumsum ulang belakang.
4) Suatu penghalang darah otak (blood braib barrier), yang sangat
selektif untuk mebatasi masuknya zat-zat berbahaya ke dalam jaringan
otak yang mudah rusak.
Tulang tengkorak dan tulang belakang merupakan pelindung paling luar
dari otak dan sumsum tulang belakang dari gangguan mekanis (benturan,
tekanan, dll).
Meninges, merupakan membrane pelindung yang berada di sebelah
dalam rongga tengorak dan tulang belakang, dan melekat disebelah luar
sistem saraf pusat. Meninges terdiri dari 3 lapis membrane, dari luar
kedalam adalah: 1) dura mater, 2) arahnoid mater, dan 3) pia mater. Dura
mater (dura = liat/kuat), merupakan suatu jaringan yang kuat dan liat,
karena tersusun atas jaringan ikat padat. Dura mater langsung berhubungan
dengan periosteum tulang tengkorak dan tulang belakang. Pada umumnya
dura mater berlekatan dengan membrane arahnoid, tetapi ditempat-tempat
tertentu perlekatan tadi longgar untuk membentuk suatu rongga yang
disebut sinus dural (sinus venosus bila besar). Darah vena dari otak dan
cairan serebrospinal disalurkan kerongga ini, yang selanjutnya akan
dikembalikan ke hati. Arahnoid mater (arachnoid = seperti laba-laba) adalah
lapisan membrane yang halus, kaya pembuluh darah. Ruang antara
membrane arahnoid dan pia mater yang disebut rongga subarachnoid terisi
dengan cairan serebrospinal. Penonjolan jaringan arahnoid ke sinus dural
disebut villi arakhnoid. Melalui villi ini cairan cerebrospinal direabsorpsi ke

10
dalam sirkulasi darah di dalam sius dural. Lapisan terdalam dari meninges
adalah pia mater (pia + lunak), yang mudah rusak banyak mengandung
pembulu darah. Pia mater melekat pada permukaan luar otak dan sumsum
tulang belakang, mengikuti lekuk-lekuknya.
Cairan Serebrospinal, terutama diproduksi oleh plexus choroid yang
terletak pada bagian tertentu dari dinding rongga ventrikel otak. Plexuss
choroid terdiri dari masa berbentuk seperti bunga kol dari jaringan pia
mater, kaya akan pembuluh darah, menonjol ke rongga ventrikel. Cairan
serebrospinal yang dibentuk akan mengalir mengisi ventrikel-ventrikel otak,
sentral kanan, ruang subarakhnaid dan juga mengalir diantara lapisan-
lapisan meninges di seluruh permukaan otak dan sumsum tulang belakang.
Di bagian atas otak, cairan serebrospinal direabsorpsi dari rongga
subaraknoid kedalam vena melalui villi-araknoid. Fungsi utama cairan
serebrospinal adalah menyerap guncangan, sehigga melindungi sistem saraf
pusat dari benturan dengan tulang yang melindunginya. Fungsi yang lain
adalah memegang peranan penting dalam pertukaran zat antara cairan tubuh
dengan otak.
Barier darah otak (blood brain barrier), sangat selektif mengatur
pertukaran zat antara darah dan otak, sehingga otak dilindungi dari zat-zat
yang membahayakan. Pertukaran zat antara darah dan cairan interstisial otak
hanya dapat berlangsung melalui sel-sel dinding kapiler darah. Dengan
demikian akan terjadi seleksi zat-zat yang diijinkan melewati dinding
kapiler masuk kejaringan otak. Barier darah otak terdiri dari faktor anatomi
non fisiologis. Pada kapiler darah otak, sel-sel penyusun kailer disatukan
oleh hubungan “tight junction” sehingga tidak memungkinkan pertukaran
zat melalui batas antara sel. Satu-satunya memungkinkan pertukaran zat
antara melalui sel-sel kapiler itu sendiri yang dilakukan secara selektif.
E. Rangkaian Neuron
Hubungan antar neuron dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1) Hubungan konvergen
Hubungan konvergen terjadi bila satu neuron menerima sinapsis dari
banyak neuron lain. Melalui hubungan konvergen ini satu neuron tunggal

11
dapat dipengaruhi oleh ratusan neuron yang lain. Selanjutnya satu neuron
tunggal ini dapat mempengaruhi banyak neuron lain melalui hubungan
divergen.
2) Hubungan divergen.
Hubungan divergen terjadi bila satu neuron tunggal ujung aksonnya
bersinapsis dengan banyak neuron lain.
Dengan hubungan konvergen dan divergen ini suatu neuron dapat
menjadi prasinaptik dari kelompok neuron yang lain dan sekaligus sebagai
neuron pascasinaptik dari kelompok neuron yang lain lagi.
Diperkirakan dalam otak manusia terdapat 100 milyar neuron. Bila
neuron-neuron tersebut mengadakan hubungan divergen satu dengan yang
lain, dapat dibayangkan betapa kompleks hubungan antar neuron. Komputer
yang paling canggih masih belum menyamai kekompleksan otak manusia.
F. Sistem syaraf pusat
Pada vertebrata, bagian depan korda spinalis telah berkembang menjadi otak
yang fungsinya lebih dominan daripada korda spinalis. Kedua bagian system
saraf ini kemudian bersama-sama menjadi system syaraf pusat. Meskipun telah
berkembang lebih maju, namun sisa-sisa segmentasi masih nampak sebagai
akar-akar syaraf kranial dan spinal.
1. Korda spinalis (sumsum tulang belakang)
Korda spinalis terletak terlindung di dalam kolumna vertebralis, terbagi
menjadi bagian servikalis (daerah leher), thorakalis (bagian dada), lumbar
(bagian pinggang), dan sakralis (bagian pinggul). Potongan melintang korda
spinalis akan menampakkan bagian tengah berwarna abu-abu (substansi
abu-abu = grey matter) yang dikelilingi bagian yang berwarna putih
(substansi putih = white matter). Substansi abu-abu mengandung badan-
badan sel saraf, denrit-denrit, ujung-ujung prasinaptik, saraf penghubung
(interneuron), yang semuanya tidak dilapisi myelin. Sedangkan bagian putih
mengandung akson-akson yang bermielin.
Di bagian tengah korda spinalis terdapat saluran spinal yang terisi dengan
cairan serebrospinal. Saluran ini berhubungan dengan ventrikel-ventrikel di
dalam otak. Dari setiap segmen korda spinalis akan keluar kearah kanan dan

