Anda di halaman 1dari 11

DNA PHENOTYPING: PENGGUNAAN TERKINI DALAM ILMU FORENSIK

Marano LA, Fridman C


 
Abstrak: Analisis DNA untuk penyelidikan forensik didasarkan pada gagasan bahwa secara
genetic, setiap individu adalah unik, kecuali dalam kasus kembar monozigot. DNA yang
diperoleh dari sampel biologis mampu mengindividualisasikan bahan ini dengan perbandingan
langsung profil genetik pengulangan tandem pendek, yang diperoleh dari sampel biologis yang
tidak diketahui asalnya ke profil sampel referensi. Salah satu keterbatasan utama dari pendekatan
ini adalah dibutuhkan sampel referensi untuk perbandingan. Semakin banyak penelitian yang
berusaha untuk memahami hubungan antara polimorfisme tertentu dengan karakteristik fenotipik
tertentu, dan telah menghasilkan temuan yang menjanjikan dalam membantu ilmu
forensik. Proses menyimpulkan karakteristik yang terlihat secara eksternal/externally visible
characteristics (EVCs) dengan tujuan forensik – misalnya, warna kulit, iris dan rambut, tinggi
badan, fitur wajah, dan pola kebotakan pria – dari sampel biologis dikenal sebagai Forensic
DNA Fenotyping (FDP). Oleh karena itu, FDP memberikan rincian lebih lanjut tentang subjek
yang menjadi sampel biologis tertentu, tanpa memerlukan sampel referensi untuk analisis
komparatif. Beberapa aspek etika dan hukum harus dipertimbangkan agar teknologi baru ini
tidak mendorong segregasi atau persekusi etnis terhadap kelompok populasi tertentu. Meskipun
demikian, beberapa kasus nyata telah mendapat manfaat dari metode ini untuk mengarahkan
penyelidikan guna mengidentifikasi tersangka dan korban.
 
Kata kunci: forensic DNA phenotyping, DNA, karakteristik yang terlihat secara eksternal,
genetika forensik
 
Pendahuluan
 
Identifikasi forensik pada manusia
 
Identifikasi manusia berdasarkan profil genetik yang diperoleh dari polimorfisme DNA
(pengulangan tandem pendek/short tandem repeat [STR]) dianggap sebagai standar emas dalam
teknik pemeriksaan forensik. STR adalah polimorfisme yang dihasilkan oleh urutan (secara
tandem) salinan segmen DNA kecil (berkisar dari 2 hingga 6 pasangan basa). STR yang paling
informatif dapat menampilkan lebih dari selusin alel, dan ribuan polimorfisme ini telah
diidentifikasi pada manusia; beberapa perkiraan menunjukkan keberadaan sekitar satu juta STR
yang didistribusikan di antara genom manusia.1,2
 
Sampel biologis yang dikumpulkan di TKP diproses untuk mendapatkan profil DNA yang akan
dibandingkan dengan profil tersangka. Hal ini dapat membantu penyelidikan untuk membangun
hubungan antara pelaku dan TKP, atau bahkan mengeliminasi kemungkinan tersangka.3
Pendekatan yang sama dapat digunakan untuk mengidentifikasi orang hilang atau jenazah tak
dikenal, dengan membandingkan profil mereka dalam pencarian keluarga.
 
Keuntungan utama dari penanda STR adalah karena keragaman alelnya yang tinggi, sehingga
menjadikan penanda tersebut menjadi sangat informatif. STR yang paling polimorfik memiliki
daya pembeda yang tinggi (probabilitas bahwa dua individu yang dipilih secara acak memiliki
genotipe yang berbeda) dan probabilitas kecocokan yang rendah (probabilitas bahwa dua
individu yang dipilih secara acak memiliki genotipe yang identik). 1,2 Dalam istilah praktis, nilai-
nilai ini memastikan bahwa setiap individu dalam populasi dunia (kecuali kembar identik)
mungkin memiliki profil genetik yang unik.
 
