1
URAIAN MATERI
2
kehidupan bangsa dan negara. Pembahasan RUU juga dilakukan melalui Rapat
Konsinyering sebanyak 2 (dua) kali, terhitung mulai tanggal 28 Maret 2011 sampai 17
Oktober 2011.
Pada Rapat Konsiyering yang dilakukan di hari Jumat, 18 Juni 2011 pukul 21.00,
subtansi RUU tentang pengelolaan zakat, infaq, dan sedekah dicermati dengan betul
dan sangat serius. Panja Komisi VIII DPR RI dan Panja Pemerintah bersepakat untuk
mengubah judul RUU tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Sedekah menjadi
Racangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat.
Sedangkan judul Pengaturan Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Sedekah dan Dana
Sosial Keagamaan Lainnya disepakati untuk diatur sebagai norma tambahan (extra
norms). Hal itu kemudian terlihat sebagaimana dalam rumusan RUU tentang
Pengelolaan Zakat Pasal 28 ayat (1), (2), (3). Kerja maraton dari Panja VIII DPR RI
dan Panja Pemerintah menghasilkan keputusan yang luar biasa. Undang-undang yang
baru berhasil diterbitkan.
Gedung Nusantara I DPR seakan menjadi saksi bisu berlangsungnya Rapat Kerja
Komisi VIII DPR dengan Pemerintah, yang terdiri dari Menteri Agama, Menteri
Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Rapat ini yang bertujuan untuk meengambil Keputusan Tingkat I terhadap RUU
tentang Pengeloaan Zakat dipimpin Ketua Komisi VIII, Abdul Kadir Karding. Orang-
orang inilah yang menjadi saksi sejarah terbentuknya undang-undang baru pengelola-
an zakat bernomor 23 tahun 2011 yang kita pakai sampai saat ini.
Pada waktu itu, RUU tentang Pengelolaan Zakat ini yang diajukan ke Sidang
Paripurna Dewan berdasarkan persetujuan dari seluruh fraksi yang ada di Komisi
VIII saat Pengambilan Keputusan Tingkat I terhadap RUU tentang Pengelolaan
Zakat. Komisi VIII menjadi ruang dimana juru bicara dari tiap-tiap fraksi partai politik
mengutarakan pandangan mereka. Undang-undang baru bertahun 2011 ini adalah
rumusan pemikiran partai politik yang utusannya berada di Komisi VIII.
Salah satu juru bicara fraksi Partai Demokrat yang bisa dikutip di sini adalah
Nany Sulistyani Herawati. Tanpa mengecilkan kontribusi dan peran partai lain, Nany
Sulistyani Herawati mengusulkan hendaknya pendekatan dalam pengelolaan zakat
sebaiknya lebih difokuskan pada perspektif pemberdayaan dan bersifat jangka panjang
dibanding bersifat santunan dan sementara. Pernyataan ini dapat diartikan sebagai
kritik atas UU RI Nomor 38 Tahun 1999 yang dinilai lebih mengedepankan spirit
santunan. Sebaliknya, undang-undang baru tahun 2011 lebih mengarah pada produkti-
vitas pengelolaan dana zakat.
3
1. Tujuan yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan
Penting dicermati bahwa UU RI No. 23 Tahun 2011 lebih berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan. Hal itu terlihat dari Pasal
3 tentang Pengelolaan zakat bertujuan: a) meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan b) meningkatkan manfaat zakat untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Adapun tujuan UU RI No. 38 Tahun 1999 Pasal 5 tentang Pengelolaan Zakat
adalah:
a. Meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan
tuntunan agama;
b. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, dan
c. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.
Kalimat “penanggulangan kemiskinan” hanya ada pada UU RI Tahun 2011 dan
tidak ada pada UU RI Tahun 1999. Walaupun pada UU lama dan baru sama-sama
mencantumkan kalimat “mewujudkan kesejahteraan sosial”. Penanggulangan kemis-
kinan ini sangat membuka peluang kreativitas pengelolaan dan pemanfaatan dana
zakat.
2. Manajemen yang Lebih Tertata
Dalam UU RI Tahun 2011 terdapat pendetailan sistem kerja. Misalnya, pada
Bagian Kedua Bab Keanggotaan Pasal 8, 9, 10, dan 11 terdapat ungkapan tentang
rekrutmen anggota BAZNAS secara profesional demi mencari para pengelola yang
kompeten. Selain itu, pada Bagian Keempat Bab Lembaga Amil Zakat (LAZ) Pasal
17 ada aturan bahwa untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Manajemen yang lebih tertata rapi semacam ini tidak terdapat dapat UU RI Tahun
1999.
4
a. Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan
agama;
b. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan
mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif;
c. Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri
Dari sini kita dapat melihat bahwa undang-undang tahun 2011 lebih produktif dan
visioner dibanding undang-undang tahun 1999
4. Keterlibatan Aktif Masyarakat dalam Pengawasan Pengelolaan oleh
Lembaga
Ini penting dipahami bahwa undang-undang baru tahun 2011 lebih memungkin-
kan masyarakat untuk pro aktif dalam mengontrol pengelolaan dan pendayagunaan
dana zakat. Hal itu dijamin dalam Bab VI Peran Serta Masyarakat Pasal 35 ayat 1 yang
berbunyi, “Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan dan pengawasan
terhadap BAZNAS dan LAZ”. Dalam undang-undang lama tahun 1999, keterlibatan
masyarakat untuk ikut kontrol tidak tersalurkan.