Anda di halaman 1dari 21

SUMBER JIWA AGAMA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Agama
DOSEN PENGAMPU : Sabuddin, S.Pd.I., M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Muhammad Zulkhair
Zulkifli

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUD DA’WAH WAL IRSYAD
(STAI-DDI PINRANG)
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat, dan
hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan Makalah Sumber Jiwa Agama
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW, pemimpin para Nabi dan panutan bagi umat Islam
di dunia yang beriman dan bertaqwa, begitu juga dengan para keluarga dan
sahabat yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang-
benderang “Ila Dzulumati Ilannur” serta kepada pengemban risalah mulia yang
selalu mengikuti metode serta langkah beliau yang menjadikan “Al-Qur‟an”
sebagai pedoman sekaligus sumber hukum.

Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan, demi
kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga amal kebaikan dan aktivitas yang kita
lakukan selalu ada dalam rahmat dan ampunannya, Aamiin.

Pinrang,14 Juni 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
A. Sumber Jiwa Agama........................................................................ 3
B. Sumber Jiwa Agama Menurut Islam................................................ 14
C. Fitrah Dalam Islam........................................................................... 15

BAB III PENUTUP.................................................................................... 17

A. Kesimpulan...................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam masyarakat yang sudah mapan, agama merupakan salah satu


struktur instusional penting yang melengkapi keseluruhan sistem sosial. Akan
tetapi, masalah agama berbeda dengan masalah pemerintahan dan hukum, yang
lazim meyangkut alokasi serta pengendalian kekuasaan.

Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai


yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi
kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan
keyakinan agama yang dianutnya.

Agama menyangkut kehidupan manusia. Oleh karena itu, kesadaran


agama dan pengalaman agama seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi bathin
dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan dunia ghaib.
Dari kesadaran agama dan pengalaman agama ini pula kemudian muncul sikap
keagamaan yang ditampilkan seseorang.

Maka dengan demikian, apakah sebenarnya yang menjadi sumber jiwa


beragama itu? Dan untuk lebih jelasnya dalam makalahh yang sederhana ini
penulis telah memaparkannya yang merujuk kepada berbagai buku yang dijadikan
sebagai informasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas terdapat rumusan masalah, yaitu
sebgaai berikut:

1. Apa Saja Sumber Jiwa Agama?


2. Bagaimana Sumber Jiwa Agama Menurut Islam ?
3. Bagaimana Fitrah Dalam Islam ?

C. Tujuan Penulisan
Terdapat pula tujuan dari rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu
sebagai beirkut:
1
1. Untuk memahami Sumber Jiwa Agama.
2. Untuk Memahami Sumber Jiwa Agama Menurut Islam.
3. Untuk Memahami Fitrah Dalam Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sumber Jiwa Agama

Hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat, bahwa sesungguhnya apa yang
menjadi keinginan dan kebutuhan manusia itu bukan hanya terbatas pada
kebutuhan makan, minum, pakaian ataupun kenikmatan-kenikmatan lainnya.
Berdasarkan hasil riset dan observasi, mereka mengambil kesimpulan bahwa pada
diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal.
Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi
kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan tersebut merupakan
kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan1.

Berdasarkan kesimpulan di atas, manusia ingin mengabdikan dirinya


kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggapnya sebagai zat yang mempunyai
kekuasaan tertinggi. Keinginan itu terdapat pada setiap kelompok, golongan atau
masyarakat manusia dari yang paling primitif hingga yang paling modern.

Pernyataan yang timbul adalah: apakah yang menjadi sumber pokok yang
mendasarkan timbulnya keinginan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan? Atau
dengan kata lain “apakah yang menjadi sumber kejiwaan agama itu?”

Untuk memberikan jawaban itu telah timbul beberapa teori antara lain:

1. Teori Fitrah

Fitrah berarti mengakui ke-Esa-an Allah SWT (tauhid Allah). Manusia


lahir dengan membawa potensi tauhid, atau paling tidak, ia berkecenderungan
untuk mengesakan Tuhan dan berusaha secara terus menerus untuk mencari dan
mencapai ketahuidan tersebut.