Kerugian utamanya terletak pada kenyataan bahwa jenis pemeriksaan ini bersifat komparatif,
sehingga diperlukan sepasang sampel yang tidak diketahui/sampel referensi untuk
dibandingkan. Dengan tidak adanya pasangan seperti itu, satu-satunya kemungkinan adalah
mencari database DNA yang berisi profil tersangka. Kerugian lain adalah struktur penanda STR,
yang terdiri dari pengulangan dari sekitar 100 hingga 300 pasangan basa. Ada situasi di mana
material biologis dari TKP sangat terdegradasi sehingga sampel DNA yang diperoleh tidak layak
untuk memperoleh data yang cukup untuk identifikasi yang akurat.4
 
Ketika menghadapi kesulitan seperti itu dalam menggunakan protokol penanda STR tradisional
pada beberapa situasi, berbagai penelitian telah menunjukkan potensi penggunaan prediksi
genetik dari karakteristik yang terlihat secara eksternal/externally visible characteristics (EVCs)
untuk membantu penyelidikan polisi, baik dalam melacak tersangka maupun mengidentifikasi
korban. Beberapa kemajuan dalam genetika tampaknya telah mengidentifikasi penanda yang
berpotensi berguna untuk prediksi berbagai karakteristik fisik.
 
Prediksi fenotipe dari penanda DNA
 
Beberapa variasi (Insertion/Deletion [InDels] dan single nucleotide polymorphisms [SNPs]) yang
terletak di daerah regulatorik atau koding DNA dapat menyebabkan substitusi asam amino,
mengubah sifat fungsional dari protein yang diterjemahkan, dan akibatnya diekspresikan dalam
fenotipe yang berbeda, beberapa di antaranya menjadi karakteristik yang terlihat dari
individu. Dalam upaya memperoleh informasi tentang ciri fisik individu dari DNA yang
diekstraksi dari bahan biologis seperti tetesan darah, helai rambut, atau fragmen tubuh kecil,
banyak peneliti yang telah secara intensif meneliti hubungan antara penanda genetik dan sifat
fisik. Beberapa penelitian telah mengevaluasi keberadaan polimorfisme yang terkait dengan
warna kulit, rambut dan mata, bentuk wajah, tinggi badan, serta kebotakan.
Dalam konteks ini, diharapkan bahwa genotyping dari penanda genetik tersebut dalam bukti
yang ditemukan di TKP, atau dalam tubuh yang tidak teridentifikasi, dapat berkontribusi secara
signifikan untuk meningkatkan informasi yang akurat tentang karakteristik fisik dari setiap orang
yang terlibat.5,6 Meskipun beberapa kesimpulan berikut mungkin tidak menyajikan nilai definitif
sebagai bukti forensik, hal-hal ini mungkin menjadi faktor penting yang memimpin penyelidikan
polisi dan mengerucutkan jumlah tersangka menjadi semakin kecil.5
 
DNA phenotyping
 
Warna mata
 
Warna mata dapat dianggap sebagai salah satu ciri manusia dengan variabilitas warna paling
banyak, mulai dari warna biru muda, warna gelap seperti coklat atau hitam, hingga warna-warna
menengah seperti abu-abu, hazel, kuning, dan hijau. Perbedaan warna ini mengikuti pola yang
mirip dengan pigmentasi kulit dan rambut, yang ditentukan oleh jumlah melanin dan jumlah
melanosom di lapisan luar iris: mata biru memiliki lebih sedikit melanin/melanosom daripada
mata cokelat.7
 
Salah satu alat fenotip pertama yang dikembangkan dan telah tervalidasi adalah Irisplex System 8
yang terdiri dari enam SNP yang didistribusikan di antara gen pigmentasi (HERC2, OCA2,
SLC24A4, SLC45A2, TYR, dan IRF4). Alat ini memungkinkan diferensiasi antara mata biru dan
coklat dengan akurasi tinggi (>90%), yang telah dikonfirmasi baik pada populasi homogen
maupun campuran.9–13 Walaupun begitu, alat tersebut tidak menunjukkan akurasi yang sama
dalam sampel dari populasi Asia, yang menunjukkan bahwa lebih banyak penelitian harus
dilakukan pada sampel populasi yang lebih berbeda
 
