SAKIT KEPALA
Kelompok 3
Anggota Kelompok:
Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia
Depok
2018
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Sakit
Kepala” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Obat
Gangguan Saraf.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Fadlina Chany Saputri, M.Si., Apt, selaku
dosen pengajar mata kuliah, atas bimbingan dan masukan beliau, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Selain itu, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun kepada
kami. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat berguna dan menambah wawasan bagi
penulis maupun pembaca.
Kata Pengantar...........................................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
Bab 1 Pendahuluan..................................................................................................................4
Bab 2 Pembahasan...................................................................................................................6
2.2.1.1 Migrain................................................................................................6
2.3.1 Migrain
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal
dari sensitivitas terhadap rasa sakit. Sakit kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang
paling sering terjadi. Beberapa orang sering mengalami sakit kepala, sedangkan yang lainnya
hampir tidak pernah merasakan sakit kepala.
Sakit kepala menahun dan sakit kepala kambuhan bisa terasa sangat nyeri dan
mengganggu, tetapi jarang mencerminkan keadaan kesehatan yang amat serius. Tetapi suatu
perubahan dalam pola atau sumber sakit kepala (misalnya dari jarang menjadi sering,
sebelumnya ringan sekarang menjadi berat) bisa merupakan pertanda yang serius dan
memerlukan tindakan medis segera.
Salah satu jenis sakit kepala yang juga banyak ditemukan atau dirasakan orang adalah
sakit kepala sebelah atau migrain. Serangan sakit kepala migrain terasa lebih menyiksa dan
terkadang datang tiba-tiba. Penderita migrain akan merasakan nyeri dan berdenyut seperti
dipukuli atau ditarik dan biasanya disertai dengan gangguan saluran cerna seperti mual dan
muntah. Penderita pun cenderung menjadi lebih sensitif terhadap cahaya, suara dan bau-bauan.
Hal itu tentu sangat mengganggu dan bisa menghambat segala aktivitas penderita.
Pemberian obat kepada pasien yang mengalami sakit kepala harus dilakukan secara
bertahap dan dengan algoritme terapi yang sesuai. Terapi pengobatan sakit kepala perlu
dibedakan berdasarkan jenis dan tingkat keparahan sakit kepala sehingga tidak terjadi kesalahan
dalam pemberian obat dan sakit kepala dapat terobati dengan baik.
DY (30 Tahun) dengan riwayat sakit kepala yang selalu kambuh. Sakit kepala muncul
saat beraktivitas dan selalu diawali dengan gangguan visual dan diakhiri dengan muntah.
Rumusan masalah
1. Apa yang terjadi pada DY!
2. Sakit kepala seperti apa dengan keluhan diatas?
3. Jelaskan patofisiologi sakit kepala secara umum!
4. Jelaskan patofisiologi sakit kepala pasien diatas!
5. Golongan obat apa saja yang dapat digunakan untuk terapi sakit kepala?
6. Jelaskan mekanisme kerja dari golongan obat tersebut sehingga dapat digunakan untuk
terapi sakit kepala dan sebutkan contoh obat-obatnya!
7. Jelaskan efek yang tidak diinginkan dari terapi sakit kepala dan kemungkinan interaksi
yang terjadi diantara obat-obatan yang digunakan dalam terapi sakit kepala!
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi sakit kepala
2. Mengetahui klasifikasi sakit kepala berserta penyebabnya
3. Mengetahui patofisiologi sakit kepala
4. Menegtahui golongan obat dan mekanismenya dalam terapi sakit kepala
5. Mengetahui algoritma terrapi dai sakit kepala
6. Mengetahui efek samping dan interaksi antara obat yang digunakan dlam terapi sakit
kepala
1.4 Manfaat
Dapat mengetahui definisi sakit kepala
Dapat mengetahui klasifikasi sakit kepala berserta penyebabnya
Dapat mengetahui patofisiologi sakit kepala
Dapat menegtahui golongan obat dan mekanismenya dalam terapi sakit kepala
Dapat mengetahui algoritma terrapi dai sakit kepala
Dapat mengetahui efek samping dan interaksi antara obat yang digunakan dlam terapi
sakit kepala
BAB II
PEMBAHASAN
Selain itu, terdapat klasifikasi sakit kepala sekunder menurut Indonesian Health
Science (IHS), yaitu:
a. Sakit kepala karena adanya cedera pada bagian kepala dan/atau leher
b. Sakit kepala karena adanya gangguan pada pembuluh darah kranial atau
leher, seperti stroke.
