Anda di halaman 1dari 28

PENGENDALIAN TEMPERATUR

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mendemonstrasikan operasi manual motorized valve dan menentukan
kerakteristiknya (laju alir/posisi).
2. Untuk mengendalikan suhu keluaran fluida proses (TCA) menggunakan
thermocouple/conditioner on–off proses controller dengan relay output untuk
mengontrol motorized valve.
3. Untuk mendemontrasikan karakteristik proses controller Proporsional (P) dan
tanggapannya terhadap perubahan set point atau gangguan proses.
4. Untuk mendemontrasikan karakteristik proses controller Proporsional + Integral
(PI) dan tanggapannya terhadap perubahan set point atau gangguan proses.
5. Untuk mendemontrasikan karakteristik proses controller Proporsional + Integral
+ Derivatif (PID) dan tanggapannya terhadap perubahan set point atau
gangguan proses.

II. PERALATAN
1. PCT – 10, Electrical console + trim tool.
2. PCT – 13, Temperature control accessory.
3. Pemanas air.
4. Thermocouple.
5. Recorder BBC.

III. BAHAN YANG DIGUNAKAN


1. Air
2. Kertas Grafik

IV. DASAR TEORI


4.1 Kontrol On-Off
Kontrol on–off terhadap suatu variabel hanya dilakukan jika suhu
melewati set point. Output hanya dua keadaan yaitu on dan off. Satu keadaan
digunakan kalau suhu berada di atas nilai yang diinginkan (set point) dan
keadaan lain kalau suhu di bawah set point.
Karena suhu harus melewati set point, maka suhu proses akan terus
membentuk siklus. Variasi puncak dan periode siklus utamanya tergantung
pada karakteristik dan respon proses. Respon waktu–suhu kontrol on–off
dalam suatu pemanas terlihat pada gambar 4.1. gambar kurva fungsi transfer
ideal suatu controller on–off pada gambar 4.2.
ON ON ON ON

OFF OFF OFF OFF


Heater
Temperatur

Set point

Heater

Time
G
Gambar 4.1 Aksi Kontrol On–Off

On

Heater

Off
Sp Temperatur

Gambar 4.2 Kurva Transfer Untuk Kontrol On–Off

Controller on–off ideal tidak biasa dibuat karena adanya gangguan proses
dan interferensi listrik, karena yang biasa membuat output bersiklus secara
cepat saat suhu melewati set point. Kondisi ini sangat mengganggu alat-alat
kontrol akhir. Fungsi ini bekerja kalau suhu melewati set point sejumlah
tertentu sebelum output mati. Hysterisis mencegah agar output bergerak tidak
terkendali kalau gangguan puncak ke puncak kurang dari hysterisis. Besarnya
hysterisis menentukan kemungkinan variasi suhu minimum. Namun
karakteristik proses biasanya akan menambah diferensial. Diagram waktu
suhu untuk controller dengan hysterisis dapat dilihat pada gambar 4.3.
ON ON ON ON

OFF OFF OFF OFF

Temperatur

Histerisis
Set point
(differensial)

Time

Gambar 4.3 Diagram Waktu-Suhu Untuk Kontrol On–Off Dengan Hysterisis

Untuk mencegahnya ditambahkan on-off diferensial pada hampir semua


fungsi kontrol. Fungsi ini bekerja kalau suhu melebihi setpoint sejumlah
tertentu (setengah diferensial) sebelum output mati. Hysterisis mencegah agar
output tidak bergerak tak terkendali kalau gangguan puncak ke puncak kurang
dari hysterisis. Besarnya hysterisis menentukan kemungkinan variasi suhu
minimum. Namum karakteristik proses biasanya akan menambah diferensial.