1
. https://iainpspblog.blogspot.com/2019/03/makalah-sumber-kejiwaan-beragama.html
3
Manusia secara fitrah telah memiliki watak dan rasa al-tauhid walaupun masih di
alam imateri (alam ruh). Hal ini telah digambarkan dalam dialog antara Allah dan
ruh, yaitu:

ْ Iُ‫وا بَلَ ٰى َش ِه ۡدن َۚٓا أَن تَقُول‬


‫وا‬I ُ ‫ُور ِهمۡ ُذ ِّريَّتَهُمۡ َوأَ ۡشهَ َدهُمۡ َعلَ ٰ ٓى أَنفُ ِس ِهمۡ أَلَ ۡس‬
ْ ُ‫ت بِ َربِّ ُكمۡۖ قَال‬ ۡ
ِ ‫َوإِذ أَخَ َذ َربُّكَ ِم ۢن بَنِ ٓي َءا َد َم ِمن ظُه‬
١٧٢ َ‫يَ ۡو َم ۡٱلقِ ٰيَ َم ِة إِنَّا ُكنَّا ع َۡن ٰهَ َذا ٰ َغفِلِين‬

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak


Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (Q.S. Al-A’raf:
172)

Firman Allah SWT:

٢٥ َ‫ض لَيَقُولُ َّن ٱهَّلل ۚ ُ قُ ِل ۡٱل َحمۡ ُد هَّلِل ۚ ِ بَ ۡل أَ ۡكثَ ُرهُمۡ اَل يَ ۡعلَ ُمون‬
َ ‫ت َوٱأۡل َ ۡر‬ َ َ‫َولَئِن َسأ َ ۡلتَهُم َّم ۡن َخل‬
ِ ‫ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬

Artinya: Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah".
Katakanlah: "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui. (Q.S. Luqman: 25)

Menurut Ibnu Abbas yang dikutip oleh Ramayulis di dalam bukunya yang
berjudul Psikologi Agama menyatakan bahwa fitrah semacam itu merupakan
perjanjian pertama (al-mitsaq al-awwal) yang perlu diikrarkan lagi pada perjanjian
terakhir (al-mitsaq al-akbir) di alam materi. Barangsiapa yang mati dalam usia
baligh, maka matinya dihukumi Muslim, sebab ia telah mengikrarkan di alam
perjanjian, meskipun ia berasal dari keturunan non-Muslim.

Namun jika mencapai usia akil baligh, sementara ia belum mengikrarkan


ketauhidannya di alam perjanjian terakhir maka perjanjian pertamanya tidak
dianggap lagi. Apabila ia mati maka nantinya dalam keadaan kafir.

4
2. Teori Monistik

a. Pengertian

Teori Monistik berpendapat, bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama


adalah satu sumber kejiwaan. Selanjutnya, sumber tunggal manakah yang
dimaksud paling dominan?2

b. Beberapa Tokoh Teori Monistik

1) Thomas van Aquino

Sesuai dengan masanya, Thomas van Aquino mengemukakan bahwa yang


menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berpikir. Manusia ber-Tuhan karena
manusia menggunakan kemampuan berpikirnya. Kehidupan beragama merupakan
refleksi dari kehidupan berpikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini
masih tetap mendapat tempatnya hingga sekarang dimana para ahli mendewakan
rasio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber beragama.

2) Fredrick Hegel

Hampir sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Thomas van


Aquino, maka filosof Jerman ini berpendapat, agama adalah suatu pengetahuan
yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi. Berdasarkan hal itu,
agama semata-mata merupakan hal-hal atau persoalan yang berhubungan dengan
pikiran.