c. Sakit kepala karena gangguan intracranial non-vaskular, seperti tumor dan
kanker
d. Sakit kepala karena substansi kimia atau obat-obatan
e. Sakit kepala karena infeksi, seperti flu, meningitis, HIV/AIDS, dll
f. Sakit kepala karena adanya gangguan pada tengkorak, leher, mata, telinga,
hidung, sinus, gigi, mulut, ataupun struktur wajah lain
g. Sakit kepala karena adanya gangguan homeostasis, seperti perubahan
lingkungan fisik
h. Sakit kepala karena adanya gangguan kejiwaan
2.3 Patofisiologi Sakit Kepala
2.3.1 Migrain
Etiologi dan patofisiologi mekanisme migrain tidak sepenuhnya dimengerti.
Menurut hipotesis vaskular dari Harold Wolff tahun 1938, aura migrain terjadi
dikarenakan vasokontriksi intraserebral arterial yang diikuti oleh vasodilatasi
ekstracranial reaktif dan rasa pusing. Meskipun studi aliran darah serebral tidak
mendukung hipotesis vaskular, fase aura migrain di asosiasi dengan kekurangan
peredaran darah serebral yang mulai di daerah occipital dan bergerak ke serebral
korteks dengan kelajuan 2-2 mm/min. Akan tetapi, sebagian besar clinical percara
bahwa ada simptom negatif dan positif dari aura migrain disebabkan oleh disfungsi
neuronal bukan iskemia.
a. Fase Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase postdromal yang berkembang
pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala pada fase ini adalah
kepala terasa ringan, irritable, depresi/euphoria, tidur berlebihan dan ingin
makan makanan tertentu seperti makanan manis.
b. Fase Aura
Gangguan penglihatan yang paling sering dikeluhkan pasien. Khas pasien
melihat seperti melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau melihat garis zig
zag disekitar mata dan hilangnya sebagian penglihatan pada satu atau kedua
mata (scintillating scotoma). Gejala sensoris yang timbul berupa rasa
kesemutan atau tusukan jarum pada lengan, dysphasia. Fase ini berlangsung
antara 5 – 60 menit. Sebanyak 80% serangan migraine tidak disertai aura.
c. Fase Serangan
Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat. Biasanya hanya pada
salah satu sisi kepala tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering disertai mual
muntah tidak tahan cahaya (photofobia) atau suara (phonofobia). Nyeri kepala
sering memburuk saat bergerak dan pasien lebih senang istrahat ditempat yang
gelap dan ini sering berakhir antara 2 – 72 jam.
d. Fase Postdromal
Setelah nyeri kepala hilang. Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan
berakhir dalam waktu 24 jam, pada fase ini pasien akan merasakan lelah,
irritable, konsentrasi menurun, nyeri pada ototnya.
Strategi terapi :
Contoh obat :
b. NSAID
2) Terapi Profilaksis
Terapi profilaksis digunakan sebagai tambahan dari terapi akut namun bukan
termasuk terapi akut. Profilaksis digunakan diperlukan jika serangan terjadi lebih
dari 2-3 kali sebulan, terapi simptomatik gagal atau menyebabkan efek samping
yang serius, jika sakit kepala parah atau rumit oleh tanda-tanda neurologis yang
serius. Tidak ada kriteria jelas untuk memberikan preferensi pada satu obat
profilaksis kecuali jika ada komorbiditi atau kontraindikasi (termasuk risiko pada
kehamilan).
a. Antagonis β-Adrenergik
Antagonis β-Adrenergik adalah obat yang paling banyak
digunakan untuk profilaksis migrain. Propranolol, nadolol, timolol,
atenolol, dan metoprolol terbukti mengurangi frekuensi serangan sebesar
50% hingga 80% pasien. β-Blocker dengan aktivitas simpatomimetik
intrinsik ini tidak efektif untuk profilaksis migrain.