4.2 Kontrol Proporsional


Kontrol proporsional secara terus menerus mengatur variabel sehingga
masukan panas ke dalam proses sekitar setimbang dengan kebutuhan bagi
proses. Dalam proses yang menggunakan pemanas listrik, controller
proporsional mengatur power pemanas agar sama dengan kebutuhan panas
pada proses agar suhu selalu stabil. Batasan dimana power dari 0 – 100
disebut proporsional band (PB).
Pita ini biasanya dinyatakan sebagai persentase span instrument dan
berpusat pada set point, jadi dalam suatu controller dengan span 1.000C, 5%
PB adalah 50ºC yang terdiri atas 25ºC di bawah set point sampai 25ºC di atas
set point. Suhu ilustrasi grafik fungsi transfer controller aksi–balik terdapat
pada gambar 4.4.

100%
80%
60%
40%
20%
0%
375° Sp 425° Temperatur
PB = 50 400°
Gambar 4.4. Kurva Transfer Controller Aksi – Balik (Reverse Action)

Proporsional band dalam controller biasa diatur agar tercapai pengendalian


yang stabil dengan kondisi proses berbeda-beda. Kurva transfer controller
proporsional band terlihat pada gambar 4.5

100%
80%
60%
Error

40%
20%
0%
Sp 425° Temperatur
Wide PB.

Gambar 4.5. Fungsi Transfer Untuk Kontrol Proporsional Band-Lebar


Proportional band dalam controller biasanya bisa diatur agar dicapai
pengendalian yang stabil dengan kondisi-kondisi proses yang berbeda-beda.
Dengan kondisi ini diperlukan perubahan suhu yang besar agar
menghasilkan sedikit perubahan output. Kurva transafer controller
proporsional band–sempit diperlihatkan pada gambar 4.6. Disini sedikit
perubahan suhu menghasilkan perubahan besar pada output, kalau
proporsional band diturunkan ke nol hasilnya kontrol on-off.

100%
80%
60%
Error

40%
20%
0%
Temperatur
Narrow PB.

Gambar 4.6. Fungsi Transfer untuk kontrol proporsional band-sempit

Dalam beberapa aplikasi biasanya proporsional band dinyatakan dalam


bentuk span, tapi juga dinyatakan dalam bentuk gain. Proporsional band dan
controller gain berbanding terbalik dengan persamaan :
100 % x 
Gain 
PB(%)
Jadi penyempitan PB untuk meningkatkan gain.

V. PROSEDUR KERJA
5.1 Operasi Manual
1. Dimasukkan nilai 0% (4mA) pada controller dan diamati bahwa aliran
pada F2 berhenti, pembacaan dicatat.
2. Diatur output controller secara bertahap dari 0% - 80% dengan kenaikan
tahap 10% dan dicatat kenaikan aliran pada F2 pada tiap – tiap tahap.
3. Digambar controller output vs laju alir untuk menentukan karakteristik
control valve.
5.2 Kontrol On–Off
Tabel Setting Proses Kontroller untuk percobaan On – Off.
Setting Kode Nilai Satuan
Set Point - 40 C
Power output ‘Pr’ - -
Proporsional ‘Prop’ 0 %
Integral ‘Int’ 0 Menit
Derivatif ‘Der’ 0 Detik
Hysterisis ‘Hyst’ 3 %
Reverse action ‘Cs-2’ -r- -

1. Pengendalian proses disusun sebagai pengendali ON-OFF melalui


pengetesan mode konfigurasi seperti pada tabel diatas.
2. Diamati bahwa suhu naik dari 1% diatas set point, relay pada controller akan
mati dan menutup aliran.
3. Saat suhu turun lebih 1% dibawah set point, controller menyala dan aliran
terbuka, lalu direkam dengan recorder.
4. Dilakukan perekaman untuk nilai hysterisis 2% sampai 5% untuk set point
40.