3) Fredrick Schleimacher

Berlainan dengan pendapat kedua ahli di atas, maka Fredrick


Schleimacher berpendapat bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa
ketergantungan yang mutlak (sense of depend).

2
. https://iainpspblog.blogspot.com/2019/03/makalah-sumber-kejiwaan-beragama.html
5
Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan
dirinya lemah. Kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya
dengan suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya. Berdasarkan rasa
ketergantungan itulah maka timbul konsep tentang Tuhan. Manusia merasa tak
berdaya menghadapi tantangan alam yang selalu dialaminya, makanya mereka
menggantung harapannya kepada suatu kekuasaan yang dianggap mutlak.
Berdasarkan konsep ini timbullah upacara untuk meminta perlindungan kepada
kekuasaan yang diyakini dapat melindungi mereka. Rasa ketergantungan yang
mutlak ini dapat dibuktikan dalam realitas upacara keagamaan dan pengabdian
para penganut agama kepada suatu kekuasaan yang mereka namakan Tuhan.

5) Rudolf Otto

Menurut pendapat tokoh ini, sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum
yang berasal dari the wholly other (yang sama sekali lain). Jika seseorang
dipengaruhi rasa kagum terhadap sesuatu yang dianggapnya lain dari yang lain,
maka keadaan mental seperti itu diistilahkan oleh R. Otto numinous. Perasaan
semacam itulah yang menurut pendapatnya sebagai sumber dari kejiwaan agama
pada manusia. Walaupun faktor-faktor lainnya diakui pula oleh R. Otto namun ia
berpendapat numinous merupakan sumber yang esensial.[3]

6) Sigmund Freud

Pendapat S. Freud, unsur kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama


ialah libido sexuil (naluri seksual). Berdasarkan libido ini timbullah ide tentang
ke-Tuhanan dan upacara keagamaan setelah melalui proses:

a. Oedipoes Complex, yakni mitos Yunani kuno yang menceritakan bahwa karena
perasaan cinta kepada ibunya, maka Oedipoes membunuh ayahnya. Kejadian yang
demikian itu berawal dari manusia primitif. Mereka bersekongkol untuk
membunuh ayah yang berasal dalam masyarakat promiscuitas. Setelah ayah
mereka mati, maka timbullah rasa bersalah (sense of guilt) pada diri anak-anak
itu.

6
b. Father Image (Citra Bapak), setelah mereka membunuh ayah mereka dan
dihantui oleh rasa bersalah itu, maka timbullah rasa penyesalan. Perasaan itu
menerbitkan ide untuk membuat suatu cara penebus kesalahan mereka yang telah
mereka lakukan. Timbullah keinginan untuk memuja arwah ayah yang telas
mereka bunuh itu, karena khawatir akan pembalasan arwah tersebut. Realisasi dari
pemujaan itu menurutnya sebagai asal dari upacara keagamaan. Jadi, menurut
Freud agama muncul dari ilusi manusia.

Sigmund Freud bertambah yakin akan kebenaran pendapatnya itu berdasarkan


kebencian setiap agama terhadap dosa. Dan di lingkungannya yang beragama
Nasrani, Freud menyaksikan kata

“Bapak” dalam untaian doa mereka.

7) William Mac Dougall

Sebagai salah seoarang ahli psikologi insting, ia berpendapat bahwa


memang isnting khusus sebagai sumber agama tidak ada. Ia berpendapat, sumber
kejiwaan agama merupakan kumpulan dari beberapa insting. Menurut Mac
Dougall, pada diri manusia terdapat 14 macam insting, maka agama timbul dari
dorongan insting secara terintegrasi. Namun demikian teori insting agama ini
banyak mendapat bantahan dari para ahli psikologi agama. Alasannya, jika agama
merupakan insting, maka setiap orang tanpa harus belajar agama pasti akan
terdorong secara spontan ke gereja, begitu mendengar bunyi lonceng gereja.
Tetapi kenyataannya tidak demikian.

