Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran
makannan proksimal dari ligamentum treitz. Untuk keperluan klinis dibedakan
antara perdarahan akibat varises esofagus dan non-varises, karena keduanya tidak
terdapat kesamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinis
perdarahan saluran cerna bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan,
banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus-
menerus atau tidak.1

Kejadian perdarahan SCBA menunjukkan adanya variasi geografis yang


besar mulai dari 48-160 kasus per 100.000 penduduk, dengan kejadian lebih
tinggi pada pria dan usia lanjut. Hal ini dapat dijelaskan oleh karena berbagai
penyebab, mulai dari perbedaan definisi perdarahan SCBA, karakteristik populasi,
prevalensi obat-obatan penyebab ulkus dan Helicobacter pylori.2

Di Indonesia sendiri, terdapat perbedaan distribusi, dimana terdapat lebih


kurang 70% penyebab dari perdarahan SCBA adalah karena varises esofagus yang
pecah. Namun demikian, diperkirakan oleh karena semakin meningkatnya
pelayanan terhadap penyakit hati kronis dan bertambahnya populasi pasien usia
lanjut, maka proporsi perdarahan oleh karena ulkus peptikum akan meningkat.2

Manifestasi klinis yang umum terjadi pada perdarahan SCBA dapat berupa
hematemesis atau melena. Hematemesis dapat berupa perdarahan dengan warna
merah terag ataupun ataupun kecoklatan. Melena dapat terjadi setelah kehilangan
darah sebanyak 50-100 ml disaluran cerna bagian atas, sedangkan hematoskezia
perdarahan yang terjadi lebih dari 1000ml meskipun umumnya hematoskezia
terjadi pada saluran cerna yang lebih rendah misalnya kolon. Namun, perdarahan
SCBA yang masif dapat juga mengakibatkan terjadinya hematoskezia.3

1
Pengelolaan dasar pada pasien dengan perdarahan SCBA sama seperti
pengelolaan pendarahan pada umumnya, yaitu meliputi pemeriksaan awal,
resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan utamanya adalah mempertahankan
stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah terjadinya
perdarahan ulang. Tegaknya diagnosis penyebab perdarahan sangat menentukan
langkah terapi yang diambil.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat didefinisikan sebagai


perdarahan yang terjadi pada bagian proksimal hingga ke ligamentum treitz dan
dapat dikategorikan sebagai perdarahan variseal dan non variseal. Perdarahan
variseal dihasilkan dari stadium akhir penyakit hepar,sedangkan perdarahan non
variseal biasaya diakibatka oleh penyakit ulkus peptikum ataupun penyakit lain
yang berkaitan dengan saluran cerna bagian atas.4

2.2 Epidemiologi
Kejadian perdarahan SCBA menunjukkan adanya variasi geografis yang
besar mulai dari 48-160 kasus per 100.000 penduduk, dengan kejadian lebih
tinggi pada pria dan usia lanjut. Hal ini dapat dijelaskan oleh karena berbagai
penyebab, mulai dari perbedaan definisi perdarahan SCBA, karakteristik populasi,
prevalensi obat-obatan penyebab ulkus dan Helicobacter pylori.2

Di Indonesia sendiri, terdapat perbedaan distribusi, dimana terdapat lebih


kurang 70% penyebab dari perdarahan SCBA adalah karena varises esofagus yang
pecah. Namun demikian, diperkirakan oleh karena semakin meningkatnya
pelayanan terhadap penyakit hati kronis dan bertambahnya populasi pasien usia
lanjut, maka proporsi perdarahan oleh karena ulkus peptikum akan meningkat.2

2.3 Etiopatogenesis

1. Ulkus Peptikum

Ulkus peptikum terjadi akibat infeksi dari Helycobacter Pylori dan


pemakaian Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID) jangka panjang.4
H.Pylori yang melekat pada epitel lambung melepaskan toksin sehingga dapat
menimbulkan reaksi inflamasi. Reaksi inflamasi ini dapat mengakibatkan