Namun, warna mata intermediate masih menjadi masalah, dan membutuhkan penelitian lebih
lanjut untuk mengidentifikasi varian genetik baru, karena akurasi prediksi mereka masih jauh
lebih rendah jika dibandingkan dengan mata biru dan coklat.15-17 Meskipun terdapat kesulitan
dalam memprediksi warna-warna tersebut, studi oleh Pośpiech et al18 menunjukkan interaksi gen
ke gen antara tiga gen pigmentasi utama (HERC2, OCA2, dan TYRP1) berhubungan dengan
warna mata hijau, sehingga membantu dalam elaborasi model prediksi di masa depan.
 
Aspek lain yang diperdebatkan adalah jenis kelamin sebagai faktor yang mungkin
mempengaruhi penentuan pigmentasi mata. Telah diamati bahwa wanita cenderung memiliki
mata yang lebih gelap (terutama coklat dan hijau) daripada pria (terutama biru dan abu-abu) di
beberapa negara Eropa.11,19,20 Namun, belum ada faktor genetik yang ditemukan untuk
menjelaskan perbedaan ini, dan studi lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi korelasi ini.
 
Warna rambut
 
Warna rambut, serta warna mata dan kulit, adalah salah satu EVC yang paling mencolok, dengan
berbagai fenotipe. Perbedaan utama yang diamati pada warna rambut adalah hasil dari dua jenis
melanin: eumelanin coklat/hitam dan pheomelanin merah/kuning.21 Individu dengan rambut
merah menunjukkan peningkatan relatif jumlah pheomelanin dibandingkan dengan eumelanin,
sedangkan pada rambut gelap jumlah eumelanin mendominasi, serta pada rambut pirang terdapat
setiap jenis melanin dalam jumlah yang sedikit.22 Variabilitas warna rambut ini mungkin muncul
di Eropa, berevolusi dari warna leluhur yang gelap, yang dihasilkan dari preferensi perkawinan
manusia.23
 
Di antara beberapa gen yang terlibat dalam proses melanogenesis, MC1R adalah salah satu yang
pertama menunjukkan daya pembeda yang kuat untuk rambut merah, kulit putih, dan freckles
(bintik-bintik daerah malar). Selanjutnya, dibuat hubungan dengan gen lain seperti SLC45A2,
SLC24A5, dan HERC2 beserta model prediktifnya berdasarkan 22 SNP, yang mencapai akurasi
81%-93% untuk setiap kategori warna rambut.24
 
Sistem baru kemudian dikembangkan pada tahun 2013, menambahkan 18 penanda warna rambut
ke 6 SNP Irisplex yang sudah ada sebelumnya, yang disebut Sistem HIrisplex. 16 HIrisplex
mencakup penanda dari MC1R, HERC2, OCA2, SLC45A2, KITLG, EXOC2, TYR, SLC24A4,
IRF4, ASIP, dan gen TYRP1. Meskipun memiliki penanda lebih sedikit daripada model yang
dibuat sebelumnya oleh Branicki et al,24 ia dapat mencapai nilai akurasi yang serupa (75%-
92%).25
 
Namun, model prediksi rambut saat ini menghadapi tantangan, yaitu prediksi akurat warna
rambut dari individu yang telah mengalami perubahan warna rambut sepanjang hidup (misalnya,
rambut lebih gelap setelah masa kanak-kanak). Sebagian besar penelitian tidak
mempertimbangkan pengambilan sampel individu yang lebih muda, atau mempertanyakan
subjek dewasa tentang fenotipe yang berbeda pada anak usia dini. Oleh karena itu, model
prediksi hanya diuraikan dengan informasi fenotipik yang diamati pada orang dewasa, tanpa
memperhitungkan penanda informatif untuk fenotipe yang bergantung pada usia, dan hal ini
sebagian menjelaskan nilai akurasi yang lebih rendah untuk prediksi rambut pirang oleh
HIrisplex (hanya 69,5% vs 78,5%, 80%, dan 87,5% untuk masing-masing rambut coklat, merah,
dan hitam). Sebuah penelitian yang dilakukan pada individu muda menemukan bahwa
penggelapan rambut biasanya terjadi antara usia 6 dan 13 tahun, dan model HIrisplex salah
memprediksi fenotipe rambut untuk individu yang berambut pirang hanya selama masa kanak-
kanak. Hal ini menunjukkan perlunya mengidentifikasi penanda baru yang dapat mengurangi
tingkat kesalahan seperti ini.26
 