3.Teori Fakulti (Faculty Theory)

a. Pengertian

Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber
pada suatu faktor yang tunggal tetapi terdiri atas beberapa unsur, antara lain yang

7
dianggap memegang peranan penting adalah: fungsi cipta (reason), rasa
(emotion), dan karsa (will).

Demikian pula, perbuatan manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi dan


ditemukan oleh tiga fungsi tersebut:

1) Cipta (Reason)
Merupakan fungsi intelektual jiwa manusia. Ilmu kalam (teologi) adalah
cerminan adanya pengaruh fungsi intelek ini. Melalui cipta, orang dapat menilai,
membandingkan, dan memutuskan suatu tindakan terhadap stimulan tertentu.
Perasaan intelek ini dalam agama merupakan suatu kenyataan yang dapat dilihat,
terlebih-lebih dalam agama modern, peranan, dan fungsi reason ini sangat
menentukan. Dalam lembaga-lembaga keagamaan yang menggunakan ajaran
berdasarkan jalan pikiran yang sehat dalam mewujudkan ajaran-ajaran yang
masuk akal, fungsi berpikir sangat diutamakan. Malahan ada yang beranggapan
bahwa agama yang ajarannya tidak sesuai dengan akal merupakan agama yang
kaku dan mati.

2) Rasa (Emotion)
Suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan dalam
membentuk motivasi dalam corak tingkah laku seseorang. Betapa pun pentingnya
fungsi reason, namun jika digunakan secara berlebihan akan menyebabkan ajaran
agama itu menjadi dingin.
Untuk itu, fungsi reason hanya pantas berperan dalam pemikiran mengenai
supranatural saja, sedangkan untuk memberi makna dalam kehidupan beragama
diperlukan penghayatan yang seksama dan mendalam sehingga ajaran itu tampak
hidup. Jadi, yang menjadi objek penyelidikan sekarang pada dasarnya adalah
bukan anggapan bahwa pengalaman keagamaan seseorang itu dipengaruhi oleh
emosi, melainkan sampai berapa jauhkah peranan emodi itu dalam agama. Sebab,
jika secara mutlak emosi yang berperan tunggal dalam agama, maka akan
mengurangi nilai agama itu sendiri sebagaimana yang dikemukakan oleh W.H.
Clark: upacara keagamaan yang hanya menimbulkan keributan bukanlah agama.
8
3) Karsa (Will)

Merupakan fungsi eksekutif dalam jiwa manusia. Will berfungsi


mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama berdasarkan fungsi
kejiwaan. Mungkin saja pengalaman agama seseorang bersifat intelek atau emosi,
namun jika tanpa adanya peranan will maka agama tersebut belum tentu terwujud
sesuai dengan kehendak reason atau emosi. Masih diperlukan suatu tenaga
pendorong agar ajaran keagamaan itu menjadi suatu tindak keagamaan. Jika hal
yang demikian terjadi, misalnya orang berbuat sesuatu yang bertentangan dengan
kehendaknya, maka itu berarti fungsi will-nya lemah. Jika tingkah laku
keagamaan itu terwujud dalam bentuk perwujudan yang sesuai dengan ajaran
keagamaan dan selalu mengimbangi tingkah laku, perbuatan, dan kehidupannya
sesuai dengan kehendak Tuhan, maka fungsi will-nya kuat. Suatu kepercayaan
yang dianut tidak akan berarti sama sekali apabila dalam keyakinan kepercayaan
itu will tidak berfungsi secara wajar.

Sejalan dengan fungsi reason dan emosi, maka fungsi will pun tidak boleh
berlebihan. Jika hal itu terjadi, maka akan terlihat tindak keagamaan yang berlebih
pula. Keadaan yang demikian akan menyebabkan penilaian masyarakat terhadap
agama tidak akan mendapat tempat yang sewajarnya. Mungkin golongan yang
demikian itu melaksanakan ajaran keagamaan secara efisien, tetapi pada dasarnya
mereka belum dapat menempatkan ajaran keagamaan pada proporsi yang
sebenarnya.