5.3 Kontrol Proporsional (P)


Tabel Setting Proses Kontroller pada Proporsional.
Setting Kode Nilai Satuan
Set Point - 40 C
Power output ‘Pr’ - -
Proporsional ‘Prop’ 10 %
Integral ‘Int’ 0 Menit
Derivatif ‘Der’ 0 Detik

1. Pengendalian proses disusun sebagai pengendali Proporsional melalui


pengetesan mode konfigurasi seperti pada tabel diatas.
2. Controller diatur pada posisi normal, membuat suhu proses TC4 menjadi
40C secara manual untuk menghilangkan offset awal.
3. Memasukkan controller ke operasi otomatis dan proporsional band diatur ke
10%, menambahkan integral 0,8 dan menekan enter
4. Setelah tercapai suhu 40C, menghilangkan integralnya menjadi nol
(INT=0) kemudian direkam.
5. Membaca data Po, kemudian suhu dinaikkan menjadi 45C kemudian
diamati perubahan yang terjadi, lalu membaca data yang lainnya.
6. Mengulangi langkah yang sama untuk proporsional 5; 7,5; 15; dan 20.

5.4 Kontrol Proporsional + Integral (PI)


Tabel Setting Proses Kontroller pada Proporsional + Integral.
Setting Kode Nilai Satuan
Set Point - 40 C
Power output ‘Pr’ - -
Proporsional ‘Prop’ 5 %
Integral ‘Int’ 1 Menit
Derivatif ‘Der’ 0 Detik

1. Pengendalian proses disusun sebagai pengendali Proporsional + Integral


melalui pengetesan mode konfigurasi seperti pada tabel diatas.
2. Controller diatur pada posisi normal, membuat suhu proses TC 4 menjadi 40C
secara manual untuk menghilangkan offset awal.
3. Memasukkan controller ke operasi otomatis dan proporsional band diatur ke
10%, menambahkan integral 0,8 dan menekan enter
4. Setelah tercapai suhu 40C, menghilangkan integralnya menjadi satu (INT=1)
kemudian direkam.
5. Membaca data Po, kemudian suhu dinaikkan menjadi 45C kemudian diamati
perubahan yang terjadi, lalu membaca data yang lainnya.
6. Mengulangi langkah yang sama untuk integral 2, 3, 4, dan 5.

5.5 Kontrol Proporsional + Integral + Derivatif (PID)


Tabel Setting Proses Kontroller pada Proporsional + Integral.
Setting Kode Nilai Satuan
Set Point - 40 C
Power output ‘Pr’ - -
Proporsional ‘Prop’ 5 %
Integral ‘Int’ 3 Menit
Derivatif ‘Der’ 1 Detik

1. Pengendalian proses disusun sebagai pengendali Proporsional + Integral +


Derivatif melalui pengetesan mode konfigurasi seperti pada tabel diatas.
2. Controller diatur pada posisi normal, membuat suhu proses TC 4 menjadi 40C
secara manual untuk menghilangkan offset awal.
3. Memasukkan controller ke operasi otomatis dan proporsional band diatur ke
10%, menambahkan integral 0,8 dan menekan enter
4. Setelah tercapai suhu 40C, menghilangkan integralnya menjadi satu (INT=3)
kemudian direkam.
5. Membaca data Po, kemudian suhu dinaikkan menjadi 45C kemudian diamati
perubahan yang terjadi, lalu membaca data yang lainnya.
6. Mengulangi langkah yang sama untuk derivatif 2, 3, dan 4.
Rangkaian Alat Percobaan 1 : Kalibrasi Alat
Rangkaian Alat Percobaan 2 : Operasi Manual
AMMETER
PROCESS CONTROLLER SUPPLAY
VOLTMETER

SIGNAL CONDITIONING CH 1 SIGNAL CONDITIONING CH 2

ZERO SPAN ZERO SPAN


4-20 mA INPUT 0-1 V OUTPUT 4-20 mA OUTPUT 0-1 V OUTPUT 4-20 mA OUTPUT
T/C T/C
COMMUNICATION CONNECTION
FOR USE WITH PCT 10/12
1 2 3 4 1 2 3 4
4-20 mA OUTPUT INPUTS INPUTS