Warna kulit
 
Warna kulit telah menjadi salah satu fenotipe pigmentasi paling kompleks yang sedang
dipelajari. Dipercaya bahwa variabilitas pigmentasi kulit muncul sebagai respons evolusioner
terhadap intensitas radiasi ultraviolet di antara berbagai wilayah di bumi. Daerah yang lebih
dekat ke garis Khatulistiwa, dengan intensitas cahaya yang lebih tinggi (UV tinggi), akan
memberikan tekanan selektif yang lebih tinggi, menjaga kulit gelap dengan frekuensi tinggi,
sementara daerah yang lebih jauh, dengan intensitas cahaya yang lebih sedikit, akan memberikan
tekanan selektif yang lebih rendah, memungkinkan munculnya warna kulit lebih cerah.27
 
Faktor evolusioner ini membuat asosiasi genotipe/fenotipe dalam studi pemetaan menjadi sulit,
serta menghasilkan korelasi yang hanya berlaku untuk kelompok populasi tertentu. Sementara
asosiasi yang ditemukan pada populasi campuran tidak memiliki kekuatan diskriminatif yang
sama pada populasi yang lebih homogen (seperti orang Eropa), penelitian lain yang
dikembangkan menggunakan populasi homogen tidak dapat membedakan warna kulit antara
kelompok diskrit Asia, Afrika, dan penduduk asli Amerika.29
 
Dengan mempertimbangkan hambatan evolusi ini, model prediksi global dikembangkan
berdasarkan 36 penanda yang didistribusikan di antara 16 gen pigmentasi. 17 Model ini dibuat
dengan mempertimbangkan tiga (terang, gelap, gelap-hitam) atau lima (sangat pucat, pucat,
sedang, gelap, gelap-hitam) warna kulit, memperoleh akurasi prediksi mulai dari 83%-97%
untuk skala tiga kategori hingga 72%-97% untuk skala lima kategori. Beberapa dari asosiasi ini
sebelumnya telah dijelaskan dalam populasi campuran untuk beberapa gen ini, seperti
SLC24A5,30,31 HERC2,31 dan SLC45A2,32 membuat pendekatan ini tampaknya menjanjikan
untuk digunakan di masa depan.
 
Hasil dari sistem IrisPlex, HIrisPlex, dan HIrisPlex-S dikompilasi menjadi alat interaktif yang
tersedia untuk umum yang digunakan untuk memprediksi warna mata, rambut, dan kulit dari
data DNA. Dari https://hirisplex.erasmusmc.nl/, alat ini dapat digunakan untuk menyisipkan data
genotipe dari 41 penanda yang tersedia dan memperoleh peluang untuk tiga kategori mata, empat
kategori rambut, dan lima kategori warna kulit untuk mendapatkan peluang individu melalui
model prediksinya.
 
Tinggi badan
 
Hingga tahun 2008, hanya beberapa gen yang telah dideskripsikan yang terkait dengan tinggi
badan manusia. Studi asosiasi selanjutnya dilakukan pada tahun 2008 (di mana 54 lokus dengan
korelasi langsung dengan variasi tinggi diamati) dan pada tahun 2010, meningkatkan jumlah
penanda genetik menjadi 180 dan selanjutnya mencapai hampir 700 penanda pada tahun 2014. 33–
37
Sebagian besar gen ini terlibat dalam jalur pensinyalan pertumbuhan, seperti faktor
pertumbuhan fibroblas, serta gen yang diekspresikan dalam jaringan penting seperti growth
plate38 – anehnya, sebagian besar dari penanda ini tidak terlibat langsung dalam jalur
pertumbuhan manusia.
 