Ketiganya berfungsi antara lain:

a) Cipta (reason) berperanan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran suatu
agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang.

b) Rasa (emotion) menimbulkan sikap batin yang seimbang dan positif dalam
menghayati kebenaran ajaran agama.

c)Karsa (will) menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang benar


dan logis.
9
b.Beberapa Tokoh Teori Fakulti

1) G.M. Straton

G.M. Straton mengemukakan teori “konflik”. Ia mengatakan, bahwa yang


menjadi sumber kejiwaan agama adalah adanya konflik dalam kejiwaan manusia.
Keadaan yang berlawanan seperti: baik-buruk, moral-immoral, kepasifan-
keaktifan, rasa rendah diri dan rasa harga diri menimbulkan pertentangan (konflik)
dalam diri manusia. Dikotomi (serba dua) termasuk menimbulkan rasa agama
dalam diri manusia. Adanya dikotomi itu merupakan kenyataan dalam kehidupan
jiwa manusia. Konflik selain dapat membawa kemunduran (kerugian) tetapi ada
juga dalam kehidupan sehari-hari konflik yang membawa kearah kemajuan,
seperti konflik dalam ukuran moral da ide-ide keagamaan dapat menimbulkan
pandangan baru.

Jika konflik itu sudah demikian mencekam manusia dan mempengaruhi


kehidupan kejiwaannya, maka manusia itu mencari pertolongan kepada suatu
kekuasaan yang tertinggi (Tuhan). Seperti Sigmund Freud berpendapat, bahwa
dalam setiap organis terdapat dua konflik kejiwaan yang mendasar, yaitu:

a) Life-urge: ialah keinginan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari


keadaan yang terdahulu agar terus berlanjut.

b) Death-urge: ialah keinginan untuk kembali pada keadaan semula sebagai benda
mati (anorganis).

Selanjutnya, G.M. Straton berpendapat, konflik yang positif tergantung


atas adanya dorongan pokok yang merupakan dorongan dasar (basic-urge),
sebagai keadaan yang menyebabkan timbulnya konflik tersebut.

Melanjutkan pendapat tersebut kemudian dalam penerapannya W.H. Clark


berpendapat, berdasarkan keinginan dasar yang dikemukakan oleh Sigmund
Freud, bahwa ekspresi dari pertentangan antara death-urge dan life-urge
merupakan sumber kejiwaan agama dalam diri manusia.

10
Jadi, dalam hal ini W.H. Clark menggabungkan pendapat antara G.M. Straton
dengan teori konfliknya dari teori Sigmund Freud berupa dominasi antara life-
urge dan death-urge.

Dalam kenyataan kehidupan keagamaan kita dapat melihat adanya dorongan life-
urge secara positif hingga para pemeluk agama mengamalkan agamanya dengan
penuh keikhlasan dalam hidupnya, didorong oleh kekuatannya akan death-urge
(hari akhirat). Di dunia, mereka memperluhur budi agar disenangi manusia dan
Tuhan, sehingga diharapkan akan berumur panjang (life-urge) serta jika
meninggal nantinya akan mendapat tempat secara wajar di sisi Tuhannya (death-
urge).

Life-urge membawa penganut agama ke arah pandangan yang positif dan liberal,
sedangkan death-urge membawa ke arah sikap pasif. Menurut penelitian W.H.
Clark, 58% dari himne gerejani mencerminkan keinginan dan harapan bagi
kesenangan hidup di hari akhirat. Irama yang demikian menyebabkan
kecenderungan ajaran agama Nasrani ke arah konservatif. Ini merupakan salah
satu penyebab timbulnya reformasi dalam agama Nasrani, timbulnya Protestan,
Penterkosta, dan lain sebagainya.