12
kiri akar dorsal yang berisi serabut saraf sensoris (neuron aferen), dan akar
ventral berisi serabut saraf motor (neuron eferen). Kedua akar korda spinalis
ini akan menyatu menjadi serabut saraf spinal, yang pada umumnya berisi
saraf sensoris dan saraf motoris.
2. Otak
Otak vertebrata primitive nampak jelas dibagi 3 bagian : otak belakang,
otak tengah dan otak depan. Bagian utama otak belakang adalah medulla
oblongata, mengandung pusat pengaturan respirasi, pusat reflex menelan,
muntah, dan pusat pengaturan kardiovaskular. Melalu medulla oblongata
lewat semua saraf sensori (kecuali saraf pembantu dan saraf penglihatan),
serabut saraf yang mengontrol hampir semua neuron motor, dan fungsi-
fungsi viseral, seperti control kandung kencing dan ereksi penis. Banyak
serabut-serabut sensoris bersinapsis dalam otak belakang untuk
menyampaikan informasi penting, terutama propioseptif yang mengontrol
keseimbangan dan reflex-refleks auditori sederhana.
Otak kecil (serebelum), yang merupakan pertumbuhan keluar dari
medulla oblongata, pada vertebrata terdiri dari dua belahan yang berleku-
lekuk. Otak kecil mengintregasikan informasi yang datang dari kanalis
semisirkularis dan propioseptor yang lain (posisi internal dan sensor
gerakan), system penglihatan dan pendengaran. Input-input tersebut
disensor dalam serebelum, dan output hasilnya membantu menkoordinasi
sinyal-sinyal motoric yang bertanggung jawab memelihara postur tubuh dan
gerakan anggota yang tepat.
Otak tengah, sejalan dengan evolusi vertebrata, hanya mengalami
perubahan ukuran sedikit saja, tetapi dalam fungsi mengalami perubahan
yang besar.Pada ikan dan amfibi, otak tengah mengontrol tingkah laku yang
sangat kompleks. Khususnya pada mamalia, bagian dorsal yang melebar
(disebut tektum), menerima banyak input dari saraf optic dan proyeksi dari
nuclei sensori otak belakang, berfungsi sebagai daerah integrasi otak.
Dengan berkembangnya otak depan sebagai pusat penganalisis penglihatan,
banyak input-input visual melewati otak tengah langsung ke “geniculate
lateral” thalamus. Dalam kolikulus tektal auterior, nampaknya yang tinggal

13
hanya fungsi-fungsi seperti control reflex mata luar, iris dan kelopak mata.
Bersamaan dengan itu, pusat otak depan yang lain, yaitu kolikulus posterior
diperkirakan meningkat peranannya dalam analisis dan “merelay” informasi
auditori.
Otak depan vertebrata, memiliki dua bagian yaitu diensefalon dan
telensefalon. Diensefalon yang terdiri dari thalamus, hypothalamus, dan
pituiiari posterior, memegang peranan sangat penting, bahkan pada
kebanyakan vertebrata primitive, berfungsi sebagai pusat beberapa
pengaturan. Fungsi thalamus pada ikan, hanya sedikit dipahami, nampaknya
sebagai penghubung “input” olfaktori ke otak tengah. Pada vertebrata yang
lebih tinggi, thalamus menjadi sangat besar dan menjadi pusat integrasi
untuk input dari semua system sensori. Thalamus juga menjadi sangat
penting sebagai “stasium relay” untuk saluran informasi sensori ke serebral
bagian kortek yang tepat, dan sebagai saluran informasi motor ke arah korda
spinalis.
Bagian depan dari diensefalon adalah hypothalamus, yang banyak terlibat
dalam fungsi pengaturan tubuh. Hypothalamus banyak mengandung sel-sel
neurosekretori yang memproduksi hormon-hormon yang dibebaskan ke
pituitary posterior, dan yang lain mengontrol pituitary anterior.
Hypothalamus mengandung sel-sel yang mengindera dan mengatur suhu
tubuh dalam, dan membantu mengontrol osmoregulasi.Hypothalamus juga
menjadi pusat pengontrol fungsi-fungsi viseral dan reaksi emosional,
misalnya ingin makan, minum, marah, nafsu seksual, dan
sebagainya.Nampaknya bagian otak ini mengalami sedikit perubahan pada
seluruh vertebrata, namun menjadi salah satu daerah integrative yang
berkembang sangat tinggi, mengontrol banyak tingkah laku integrative yang
kompleks.
Bagian otak depan terakhir adalah telensefalon, telah mengalami
perubahan sangat besar selama evolusi vertebrata. Pada ikan dan amfibi,
telensefalon lebih dari sekedar suatu pusat penciuman (olfaktori), menerima
input dari bulbus olfaktori untuk dianalisis secara detil pada ujung otak
depan yaitu “hemisphere cerebral”. Pada reptile dan burung, daerah ini tetap

14
sebagai suatu lobus olfaktori dan pusat yang disebut amygdala. Selanjutnya
terdapat suatu jaringan saraf yang maju, yaitu di sebelah dorsal dan lateral
daerah ini, membentuk striatum (di daerah lateral) dan palium (di daerah
dorsal). Striatum, diasumsikan sebagai lokus integrasi tingkat paling tinggi
dari input sensori dan respon-respon motoric, misalnya mengkoordinasikan
tingkah laku instiagtif dan reflex-refleks yang dikondisikan (conditioning-
reflex). Striatum pada burung sangat besar, melebihi bagian kortek serebral
pada mamalia.Palium membentuk pusat yang tetap belum diketahui dengan
jelas pada burung dan reptile, tetapi telah diketahui memegang peranan
penting pada mamalia.Hipokampus, jelas terlibat pada proses-proses
memori jangka pendek.Hipokampus dan striatum, keduanya berinteraksi
dengan hypothalamus, bulbus olfaktori dan amygdala, pada bagian yang
disebut sebagai system limbik.System ini penting pada mamalia, yaitu
mengontrol emosi, suasana hati (keadaan kejiwaan), dan birahi.
Mulai dari mamalia monotremata, terdapat perkembangan ukuran yang
maju dan penting dari belah otak, tumbuh keluar dari palium. Bagian ini
melebar ke semua arah, menutupi otak depan yang asli dan otak tengah.
Pada saat yang sama, bagian ini menjadi lebih dominan dari pusat-pusat
yang lain. Struktur ini selanjutnya dikenal sebagai kortek serebral atau otak
besar, yang terdiri atas lapisan permukaan berwarna kelabu (gray matter =
substansi abu-abu) karena berisi badan-badan sel saraf, dan lapisan di
bawahnya berwarna putih ( white matter = substansi putih ) karena berisi
serabut-serabut saraf bermielin. Serabut-serabut saraf dalam substansi putih
berfungsi menghubungkan bagian korteks yang satu dengan yang lain, dan
bagian kortek dengan bagian system saraf pusat yang lain. Kedua belah otak
ini dihubungkan oleh korpus kolasum.
Pada mamlia dengan tingkat yang lebih tinggi, korteks mengandung
kelompok-kelompok badan sel saraf yang sangat terorganisasi. Suatu daerah
korteks serebral menjadi pusat sensori (pusat sensasi), dan daerah yang lain
sebagai pusat motoric. Korteks auditori pada lobus temporal dan korteks
visual pada lobus oksipital adalah murni sensori.Pada mamalia primitive
secara esensial keseluruhan korteks terdiri dari daerah sensoria tau daerah