Bahkan dengan peningkatan yang signifikan dalam jumlah varian terkait tinggi badan, masih
belum ada nilai signifikan untuk tes prediksi. Sementara studi awal memperoleh nilai akurasi
sekitar 65%, studi terbaru gagal meningkatkan nilai ini >75%, menunjukkan banyaknya SNP
yang masih harus ditemukan dan betapa kompleksnya sifat ini. 39 Selain itu, tinggi badan manusia
mungkin memiliki etiologi yang berbeda selain aspek genetik, seperti faktor gestasional (fitur
plasenta dan aspek kesehatan ibu seperti nutrisi, patologi, dan obat-obatan), faktor hormonal, dan
faktor lingkungan (gizi dan gaya hidup) terutama selama masa kanak-kanak.40
 
Fitur wajah
 
Di antara semua EVC, prediksi bentuk wajah adalah salah satu tujuan utama ketika mempelajari
fenotip, melihat sekilas "komposit wajah DNA" akhir. Morfologi wajah dipelajari melalui jarak
antara landmark wajah, seperti lebar lubang hidung, lebar bibir, jarak antara mata, dan tinggi
wajah.
 
Beberapa penanda genetik yang terkait dengan fitur wajah awalnya ditemukan dalam studi
sindrom dan penyakit deformitas wajah (seperti langit-langit mulut sumbing, bibir sumbing, dan
displasia kraniofasial lainnya). Beberapa penanda ini kemudian dikorelasikan dengan
perkembangan kraniofasial dan akibatnya terkait dengan variasi normal bentuk wajah.41
Misalnya, gen PAX3 mengkodekan faktor transkripsi yang ada dalam sel neural crest, yang juga
terkait dengan sindrom Waardenburg dan kemudian diketahui berhubungan dengan posisi
nasion.42 Gen kandidat lainnya telah diidentifikasi mengikuti pola yang mirip dengan PAX3,
seperti PRDM16 dan TP63. Namun, mirip dengan penentuan tinggi badan, masing-masing
penanda genetik ini tampaknya memiliki kontribusi kecil terhadap morfologi wajah secara
keseluruhan.41
 
Pendekatan yang digunakan oleh Claes et al,43 terutama berdasarkan data yang diperoleh dari
populasi campuran, menggunakan langkah pertama di mana sampel keturunan dan jenis kelamin
digunakan untuk membuat wajah dasar, di mana data dari 24 SNP selanjutnya akan digunakan
untuk menyampaikan informasi hidung, bibir, kebulatan wajah, rahang, dagu, dan puncak
supraorbital ke wajah primer ini. Penelitian lain juga menemukan hubungan yang signifikan
dengan lebar wajah, lebar alis, jarak antar mata, kemiringan columella, lebar jembatan hidung,
lebar lubang hidung, dan bentuk mulut.44,45
 
Kebotakan
 
Secara empiris, diketahui bahwa pola kebotakan pria atau alopesia androgenik memiliki faktor
herediter yang kuat, menunjukkan heritabilitas sekitar 80%.46 Di antara berbagai lokus yang
mungkin terlibat, yang utama adalah lokus pada regio q12 pada kromosom X, yang mengandung
AR/EDA2R gen yang terkait langsung dengan produksi reseptor androgen dan reseptor
ectodysplasin A2 pada wilayah 20p11, dan pada gen EBF1, TARDBP, dan HDAC9 dengan
potensi prediksi. Bersama-sama, kelima SNP ini memiliki nilai asosiasi terbaik hingga saat ini,
dengan akurasi 76,2%, mencapai 86,4% jika 15 penanda lainnya ditambahkan (rs1041668,
rs6625163, rs6625150, rs962458, rs12007229, rs2180439, rs913063, rs1160312, rs611348541,
rs646135481, rs64613541, rs7349332, rs4679955, rs9668810, dan rs10502861), menunjukkan
bahwa bahkan penanda prediksi yang rendah pun dapat memiliki akurasi tinggi bila ditambahkan
ke penanda yang lebih kuat.47
 
