Definisi
Merupakan kumpulan gejala akibat kerusakan glomerulonephritis (GN) yang ditandai dengan
classic tetrad
1. Proteinuria masif: ≥40 mg/m2 LPB/jam atau >50 mg/kgBB/24 jam atau dipstik ≥ 2+ atau
Protein/kreatinin rasio >3-3,5 atau pemeriksaan urin 24 jam >3-3,5 gr/hari
2. Hipoalbuminemia: <2,5-3 gr/dl
3. Edema perifer / anasarka (masif dan generalisata)
Etiologi
• Primer (etiologinya berasal dari ginjal): idiopatik, kongenital
• Sekunder
30% penyebab SN dewasa dihubungkan dengan penyakit sistemik → DM, amiloidosis, SLE
Klasifikasi
Manifestasi Klinis
Proteinuria
o Protein urin > 40 mg/m2LPB/jam atau >50 mg/kgBB/24 jam.
o Semi kuantitatif dengan pemeriksaan Bang atau Dipstick menunjukkan protein urin ≥+2
Hipoalbuminemia: Kadar albumin dalam serum menurun hingga mencapai <2,5 g/dl.
Gejalanya yaitu merasa lelah, leukonikia
Edema pitting (ekstremitas bawah, asites, genitalia, periorbital ketika bangun pagi makin
berkurang saat siang hari, efusi pleura)
Hiperlipidemia
o Kolesterol total darah >200 mg/dL
Diagnosis
Anamnesis
• Bengkak di kedua kelopak mata terutama di pagi hari saat bangun tidur, wajah,
tungkai, perut, genital, hingga seluruh tubuh yang menyebabkan peningkatan BB
• Penurunan jumlah urin
• Urin keruh/berbusa atau kemerahan
• Nafsu makan berkurang
• Sesak napas saat aktivitas berat (e.c edema paru, efusi pleura, asites)
• Lemas, mudah lelah
• Pencetus: Infeksi saluran napas atas/gigi/telinga/TB/pneumonia, Reaksi alergi,
Gigitan serangga, Vaksinasi
• Mencari etiologi: riwayat penggunaan obat, infeksi, penyakit sistemik
• RF sering kambuh
• usia <4 tahun
• remisi serangan 1 pada hari >13/>9,3 hari paska pengobatan
• Ada riwayat atopi pada pasien/keluarga
• dosis pengobatan<2 mg/kgbb
• durasi pengobatan <8 minggu
• genetik
Pemeriksaan Fisik
• KU: tampak lelah
• Peningkatan BB
• Kepala: Xanthelasma, Periorbital edema, muka sembab/puffy face
• Thorax: tanda efusi pleura (palpasi vocal fremitus menurun, perkusi dull,
auskultasi VBS menurun, auskultasi ronkhi basah halus pada kedua basal paru)
• Abdomen: Ascites (inspeksi cembung, perkusi pekak samping pekak
pindah/shifting dullness), Edema skrotum/labia
• Ekstremitas:
o kuku: leukonikia/muehrcke line (long standing hipoalbuminemia)
o atas: xanthoma (waxy-appearing, frequently yellowish-colored skin
lesions)
o bawah: pitting edema
SGOT, SGPT
PT, apTT, INR, faktor koagulasi
Cek etiologi
CRP, ESR
Gula darah
Serologi: hepatitis viral, HIV
Kultur darah
Farmakologi
o Diuretik: furosemid 1-3 mg/kgbb/hari tiap 12 jam (dewasa: 2x40 mg/hari). Dosis naikkan
2x tiap 1-3 hari jika tidak ada perbaikan atau jika ada overload cairan. Dosis maks
furosemid 240 mg/dosis atau total 600mg/hari. If there is still an inadequate clinical
response, patients may be treated by changing to intravenous loop diuretics or adding oral
thiazide diuretics/spironolacton 2-4 mg/kg/hari. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2
minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
Target penurunan BB 1-2 kg/hari dan diuresis
o Mengurangi proteinuria
Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu yang terbagi dalam 3
dosis diberikan setiap hari selama 4 minggu→ remisi dalam 4 minggu pertama → 4
minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) setara 1,5 mg/kgbb/hari,
secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi → 4 miggu ketiga
diturunkan sebesar 0,2 mg/kgbb selang sehari
Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien
dinyatakan sebagai resisten steroid.
Relaps
• Prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis
alternating selama 4 minggu.
• Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema,
sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran
nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian
proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps.
• Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat
ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.
Relaps sering/dependen steroid
Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid:
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian levamisol: steroid sparing agent.
3. Pengobatan dengan sitostatik: siklofosfamid (CPA)
4. Pengobatan dengan siklosporin, atau mikofenolat mofetil (opsi terakhir)
• Cari fokus infeksi
Kontraindikasi steroid
• Kontraindikasi steroid, seperti tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau
kreatinin, infeksi berat → diberikan sitostatik CPA oral maupun CPA puls.
• Siklofosfamid dapat diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal dan
diberikan selama 8 minggu.
• CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml
larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis,
dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan).