15
motor, dan korteks serebral tanpa pelipatan yang dalam, tidak seperti
mamalia tingkatnyang lebih tinggi.
G. System Saraf Tepi
System saraf tepi terdiri dari system saraf somatic (system saraf sadar) dan
system saraf otonom (system saraf tidak sadar).
1. System Saraf Somatik
System saraf somatic terdiri dari serabut-serabut saraf motoric yang
menginervasi otot rangka.Badan sel neuron motoric terletak di dalam tanduk
ventral korda spinalis, aksonnya langsung menuju ke otot rangka. Neuron
motor hanya dapat mengaktifkan otot rangka, tidak dapat menghambat
seperti system saraf otonom. Penghambatan hanya dapat dilakukan melalui
aktivasi input sinaptik inhibitori ke badan-badan sel dan dendrit dari neuron
motor yang menginervasi otot rangka.
System saraf somatic dipandang sebagai control sadar, tetapi banyak
aktivitas otot rangka, misalnya yang mengatur postur tubuh, keseimbangan,
dan gerakan stereotipikal dikontrol oleh bawah sadar. Misalnya kita dapat
menentukan ingin mulai berjalan, tetapi kita tidak sadar pengaruh berbagai
kontraksi dan relaksasi otot yang terlibat, sebab gerakan ini di koordinasi
secara tidak sadar oleh pusat bawah sadar.
Jalur saraf untuk gerak sadar terdiri atas rangkaian sebagai berikut : (1)
reseptor, (2) saraf sensoris, (3) traktus naik (suatu saraf penghubung dalam
korda spinalis yang menuju ke otak),(4) otak, (5) traktus turun, (6) saraf
motor, (7) efektor. Sedangkan jalur saraf untuk gerak reflex umumnya
terdiri dari : (1) reseptor, (2) saraf penghubung (dalam system saraf pusat),
(3) saraf motor. Dan (4) efektor.Lengkung reflek demikian disebut lengkung
reflek tiga neuron atau lengkung reflex multisinaptik (memiliki lebih dari
satu sinaps). Di samping lengkung reflex tersebut di atas, ada lengkung
reflex yang hanya terdiri dari: reseptor, saraf sensoris, saraf motor, efektor.
Lengkung reflek demikian disebut lengkung reflex dua neuron, atau
lengkung reflex monosinaptik. Lengkung reflex merupakan unit fungsional
system saraf.

16
Fungsi reseptor adalah sebagai pengubah bentuk energy (transducer),
yaitu dari energy stimulus menjadi energy bioelektrik. Prosesnya adalah
sebagai berikut: bahwa stimulus akan menyebabkan depolarisasi pada
membrane sel reseptor, dan apabila depolarisasi ini mencapai potensial
ambang, maka pada saraf sensoris akan terjadi impuls untuk dirambatkan.
Reseptor sifatnya spesifik, artinya hanya akan merespon stimulus yang
cocok saja. Apabila stimulus yang mengenai reseptor tersebut tidak cocok,
maka reseptor tidak akan mengubahnya menjadi energy elektrokimia impuls
saraf.
2. System Saraf Otonom
Berbeda dari system saraf somatic yang hanya terdiri atas satu saraf
motor, system saraf otonom terdiri atas dua rantai neuron, yaitu neuron
praganglionik dan pascaganglionik. Badan sel dari neuron praganglionik
terletak dalam system saraf pusat (otak atau korda spinalis).Aksonnya,
sebagai serabut praganglionik bersinapsis dengan badan sel neuron kedua
yang terletak dalam ganglion di luar sistem saraf pusat. Akson saraf kedua
yang disebut serabut pascaganglionik menginervasi efektor.
System saraf otonom terdiri atas dua macam, yaitu system saraf simpatik
dan system saraf parasimpatetik.Badan-badan sel serabut saraf simpatetik
berada dalam korda spinalis daerah toraks dan daerah lumbar, oleh karena
itu serabut saraf simpatetik disebut juga serabut saraf thoracolumbar.Pada
umumnya serabut saraf praganglionik simpatetik sangat pendek, bersinapsis
dengan badan sel saraf pascaganglionik dalam ganglia (rantai ganglian
simpatetik) yang terletak di samping kanan dan kiri korda spinalis.Beberapa
serabut praganglionik simpatetik melewati rantai ganglion simpatetik tanpa
bersinapsis dengannya, namun bersinapsis dengan ganglia kolateral
simpatetik yang terletak kira-kira ditengah-tengah antara system saraf pusat
dengan efektor, yang kemudian disambung oleh serabut pascaganglionik
simpatetik.
Badan sel neuron praganglionik parasimpatetik berada dalam otak dan
korda spinalis bagian sacral, oleh karena itu serabut saraf parasimpatetik
disebut juga sebagai serabut saraf kraniosakral.Serabut saraf praganglionik

17
parasimpatetik lebih panjang daripada serabut saraf praganglionik
simpatetik.Gangliongnya disebut terminal ganglion yang terletak dekat atau
pada organ efektor, sehingga serabut pascaganglioniknya sangat pendek.
Serabut praganglionik simpatetik maupun parasimpatetik membebaskan
neurotransmitter yang sama yaitu asetikolin (Ach), serabut demikian disebut
serabut kolinergik, sedangkan serabut pascaganglioniknya membebaskan
neurotransmitter yang berbeda. Serabut pascaganglionik simpatetik
membebaskan noradrenalin atau norepineprin (serabut demikian disebut
serabut adrenergic), sedangkan serabut pascaganglionik parasimpatetik
membebaskan asetikolin.
System saraf otonom mengatur aktivitas organ visceral secara tidak
sadar, seperti sirkulasi, pencernaan, pernafasan, ekskresi, dsb.Oleh karena
itu system saraf otonom ditetapkan sebagai system saraf tidak sadar.
System saraf simpatetik dan parasimpatetik bersama-sama menginervasi
terutama organ visceral. Umumnya system saraf simpatetik dan
parasimpatetik memberikan pengaruh yang berlawanan pada suatu
organ.Misalnya stimulasi simpatetik meningkatkan kecepatan denyut
jantung, sebaliknya stimulasi parasimpatetik menurunkannya.Stimulasi
simpatetik memperlambat gerak saluran pencernaan makanan, sebaliknya
stimulasi parasimpatetik meningkatkannya. Jadi Nampak bahwa satu system
tidak selalu berfungsi meningkatkan dan yang lain menghambat, tetapi yang
jelas keduanya bekerja berlawanan pada suatu organ.
Keuntungan kontrol yang berlawanan tersebut adalah memungkinkan
mengontrol aktivitas suatu organ secara tepat. Ibarat mengontrol kecepatan
mobil yang sedang berjalan, maka kedua system saraf otonom berfungsi
sebagai gas dan rem. Kalau kecepatan mobil turun, maka gas ditingkatkan,
sebaliknya kalau kecepatan mobil melebihi kecepatan yang dikehendaki,
maka gas dikurangi dan rem di injak.
H. Perpindahan Impuls Melintasi Sinaps
Impuls dapat menjalar atau menyebar dari tempat awal pembentukannya
hingga ke ujung akson, bahkan mungkin menyeberang ke sel lainnya ( sel saraf
lain, sel otot, atau sel kelenjar). Implus yang menjalar dari suatu sel saraf ke sel

18
yang lain pasti akan melintasi sinaps. Susunan sinaps dapat dilihat pada
gambar 3.5 dan 3.6. Sinaps adalah tempat pertemuan antara akson dari suatu
sel saraf dengan sel saraf lainnya. Sinaps juga dapat terbentuk antara sel saraf
dengan sel otot atau kelenjar.

Gambar 3.5 Susunan Sinaps secara skematis: (A) proses penjalaran implus
pada sinaps eksitatorik dan (B) proses penjalaran implus pada sinaps inhibitor.

Gambar 3.6 penjalaran implus pada sinaps kolinergik dan adrenegik.