SWITCHED OUTPUT MOTOR POSITIONER 4-20 mA MANUAL OUTPUT


N/O
A B C
N/C
24 V ~ OUTPUT
ZERO SPAN
240 V ~ OUTPUT INPUTS OUTPUT 4-20 mA INPUT
4-20 mA OUTPUT
24V~ OUTPUT 240V~ OUTPUT

AMMETER
PROCESS CONTROLLER
VOLTMETER
SIGNAL CONDITIONING CH 1

ZERO SPAN
0-1 V OUTPUT 4-20 mA OUTPUT
T/C
1 2 3 4
INPUTS
A

4-20 mA INPUT

COMMUNICATION CONNECTION
FOR USE WITH PCT 10/12
MOTOR POSITIONER 4-20 mA MANUAL OUTPUT
4-20 mA OUTPUT
ZERO SPAN

OUTPUT 4-20 mA INPUT


24 V ~ OUTPUT 4-20 mA OUTPUT
240 V ~ OUTPUT

TC HEAT TC Valve
3 Ex. 4 Motor

TC
2

TC
F1 1 F2

V1 V2
PUMP

T/STAT

V3
Rangkaian Alat Percobaan 3 : Kontrol On–Off
AMMETER
PROCESS CONTROLLER SUPPLAY
VOLTMETER

SIGNAL CONDITIONING CH 1 SIGNAL CONDITIONING CH 2

ZERO SPAN ZERO SPAN


4-20 mA INPUT
0-1 V OUTPUT 4-20 mA OUTPUT 0-1 V OUTPUT 4-20 mA OUTPUT
T/C T/C
COMMUNICATION CONNECTION
FOR USE WITH PCT 10/12
1 2 3 4 1 2 3 4
4-20 mA INPUTS INPUTS
OUTPUT

SWITCHED OUTPUT MOTOR POSITIONER 4-20 mA MANUAL OUTPUT


N/O
A B C
N/C
ZERO SPAN
24 V ~ OUTPUT
240 V ~ OUTPUT INPUTS OUTPUT 4-20 mA INPUT

24V~ OUTPUT 4-20 mA OUTPUT


240V~ OUTPUT

AMMETER
PROCESS CONTROLLER
VOLTMETER

RECORDER
A

4-20 mA INPUT
SIGNAL CONDITIONING CH 1
COMMUNICATION CONNECTION
FOR USE WITH PCT 10/12
ZERO SPAN
4-20 mA OUTPUT
0-1 V OUTPUT 4-20 mA OUTPUT
T/C
1 2 3 4
INPUTS

24 V ~ OUTPUT
240 V ~ OUTPUT
MOTOR POSITIONER

OUTPUT 4-20 mA INPUT

TC HEAT TC Valve
3 Ex. 4 Motor

TC
2

TC
F1 1 F2

V1 V2
PUMP

T/STAT

V3
Rangkaian Alat Percobaan 4 : Kontrol Proporsional
AMMETER
PROCESS CONTROLLER SUPPLAY
VOLTMETER

SIGNAL CONDITIONING CH 1 SIGNAL CONDITIONING CH 2

ZERO SPAN ZERO SPAN


4-20 mA INPUT
0-1 V OUTPUT 4-20 mA OUTPUT 0-1 V OUTPUT 4-20 mA OUTPUT
T/C T/C
COMMUNICATION CONNECTION
FOR USE WITH PCT 10/12
1 2 3 4 1 2 3 4
4-20 mA OUTPUT INPUTS INPUTS

SWITCHED OUTPUT MOTOR POSITIONER 4-20 mA MANUAL OUTPUT


N/O
A B C
N/C
24 V ~ OUTPUT
ZERO SPAN
240 V ~ OUTPUT INPUTS OUTPUT 4-20 mA INPUT
4-20 mA OUTPUT
24V~ OUTPUT 240V~ OUTPUT

AMMETER
PROCESS CONTROLLER
VOLTMETER

RECORDER
A

4-20 mA INPUT
SIGNAL CONDITIONING CH 1
COMMUNICATION CONNECTION
FOR USE WITH PCT 10/12
ZERO SPAN
4-20 mA OUTPUT
0-1 V OUTPUT 4-20 mA OUTPUT
T/C
1 2 3 4
INPUTS