Perkiraan usia
 
Menggunakan pendekatan yang berbeda dari yang sebelumnya ditampilkan di sini (sebagian
besar adalah SNP), studi epigenetik menggunakan teknologi deteksi metilasi DNA telah terbukti
berguna untuk memperkirakan usia individu. Estimasi usia sangat penting dalam konteks
forensik, karena melengkapi data yang diperoleh oleh EVC yang disebutkan di sini: selain
mengurangi jumlah tersangka dengan memprediksi kelompok usia donor sampel, juga dapat
melengkapi komposit wajah yang diperoleh.48
 
Perubahan metilasi DNA terjadi di sepanjang kehidupan individu – tingkat metilasi meningkat
pada masa kanak-kanak dan kemudian menurun setelah mencapai masa dewasa.49 Perubahan ini
dapat diukur dan digunakan untuk menghitung perkiraan usia individu berdasarkan sampel
biologis dari berbagai sumber (berbagai jaringan dan cairan tubuh) serta berbagai situasi (baik
dari sisa-sisa manusia atau dari TKP) dengan akurasi tinggi (deviasi 3,15 tahun dari usia
kronologis sebenarnya) dengan sedikitnya tujuh penanda.50
 
Keturunan
 
Beberapa penanda DNA spesifik dapat membawa informasi tentang komposisi leluhur individu,
sehingga kontribusi biogeografisnya dapat dirinci (Afrika, Eropa, Asia, Amerindian). Dengan
demikian, penggunaan penanda informatif leluhur/ancestry informative markers (AIMs)
memungkinkan identifikasi leluhur individu, menyediakan data untuk memperkuat saksi
potensial, atau bahkan membawa informasi baru tentang bukti dari TKP.51
 
Namun, informasi tentang leluhur tidak dapat digunakan semata-mata sebagai kriteria untuk
menentukan penampilan seseorang. Seseorang harus memahami perbedaan antara leluhur dan
konsep ras yang salah: persentase kontribusi leluhur individu tidak selalu mencerminkan
penampilan mereka. Hal ini terutama terlihat dalam sampel populasi campuran, di mana AIM
menunjukkan bahwa tidak ada korelasi langsung antara penampilan (etnis) dan asal biogeografis
leluhur.52
 
Aspek hukum dan etika
 
Mengingat adanya berbagai persoalan hukum seputar pengambilan sampel dari tersangka untuk
perbandingan, keunggulan pendekatan DNA fenotyping adalah lebih terfokus pada perolehan
profil genetik dari sampel TKP, sehingga tidak merugikan martabat atau hak integritas. Selain
itu, EVC adalah fitur yang tersedia untuk umum dan oleh karena itu tidak akan melibatkan
masalah privasi.53
 
Namun, semua individu yang memiliki karakteristik komposit wajah dapat diwawancarai dan
diminta untuk menyumbangkan sampel untuk dibandingkan dengan sampel kejahatan yang
bersangkutan. Dalam kasus ini, perlu diajukan pertanyaan tentang pelecehan yang dapat diderita
oleh kelompok tertentu dengan karakteristik fisik tertentu sejak fenotipe diperoleh dari
bukti. Orang harus mempertanyakan apakah orang-orang seperti itu akan menerima
perlindungan, karena mereka sekarang akan menjadi bagian dari sekelompok tersangka hanya
dari penampilan fisik mereka. Oleh karena itu, harus diperhatikan jika keamanan kelompok
tersebut dijamin untuk tujuan investigasi dan keselamatan publik, dan jika peraturan hukum dan
etika baru harus dibuat untuk menjaga integritas dan keintiman orang-orang yang terlibat dalam
investigasi berbasis fenotip DNA. Perhatian juga harus diberikan pada penggunaan penanda yang
netral dalam kaitannya dengan leluhur, karena informasi dari beberapa AIM mungkin
dihubungkan secara keliru dengan fenotipe tertentu, yang mengakibatkan persekusi etnis
tertentu.54
 
