Anda di halaman 1dari 2

 Diagnosis Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah (SCBB)

Evaluasi awal lengkap diperlukan untuk menilai status hemodinamik, derajat perdarahan,
sumber perdarahan, dan kemungkinan etiologi. Tekanan darah, denyut nadi, dan warna kulit
dapat membantu menentukan tingkat kehilangan darah. Hematokezia merupakan manifestasi
klinis paling sering pada perdarahan SCBB, walaupun tidak menyingkiran kemungkinan
perdarahan SCBA. Perdarahan SCBA dan SCBB pada pasien dengan hematokezia dibedakan
dengan aspirat cairan NGT. Aspirat pasian dengan perdarahan SCBB biasanya jernih tidak
bercampur darah.
Riwayat penyakit dahulu dan konsumsi obat-obatan yang dikonsumsi perlu ditelusuri. Misalnya,
hemoroid, inflammatory bowel disease, penyakit hati kronik, koagulopati, penggunaan AINS dan
warfarin. Gejala penyerta yang dialami pasien juga perlu ditanyakan. Anoreksia dan penurunan
berat badan mungkin berhubungan dengan keganasan. Nyeri perut, diare, dan feses yang disertai
mukus mengarah pada IBD. Feses yang disertai blood streak dan nyeri perianal adalah salah satu
tanda yang cukup spesifik. Feses yang disertai blood streak, darah bercampur mukus, diare,
tenesmus, atau urgency menunjukkan masalah pada sigmoid atau rektum. Tanda lain yang harus
dicari adalah kecurigaan mengarah pada sirosis hepatis, pembesaran limpa, dan hipertensi portal.
Massa di abdomen yang teraba mendukung adanya keganasan. Pemeriksaan rektal dapat
dilakukan untuk melihat hemoroid, dan pemeriksaan digital dapat digunakan untuk membuktikan
adanya perdarahan dan adanya massa. SCBB dibedakan dari SCBA dari bising usus saat
auskultasi. Perdarahan SCBB biasanya tidak mempengaruhi bising usus. Pada pemeriksaan
laboratorium pasien perdarahan SCBB, didapatkan rasio BUN dan kreatinin < 35.

 Tatalaksana perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah (SCBB)

Secara umum penanganan perdarahan SCBB sama dengan perdarahan SCBA. Meliputi
stabilisasi hemodinamik, resusitasi cairan, pemasangan NGT, pemberian PPI, transfusi darah bila
indikasi, prokinetik, endoskopi, dan kolonoskopi.

Tatalaksana perdarahan saluran cerna berdasarkan American College of Gastroenterology (ACG)


adalah:

1. Resusitasi dilakukan dengan cairan kristaloid berdasarkan estimasi jumlah perdarahan


dan kondisi hemodinamik.
2. Transfusi pada pasien dengan Hb < 7 g/dL dengan target Hb lebih tinggi pada pasien
dengan deplesi cairan intravaskular dan penyakit komorbid.
3. Pemasangan NGT dan gastric lavage pada kondisi tertentu, tidak rutin dilakukan.
4. PPI sebelum endoskopi dalam hal ini Omeprazole diberikan bolus 80 mg dilanjutkan drip
80 mg/jam. PPI setelah endoskopi diberikan dengan dosis bolus 80 mg setiap 8 jam
selama 72 jam bila terdapat perdarahan aktif.
5. Profilaksis, diberikan Erythromycin 250 mg, 30 menit sebelum endoskopi.
6. Endoskopi digunakan untuk mendokumentasikan dan tatalaksana pasien dengan
perdarahan aktif. Endoskopi ulang dikerjakan pada pasien dengan perdarahan yang masih
aktif. Endoskopi tidak dilakukan sebagai metode evaluasi rutin, terutama pada pasien
dengan risiko rendah.
7. Pasien dengan risiko rendah, bisa dipulangkan dan disarankan untuk dilakukan endoskopi
atau kolonoskopi di pelayanan rawat jalan.
8. Pasien dengan risiko tinggi, perdarahan aktif, anemia, komorbid, harus dirawat inap
dengan estimasi hari rawat 3 hari.

Anda mungkin juga menyukai