24 V ~ OUTPUT
240 V ~ OUTPUT
MOTOR POSITIONER

OUTPUT 4-20 mA INPUT

TC HEAT TC Valve
3 Ex. 4 Motor

TC
2

TC
F1 1 F2

V1 V2
PUMP

T/STAT

V3
VI. DATA PENGAMATAN
6.1 Hasil pengamatan karateristik katup kontrol temperatur operasi manual
Tabel 6.1. Data karateristik katup kontrol temperatur operasi manual dengan
variasi set point 0% sampai 100%.
Set Point (%) Ammeter (mA) Laju Alir (cm3/s)
0 4 0
10 5 10
20 6.8 20
30 8.5 160
40 10 200
50 12 230
60 13.5 240
70 15 250
80 17 260
90 19 270
100 20 280

6.2 Hasil pengamatan efek hysterisis terhadap overshoot dan undershoot pada
sistem pengendali on-off dengan variasi nilai hysterisis 2%, 3%, 4%, dan 5%
dengan set point 40.
1. Untuk Hysterisis 2%

Gambar 6.2.1. Grafik Efek Hysterisis 2% terhadap Overshoot dan Undershoot


2. Untuk Hysterisis 3%
Gambar 6.2.2. Grafik Efek Hysterisis 3% terhadap Overshoot dan Undershoot

3. Untuk Hysterisis 4 %

Gambar 6.2.3. Grafik Efek Hysterisis 4% terhadap Overshoot dan Undershoot


4. Untuk Hysterisis 5 %
Gambar 6.2.4. Grafik Efek Hysterisis 5% terhadap Overshoot dan Undershoot

Dari kedua percobaan diatas dapat kita lihat efek yang ditimbulkan dari hysterisis
terhadap perubahan overshoot dan undershoot pada system pengendalian on-off dari
grafik diatas, bahwa semakin besar hysterisis yang diberikan maka semakin besar
pula overshoot dan undershootnya.
Dengan adanya nilai hysterisis yang diberikan pada suatu alat kontrol proses maka
dapat mengontrol setiap keluaran (output) dimana dengan adanya penambahan nilai
hysterisis maka output akan bergerak sebesar nilai hysterisis yang diberikan.

VII. PERHITUNGAN
7.1 Hasil Pengamatan Efek Gain terhadap Offset pada Pengendali dengan
Mode Proporsional.
 Untuk Proporsional = 10%
Po = 23
Sp awal = 40
100
Kc =
5  PB
100
= =2
5 x 10

 = 5
Pr (praktek) = 34
Pr (teori) = (Kc x ) + Po
= (2 x 5) + 23
= 33
Prs (praktek) = 26
SP akhir = 45
PV = 43,8
 = SP – PV
= 45 – 43,8
= 1,2
Prs (teori) = (Kc x ) + Po
= (2 x 1,2) + 23
= 25,4

Untuk data perhitungan yang lain dapat dilihat pada tabel perhitungan
pengendali dengan kontrol proporsional.

Tabel 7.1 Hasil perhitungan pengendali dengan kontrol proporsional.


Pr Pr Prs Prs
Prop Po PV Error Ts
(praktek) (teoritis) (praktek) (teoritis)
5 24 45 44 25 26 44,5 0,5 1
7,5 23 38 36,35 25 24,87 44,3 0,7 1
10 23 34 33 26 25,8 43,8 1,2 1,2
15 23 30 29,65 25 24,46 43,9 1,1 1,2
20 23 29 28 25 24,4 43,6 1,4 1,1