Aplikasi dan kasus nyata
 
Pada tahun 2010, seorang wanita dilecehkan secara seksual di siang bolong di Florida (AS) dan
tidak ada kecocokan yang ditemukan dalam database DNA. Tujuh tahun kemudian, polisi
mengontrak perusahaan fenotipe DNA swasta, yang berhasil memperoleh komposit wajah yang
memprediksi subjek laki-laki dengan kulit cokelat muda, mata cokelat hazel, dan rambut
hitam. Komposit wajah DNA baru membawa penyelidikan ke TKP properti tetangga, suaka
margasatwa, di mana polisi menemukan tersangka dengan karakteristik yang cocok. Setelah
memberikan sampel secara sukarela, Hugo Giron-Polanco ditangkap karena perbandingan DNA
menunjukkan bahwa sampel spermanya dan sampel sperma yang ditemukan pada korban
memiliki profil STR yang sama dengan probabilitas kecocokan 1:400.000.000.000.55 Namun,
Parabon Nanolabs (perusahaan fenotipe DNA swasta dikontrak dalam kasus ini) belum secara
ilmiah menerbitkan metodologinya atau tes validasi apa pun sejauh ini.
 
Toronto Police Service telah menyerahkan beberapa sampel cold cases (kasus yang belum dapat
diselesaikan) ke layanan fenotip DNA swasta, dengan harapan dapat membantu mengubah arah
awal penyelidikan, meskipun tidak ada penangkapan yang sebenarnya terjadi. 56 Beberapa cold
cases lainnya di seluruh dunia mengandalkan komposit wajah yang diperoleh dari profil DNA,
dengan harapan beberapa informasi baru akan muncul dari data baru yang ditambahkan ke
penyelidikan ini, dengan harapan dapat mengidentifikasi tersangka dan sisa-sisa manusia.57–60
 
Pada 15 Mei 2018, negara bagian Bavaria di Jerman menyetujui undang-undang bagi polisi
untuk menganalisis sampel DNA dan memprediksi warna rambut, mata, dan kulit selain
keturunan. Prediksi DNA yang sama ini telah digunakan di Belanda, Prancis, Inggris, Kanada,
dan beberapa negara bagian AS, meskipun beberapa negara ini tidak memiliki undang-undang
yang tepat mengenai praktik tersebut.61
 
Prediksi EVCs juga dapat sangat berguna dalam identifikasi korban bencana dan identifikasi
orang hilang, ketika tidak ada kerabat dekat atau sampel antemortem untuk perbandingan. Empat
puluh sembilan sampel tulang dan gigi dari korban Perang Dunia II yang ditemukan di Slovenia
telah diekstraksi DNAnya dan dilakukan fenotyping untuk penanda genetik pigmentasi rambut
dan mata. Sebanyak 49 sampel memiliki prediksi warna mata dan rambut yang berhasil, dua
prediksi dikonfirmasi oleh saudara perempuan dari dua korban yang masih hidup.62
 
Di masa depan, komputer bahkan dapat mencari komposit yang dihasilkan dari DNA yang
diperoleh dari bukti biologis terhadap database pemerintah atau bahkan foto dari platform media
sosial. Bahkan jika sistem ini tidak menemukan kecocokan yang sempurna, setidaknya akan
dapat mempersempit subjek yang sedang diperiksa.56
 