2) Zakiah Daradjat

Dr. Zakiah Daradjat berpendapat, bahwa pada diri manusia itu terdapat
kebutuhan pokok. Beliau mengemukakan, selain dari kebutuhan jasmani dan
rohani, manusia pun mempunyai suatu kebutuhan akan adanya kebutuhan akan
keseimbangan dalam kehidupan jiwanya agar tidak mengalami tekanan.

Unsur-unsur kebutuhan yang dikemukakan, yaitu:

a) Kebutuhan akan rasa kasih sayang adalah kebutuhan yang menyebabkan


manusia mendambakan rasa kasih. Sebagai pernyataan tersebut dalam bentuk
negatifnya dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: mengeluh,
mengadu, menjilat kepada atasan mengkambinghitamkan orang, dan lain
sebagainya. Akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan ini, maka akan timbul
11
gejala psikosomatis misalnya: hilang nafsu makan, pesimis, keras kepala, kurang
tidur, dan lain-lain.

b) Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan yang mendorong manusia


mengharapkan adanya perlindungan. Kehilangan rasa aman ini akan
mengakibatkan manusia sering curiga, nakal, mengganggu, membela diri,
menggunakan jimat-jimat, dan lain-lain. Kenyataan dalam kehidupan ialah adanya
kecenderungan manusia mencari perlindungan dari kemungkinan gangguan
terhadap dirinya, misalnya sistem perdukunan, pertapaan, dan lai-lain.

c) Kebutuhan akan rasa harga diri adalah kebutuhan yang bersifat individual yang
mendorong manusia agar dirinya dihormati dan diakui oleh orang lain. Dalam
kenyataan terlihat, misalnya sakit jiwa, delusi, dan ilusi.

d) Kebutuhan akan rasa bebas adalah kebutuhan yang menyebabkan seseorang


bertindak secara bebas untuk mencapai kondisi dan situasi rasa lega. Kebebasan
dapat dalam bentuk tindakan ataupun pernyataan verbal. Kebutuhan akan rasa
bebas ini terlihat dari pernyataan kebebasan untuk menyatakan keinginan sesuai
dengan pertimbangan batinnya, misalnya melakukan sesuatu dan menyatakan
sesuatu.

e) Kebutuhan akan rasa sukses merupakan kebutuhan manusia yang menyebabkan


ia mendambakan rasa keinginan untuk dibina dalam bentuk penghargaan terhadap
hasil karyanya. Jika kebutuhan akan rasa sukses ini ditekan, maka seseorang yang
mengalami hal tersebut akan kehilangan harga dirinya.

f) Kebutuhan akan rasa ingin tahu adalah kebutuhan yang menyebabkan manusia
selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu. Jika kebutuhan ini diabaikan akan
mengakibatkan tekanan batin, oleh karena itu, kebutuhan ini harus disalurkan
untuk memenuhi pemuasan pembinaan pribadinya.

Menurut Dr. Zakiah Daradjat, gabungan dari keenam macam kebutuhan


tersebut menyebabkan orang memerlukan agama. Melalui agama kebutuhan-
kebutuhan tersebut dapat disalurkan. Dengan melaksanakan ajaran agama secara
12
baik, maka kebutuhan akan rasa kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, rasa
bebas, rasa sukses, dan rasa ingin tahu akan terpenuhi.

3) W.H. Thomas

Melalui teori The Four Wishes-nya ia mengemukakan, bahwa yang menjadi


sumber kejiwaan agama adalah empat macam keinginan dasar yang ada dalam
jiwa manusia, yaitu:

a) Keinginan untuk keselamatan (security)

Keinginan ini tampak jelas dalam kenyataan manusia untuk memperoleh


perlindungan atau penyelamatan dirinya baik berbentuk biologis maupun
nonbiologis. Misalnya mencari makan, perlindungan diri, dan lain sebagainya.

b) Keinginan untuk mendapat penghargaan (recognation)

