Klasifikasi
Berdasarkan manifestasinya: overt (teramati melalui hematemesis, melena, dan/atau hematokezia)
dan occult (tidak dapat diamati secara klinis, namun dapat teridentifikasi ketika pasien menunjukan
gejala-gejala akibat kehilangan darah atau anemia, seperti pusing, sinkop, angina, atau dispnea)
Penunjang
• EKG, terutama pada pasien berusia diatas 40 tahun
• Pemeriksaan darah lengkap (Hb dan RBC indices, Ht, Eritrosit, leukosit, trombosit, diff
count)
• Gol. darah dan cross match
• Tes koagulasi: PT, aPTT , INR
• BUN, kreatinin serum
• Elektrolit
• SGPT SGOT
• Pemeriksaan lab lainnya tergantung kecurigaan etiologynya
• Endoskopi GI
Indikator untuk menilai ada/ tidaknya perdarahan varises pada endoskopi:
Perdarahan aktif yang terlihat kasar mata muncul dari varises esofagus; menyembur
(oozing) atau mengalir (spurting)
Adanya tanda bekas perdarahan pada barises berupa white nipple sign atau temuan
bekuan darah
Tampak varises esofagus yang berwarna merah dan ditemukan darah pada lambung
tanpa adanya sumber perdarahan lain
Terihat varises esofagus yang berwarna merah, dengan manifestasi klinis perdarahan
saluran cerna atas tanpa darah pada lambung
Stigmata perdarahan Mallory–Weiss tears: dasar bersih, merembes (oozing), atau
menyembur (spurting). Gejala: muntah, retching, batuk sebelum hematemesis
Bila endoskopi ditunda atau tidak dapat dilaksanakan-> PPI intravena tiap 12 jam (pH yang
rendah memperlambat clotting)
Terapi endoskopik
Konsensus internasional dan Asia-Pasifik menganjurkan endoskopi dini dalam waktu 24 jam
setelah pasien dirawat dan dalam 12 jam pada pasien dengan risiko tinggi
Kadar hemoglobin minimal untuk dilakukan endoskopi adalah 8 mg/dL dan jika akan
dilaksanakan endoskopi terapeutik maka kadar hemoglobin minimal adalah 10 mg/dL dengan
catatan pasien juga dalam keadaan hemodinamik stabil
• Pada pasien dengan perdarahan ulkus yang aktif, terapi hemostasis sebaiknya dalam
bentuk kombinasi (epinefrin ditambah modalitas lain seperti penempatan klem
hemostatik, termokoagulasi, dan elektrokoagulasi)
• Pasien dengan stigmata secara endoskopi risiko tinggi (perdarahan aktif, pembuluh darah
yang terlihat, bekuan – bekuan umumnya) dirawat inap selama 3 hari dengan diet cair
Paska endoskopik:
• Terapi antisekretorik
- Farmakoterapi: 2nd line untuk tatalaksana PSCBA akibat ulkus peptikum.
- PPI lebih superior dibanding antagonis reseptor histamin-2.
Vasopressin 10 IU/jam
*Alternatif dari somatostatin = Oktreotide 100 ug IV bolus dilanjutkan infus 25 ug/jam
selama 2-5 hari atau Oktreotid bolus 50 ug dilanjutkan dengan drip 50 ug tiap 4 jam.
PPI: bolus omeprazol 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/ jam selama 72 jam
Diberikan jika kondisi sudah stabil, tidak ada lagi perdarahan yang diliat dari NGT sudah
jernih
Terapi endoskopi
Balloon tamponade
TIPSS (transjugular intrahepatic portosystemic stent shunt)/perkutaneus obliterasi
splenoporta
Terapi angiogafi jika pendarahan tetap berlangsung dan belum bisa ditentukan asal
perdarahan atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko
• Massive:
- >65 yo
- Hematochezia
- Instabilitas Hemodinamik (SBP <= 90mmHg, HR <= 100X/mnt, low urine
output)
- Lab: Hb <= 6g/dl
- Sebagian besar akibat dari diverticulosis dan angiodysplasias
• Moderate:
- Hematochezia atau melena
- Biasanya hemodinamik stabil
- DD: Neoplastic disease, inflammatory, infectious, benign anorectal, dan
congenital
• Occult:
- Lab: Microcytic hypochromic anemic (chronic blood loss)
- DD: Inflammatory, neoplastic dan congenital
- Hemodinamik stabil
Manifestasi Klinis
• Hematochezia (feses berwarna merah/maroon)
• Darah samar-> fecal occult blood test
• Aspirasi nasogastrik jernih
• Lemas
• Dyspneu
• Perubahan hemodinamik
• Auskultasi usus : normal
Diagnosis
Anamnesis
1. Keluhan utama: hematokezia
2. Gejala penyerta:
● Nyeri abdomen
● Perubahan pola defekasi
● Penurunan berat badan
● Demam lama
● Nyeri di anus
● Pendarahan di bagian tubuh lain
● Gejala anemia
3. Riwayat penyakit
● Pendarahan saluran cerna
● IBD
● Operasi abdomen dan/atau vascular
● Tranfusi darah
● Terapi radiasi abdominopelvis
3. Komorbiditas: jantung, paru, ginjal, hepar
4. Riwayat pengobatan: NSAID, antiplatelet, antikoagulan
5. Lifestyle: alcohol, merokok
6. Riwayat keluarga
● Pendarahan
● IBD
● Neoplasia kolon
Pemeriksaan fisik
1. Status generalis: tingkat kesadaran
2. Tanda vital: termasuk menilai ada tidaknya hipotensi postural
3. Pemeriksaan kulit dan mukosa
4. Pemeriksaan thorax
5. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi: bekas operasi, spider telangiectasia, caput medusa
b. Palpasi: nyeri tekan, rangsang peritoneal, massa intraabdomen
c. Perkusi: ascites?
d. Auskultasi: bising usus
6. Pemeriksaan ekstrimitas: akral dingin? Palmar eritem?
7. DRE: warna darah pada feses
Penunjang
1. Lab awal
a. CBC
b. Fungsi hepar
c. BUN, kreatinin serum
d. Serum elektrolit (Na, K, Cl)
e. Tes koagulasi: PT, aPTT , INR
f. Gol. darah dan cross match
2. Feses rutin
3. Tes darah samar
4. EKG (dengan indikasi)
5. Kolonoskopi
Tatalaksana
Kriteria Rujukan
• Pasien diduga kuat terjadi ruptur varises esofagus
• Perdarahan tidak berhenti dengan pelayanan awal di layanan primer
• Anemia berat
• Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang terus menerus
• Rujuk ke pelayanan kesehatan sekunder untuk diagnosis definitif bila tidak dapat
ditegakkan di pelayanan primer