3
terjadinya hipersekresi dari asam lambung yang dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan atau erosi pada mukosa lambung hal inilah yang dapat mengakibatkan
terjadinya perdarahan pada lambung. Sama halnya dengan pemakainan NSAID
jagka panjang, peningkatan sekresi asam lambung dan menurunnya produksi
mukus lambung dapat mengakibatkan terjadiya erosi pada mukosa lambung yang
dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan.5

2. Varises Esofagus

Varises esofagus terjadi akibat adanya obstruksi pada aliran vena porta
pada keadaan sirosis hepatis. Keadaan ini dapat menigkatkan tekanan pada
pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan ukuran dari pembuluh darah,
penurunan ketebalan dinding pembuluh darah. Keadaan ini mengakibatkan
mudahnya pembuluh darah menjadi ruptur atau pecah. Pecahnya pembuluh darah
pada varises esofagus dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan pada saluran
gastrointestinal. Manifestasi klinis yang dapat dijumpai adalah hematemesis dan
melena jika darah sudah teroksidasi.6

3. Sindrom Mallory-Weiss

Sindrom Mallory-Weiss ditandai adanya perdarahan gastrointestinal


bagian atas akibat adanya laserasi mukosa longitudinal di kardia lambung. Faktor
presipitasi dari keadaan ini adalah adanya peningkatan tekanan intraabdominal
seperti muntah, batuk, hingga trauma tumpul pada abdomen. Keadaan ini dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur pada arteri submukosa sehingga terjadi
perdarahan.7

4. Gastric Neoplasma

Gastric neoplasma dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan saluran


cerna bagian atas, namun insidensi kejadiannya hanya 1%.3

4
2.4 Pemeriksaan Awal pada Perdarahan Saluran Cerna

Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran cerna adalah


menentukan:1

1. Tekanan darah dan nadi pada posisi baring


2. Perubahan ostostatik tekanan darah dan nadi
3. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
4. Kelayakan napas
5. Tingkat kesadaran
6. Produksi urin

Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskular


akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda
sebagai berikut:1

1. Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi
>100x/menit.
2. Tekanan diastolik ortostatik turun >10 mmHg atau sistolik turun
>20mmHg.
3. Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15x/menit.
4. Akral dingin
5. Kesadaran menurun
6. Anuria atau oliguria (produksi urin <30ml/jam)

Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi


hemodinamik tidak stabil ialah bila ditemukan:1

1. Hematemesis
2. Hematoskezia
3. Darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik
4. Hipotensi persisten
5. Dalam 24 jam menghabiskan tranfusi darah melebih 800-1000 ml

5
2.5 Stabilisasi Hemodinamik Pada Perdarahan Saluran Cerna

Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan cairan infus kristaloid


dengan tetesan cepat dan pasang monitor CVP (central venous pressure)
tujuannya adalah memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil.
Pemberian tranfusi darah dapat dipertimbangkan pada keadaan berikut:1

1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil


2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1
liter atau lebih
3. Perdarahan baru atau masih berlansung dengan hemoglobin <10g% atau
hematokrit <30%
4. Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun.

2.6 Pemeriksaan Lanjutan

Dalam anamnesis yang perlu ditekankan:1

1. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan beraoa perkiraan darah yang keluar
2. Riwayat perdarahan sebelumnya
3. Riwayat perdarahan dalam keluarga
4. Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain
5. Penggunaan obat-obatan terutama anti inflamasi non steroid dan anti
koagulan
6. Kebiasaan minum alkohol
7. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah,
demam tifoid, gagal ginjal kronik
8. Riwayat tranfusi sebelumnya

Kelengkapan pemeriksaa yang perlu diperhatikan:1

1. Elektrokardiogram; terutama pada pasien >40 tahun

6
2. BUN, kreatiin serum; pada perdarahan SCBA pemecehan darah oleh
kuman usus akan mengakibatkan mengakibatka kenaikan BUN, sedangkan
kreatinin serum tetap normal atau sedikit meningkat.
3. Elektrolit (Na, K, Cl); perubahan elektrolit bisa terjadi karena adanya
perdarahan.
4. Pemeriksaan lainnya tergatug jenis kasus yang dihadapi.