Keinginan ini merupakan dorongan yang menyebabkan manusia mendambakan


adanya rasa ingin dihargai dan dikenal orang lain. Ia mendambakan dirinya untuk
selalu menjadi orang terhormat dan dihormati.

c) Keinginan untuk ditanggapi (response)

Keinginan ini menimbulkan rasa ingin mencinta dan dicinta dalam pergaulan.

d) Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new experience)

Keinginan ini menyebabkan manusia mengeksplorasi dirinya untuk mengenal


sekelilingnya dari mengembangkan dirinya. Manusia pada dasarnya selalu capat
bosan dan jemu terhadap sesuatu dan hal-hal yang selalu ada di sekelilingnya.
Mereka selalu ingin mencari dan mengetahui sesuatu yang tak tampak dan berada
di luar dirinya

13
Didasarkan atas keempat keinginan dasar itulah pada umumnya manusia
menganut agama menurut W.H. Thomas. Melalui ajaran agama yang teratur,
maka keempat keinginan dasar itu akan tersalurkan. Dengan menyembah dan
mengabdi kepada Tuhan, keinginan untuk keselamatan akan terpenuhi.

B. Sumber Kejiwaan Agama Menurut Islam3

Di dalam Al-qur’an sumber jiwa agama dapat ditemukan dalam surat Ar-
Rum ayat 30 yang berarti: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Itulah agama yang lurus, tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS.
Ar-Rum:30).

Ayat tersebut menyatakan bahwa secara fitrah, manusia adalah makhluk


beragama. Secara naluri manusia pada hakikatnya selalu meyakini adanya Tuhan
Yang Maha Kuasa. Walaupun secara dhohir ada beberapa golongan yang tidak
mengakui adanya Tuhan (atheis), tetapi itu hanya pernyataan lisan. Secara hakiki
ia tetap meyakini adanya kekuatan di luar kekuatannya yang tidak mungkin
dilampaui dan memiliki kekuatan Yang Maha.

Menurut Nurcholis Majid, agama merupakan fitrah munazal yang


diturunkan Allah untuk menguatkan fitrah yang telah ada secara alami. Dengan
fitrah ini manusia tergerak untuk melakukan kegiatan atau ritual yang
diperintahkan oleh Yang Maha Kuasa, yang berbentuk upacara ritual, kegiatan
kemanusiaan, kegiatan berfikir dan lain – lain.

Dalam manusia juga terdapat naluri untuk mencintai dan dicintai Tuhan.
Keinginan ini tidak mungkin dapat terpenuhi kecuali melalui kegiatan beragama.
Bahkan naluri ini memiliki porsi yang cukup besar dalam jajaran naluri yang
dimiliki manusia.

3
. http://indonsc.blogspot.com/2015/06/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html
14
Menurut Quraish Shihab , sumber jiwa agama seseorang bersumber dari
penemuan rasa kebenaran, keindahan d kebaikan. Hal ini dapat dijabarkan sebagai
berikut. Ketika manusia memperhatikan keindahan alam, maka akan timbul
kekaguman. Kemudian menemukan kebaikan pada alam semesta yang diciptakan
untuk manusia. Kemudian manusia mencari apa yang paling indah, paling benar
dan paling baik yang pada akhirnya jawaban dari pertanyaan tersebut adalah
Tuhan.

C. Fitrah Dalam Islam

Pada manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah adalah potensi dasar
manusia yang bersifat suci, namun kesuciannya tersebut perlu dijaga dan
dikembangkan melalui pola pengasuhan, pembinaan, pendidikan dan pergaulan
yang baik.4

Para ahli memiliki beberapa pengertian fitrah, antara lain:

1. Fitrah berarti suci

Artinya, ketika seorang bayi lahir ke dunia, ia dalam keadaan suci, tanpa dosa.
Tidak ada dosa warisan dari orang tuanya. Baru kemudian dalam mengarungi
kehidupan orang tersebut terkena kotoran noda dosa.