Dari gambar 3.5 dan 3.6 kita dapat memperoleh gambaran tentang susunan
sinaps sekaligus cara kerjanya dalam menjalarka implus. Pada gambar 3.5
diperlihatkan cara kerja sinaps eksitatorik dan inhibitorik. Pada sinaps

19
eksitatorik, kompleks neurotransmiter reseptor menyebabkan membran
pascasinaps akan membuatnya tetap impermeabel terhadap ion Na + sehingga
membran tersebut mengalami depolarisasi. Pada sinaps inhibitorik,
pembentukan kompleks neurotransmiter reseptor pada membran pascasinaps
akan membuatnya tetap impermeabel terhadap ion Na+ namun permeabel
terhadap ion Cl-. Akibatnya membran pascasinaps tidak terdepolarisasi (bagian
dalam sel tidak menjadi lebih positif), tetapi justru menjadi lebih negatif.
Keadaan didalam sel yang menjadi lebih negatif daripada sebelumnya timbul
akibat peristiwa hiperpolarisasi. Dalam keadaan hiperpolar, membran sel
menjadi semakin sulit terangsang (ketanggapannya menurun).
Perjalaran implus melalui sinaps disebut transmisi sinaptik. Transmisi
sinaptik ini dapat berupa transmisi elektrik (pada sinaps elektrik)atau transmisi
kimiawi (pada sinaps kimiawi). Transmisi elektrik terjadi pada sinapsis dengan
celah yang sempit sedangkan transmisi kimiawi dapat terjadi pada sinaps yang
memiliki celah lebar.
Pada sinaps yang memiliki celah sempit, potensial aksi pada bagian
membran presinaps akan diteruskan ke membran pascasinaps (subsinaps)
dengan cara konduksi langsung. Penjalaran potensial aksi dengan cara seperti
itu disebut transmisi elektrik dan sinaps yang bekerja dengan cara demikian
dinamakan sinaps elektrik. Sinaps elektrik banyak ditemukan pada invertebrata
( misalnya Arthropoda dan Annelida), juga pada vertebrata misalnya ikan. Pada
iklan sinaps elektrik berperan penting dalam proses melarikan diri.
Pada transmisi kimiawi, perjalaran implus terjadi dengan bantuan
transmitter. Diperkirakan kebanyakan sinaps melakukan transmisi impuls
secara kimia dengan bantuan transmitter (neurotransmitter) yang banyak
terdapat pada sel-sel atau membran presinaps, tersimpan dalam kantong kecil
yang disebut vesikel. Neurotransmitter diperlukan karena celah sinaps relatif
lebar sehingga tidak memungkinkan terjadinya perjalaran potensial aksi dengan
cara konduksi langsung seperti pada sinaps elektrik.
Transmisi impuls secara kimia dapat dijelaskan sebagai berikut. Apabila
implus sampai pada membran di ujung akson ( membran persinaps), membran
tersebut akan segera terdepolarisasi. Mekanisme timbulnya depolarisasi pada

20
membran tersebut sama dengan mekanisme depolarisasi yang diuraikan
terdahulu. Depolarisasi pada membran ujung akson menyebabkan peningkatan
permeabilitas membran presinaps terhadap ion kalsium sehingga Ca+ dari celah
sinaps akan berdifusi menembus membran presinaps. Pemasukan Ca+ ke
membran presinaps menyebabkan vesikel yang berisi neurotransmiter
(misalnya asetilkolin) bergerak mendekati membran. Selanjutnya membran
vesikel tersebut berfungsi dengan membran presinaps dan mencurahkan isinya
ke celah sinaps. Neurotransmitter di celah sinaps akan berdifusi ke arah
membran pascasinaps, lalu berikatan dengan reseptor khusus pada membran
tersebut dan membentuk kompleks reseptor neurotransmiter. Kompleks
tersebut akan merangsang membran pascasinaps dan meningkatkan
permeabilitas membran terhadap natrium sehingga mendepolarisasikannya.
Apabila hal tersebut terjadi berarti transmisi sinaptik sudah berlangsung.
Transmisi yang diuraikan di atas menyebabkan depolarisasi membran
pascasinaps, dan oleh karena itu dinamakan transmisi eksitatorik. Sinaps jenis
itu dinamakan sinaps eksitatorik.
Tidak semua sinaps bersifat eksitatorik. Perhatikan kembali contoh pada
gambar 3.5 bagian B. Pada gambar tersebut diperlihatkan bawa kompleks
reseptor neurotransmiter yang terbentuk menyebabkan peningkatan
permeabilitas membran terhadap ion klor, dan tetap impermeabel terhadap ion
natrium. Ion klor yang banyak terdapat di sisi luar membran akan berdifusi ke
dalam membran pascasinaps dan meningkatkan jumlah muatan negatif di sisi
dalam membran sehingga keadaan dalam sel menjadi lebih negatif
dibandingkan dengan saat istirahat.
Membran pascasinaps pada contoh tersebut dikatakan mengalami
hiperpolarisasi. Dalam hal ini implus tidak diteruskan ke sel berikutnya tetapi
terhenti pada bagian tersebut. Dalam keadaan hyper polar membran sel akan
semakin sulit dirangsang atau bahkan tidak dapat dirangsang sama sekali.
Transmisi demikian dinamakan transmisi inhibitorik. Jenis sinaps yang
menyelenggarakan transmisi inhibitor dinamakan sinaps inhibitorik. Dengan
demikian hiperpolarisasi ialah keadaan sel yang mengalami perubahan
elektrokimia dengan cara tertentu yang membuatnya menjadi tidak dapat

21
dirangsang, ditandai dengan adanya muatan di dalam sel yang menjadi lebih
negatif daripada sebelumnya.
Dalam transmisi sinaptik, kompleks reseptor neurontransmitter
memengaruhi membran pascasinaps hanya dalam waktu yang sangat singkat.
Kemudian neurotransmiter akan segera dihidrolisis oleh enzim yang sesuai
yang terdapat di celah sinaps. Jika neurotransmitter berupa asetilkolin, enzim
yang akan menghidrolisisnya adalah asetilkolinesterase. Asetilkolin dihidrolisis
menjadi asetil, koenzim A dan kolin. Hidrolisis asetilkolin membuatnya
terlepas dari reseptor sehingga tidak dapat lagi mempengaruhi membran
pascasinaps.
Kadang-kadang proses transmisi sinaps mengalami gangguan sehingga
penjalaran implus menjadi tidak normal. Beberapa jenis bahan yang diketahui
dapat mengganggu transmisi sinaps ialah pestisida, racun ular dan obat bius.
Pestisida sangat banyak jenisnya salah satu diantaranya adalah golongan
organofosfat misalnya diazinon yang merupakan agen antikolinesterase.
Keracunan diazinon ditandai dengan gejala kejang otot. Obat bius
menyebabkan seseorang mengalami gangguan fungsi saraf sehingga tidak
dapat merasakan sakit sekalipun kulitnya diiris.
Peristiwa kejang otot akibat keracunan diazinon dapat diuraikan sebagai
berikut. Apabila diazinon terdapat di daerah sinaps antara sel saraf dan otot, sel
tersebut akan mengikat enzim asetilkolin esterase. Dengan demikian Aktivitas
enzim tersebut terhambat dan tidak dapat menghidrolisis asetilkolin. Padahal
pada saat transmisi implus asetilkolin membentuk kompleks dengan
reseptornya pada membran pascasinaps (membran sel otot). Apabila
asetilkolinesterase terhambat kompleks reseptor asetilkolin bertahan lama dan
terus menerus mempengaruhi membran pascasinaps. Jadi perangsangan
terhadap membran sel otot berlangsung terus. Akibatnya otot terus menerima
rangsang dan terjadilah kontraksi otot yang berkepanjangan atau kejang otot.
Sinaps yang mengalami transmisi sinaptik dengan bantuan neurotransmitter
asetilkolin dinamakan sinaps kolinergik. Dalam hal ini asetilkolin dihasilkan
oleh membran pascasinaps. Jadi sinaps kolinergik ialah sinaps yang membran
pascasinapsnya menghasilkan asetilkolin dan dalam transmisi implus