Mekanisme yang tepat dari tindakan antimigrain belum diketahui,
dapat meningkatkan ambang migrain dengan memodulasi neurotransmisi
adrenergik atau serotonergik di jalur kortikal atau subkortikal.
β-Blocker berguna pada pasien dengan kecemasan komorbiditas,
hipertensi, atau angina.
Contoh obat :
b. Antidepressan
Obat-obat antidepresan pada profilaksis migraine memiliki efek
menguntungkan yang tidak bergantung pada aktivitas antidepresan dan
mungkin terkait pada downregulation dari reseptor 5-HT2 pusat dan
reseptor adrenergic.
Beberapa jenis antidepresan antara lain Selective Serotonin
Reuptake Inhibitors (SSRI), Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitor
(SNRI), Atypical Antidepressant, Tricyclic Antidepressants (TCA), dan
Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOI).
Pada skema berikut digambarkan saraf terminal noradrenergic
(atas) dan serotogenik (bawah). SSRI, SNI, dan TCA meningkatkan
neurotransmitter noradrenergic atau serotogenik dengan memblok
norefinefrin atau transpoter serotogenik di terminal presinaps (NET,
SERT). MAOI menginhibisi katabolisme dari norefinefrin dan serotonin.
Beberapa anti depressan seperti trazodone dan obat lainnya
memiliki efek langsung pada reseptor serotogenik yang berkontribusi ke
efek klinis. Norefinefrn dan 5-HT juga meberikan efek ke neuron. Jika
menggunakan obat antidepressant terlalu lama maka akan muncul efek
adaptive.
Gambar . aksi kerja Obat Antidepressan
Contoh obat:
c. Antikonvulsan
Manfaatnya efek dari agen ini kemungkinan disebabkan oleh
beberapa mekanisme tindakan, termasuk peningkatan asam γ-
aminobutyric (GABA) - penghambatan mediasi, modulasi dari
neurotransmitter rangsang glutamat, dan penghambatan aktivitas saluran
ion natrium dan kalsium.
d. Methysergide
Merupakan alkaloid ergot semisintetik dan suatu antagonis
reseptor 5-HT2, akan tetapi aktivitas vasoconstrictor dan oxytoxicnya
lemah. Mekanisme kerja dari metisergid ini diduga menstabilisasi
neurotransmisi serotonergic pada sistem trigeminovaskular untuk
memblok perkembangan inflamasi neurogenic.
e. NSAID
NSAID digunakan untuk mencegah sakit kepala yang berulang
dalam pola yang dapat diprediksi, seperti migrain menstrual. Produksi
prostaglandin dapat meningkat pada wanita dengan migrain menstrual.
Mekanisme pencegahan NSAID ini melibatkan penghambatan sintesis
prostaglandin.
Contoh obat
Triptan melegakan migrain dengan cara (1) normalisasi dilatasi arteri intrakranial;
(2) menghambat peripheral neuronal; dan (3) menghambat transmisi yang melalui
second-order neurons kompleks trigeminoservikal. Triptan juga mempunyai aktivitas
terhadap reseptor 5-HT1A, 5-HT1E, dan 5-HT1F.
Gambar . Tabel Famakokinetika dari beberapa jenis Triptan
Efek samping dari Triptan ini yaitu kesemutan, fatigue (kelelahan), dizziness
(pusing), flushing (kemerahan), warm sensations (rasa hangat), somnolent (mengantuk),
vasospasme arteri koroner, iskemia miokard sementara, dan aritmia vetrikular (jarang
terjadi). Kontraindikasi dari triptan yaitu penyakit iskemik jantung, hipertensi tidak
terkontrol, penyakit serebrovaskular, serta migrain hemiplegik dan basilar. Interaksi obat
triptan yaitu triptan tidak boleh diberikan dalam 24 jam bersamaan dengan derivat
ergotamin; pemberian sumatriptan, rizatriptan, dan zolmitriptan dalam 2 minggu
pengobatan dengan monoamine oxidase inhibitors (MAO inhibitor) tidak
direkomendasikan; pengobatan bersamaan dengan selective serotonin reuptake inhibitors
(SSRIs) atau serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs) (misalnya duloxetine,
venlafaxine, dan sibutramine) dapat menyebabkan sindrom serotonin.