Resisten steroid
• Siklofosfamid (CPA)
• Siklosporin (CyA): harga obat yang mahal
• Metilprednisolon puls
• Obat imunosupresif lain:
o vinkristin
o Takrolimus
o mikofenolat mofetil
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/kgbb/ hari atau total >20
mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien imunokompromais. Pasien SN dalam
keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus
mati. Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup. Semua
anak dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan
varisela.
Efek samping steroid
▫ peningkatan napsu makan,
▫ gangguan pertumbuhan,
▫ perubahan perilaku,
▫ peningkatan risiko infeksi,
▫ retensi air dan garam,
▫ hipertensi, dan
▫ demineralisasi tulang.
Pada pasien SN harus dilakukan pemantauan terhadap:
▫ gejala-gejala cushingoid,
▫ pengukuran tekanan darah,
▫ pengukuran berat badan dan tinggi badan setiap 6 bulan sekali, dan
▫ evaluasi timbulnya katarak setiap tahun sekali
o Imunosupresif
• In general, immunosuppressive treatment has no proven benefit for most adults with
idiopathic NS, and the potential risks may outweigh any benefits
• Immunosuppressive therapy for NS secondary to systemic lupus erythematosus is highly
effective and supported by multiple studies, and may lead to partial or complete
remission in patients with minimal change disease or primary focal segmental
glomerulosclerosis
Follow up: proteinuria, profil lipid, edema, toksisitas steroid
1. Awitan sindrom nefrotik pada usia di bawah 1 tahun, riwayat penyakit sindrom nefrotik
di dalam keluarga
2. Sindrom nefrotik dengan hipertensi, hematuria nyata persisten, penurunan fungsi ginjal,
atau disertai gejala ekstrarenal, seperti artritis, serositis, atau lesi di kulit
3. Sindrom nefrotik dengan komplikasi edema refrakter, trombosis, infeksi berat, toksik
steroid
4. Sindrom nefrotik resisten steroid
5. Sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid
Komplikasi
• Infeksi
- Akibat defek imunitas humoral, seluler, dan gangguan sistem komplemen
- Penurunan IgG, IgA, gamma globulin akibat sintesis yang menurun, katabolisme
meningkat, dan proteinuria
- Zinc dan transferin yang keluar menurunkan fungsi sel T
- Akumulasi cairan sebagai tempat pertumbuhan bakteri
- Kulit yang rapuh mempermudah masuknya bakteri → selulitis
- Edema mendilusi faktor imun humoral lokal
• trombosis: akibat peningkatan koagulasi intravascular akibat protein dalam kaskade
koagulasi terganggu, agregasi platelet yang meningkat. Diperparah o/imobilisasi,
koinsidensi infeksi, dan hemokonsentrasi. Meningkat risikonya ketika albumin <2g/dl
Prognosis
Bergantung pada penyakit dasar, histologi, dan faktor klinis.
Terapi dengan ACEI atau ARB + kortikosteroid kesembuhan 76% dengan 12 %
membutuhkan hemodialisa
SN paling sering idiopatik membranous nephropathy yang mempunyai prognosis lebih
baik.
Prognosis untuk penyakit ini mengikuti "aturan 1/3": 1/3 pasien memiliki perjalanan
ringan remisi tinggi; 1/3 yang proteinuria atau edema dapat mempertahankan fungsi
ginjal normal; dan <1/3 pasien berkembang menuju penyakit ginjal stadium akhir dalam
10 tahun
Orang dewasa dengan segmental fokus primer glomerulosklerosis memiliki prognosis
yang lebih buruk, dan tingkat proteinuria merupakan faktor prognostik yang signifikan.
Meskipun sekitar setengah dari pasien dengan proteinuria nefrotik berkembang menjadi
penyakit ginjal stadium akhir lebih dari 5-10 tahun, pasien dengan proteinuria yang
sangat berat (10-14/g/hari) akan berkembang penyakit ginjal stadium akhir rata-rata
dalam 2-3 tahun.
Hanya sekitar 20% pasien yang menderita fokal glomerulosclerosis mengalami remisi
dari proteinuria, 10% membaik tapi masih mengalami proteinuria.
Stadium akhir penyakit ginjal berkembang pada 25-30 % pasien dengan fokal segmental
glomerulosclerosis dalam waktu 5 tahun dan 30-40% dalam 10 tahun.
Prognosis pasien dengan perubahan nefropati minimal memiliki risiko kambuh. Tetapi
prognosis jangka panjang untuk fungsi ginjalnya baik, dengan sedikit risiko gagal ginjal.
Respon pasien yang buruk terhadap steroid dapat menyebabkan hasil yang buruk.
Pada sindroma nefrotik sekunder mortalitas dan morbiditas tergantung pada penyakit
primernya.
Pada nefropati, diabetik tingkat proteinuria berhubungan langsung dengan mortalitas.
Pada amyloidosis primer, prognosis buruk, meskipun dengan kemoterapi.
Pada amyloidosis sekunder, perbaikan penyakit penyebab diikuti oleh perbaikan
amyloidosis dan sindroma nefrotik yang mengikuti.