22
memerlukan asetilkolin sebagai neurotransmitternya. Sementara suatu sinaps
yang membran presinapsnya menghasilkan adrenalin dan dalam transmisi
implusnya memerlukan neurotransmiter adrenalin dinamakan sinaps
adrenergik.
Sinaps kolinergik hanya akan bekerja secara normal jika neurotransmitter
yang tersedia asetilkolin. Demikian pula sinaps adrenergik hanya akan
berfungsi normal jika tersedia Adrenalin. Hal ini terjadi karena reseptor yang
terdapat pada membran pascasinaps merupakan reseptor khusus. Sinaps
adrenergik memiliki reseptor khusus untuk adrenalin dan sinaps kolinergik
memiliki reseptor khusus untuk asetilkolin. Jadi hasil akhir kerja suatu sinaps
ditentukan oleh berbagai hal antara lain jenis sinaps dan jenis
neurontransmitter. Jenis sinaps antara lain sinaps elektrik, kimiawi, eksitatorik
dan inhibitorik. Sementara jenis neurotransmitter antara lain asetilkolin,
adrenalin dan asam gamma amino butirat.
I. Pengelompokan Dan Fisiologi Reseptor
Informasi mengenai keadaan lingkungan yang dapat diterima hewan sangat
beragam antara lain suhu, kadar garam, cahaya, kelembaban dan tekanan udara.
Berkaitan dengan hal tersebut alat penerima rangsang atau reseptor yang
dimiliki hewan juga harus beraneka ragam. Berarti reseptor pada hewan harus
dapat berfungsi untuk menerima berbagai jenis informasi.
Pada umumnya reseptor bekerja secara khusus. Artinya reseptor tertentu
hanya akan menerima rangsang jenis tertentu. Jadi dalam satu individu hewan
dapat ditemukan berbagai macam reseptor.
Reseptor dapat di kelompokkan dengan berbagai cara yaitu berdasarkan
struktur, lokasi sumber rangsang dan jenis atau sifat rangsang yang dapat
diterima oleh reseptor tersebut. Berdasarkan strukturnya reseptor dapat
dibedakan menjadi dua yaitu reseptor saraf dan bukan saraf. Struktur reseptor
saraf yang paling sederhana yang hanya berupa ujung dendrit dari suatu sel
saraf atau tidak memiliki selubung mielin dapat ditemukan pada reseptor nyeri
atau nosiseptor. Struktur reseptor yang lebih rumit dapat ditemukan dalam
organ pendengaran vertebrata (berupa sel rambut) dan pada organ penglihatan

23
(berupa sel batang dan kerucut). Reseptor ini merupakan reseptor khusus dan
bukan reseptor saraf.
Berdasarkan Jenis rangsang yang dapat diterimanya reseptor dapat
dibedakan menjadi 6 yaitu kemoreseptor, termoreseptor, mekanoreseptor,
fotoreseptor, magnetoreseptor dan elektroreseptor. Secara berturut-turut
masing-masing reseptor tersebut peka terhadap rangsang kimia, suhu, mekanik,
cahaya, medan magnet dan medan listrik.
Berdasarkan lokasi sumber rangsang yang dapat diterimanya reseptor
dibedakan menjadi dua jenis yaitu interoreseptor dan eksteroreseptor.
interoreseptor merupakan reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang
dari dalam tubuh. Contoh interoreseptor ialah kemoreseptor untuk memantau
pH, kadar gula dan kadar kalsium dalam cairan tubuh. Sementara
eksteroreseptor berfungsi untuk menerima rangsang dari lingkungan di luar
tubuh hewan. Contoh eksteroreseptor ialah reseptor penerima gelombang suara
(pada alat pendengaran) dan reseptor cahaya (mata).
Dalam sistem saraf reseptor biasanya berhubungan dengan saraf sensorik
sedangkan efektor berhubungan erat dengan saraf motorik. Reseptor bertugas
sebagai transduser (pengubah energi), yaitu mengubah energi dari suatu bentuk
tertentu menjadi bentuk energi yang lain. Pada saat sampai di reseptor semua
energi dalam bentuk apapun akan segera diubah menjadi energi listrik yang
selanjutnya akan membawa kepada perubahan elektrokimia sehingga timbul
potensial aksi.
Cara berfungsinya reseptor diuraikan sebagai berikut. Apabila suatu jenis
reseptor menerima rangsang yang sesuai maka membran reseptor tersebut akan
mengalami serangkaian peristiwa yang menyebabkan timbulnya potensial aksi
pada bagian tersebut. Potensial aksi yang berbentuk itu dinamakan potensial
reseptor atau potensial lokal. Dalam hal ini potensial aksi tidak menjalar ke
bagian lainnya. Namun jika rangsang yang diterima reseptor cukup kuat
potensial reseptor yang timbul akan lebih besar. Makin besar rangsang yang
diterima makin besar pula potensial lokal yang dihasilkan hingga dapat
melampaui batas ambang perangsangan pada membran. Apabila hal ini terjadi
potensial aksi akan menyebar ke membran di sebelahnya hingga ke sel saraf

24
aferen bahkan membran sel berikutnya. Dalam keadaan demikian potensial
aksi yang terbentuk pada reseptor dinamakan potensial generator.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai cara kerja reseptor
kita ambil contoh mekanoreseptor. Mekanoreseptor mempunyai pintu ion yang
akan berubah keadaannya menjadi terbuka atau tertutup akibat terjadinya
deformasi mekanik pada pintu ion tersebut. Deformasi mekanik ialah
perubahan bentuk protein penyusun pintu ion akibat rangsang mekanik
misalnya sentuhan atau peningkatan tekanan. Saat istirahat protein penyusun
pintu ion memperlihatkan bentuk fisik tertentu sehingga jalan masuk ion dalam
keadaan tertutup. Rangsang mekanik yang sampai pada reseptor tersebut akan
menyebabkan bentuk fisik protein penyusun pintu ion berubah sedemikian rupa
sehingga pintu untuk ion tertentu akan terbuka. Untuk memahami hal ini
perhatikan gambar 2.8. Pada gambar tersebut kita dapat mengamati proses
membuka dan menutupnya pintu untuk ion Na+ dan K+ yang terjadi akibat
perubahan bentuk fisik protein penyusun pintu ion.
ketika deformasi mekanik menghasilkan pembukaan pintu ion Na+, yang
tersebut akan berdifusi ke dalam sel. Hal ini akan menyebabkan depolarisasi
membran mekanoreseptor. Mekanisme timbulnya depolarisasi pada reseptor
tersebut sama seperti yang terjadi pada sel saraf.
Supaya hewan dapat memberikan tanggapan yang sesuai dengan rangsang
yang diterimanya ( dalam contoh diatas berupa sentuhan), potensial lokal yang
timbul pada reseptor harus dijalarkan ke seluruh bagian sistem saraf. Dengan
demikian potensial yang terbentuk pada reseptor harus berupa potensial
generator.
Potensial generator akan menyebabkan pelepasan transmiter
(neurontransmitter) ke celah sinaps antara reseptor dan sel saraf sensoris.
Selanjutnya neuro transmitter menyebabkan perubahan elektrokimia yang
mendepolarisasikan sel saraf sensoris ( terbentuk potensial aksi pada sel saraf
sensoris). Potensial aksi tersebut akan terus menjalar ke efektor dan akhirnya
tanggapan hewan terhadap rangsang sentuhan pun timbul.
Contoh berikut menjelaskan proses penerimaan rangsang berupa gelombang
suara di udara. Reseptor yang menerimanya ialah reseptor dalam alat