2. Fitrah berarti bertauhid

Artinya, sejak lahir manusia telah membawa sifat-sifat percaya kepada Tuhan.
Jadi sudah naluri bila manusia menolak adanya atheism atau politheisme.

3. Fitrah dalam arti ikhlas

Ketika lahir, manusia dibekali sifat-sifat oleh Tuhan. Salah satu sifat tersebut
adalah ikhlas. Jadi ikhlas tersebut merupakan fitrah manusia.

4. Fitrah dalam arti insting


4
http://indonsc.blogspot.com/2015/06/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html
15
Ibn Taimiyah membagi fitrah dalam dua bagian:

a. Fitrah al-Munazalah

Yaitu fitrah luar yang masuk ke dalam manusia. Fitrah ini berupa al-qur’an dan
sunah.

b. Fitrah al-Gharizah

Yaitu fitrah dari dalam diri manusia untuk mengembangkan potensi manusia.

5. Fitrah dalam arti tabiat

Menurut al-Ghazaly fitrah sebagai sifat dasar yang diperoleh manusia sejak lahir
yang terdiri dari:

a. Beriman pada Allah

b. Menerima pendidikan dan pengajaran

c. Mencari kebenaran

d. Dorongan syahwat, ghodob dan insting

Banyak pengertian tentang fitrah, dilihat dari bernagai sudut dan


pandangan akan mempunyai makna dan pengeritan yang berbeda, tapi pada
dasarnya dapat kita simpulkan tentag makna fitrah adalah potensi dasar manusia
yang bersifat suci, namun kesuciannya tersebut perlu dijaga dan dikembangkan
melalui pola pengasuhan, pembinaan, pendidikan dan pergaulan yang baik

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat, bahwa sesungguhnya apa yang
menjadi keinginan dan kebutuhan manusia itu bukan hanya terbatas pada
kebutuhan makan, minum, pakaian ataupun kenikmatan-kenikmatan lainnya.
Sesuai dengan masanya, Thomas van Aquino mengemukakan bahwa yang
menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berpikir. Manusia ber-Tuhan karena
manusia menggunakan kemampuan berpikirnya. Kehidupan beragama merupakan
refleksi dari kehidupan berpikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini
masih tetap mendapat tempatnya hingga sekarang dimana para ahli mendewakan
rasio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber beragama.
1. Sumber jiwa agama menurut ahli dibagi dua:

a. Teori Fitrah: Bahwa sumber jiwa berasal dari Fitrah berarti mengakui ke-Esa-an
Allah SWT (tauhid Allah). Manusia lahir dengan membawa potensi tauhid, atau
paling tidak, ia berkecenderungan untuk mengesakan Tuhan

b.Teori monistik: bahwa sumber jiwa agama berasal dari sesuatu yang tunggal
yang dapat berupa rasa ketergantungan, akal, libido sexuli dll.

c. Teori fakulty: bahwa sumber jiwa agama berasal dari beberapa unsur terutama
cipta, rasa, karsa.

2. Sumber jiwa agama menurut Islam berasal dari fitrah manusia yang berasal dari
Allah

3. Fitrah diartikan sebagai suci, bertauhid, ikhlas, insting, atau tabiat.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://indonsc.blogspot.com/2015/06/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html

https://iainpspblog.blogspot.com/2019/03/makalah-sumber-kejiwaan-
beragama.html

Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007.

Nurcholish Majid, Islam, Dokrin, Peradaban, Jakarta: Yayasan Paramadina, cet II,
1992

Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta Pusat: Kalam Mulia, 2002.

Robert W.Crapps, An Introduction to Psycologi of Religion, bagian iii, alih


bahasa Agus M.Harjana, Perkembangan kepribadian dan
Keagamaan,Yogyakarta:Kanisius, cet.I,1994

Rusman Hasibuan, Psikologi Agama, Padangsidimpuan: STAIN Pers, 2004.

18

Anda mungkin juga menyukai