C. Antidepresan
Dikarenakan salah satu penyebab sakit kepala adalah kekurangan kadar NE dan
serotonin, mekanisme kerja dari obat antidepresan secara garis besar adalah
meningkatkan serotonin dan NE dalam otak. adrenergic. Beberapa jenis antidepresan
antara lain Tricyclic Antidepressants (TCA), Selective Serotonin Reuptake Inhibitors
(SSRI), Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI), Atypical Antidepressant,
dan Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOI).
a. Tricyclic Antidepressants (TCA)
TCA memiliki mekanisme aksi inhibsi dari reuptake neurotransmitter dimana TCA
dan amoxapine (senyawa tetrasiklik) merupakan inhibitor poten dari reuptake
neuronal NE dan Serotonin kepada saraf terminal presinapsis dan memblok reseptor
serotonergic, α-adrenergik, histamin, dan muskarinik. Contoh obat dari TCA adalah
amitriptilin (AMT) yang juga adalah pengobatan profilaksis migraine yang paling
dipelajari.
MAOI diindikasikan untuk pasien depresi yang tidak responsif atau alergi
terhadap TCA dan SSRI atau mengalami ansietas kuat, dan untuk atypical depression.
Dosis dari Phenelzine yaitu 15-60 mg/hari dengan dosis terbagi. Efek sampingnya
yaitu mengantukm hipotensi othostatic, penglihatan kabur, mulut kering, dan
konstipasi. Kontraindikasi dari MAOI ini yaitu gagal jantung kongestif, operasi
dengan anestesi umumnya saat atau dalam 10 hari dari terapi phenelzine sulfat yang
mengakibatkan peningkatan efek hipotensi, penyakit hati atau fungsi hati abnormal,
dan penyakit ginjal.
D. Antikonvulsan
Mekanisme kerja antikonvulsan adalah sebagai peningkat GABA - inhibisi yang
diperantarai, modulasi dari neurotransmitter glutamat rangsang, dan penghambatan
aktivitas kanal ion Na dan Ca. Sebagai contoh untuk obat antikonvulsan yaitu
gabapentin, topiramat, dan sodium divalproex.
E. Metisergid
Metisergid merupakan ergot semisintetik yang antagonis reseptor 5-HT2 poten.
Mekanisme kerja dari metisergid ini diduga menstabilisasi neurotransmisi
serotonergic pada sistem trigeminovaskular untuk memblok perkembangan inflamasi
neurogenik.
Metisergid diindikasikan untuk retroperitroneal, endokardial, dan komplikasi
pulmonary fibrotic, serta digunakan pada pasien sakit kepala refraktori yang tidak
merespons terhadap terapi preventif manapun. Dosis untuk metisergid yaitu 2-8
mg/hari dalam dosis terbagi dengan makanan. Efek samping yang dihasilkan oleh
metisergid yaitu mual, insomnia, mimpi buruk, halusinasi, dan keram otot, ataksia,
dan rasa terbakar pada dada. Kontraindikasi metisergid yaitu terhadap wanita hamil
karena menimbulkan distress fetal, pasien yang menderita penyakit vaskular perifer,
penyakit arteri koroner, hipertensi serta kegagalan fungsi hati atau renal.
F. Analgesik
Pengobatan yang paling umum digunakan untuk terapi akut sakit kepala salah satunya
adalah obat golongan analgesik. Obat golongan ini akan meningkatkan sensitifitas
dari saraf nosiseptor. Secara umum analgesic dibedakan menjadi :
Opioid
Analgesik
Analgesik antipiretik
Non-Opioid
NSAID
Analgesik antipiretik
Acetaminophen
Acetaminophen merupakan analgesic sederhana yang umum digunakan untuk
pengobatan sakit kepala. Biasanya penggunaan acetaminophen dikombinasikan
dengan caffeine.