25
pendengaran. Dalam hal ini gelombang suara menggetarkan membran timpani.
Getaran itu dilanjutkan ke tulang pendengaran yaitu malleus, inkus dan stapes.
Bagian terdalam dari stapes ( kaki staples) berhubungan langsung dengan
koklea (rumah siput) melalui jendela lonjong. Di dalam koklea terdapat cairan
limfe yang merendam sejumlah besar sel rambut pendengaran yang tersusun
berderet memanjang. Getaran kaki status pada jendela lonjong akan
dipindahkan menjadi gelombang pada cairan limfa dan Hal inilah yang akan
mendepolarisasikan sel rambut pendengaran. Selanjutnya salah rambut akan
melepaskan neurotransmiter ke sel saraf pendengaran serta mendepolarisasikan
sel tersebut. Implus pun terus dijalarkan sampai ke pusat pendengaran di otak.
Di dalam otak inilah potensial aksi akan diterjemahkan dan akhirnya hewan
atau manusia dapat memahami makna dari suara yang didengarnya.
Hubungan antara rangsang dan tanggapan merupakan bentuk hubungan
yang sangat rumit dan ternyata ada hubungan yang erat antara kekuatan
rangsang dan tanggapan yang dihasilkan oleh hewan. Kenyataan menunjukkan
bahwa pemberian suatu Jenis rangsang dengan kekuatan yang sama tidak selalu
menimbulkan tanggapan yang sama. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan
kemampuan reseptor untuk beradaptasi terhadap rangsang yang diterimanya.
Sejumlah reseptor akan beradaptasi terhadap rangsang yang diberikan secara
terus menerus dengan cara menurunkan frekuensi pembentukan potensial aksi.
Ada reseptor yang beradaptasi dengan sangat cepat (adaptasi fasik), Ada pula
yang beradaptasi sangat lambat (adaptasi tonik). Reseptor yang
memperlihatkan gejala adaptasi fasik contohnya reseptor tekanan dan sentuhan.
Reseptor nyeri berbeda dengan reseptor tekanan. Reseptor nyeri atau sakit
merupakan reseptor yang menunjukkan kemampuan beradaptasi tonik. Bagi
reseptor nyeri kemampuan beradaptasi tonik merupakan hal yang penting
karena timbulnya rasa sakit merupakan tanggapan protektif yaitu tanggapan
yang bertujuan untuk melindungi tubuh. Apabila reseptor nyeri
memperlihatkan gejala adaptasi fisik hewan terancam bahaya yang besar
karena tidak akan berusaha menghindari rangsang tersebut. Padahal rangsang
yang menyakitkan pada umumnya berpotensi menimbulkan kerusakan. Oleh

26
karena itu jelas bahwa gejala adaptasi tonik pada reseptor nyeri sangat
menguntungkan hewan.
1. Penerimaan rangsang oleh reseptor
Semua hewan sangat memerlukan informasi mengenai keadaan
lingkungan mereka. Hal yang perlu kita pahami ialah cara hewan
memperoleh informasi dari lingkungan mereka dan mekanisme penerimaan
informasi tersebut. Hewan memperoleh informasi dari lingkungannya
melalui reseptor (organ sensoris). Mekanisme penerimaan rangsang oleh
reseptor cahaya secara garis besar dilukiskan pada gambar 4.1.
Pada gambar 4.1 tampak bahwa reseptor cahaya yang sesungguhnya
terdapat pada retina. Reseptor berupa sel batang dan kerucut pada retina
tersebut berhubungan dengan saraf optik yang ujungnya bersinar dengan
pusat penglihatan yang berada di korteks otak. Agar dapat berfungsi optimal
sel reseptor di retina memerlukan struktur pendukung berupa mata.
2. Penerima rangsang kimia oleh kemoreseptor
Dalam proses penerimaan rangsang kimia terjadi interaksi antara bahan
kimia dengan kemoreseptor membentuk kompleks bahan kimia-
kemoreseptor. Kompleks tersebut mengawali proses pembentukan potensial
generator pada reseptor yang akan segera menghasilkan potensial aksi pada
sel saraf sensoris dan sel berikutnya sehingga akhirnya timbul tanggapan.
Proses pembentukan potensial generator pada kemoreseptor sama seperti
yang terjadi pada reseptor lainnya. Bedanya rangsang bagi kemoreseptor
ialah zat kimia.
Kemoreseptor terdapat pada vertebrata maupun invertebrata. Pada
insekta kemoreseptor terdapat pada bagian mulut, antena dan kaki. Pada
umumnya kemoreseptor ini berupa rambut atau duri sensoris yang kaku,
ukuran panjang dapat mencapai beberapa mm dan ujungnya terbuka ke
lingkungan luar. Rambut sensoris insecta memiliki susunan yang khas
dengan 5 buah neuron pada bagian dasar yang berfungsi sebagai
kemoreseptor yakni 1 reseptor untuk gula, 1 untuk air, serta 1 atau 2
reseptor untuk garam dan senyawa lainnya. Diantara kemoreseptor tersebut

27
juga ditemukan adanya mekanoreseptor (reseptor taktil). Pada antena insecta
sering ditemukan adanya sel pembau, tetapi tidak selalu.
Kemoreseptor yang bersifat umum dan terdapat pada semua hewan ialah
reseptor pengecap terutama untuk pengecap rasa pahit. Kemampuan
mengecap rasa pahit menunjukkan fungsi protektif Karena rasa pahit
dianggap sebagai mengingat akan adanya ancaman senyawa toksik
potensial. Kemoreseptor juga sangat penting untuk membantu kadar O2 dan
CO2 dalam cairan tubuh serta untuk menerima rangsang feromon.
Feromon merupakan zat kimia yang mudah menguap yang dilepaskan
oleh hewan tertentu ke udara dan dapat digunakan sebagai sinyal bagi
hewan lain. Contoh feromon ialah bombikol yang dihasilkan oleh Bombyx
mori betina. Bombyx mori jantan mempunyai reseptor yang peka terhadap
bombikol pada antenanya. Diperkirakan keberadaan sebuah molekul
bombikol dalam 1015 molekul udara sudah cukup untuk menarik hewan
jantan untuk mencari hewan betina pasangannya. Gerakan hewan jantan
menuju sumber datangnya rangsang zat kimia disebut gerak kemotaksis.
Mekanisme serupa juga ditemukan pada vertebrata. Sensasi membau
pada vertebrata diduga berkaitan dengan proses reproduksi. Pada ular dan
kadal terdapat organJacobson yang berfungsi sebagai alat pembau dan
terletak pada tonjolan kecil di rongga hidungnya. Dalam sensasi membau
manusia mempunyai kemampuan membedakan ratusan jenis bau tetapi
organ penglihatannya hanya dapat mengenali 3 macam warna primer dan
sejumlah warna hasil kombinasi dari ketiga warna primer tersebut.
3. Penerimaan rangsang mekanik oleh mekanoreseptor
Proses penerimaan rangsang mekanik oleh mekanoreseptor dinamakan
mikanoresepsi. Mekanisme sederhana yang diusulkan untuk menjelaskan
mekanoresepsi adalah sebagai berikut.
1. Saat sel dalam keadaan istirahat pintu ion Na+ pada membran
mekanoreseptor masih dalam keadaan tertutup.
2. Rangsang mekanik yang menekan reseptor menyebabkan membran
mekanoreseptor meregang.