Grafik Mode Proporsional


1. Untuk Proporsional 5
Gambar 7.1.1 Grafik Mode Proporsional 5

2. Untuk Proporsional 7,5

Gambar 7.1.2 Grafik Mode Proporsional 7,5


3. Untuk Proporsional 10
Gambar 7.1.3 Grafik Mode Proporsional 10

4. Untuk Proporsional 15

Gambar 7.1.4 Grafik Mode Proporsional 15


5. Untuk Proporsional 20
Gambar 7.1.5 Grafik Mode Proporsional 20

Dari hasil percobaan ini yaitu dengan mengamati efek gain terhadap offset dengan
variasi proporsional serta pada set point 40oC menunjukkan bahwa semakin besar
nilai proporsional maka nilai gain akan semakin kecil. Begitupun dengan nilai Pr
yang diperoleh, terlihat bahwa semakin besar proporsional maka nilai Pr yang
diperoleh akan semakin kecil pula.
Dari percobaan terlihat bahwa perubahan set point menyebabkan nilai dari Pr
praktek berubah, sedangkan pada tabel dapat dilihat bahwa nilai dari Pr teori sedikit
berbeda dengan nilai Pr praktek yang ditunjukkan pada grafik yang terekam pada alat
recorder. Hal ini mungkin disebabkan karena terjadi perubahan suhu yang sangat
lambat pada thermocouple.

7.2 Hasil Pengamatan Efek Gain terhadap Offset pada Pengendali dengan
Mode Proporsional + Integral.
 Untuk Proporsional = 5% dan Integral = 1
Po = 19
Sp awal = 40
100
Kc =
5  PB
100
= =4
5x5

 = 5
Pr (praktek) = 42
Pr (teori) = (Kc x ) + Po
= (4 x 5) + 19
= 39
Prs (praktek) = 24
SP akhir = 45
PV = 45,1
 = SP – PV
= 45 – 45,1
= 0,1
Prs (teori) = (Kc x ) + Po
= (4 x 0,1) +19
= 19,4

Untuk data perhitungan yang lain dapat dilihat pada tabel perhitungan
pengendali dengan kontrol Proporsional + Integral.

Tabel 7.2 Hasil perhitungan pengendali dengan kontrol Proporsional +


Integral.
Pr Pr Prs Prs
Prop Int Po PV Error Ts
(praktek) (teoritis) (praktek) (teoritis)
5 1 19 42 39 24 19,4 45,1 0,1 1,9
5 2 21 43 41 23 21,8 45,2 0,2 1,4
5 3 20 42 40 22 20,4 44,9 0,1 1,3
5 4 19 38 39 22 20,2 44,7 0,3 1,3
5 5 20 42 40 22 20,8 44,8 0,2 1,2

Grafik Mode Proporsional + Integral


1. Untuk Integral 1
Gambar 7.2.1 Grafik Mode Proporsional + Integral
(Proporsional = 5 dan Integral = 1)

2. Untuk Integral 2

Gambar 7.2.2 Grafik Mode Proporsional + Integral


(Proporsional = 5 dan Integral = 2)
3. Untuk Integral 3
Gambar 7.2.3 Grafik Mode Proporsional + Integral
(Proporsional = 5 dan Integral = 3)

4. Untuk Integral 4

Gambar 7.2.4 Grafik Mode Proporsional + Integral


(Proporsional = 5 dan Integral = 4)
5. Untuk Integral 5
Gambar 7.2.5 Grafik Mode Proporsional + Integral
(Proporsional = 5 dan Integral = 5)

Pada percobaan ini digunakan mode Proporsional + Integral dengan variasi


integral sedangkan nilai proporsionalnya tetap. Penambahan integral dalam suatu
sistem proposional bertujuan untuk menghilangkan offset pada sistem pengendali.
Dari percobaan ini dapat dilihat bahwa semakin besar nilai integral yang
diberikan maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan stabil akan semakin
singkat, sehingga hal inilah yang menyebabkan terjadinya overshoot dan osilasi yang
berlebihan.

7.3 Hasil Pengamatan Efek Gain terhadap Offset pada Pengendali dengan
Mode Proporsional + Integral + Derivatif (PID).
 Untuk Proporsional = 5%, Integral = 3, dan Derivatif 1
Po = 16
Sp awal = 40
100
Kc =
5  PB
100
= =4
5x5

 = 5
Pr (praktek) = 38
Pr (teori) = (Kc x ) + Po
= (4 x 5) + 16
= 36
Prs (praktek) = 19
SP akhir = 45
PV = 44,9
 = SP – PV
= 45 – 44,9
= 0,1
Prs (teori) = (Kc x ) + Po
= (4 x 0,1) +16
= 16,4

Untuk data perhitungan yang lain dapat dilihat pada tabel perhitungan
pengendali dengan kontrol Proporsional + Integral + Derivatif.