- Penggunaan terapi
Dosis
325 – 1000 mg setiap 4 – 6 jam.
Indikasi
Pengobatan nyeri ringan sampai sedang.
Kontraindikasi
Pasien alergi terhadap obat AINS; penderita hepatitis, gangguan hati atau
ginjal, alkoholisme. Tidak boleh diberikan secara berulang kepada pasien anemia,
gangguan jantung, paru, dan ginjal.
- Farmakokinetika
Absorbsi : cepat diabsorbsi pada saluran pencernaan
Distribusi : -
Metabolisme : menggalami First Pass Elimination (FPE) dalam hati. Membentuk
metabolit melalui proses glukoronidasi dan sulfatasi
Ekskresi : diekskresikan melalui urin
- Efek Samping
Dalam dosis besar memungkinkan terjadinya depleted glutathione pada hati.
Interaksi antara NAPQI dan sulfihidril membentuk ikatan kovalen. Hepatic
necrosis, hepatotoksisitas.
NSAIDs
Mekanisme kerja golongan NSAIDs adalah menghambat kerja dari enzim
siklooksigenase (COX) baik COX-1 maupun COX-2. COX merupakan enzim yang
berperan penting dalam jalur metabolisme asam arakhidonat dan bertanggung jawab atas
biosintesis prostaglandin. Penghambatan pada COX-2 mengakibatkan adanya aksi
analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi sedangkan penghambatan pada COX-1
mengurangi efek samping pada saluran pencernaan.
Dalam terapi sakit kepala akut NSAIDs memiliki mekanisme mencegah proses
inflamasi pada system trigeminovaskular dengan cara menghambat sintesis
prostaglandin. Umumnya digunakan untuk pengobatan :
- Mild to moderate migraine
- Mild to moderate tension-type
Penggunaan NSAIDs dapat dikombinasikan dengan acetaminophen dan caffeine
atau dikenal dengan kombinasi miridin. Kombinasi tersebut menunjukan efek yang
konsisten dalam menghilangkan nyeri pada kondisi akut migraine. NSAIDs juga dapat
digunakan sebagai profilaksis dari sakit kepala periodic, seperti sakit kepala saat
menstruasi. Beberapa contoh obat golongan NSAIDs yang dapat digunakan dalam terapi
akut sakit kepala beserta penggunaan terapi dan farmakokinetikanya dijelaskan dibawah
ini
Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat golongan AINS yang umum digunakan untuk
pengobatan sakit kepala.
- Penggunaan terapi
Dosis
200 – 800 mg tiap 6 jam.
Indikasi
Pengobatan nyeri ringan sampai sedang, demam.
Kontraindikasi
Pasien Ulcer disease, Ibu hamil, Hipersensitifitas Ibuprofen atau NSAID lainnya
- Farmakokinetika
Absorbsi : Mudah dicerna melalui saluran pencernaan
Distribusi : 90-99% terikat di protein plasma
Metabolisme : Terjadi di hati
Ekskresi : Diekskresikan melalui urin dalam bentuk utuh dan metabolit inaktif
- Efek Samping
Trombosit-openia
Ruam
Inflamasi saluran pencernaan
Pandangan kabur
Nyeri dada dan sesak
Aspirin
- Penggunaan terapi
Dosis
500 – 1000 mg tiap 4-6 jam.
Indikasi
Pengobatan nyeri ringan sampai sedang, demam.