28
3. Peregangan membran mekanoreseptor tersebut menimbulkan perubahan
konformasi protein penyusun pintu ion Na+.
4. Pintu ion Na+ terbuka diikuti terjadinya perubahan elektrokimia yang
mendepolarisasikan mekanoreseptor
Mekanoresepsi dapat terjadi pada vertebrata maupun invertebrata.
Invertebrata memiliki reseptor untuk menerima rangsang tekanan, suara dan
gerakan. Bahkan insecta juga mempunyai mekanoreseptor pada permukaan
tubuhnya yang dapat memberikan informasi mengenai arah angin, orientasi
tubuh saat berada dalam ruangan, serta kecepatan gerakan dan suara.
Memperhatikan hal tersebut kita dapat memahami bahwa jenis
mekanoreseptor sangat bervariasi. Variasi reseptor akan tampak semakin
jelas apabila kita mengamati mekanoreseptor pada vertebrata. Pada
vertebrata mekanoreseptor bukan hanya dapat menerima rangsang sentuhan
atau tekanan melainkan ada yang mampu memantau panjang otot bahkan
berfungsi sebagai alat pendengar dan organ keseimbangan ( misalnya
struktur di bagian dalam telinga). Pada organ pendengaran sel reseptor
sensoris merupakan sel bersilia. Gerakan silia itulah yang nantinya akan
merangsang pembentukan potensial aksi pada reseptor sehingga akhirnya
terjadi proses mendengar.
Peristiwa lain yang menggunakan prinsip dasar yang sama dengan proses
mendengar yaitu ekolokasi ( proses mendengar gaung). Gaung sebenarnya
merupakan pantulan gelombang suara dari sumber suara yang pertama.
Gelombang suara yang muncul pertama berasal dari hewan yang melakukan
ekolokasi kemudian dipantulkan oleh benda lain sehingga gaungnya dapat
didengar. Ekolokasi biasanya digunakan oleh hewan pada malam hari
misalnya kelelawar Microchiropteran. Cara ini berguna untuk mendeteksi
adanya mangsa atau objek lain di sekitar hewan tersebut dan dapat
menunjukkan jarak antara dirinya dan benda lain. Hewan lain yang juga
menggunakan ekolokasi contohnya burung yang tinggal di gua serta ikan
paus dan lumba-lumba di lautan.
Mekanoreseptor pada contoh diatas memiliki susunan organisasi yang
rumit. Tanpanya reseptor yang susunan organisasinya paling sederhana ialah

29
jenis reseptor seperti yang terdapat pada gurat sisi ikan. Gurat sisi mampu
memberikan informasi mengenai gerakan tubuh dan berbagai gerakan benda
lain yang ada di dekatnya.
4. Penerimaan rangsang suhu oleh thermoreceptor
Pada dasarnya thermoresepsi adalah proses mengenali suhu tinggi dan
rendah serta perubahan suhu lingkungan. Proses ini sangat penting bagi
hewan mengingat perubahan suhu dapat berpengaruh buruk terhadap tubuh
individu. Peningkatan suhu secara ekstrim akan mempengaruhi struktur
protein dan enzim sehingga tidak dapat berfungsi secara maksimal. Hal ini
dapat mengganggu penyelenggaraan berbagai reaksi metabolik yang
penting.
Tempat terdapatnya thermoreceptor sangat bervariasi. Pada insekta
thermoreceptor terdapat pada antena dan kaki berguna untuk memantau
suhu di udara maupun tanah. Pada mamalia thermoreceptor terdapat di kulit
dan hipothalamus masing-masing untuk memantau suhu tubuh di bagian
perifer dan pusat tubuh. Hal ini sangat penting untuk mempertahankan agar
suhu di pusat tubuh mamalia tetap 37o C. Apabila mamalia hanya memiliki
termoreseptor di hipotalamus atau pusat saja perubahan suhu di lingkungan
luar tidak dapat dipantau. Jika demikian thermoregulasi tidak dapat
terselenggara dengan baik.
5. Penerimaan rangsang cahaya oleh fotoreseptor
Hampir semua hewan dapat mendeteksi cahaya. Bahkan hewan yang
tidak memiliki struktur fotoreseptor khusus contohnya Ameba ternyata juga
dapat mendeteksi cahaya. Struktur fotoreseptor bervariasi dari yang paling
sederhana berupa eye spot ( daerah sitoplasma yang peka terhadap cahaya
seperti yang terdapat pada Euglena) hingga struktur yang rumit dan
terorganisasi dengan baik seperti yang dimiliki vertebrata. Semua reseptor
bekerja menurut prinsip yang sama. Perbedaan cara kerja di antara reseptor
hanya terletak pada jenis rangsang yang dapat diterimanya.
Sel fotoreseptor pada vertebrata mempunyai banyak lipatan dan
mengandung pigmen yang umumnya berupa rodopsin. Rodopsin akan
berubah jika ada cahaya yang mengenai sel tersebut. Perubahan awal

30
tersebut akan segera diikuti dengan serangkaian perubahan berikutnya yang
akan membawa sel ke keadaan terdepolarisasi
Pada cacing pipih, fotoreseptor terdapat pada sepasang mata yang
berbentuk mangkuk. Apabila diberi rangsangan cahaya cacing pipih akan
bergerak menghindarinya dan berusaha untuk mencari daerah yang gelap
guna memperkecil resiko tertangkap oleh pemangsa. Fotoreseptor yang
sangat unik dapat ditemukan pada mata arthropoda ( insecta, crustacea dan
laba-laba), yang memiliki susunan mata majemuk. Pada hewan ini mata
tersusun atas sejumlah unit optik yang lebih kecil yang disebut ommatidia.
Vertebrata dan mollusca jenis cephalopoda mempunyai mata vesicular yang
dilengkapi retina. Burung dan mamalia memiliki lensa mata khas yang dapat
berubah bentuk ( berakomodasi) sedemikian rupa sehingga bayangan benda
dapat terfokus pada retina. Struktur mata dan fotoreseptor pada hewan
disajikan pada gambar 4.4.
6. Penerimaan rangsang listrik oleh elektroreseptor
Sejumlah hewan terutama ikan hiu, ikan pari dan ikan berkumis (sejenis
lele), mempunyai kemampuan mendeteksi medan elektrik kecil yang
dihasilkan oleh hewan lain. Medan elektrik yang demikian itu dihasilkan
oleh aktivitas otot dan berfungsi untuk mendeteksi adanya musuh maupun
makanan. Alat penerimaan rangsang berupa Medan elektrik disebut
elektroreseptor. Elektroreseptor yang telah banyak dipelajari ialah reseptor
yang terdapat pada gurat sisi dan ampula lorenzini ( dimiliki ikan hiu dan
ikan pari). Elektroreseptor pada ikan hiu kecil dapat mendeteksi medan
elektrik yang lemah (hanya 10 MV per cm2).
Medan listrik yang dihasilkan oleh suatu individu timbul dari organ
listrik atau organ elektrik. Organ elektrik dimiliki oleh kebanyakan hewan
akuatik terutama ikan (ikan listrik atau elektrik). Ikan tersebut dapat
menghasilkan medan listrik secara terus-menerus ke lingkungannya.
Apabila berdekatan dengan ikan lain yang juga mengeluarkan medan listrik,
keduanya dapat saling merasakan adanya gangguan pada medan listrik yang
dihasilkan masing-masing. Gangguan pada medan elektrik ini akan
dideteksi oleh elektroreseptor. Dengan cara seperti itu ikan dapat menyadari