2.7 Perbedaan Perdarahan Salura Cerna Bagian Atas atau Bawah

Cara praktis membedakan perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)


atau saluran cerna bagian bawah (SCBB)

Tabel. 1 perbedaan perdarahan SCBA atau SCBB

Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB

Manifestasi klinik pada Hematemesis dan Hematokezia


umumnya malena

Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih

Rasio (BUN/kreatinin) Meningkat >35 <35

Auskultasi Usus Hiperaktif Normal

2.8 Diagnosis Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

Sarana diagnostik yang bisa digunakan pada kasus perdaraha saluran cerna
ialah endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid, dan
angiografi. Pada semua pasien dengan tanda-tanda perdarahan SCBA atau yang
asal perdarahannya masih meragukan pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan
prosedur pilihan. 1

7
Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan juga unntuk menentukan aktvitas perdarahan. Forest menentukan
klasifikasi perdarahan tukak peptik atas dasar temuan endoskopi yang bermanfaat
untuk menentukan tindakan selanjutnya.1

Tabel 2. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Tukak Peptik Menurut Forest

Aktivitas Perdarahan Kriteria Endoskopi

Forest Ia – Perdarahan aktif Perdarahan arteri menyembur

Forest Ib – perdarahan aktif Perdarahan merembes

Forest II – perdarahan berhenti dan Gumpalan darah pada dasar tukak atau
masih terdapat sisa-sisa perdarahan terlihat pembuluh darah

Forest III – Perdarahan berhenti tanpa Lesi tanpa tanda sisa perdarahan
sisa perdarahan

2.9 Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

A. Non-Endoskopis

Salah satu usaha menghentikan perdarahan yag saudah lama dilakukan


adalah kumbah lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur
ini diharapkan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatik,
namun demikian manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terlalu
terbukti. Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan
endoskopi dan dapat dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan.1

Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek


vasokonstriksi, sehingga dapat menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta
menurun. Pemebrian vasopressin dilakukan dengan mengencerkan vasopressin 50

8
unit dalam 100ml dextrose 5%, diberikan 0.5-1mg/menit/iv selama 20-60 menit
dan dapat diulang tiap 3-6jam atau setelah pemberian pertama dilanjtkan per infus
0,1-0,5 U/menit. Vasopresin dapat menimbulkan efek samping serius berupa
insufiensi koroner mendadak, oleh sebab itu pemberiannya disarankan bersamaan
preparat nitrat, misalya notrogliserin intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit
dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg.1

Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan


aliran darah splanknik. Dosis pemberian somatostatin diawali dengan bolus
250mcg/iv, dilanjutkan perinfus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai
perdarahan berhenti; oktreotide dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan perinfus 25
mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti.1

Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang dapat digunakan untuk


mencegah perdarahan SCBA ulang karena ulkus peptikum ialah dengan
penggunaan inhibitor pompa proton. Penggunaan diawali dengan bolus
omeprazole 80mg/iv kemudian dilnjutan perinfus 8mg/kgBB/jam selama 72 jam.1

Anamnesis dan pemeriksaan


fisik tanda vital, akses vena.
Selang nasogastrik. Pemeriksaan
laboratorium Hb, Ht, trombosit
pemeriksaan Hemostatis

Cairan isistaloid, cairan koloid,


transfusi darah.

9
Hemodinamik stabil
tidak ada perdarahan Hemodinamik tidak
stabil perdarahan aktif

Terapi empiris

Hemodinamik stabil
perdarahan menetap
Hemodinamik stabil
Perdarahan berhenti Obat vasoaktif:
Somatostatin
Octreotide
Perdarahan
Vasopressin + nitrat
berhenti

Endoskopi saluran cerna


bagian atas elektif
Emergensi atau awal
endoskopi UGI

Variasi esofagus/gaster Ulkus


Sumber peradarah tidak
Skleroterapi atau Penyuntikan obat tampak
ligasi atau selang hemostatik atau
SB operasi segera
TERAPI DEFINITIF Diagnosis tindakan
Jika gagal dan terapi radiologi
intervensional atau
operasi segera
Terapi bedah

Gambar 1. Penanganan perdarahan SCBA

10

Anda mungkin juga menyukai