Kontraindikasi
Pasien Ulcer disease, Ibu hamil, Anak dibawah 12 tahun dan anak sedang
disusui, Hemofilia
- Farmakokinetika
Absorbsi : Di saluran cerna (lambung dan usus halus), Kadar puncak dalam
plasma tercapai dalam 1-2 jam
Distribusi : 80-90% terikat dengan protein pasma
Metabolisme :
- Aspirin dihidrolisis jadi asam salisilat di GIT dan sirkulasi darah
- Waktu paruh : 2-4,5 jam ( dosis terapetik); 18-36 jam (dosis berlebih)
- 80% asam salisilat pada dosis kecil dimetabolis di hepar
Ekskresi : Melalui ginjal sebanyak 5,6-35,6%, Waktu paruh eliminasi 15-20
menit
- Efek Samping
Gangguan pencernaan
Gastric and duodenal ulcer
GI bleeding
Naproxen
- Penggunaan terapi
Dosis
550 – 825 mg; 220 mg tiap 3 – 4 jam.
Indikasi
Pengobatan nyeri ringan sampai sedang, demam.
Kontraindikasi
Pasien yang mempunyai riwayat alergi dan masalah ginjal, Ibu hamil.
- Farmakokinetika
Absorbsi : Mudah dicerna melalui saluran pencernaan
Distribusi : Protein plasma mengikat sekitar 25%, Didistribusikan ke jaringan
tubuh melintasi plasenta dan memasuki ASI
Metabolisme : Mengalami glukuronidasi (45-55%) dan sulfasi (30-35%) di hati
Ekskresi : 80% diekskresikan via urin dan sekitar 3% diekskresikan dalam bentuk
utuh
- Efek Samping
Sakit perut Penglihatan kabur
Diare Telinga terasa berdengung
Analgesik Opioid
Obat golongan ini digunakan jika pengobatan dengan analgesic non-opioid
tidak menyembuhkan atau jika ada kontraindikasi dengan obat tersebut. Mekanisme
kerja obat golongan ini pada terapi sakit kepala yaitu menutup kanal ion Ca2+ pada
saraf prasinaps sehingga menghambat kalsium ke dalam sel sehingga mengurangi dan
menghambat pelepasan neurotransmitter (glutamat), asetilkolin, serotonin, dan
substansi P yang menyebabkan transmisi rangsang nyeri menjadi terhambat. Opioid
juga mendorong hiperpolarisasi neuron postsinaps dengan cara membuka kanal K+.
Salah satu contoh obat yang digunakan yaitu morfin.
Morfin
- Penggunaan terapi
Dosis
- Oral, sublingual, buccal: 5-30 mg (3-4 jam jika diperlukan)
- Tablet lepas lambat: Dosis max. 1600 mg oral/hari
- Intravena : 1-2,5 mg
Indikasi
Menghilangkan rasa sakit pada pasien yang memerlukan analgesik opioid.
Kontraindikasi
Pasien Hipersensitivitas, Depresi pernapasan, Asma bronkial, Kerusakan
gastrointestinal, Gagal jantung.
- Farmakokinetika
Absorbsi : Mudah dicerna melalui saluran pencernaan. Bioavailabilitas 30%
Distribusi : Vd = 1-6 L/kg
Metabolisme :
- 90% di hati.
- Dikonversi ke bentuk dihidromorfin, normorfin, morfin-3-glukoronida, dan
morfin-6-glukoronida.
- Hampir semua dikonversi menjadi metabolit glukoronida, hanya 5% yang
dimetilasi.
Ekskresi : 7-10% diekskresi melalui feses, Cl = 20-30 mL/menit.
- Efek Samping
Mual dan muntah
Konstipasi
Depresi pernapasan
G. Ergotamine dan derivatnya
Ergotamine dan derivatnya merupakan terapi akut sakit kepala golongan
agonis serotonin (5HT1), yang akan meningkatkan level dari serotonin. Mekanisme
kerja golongan ergotamine dan derivatnya yaitu mengaktivasi reseptor non selektif
agonis 5-HT1 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah intracranial
atau menghambat pelepasan proinflamasi neurogenic pada sistem
trigeminovaskular. Golongan ini bekerja di vena dan arteri. Terdapat dua jenis
yaitu ergotamine tartat dan dihidroergotamin. Ergotamine tartat lebih poten pada
arteri dibandingkan dengan dihidroergotamin.
- Ergotamine tartat
Dapat diberikan melalui oral, sublingual, dan rektal. Pada pemberian oral
dan rektal untuk meningkatkan absorpsi dan potensi analgesic biasanya
dikombinasikan dengan caffeine.