Evaluasi dan validasi
 
Sebuah inisiatif baru-baru ini dilakukan oleh sekelompok ilmuwan untuk membuat proyek yang
bertujuan untuk membangun pengetahuan ilmiah baru, untuk mengembangkan, memvalidasi,
dan menerapkan alat analisis yang memungkinkan prediksi penampilan individu dari sampel
DNA untuk digunakan dalam rutinitas forensik. Pada tahun 2017, Konsorsium VISible Attributes
Through GEnomics (VISAGE) dibentuk, dan terdiri dari anggota akademisi, polisi, dan lembaga
peradilan dari delapan negara Eropa, dengan tujuan untuk memperluas penggunaan DNA sebagai
alat untuk mendapatkan komposit wajah dengan cepat dari bukti yang didapatkan. Keterbatasan
teknik forensik DNA saat ini diharapkan dapat diatasi, dan teknologi baru dapat dikembangkan
yang memungkinkan penyelidikan polisi menemukan tersangka yang tidak diketahui lebih cepat
melalui informasi DNA dari TKP. Konsorsium VISAGE bermaksud untuk menggunakan teknik
sequencing paralel besar-besaran untuk mendapatkan data kuantitatif yang lebih tinggi tentang
penampilan tersangka, usia, dan prediksi keturunan, serta untuk membuat perangkat lunak yang
memfasilitasi interpretasi data yang dihasilkan.63
 
Selanjutnya, Grup European DNA Profiling (EDNAP) bertanggung jawab untuk
mempromosikan pertemuan dan mengembangkan latihan perbandingan kolaboratif untuk
mempromosikan evaluasi kritis antara laboratorium di seluruh dunia, yang bertujuan untuk
menguji keandalan dan konsistensi teknologi DNA forensik baru. Sejauh ini, EDNAP telah
menguji reproduktifitas Sistem IrisPlex antara 21 laboratorium, dan menganggapnya berhasil64.
Baru-baru ini EDNAP juga mengevaluasi prediksi usia melalui analisis metilasi DNA (data tidak
dipublikasikan).
 
Meskipun beberapa penelitian yang dikutip di sini telah menunjukkan hubungan fenotipe-
genotipe yang signifikan (Tabel 1), perlu dicatat bahwa setiap populasi target memiliki latar
belakang genetiknya sendiri, dan ekstrapolasi data ini harus dilakukan dengan hati-hati. Setiap
set penanda genetik yang terkait dengan fenotipe tertentu harus dievaluasi secara hati-hati pada
populasi tambahan dengan latar belakang genetik yang berbeda dari yang semula dipelajari.
 
Tabel 1. Ringkasan EVC utama dan beberapa penanda dan referensi genetik terkait

Singkatan: EVCs, externally visible characteristics/karakteristik yang terlihat secara eksternal.


 
Karena sebagian besar penelitian dilakukan pada populasi yang lebih homogen secara genetik,
asosiasi yang ditemukan ini harus dikonfirmasikan pada populasi campuran bila memungkinkan,
karena populasi ini dapat menghadirkan beberapa faktor yang menantang untuk asosiasi yang
sudah mapan, seperti stratifikasi populasi.
 
Ketika studi asosiasi dilakukan di beberapa populasi, adalah mungkin untuk menjelaskan
persamaan dan perbedaan dalam struktur genetik, membatasi daerah kandidat untuk identifikasi
varian baru.65 Jadi, setiap sejarah evolusi populasi (misalnya, rekombinasi, mutasi, dan
penyimpangan) dapat mempengaruhi traceability (ketertelusuran) varian, mendukung deteksi
dalam satu populasi daripada yang lain, yang menegaskan pentingnya studi asosiasi gabungan
dalam populasi campuran dan homogen.66
 
Kesimpulan
 
Dengan semua penelitian yang dilakukan dalam fenotip genetik yang disajikan di sini, dapat
dinyatakan bahwa kita semakin dekat dalam memperoleh satu set penanda genetik yang secara
akurat memprediksi sebagian besar EVC manusia untuk penggunaan forensik, serta "komposit
wajah DNA" yang lengkap sudah terlihat untuk pemeriksaan forensik rutin. Penelitian masih
perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi data yang diperoleh dalam populasi global yang beragam
dan memeriksa apakah tidak ada asosiasi yang ditemukan karena nenek moyang atau latar
belakang populasi lainnya selain untuk menemukan asosiasi baru dari karakteristik fisik. Namun,
terlepas dari berbagai masalah etika dan hukum yang masih meliputi subjek ini, akurasi statistik
yang tinggi dari sebagian besar studi ini membuatnya layak untuk penggunaan praktis dalam
pemeriksaan forensik rutin.

Anda mungkin juga menyukai