Tabel 7.3. Hasil perhitungan pengendali dengan kontrol Proporsional +


Integral + Derivatif.
Pr Pr Prs Prs
Prop Int Der Po PV Error Ts
(praktek) (teoritis) (praktek) (teoritis)
5 3 1 16 38 36 19 16,4 44,9 0,1
5 3 2 17 39 37 19 17,4 44,9 0,1
5 3 3 17 39 37 19 17,4 44,9 0,1
5 3 4 17 40 37 20 17,8 44,8 0,2

Grafik Mode Proporsional


1. Untuk Derivatif 1
Gambar 7.3.1 Grafik Mode Proporsional + Integral + Derivatif
(Proporsional = 5, Integral = 3, dan Derivatif = 1)

2. Untuk Derivatif 2

Gambar 7.2.2 Grafik Mode Proporsional + Integral + Derivatif


(Proporsional = 5, Integral = 3, dan Derivatif = 2)
3. Untuk Derivatif 3
Gambar 7.2.3 Grafik Mode Proporsional + Integral + Derivatif
(Proporsional = 5, Integral = 3, dan Derivatif = 3)

4. Untuk Derivatif 4

Gambar 7.2.4 Grafik Mode Proporsional + Integral + Derivatif


(Proporsional = 5, Integral = 3, dan Derivatif = 4)
Penambahan derivatif pada proses pengendali ini bertujuan untuk mempercepat
tanggapan sekaligus memperkecil overshoot pada variabel proses, sehingga dapat
menghasilkan tanggapan yang cepat tanpa terjadi osilasi yang berlebihan. Disamping
itu, penambahan derivatif ini pula berfungsi untuk menghilangkan offset. Namun
dengan adanya penambahan derivatif ini menyebabkan sistem menjadi peka terhadap
noise.
Dari percobaan diatas dapat dilihat bahwa pada proses pengendali mode
Proporsional + Integral dengan menvariasikan nilai Derivatif, didapatkan nilai Pr
praktek dan nilai Pr teori tidak jauh berbeda sehingga nilai error yang diperoleh relatif
lebih kecil. Pada proses ini integral yang digunakan adalah integral 3, Integral ini
digunakan karena pada percobaan sebelumnya (Proporsional + Integral) diperoleh
nilai error dan Ts yang lebih kecil dibandingkan dengan variasi integral yang lainnya.

VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan atas percobaan yang telah kelompok kami lakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
 Pada operasi manual, semakin tinggi set point maka bukaan katup laju air
masuk akan semakin besar pula.
 Pada pengamatan efek hysterisis terhadap overshoot dan undershoot,
terlihat bahwa semakin besar nilai hysterisis yang diberikan maka overshoot dan
undershoot akan semakin besar pula.
 Pada pengamatan efek gain terhadap offset pada pengendalian dengan mode
Proporsional, terlihat bahwa semakin besar nilai dari proporsional band maka gain
akan semakin kecil. Perubahan set point juga menyebabkan nilai Pr semakin
tinggi.
 Pada pengamatan efek gain terhadap offset pada pengendalian dengan
mode Proporsional + Integral, terlihat bahwa semakin besar nilai dari integral
maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan stabil akan semakin cepat.
 Penambahan derivatif pada proses pengendali dengan mode Proporsional
+ Integral + Derivatif bertujuan untuk mempercepat tanggapan sekaligus
memperkecil overshoot pada variabel proses, sehingga dapat menghasilkan
tanggapan yang cepat tanpa terjadi osilasi yang berlebihan. Disamping itu,
penambahan derivatif ini pula berfungsi untuk menghilangkan offset.

IX. DAFTAR PUSTAKA


 Petunjuk Praktikum Laboratorium Kontrol Jurusan Teknik
Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, 2005.

Anda mungkin juga menyukai