- Dihidroergotamin :
Dapat diberikan secara intranasal, intramuscular, subkutan, dan intravena.
Dihidroergotamin relative lebih aman dan efektif dibandingkan dengan terapi
akut migraine yang lainnya.
Obat ergotamine dan derivatnya digunakan untuk pengobatan moderate to
severe migraine dan moderate to severe cluster (terapi akut dan pencegahan). Dosis
yang digunakan untuk terapi pencegahan yaitu 2 mg/hari, baik dikombinasikan
maupun tidak dengan verapamil memiliki kerja efektif mencegah sakit kepala.
Dosis
- Oral, sublingual, buccal: 5-30 mg (3-4 jam jika diperlukan)
- Tablet lepas lambat: Dosis max. 1600 mg oral/hari
- Intravena : 1-2,5 mg
Kontraindikasi
Pasien dengan gagal ginjal dan hati, penyakit pada pembuluh darah
perifer dan serebral, hipertensi tak terkontrol, sepsis, dan pada wanita hamil.
Dihidroergotamin tidak menyebabkan nyeri kepala, tetapi dosis yang
digunakan untuk ergotamine tartrat harus dipantau untuk mencegah berbagai
komplikasi.
Interaksi obat
- Alkaloid ergot tidak boleh digunakan dalam 24 jam apabila sedang
mengonsumsi triptan dan obat lain yang menyebabkan vasokonstriksi.
- Terjadi vasospasme parah seiring terapi dengan ergotamine dan protease
inhibitor. Hal ini terjadi karena efek inhibisi oleh inhibitor protease pada
isoenzim sitokrom P450 3A4 (CYP3A4) dan meningkatnya kadar
ergotamin dalam darah.
Efek Samping
Mual dan muntah, oleh karena itu penggunaan sebaiknya dibersamai
dengan golongan antiemetic
Abdominal pain
Lemas, kelelahan
Kesemutan
Nyeri otot
Diare
Sesak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sakit kepala atau cephalgia adalah sakit yang dirasakan di daerah kepala atau
merupakan suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah kepala (Goadsby, 2002).
Sakit kepala dibagi menjadi sakit kepala primer dan sekunder. Sakit kepala primer terbagi
menjadi migrain, Tension type headache, dan cluster headache. Sedangkan sakit kepala
sekunder merupakan sakit kepala yang terjadi akibat penyakit tertentu seperti sakit kepala
thunderclap dan sakit kepala spinal. Patofisiologi mingrain terjadi dikarenakan aktivitas
sistem trigeminovaskular. Dimana aktivasi tersebut memicu pelepasan neuropeptida vasoaktif
seperti CGRP,neurokinin A, dan substansi P, dari akson perivaskular. Kenaikan serotonin
diduga sebagai penyebab aktivasi sistem trigeminovaskular. Pelepasan neuropeptida
berinterkasi dengan pembuluh darah dural untuk mempromosikan vasodilatasi dan
extravasation plasma dural, menyebabkan inflamasi neurogenik. Sedangka untuk Cluster dan
tension type headache masih belum diketahui secara pasti patofisiologisnya.
Strategi terapi dibagi menjadi terapi abortif (akut) dan terapi profilaksis (preventif).
Terapi abortif dimulasi saat terjadi serangan. Contoh obat terapi abortif adalah analgesik yang
berperah menghambat COX sehinga mengurangi sintesis prostaglandin. Selain itu ada triptan
sebagai agonis reseptor serotonin selektif dan ergot sebagai agonis reseptor 5-HTI non-
selektif. Untuk terapi profilaksis dapat digunakan NSAID untuk menangani migrain yang
disebabkan haid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dipiro.JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, New York
2. Katzung, B. G., Masters, S. B., & Trevor, A. J. (2012). Basic & clinical
pharmacology (12th ed.). New York ; New Delhi: TataMcGraw-Hill education.
3. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2740949/ diakses pada 7 oktober
2018
4. Whalen, Karen. Lippincott Illustrated Reviews, Pharmacology.