31
kehadiran hewan lain di dekatnya. Apabila objek yang ada di dekatnya
merupakan benda tidak hidup hewan tersebut tidak akan merasakan adanya
gangguan pada medan listrik yang dihasilkannya.
7. Penerimaan rangsang medan magnet oleh magnetoreseptor
Beberapa jenis hewan memiliki kemampuan untuk berorientasi terhadap
medan magnet bumi. Kemampuan seni dan itu memberi manfaat dalam
navigasi yang memungkinkan hewan mengenali sumbu Utara- Selatan.
Contoh hewan yang memiliki kemampuan ini ialah lebah madu yang
menggunakan medan magnetik bumi untuk berkomunikasi. Ketika terbang
dari sarangnya dan menemukan sumber makanan baru, lebah
menyampaikan informasi tentang arah sumber makanan tersebut kepada
lebah lainnya dengan cara menunjukkan tarian tertentu. Dalam tariannya itu
lebah membentuk sudut tertentu antara sumber makanan dan matahari untuk
menunjukkan apakah makanan terletak pada arah menjauhi atau mendekati
matahari. Hewan lain yang mampu menggunakan medan magnet untuk
kembali ke sarangnya ialah burung.
Mekanisme yang menyebabkan hewan dapat menerima rangsang medan
magnet sama sekali belum diketahui secara jelas. Namun telah diketahui
bahwa di dalam tubuh beberapa jenis hiu, lebah madu dan burung
terkandung substansi magnetik yang disebut magnetit
J. Efektor Dan Cara Kerjanya
Efektor ialah alat penghasil tanggapan biologis. Tanggapan yang dihasilkan
oleh efektor sangat bervariasi mulai dari tanggapan yang dapat dilihat secara
jelas menggunakan mata ( misalnya gerakan tubuh yang dihasilkan oleh
jaringan otot dengan kemampuan kontraksinya) sampai tanggapan yang tidak
terlihat mata ( misalnya sekresi hormon oleh organ endokrin dan perubahan
beberapa aspek metabolisme akibat adanya hormon). Contoh hormon yang
dapat mengubah metabolisme adalah insulin yang mempunyai kemampuan
menurunkan kadar gula dalam darah. Jenis tanggapan yang dihasilkan oleh
efektor tergantung pada jenis rangsang dan jenis efektornya.
Beberapa jenis hewan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan
tanggapan berupa perubahan warna kulit, misalnya cumi-cumi, octopus, ikan

32
flounder (ikan pipih), bunglon, katak dan ular. Perubahan warna tersebut
dilakukan dengan beberapa alasan antara lain untuk menyamar atau untuk
berkomunikasi dengan hewan lain. Perubahan warna itu dapat ditunjukkan
kepada hewan lain dalam satuan spesies ( misalnya untuk kawin) ataupun
kepada hewan dari spesies lain ( misalnya untuk mengelabui musuh dan untuk
pamer kekuatan).
Perubahan warna dapat terjadi karena hewan mempunyai kromatofor pada
kulitnya. Kromatofora adalah sel yang mengandung pigmen. Di bawah kendali
endokrin kromatofor dapat mengubah penyebaran pigmen pada sel pigmen
(terkumpul atau tersebar) dalam ukuran menit atau detik.
Mekanisme perubahan warna yang terjadi pada setiap spesies hewan tidak
sama. Pada cumi-cumi dan octopus, kromatofor terikat oleh sel otot sehingga
aktivitas kontraksi relaksasi otot akan mengubah penyebaran pigmen. Jika otot
berkontraksi kromatofor pada cumi-cumi dan octopus meluas dan pigmen
tersebar. Akibatnya kulit tampak lebih gelap. Sebaliknya pada saat otot
berelaksasi kromatofor mengerut dan pigmen di dalamnya terkumpul sehingga
kulit tampak berwarna lebih terang. Jadi perubahan warna kulit pada cumi-
cumi dan octopus tergantung pada aktivitas otot sedangkan kontraksi otot
dikendalikan oleh saraf.
Cara kerja kromatofor tersebut berbeda dengan cara kerja kromatofor
amfibi. Pada amfibi kromatofor bekerja dengan penyebaran dan pengumpulan
pigmen secara sederhana atau kadang-kadang dikendalikan oleh hormon
(bukan oleh saraf).

33
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Struktur sel saraf meliputi badan sel dan satu atau lebih tonjolan (cabang) yaitu
dendrit dan akson. Macam sel saraf berdasarkan fungsinya ada tiga yaitu sel
saraf sensorik, sel saraf motorik, sel saraf interneuron.
2. Sistem saraf pada invertebrata terbagi menjadi dua yaitu sistem saraf pada
hewan simetri radial dan sistem saraf pada hewan simetri bilateral.
3. Sistem saraf pada vertebrata, organisasi sistem sarafnya terdiri dua bagian
utama: Sistem saraf pusat sistem saraf tepi. Sedangkan klasifikasi neuron
dibagi menjadi dua yaitu menurut strukturnya dan menurut fungsinya.
4. Sel-sel glial ada 4 jenis utama yaitu: Astrosit, Oligodendrosit, Sel ependimal,
dan Microglia. Sedangkan pelindung saraf pusat terbagi menjadi 4 lapis yaitu:
Tulang tengkorak melindungi otak, tulang belakang, Meninges, Cairan
Ceresrospinal, Suatu penghalang darah otak (blood braib barrier.
5. Rangkaian neuron, Hubungan antar neuron dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu: Hubungan konvergen dan hubungan divergen.
6. Sistem syaraf pusat terbagi menjadi dua yaitu Korda spinalis (sumsum tulang
belakang), dan otak.
7. System saraf tepi terbagi menjadi 2 yaitu system saraf somatik, dan system
saraf otonom.
8. Perpindahan impuls melintasi sinaps, Implus yang menjalar dari suatu sel saraf
ke sel yang lain pasti akan melintasi sinaps. sinaps adalah tempat pertemuan
antara akson dari suatu sel saraf dengan sel saraf lainnya. Sinaps juga dapat
terbentuk antara sel saraf dengan sel otot atau kelenjar.
9. Fisiologi reseptor yaitu sebagai pengubah bentuk energy (transducer), yaitu
dari energy stimulus menjadi energy bioelektrik. Reseptor dapat di
kelompokkan dengan berbagai cara yaitu berdasarkan struktur, lokasi sumber
rangsang dan jenis atau sifat rangsang yang dapat diterima oleh reseptor
tersebut.
10. Efektor dan cara kerjanya, Efektor ialah alat penghasil tanggapan biologis.
Tanggapan yang dihasilkan oleh efektor sangat bervariasi mulai dari tanggapan

34
yang dapat dilihat secara jelas menggunakan sampai tanggapan yang tidak
terlihat .

35
DAFTAR RUJUKAN

Isnaeni, Wiwi. 2006.Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Derektorat Jendral Pendidikan


tinggi Departemen Nasional.

Anda mungkin juga menyukai